Jumat, 01 April 2011

Saat Nasib Arumdalu Tidak Sewangi Bunganya


Pengarang : Junaedi Setiyono
Penyunting : Moh. Sidik Nugraha
Penyerasi : Eldani
Penerbit : PT Serambi Ilmu Semesta
Halaman : 376

"Kau, kuundang ke sini untuk mendapatkan hakmu... " Danti menarik Resa ke pinggiran tempat tidur
"Danti, orang mati itu hidup, Aku yakin itu. ...." Bisik Resa


Hidup memang penuh kejutan! Seorang Raden Mas malah menjadi centeng alias pengawal seorang gadis pujaannya, yang karena kemolekan tubuhnya mampu meluluhlantahkan hati pria dari segala golongan. Demikian juga nasib yang menimpa Raden Mas Brata. Pemujaannya terhadap Danti membuatnya menderita lahir dan bathin.

Seperti yang sudah-sudah, sang pembawa panah cinta memang memiliki hak penuh dimana ia mau melepaskan anak panahnya. Seperti yang sudah-sudah juga, alih-alih melepaskan anak panah cinta seorang Raden Ayu Danti Arumdalu ke seorang Raden Mas, anak panah cinta malah dipanahkan ke seorang anak tukang jagal bernama Resa.

Raden Ayu Danti mendapat tambahan nama Arumdalu, bunga sedap malam yang terkenal wanginya. Namu itu diberikan karena ia sering menghiasi rambutnya dengan bunga itu. Bahkan calon ibu mertuanya membuat rangkaian khusus untuknya yang dikalungkan oleh calon ayah mertuanya. Sayang kasih sayang keduanya hanyalah bisa diberikan oleh calon mertua bukan oleh mertua!

Walau pihak keluarga berhasil membuat Danti menikah dengan pilihan keluarga, namun ia tetap menghendaki Resa. Bahkan Danti nekat mengundang Resa untuk memasuki kamar pengantinnya. Alih-alih mewujudkan niatnya menyerahkan kesucian diri, Danti justru menemukan sebuah fakta yang membuatnya kian mencintai Resa. Hal itu justru membuka tabir rahasia bagaimanakah sebenarnya kisah kasih keduanya.

Buku Arumdalu tidak hanya bercerita mengenai ksiah cinta seorang Danti, Brata dan lainnya, namun juga mengenai situasi dan kondisi perjuangan kemerdekaan saat itu. Bagaimana para tokoh pemuka masyarakat berjuang memperebitkan kemerdekaan, mereka yang menjadi teliksandi atau mata-mata hingga kisah perjuangan pasukan Pangeran Diponegoro.

Disebutkan juga bagaimana jika pemuka agama dan pemuka adat bekerja sama bisa melanggengkan kekuasaan dunia. Pemanggu agama bertugas menakut-nakuti orang dengan siksa neraka. Sedangkan pemangku adat negara bertigas menaku-nakuti orang dengan siksa penjara.(hal 270)

Buku ini membuatku seakan pulang kampung!
Seakan ikut berbelanja ke pasar tradisional, membantu mempersiapkan aneka upacara adat hingga memahami filsafat lima "A" Yaitu wisma, wanita, turangga, curiga, kutila (tempat tinggal, istri, krndaraan, senjata serta hiburan)

Memahami mengapa ada istilah bobot bibit dan bebet. Sesuatu yang baru kupahami sekarang dan harus kutanamkan pada benak anakku satu-satunya. Mengerti mengapa "urusan tempat tidur" harus dikerjakan dengan ritual tertentu. Di buku ini hubungan suami istri dilakukan pada saat "Lingsir Wengi" sekitar jam 01.00 Bisanya ditandai dengan Burung Puter dan Deruk yang digantung di atap mengeluarkan suara merdunya secara bersahutan.Bedanya dengan jaman sekarang yang dimana saja, kapan saja bahkan kadang dengan siapa saja ^_^

Membaca uraian panjang lebar mengenai bagaimana perempuan dambaan para lelaki
di halaman 161 membuatku jadi berpikir, bagaimana jika seorang perempuan tidak memenuhi kriteria yang ada, Jangankan semua, satu saja sudah sulit. Tak heran perempuan Jawa sangat ketat dan jlimet jika berurusan dengan ke kecantikan.

Buku ini membuatku teringat pada buku Maharani (Pearl S. Buck), Karena pernikahan sebelumnya, Danti mampu membuat seorang pembesar tunduk padanya. Semua keinginannya terpenuhi, bahkan yang menurut orang tidak mungkin. Padahal status Danti hanyalah perempuan simpanan dari priagung bernama Pringgawinata. Ternyata Danti tidak sepolos dan selugu yang diperkirakan orang.

Kadang, ada suatu saat aku tidak ingin menjadi Orang Jawa. Namun biar bagaimana, itu sudah melekat di badan, yang bisa dilakukan hanyalah melakukan beberapa kompromi. Buku ini membuatku untuk kembali ingat pada akar dimana aku berasal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar