Kamis, 30 Januari 2020

2020#6-7: Akhir Pekan Bersama Balai Pustaka

Suatu senja, saya bertandang ke rumah salah satu, sesama penggila buku. Sebenarnya saya hanya ingin menikmati akhir pekan dengan mengagumi koleksi buku buluk miliknya yang tersimpan rapi dalam lemari kaca.

Salah satu keseruan yang bisa diperoleh dengan berteman dengan sesama penggila buku adalah bisa menikmati koleksi berharga mereka tanpa sungkan. Ternyata niat mengagumi dari luar berubah menjadi menikmati.

Atas kemurahan hati pemilik, akhirnya malah berkesempatan ikut menikmati membaca beberapa buku Balai Pustaka yang mungkin agak susah ditemukan. Tentunya setelah mengikuti beberapa "prosedur" yang ia buat, misalnya harus memakai sarung tangan plastik sebelum memegang buku tersebut.

Sekalian saja membuat beberapa komentar dan memasukkan informasi buku dalam Goodreads agar bisa diketahui dan tersimpan informasi terkait buku tersebut.



Judul: Pusaka
Penulis: M.P Daulae
Gambar Kulit &  Gambar Dalam: Wied Suroso
Cetakan: Pertama-1965
Halaman:16
Penerbit: P.N Balai Pustaka

Kisah ini dibuka dengan sosok wanita yang mengeluh perihal suaminya yang seakan tak peduli pada dirinya. 

Baginya sang suami hanya sibuk mengurusi tugasnya saja. Ida, nama wanita itu, teringat pada beberapa teman pria yang pernah mencoba mengambil hatinya. Andai ia memilih yang lain dahulu, tentu hidupnya tak seperti saat ini.

Selanjutnya kisah diteruskan dengan percakapan antara Ida dan suaminya,  seorang tentara berpangkat Mayor. Sang suami ingin Ida menyiapkan sarapan  esok hari berupa ayam goreng, kebetulan mereka masih memiliki beberapa ekor ayam.

Permintaan tersebut disampaikan karena ia akan pergi jauh  untuk berperang dalam waktu yang lama. Alih-alih menyiapkan permintaan suaminya, Ida malah mengajak bertengkar perihal kondisi rumah tangga mereka. 

Ida hanya mau menggorengkan ayam jika sang suami menemati janji membelikannya baju baru yang selama ini dijanjikan. Suatu hal yang sulit dipenuhi, karena hari sudah larut malam dan semua toko pastinya sudah tutup. Sang suami terpaksa berangkat tanpa menikmati ayam goreng yang ia inginkan untuk sarapan.

Akhir kisah, sang suami yang gugur di medan pertempuran meninggalkan pesan agar Ida mencari pusaka yang ia simpan di dalam kamar tidur. Ida yang berusaha mencari pusaka tersebut justru menemukan sesuatu hal yang tak lernah ia duga sama sekali. Mengejutkan!

Dengan mengambil setting zaman mempertahankan kemerdekaan, penulis mengajak pembaca untuk lebih mampu menahan diri dalam menghadapi segala  kerumitan kehidupan. Jangan sampai seperti Ida yang karena egonya menolak permintaan terakhir sang suami. Penyesalan selalu datang belakangan.

Pemilihan kata serta alur cerita masih bisa dinikmati walau dibuat pada tahun 1965. Penggunaan ejaan lawas juga tak mengganggu kenikmatan membaca. ilustrasi yang ada juga lumayan bagus. Satu-satunya kekurangan buku ini adalah pada ukuran huruf yang lumayan kecil. Seakan dipaksakan agar kisah muat dalam 16 halaman, termasuk kover


Judul: Orang Jang Kembali: Kumpulan Tjerita-tjerita Pendek 1953-1955
Penulis: A. A'xandre Leo
Gambar Kulit & Dalam: Ekana Siswojo
Cetakan: Kedua-1960
Halaman: 137
Penerbit: Balai Pustaka

Sesuai dengan judul, terdapat 8 cerita pendek dalam buku ini. Mulai dari  Djembatan jang ditutup, Biograpi abangku, Jang tahu hanya kami, hingga Orang jang kembali. Setiap kisah memiliki keunikannya sendiri. Penggunaan ejaan lama  dijamin tidak akan mengganggu kenikmatan membaca.

Tahun-tahun Jang Lalu berkisah mengenai kedatangan  Kenil  (sebutan bagi tentara  Hindia Belanda-KNIL singkatan dari het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) 
ke sebuah 'negeri' . Info kedatangannya yang tak jelas beritanya membuat warga banyak yang merasa was-was. 

Ketika akhirnya pasukan datang, justru mereka menemukan sebuah 'negeri' yang nyaris kosong karena semua laki-laki bersembunyi.  Akibatnya para anggota Kenil marah dan  menjarah dan membakar rumah. Bagi penduduk kedatangan Kenil bukan untuk menjajah seperti yang diperkirakan, namun merampok!

Sementara kisah Auli cukup mengharukan bagi saya. Dikisahkan mengenai keponakan tokoh utama kisah yang menderita sakit. Segala upaya menyembuhkan belum juga menunjukkan hasil. Dokter yang dipanggil memberikan resep yang tak bisa diperoleh di apotek mana pun karena habis. Bahkan mungkin di seluruh Indonesia obat tersebut habis, begitu menurutnya. 

Selama sakit sang keponakan menginginkan coklat. Ia meminta sang paman membawakan coklat, dan sebagai paman yang baik, sang tokoh berupaya memenuhi keinginan sederhana tersebut. Ternyata butuh perjuangan panjang untuk bisa memberikan sepotong coklat bagi keponakan terkasih.

Pembaca bisa mendapat informasi bagaimana kehidupan masyarakat pada tahun 1950-an dari beberapa kisah yang dibuat sekitar tahun tersebut. Meski demikian, beberapa kisah yang mengambil setting tahun sebelum 1950 juga mampu memberikan gambaran mengenai kehidupan masyarakat saat kisah dibuat dengan gamblang.

Versi milik sahabat saya sudah  tidak asli lagi karena mengalami perubahan dari sisi kover. Kover aslinya saat membeli buku sudah sangat lapuk dan robek disana-sini. Untung saya menemukan buku sejenis di koleksi Perpustakaan UI. Lumayan buat diambil foto.

Kapan-kapan numpang baca yang lain lagi ah.
Sebagai penambah wawasan dalam bidang literasi.


Sumber gambar:

Koleksi Perpustakaan UI