Khusus berisi ulasan seputar buku, tak lain dari yang berkaitan dengan buku, didedikasikan untuk para pekerja dunia buku. Sebagai ucapan terima kasih kepada para Peri Buku dan bukti eksistensi diri sebagai anggota Ordo Buntelan
Kita menggenggam sesuatu yang begitu berarti di tangan kita, tapi takut suatu saat nanti sesuatu itu terlepas dari jemari. Dan tidak peduli seberapa keras mencoba, kita takkan pernah mendapatkannya lagi
-The Moon Represents My Heart, hal 14-
Keluarga Wang yang baru saja memasuki Hotel Hyatt Regency di Kowloon, Hong Kong, sekilas terlihat seperti keluarga pada umumnya. Sepasang orang tua berkecukupan dengan anak perempuan dan laki-laki yang bersemangat untuk bertemu idola keluarga-Bruce Lee. Saat itu 21 Maret 1972, sebelum premier film Fist of Fury.
Yang tidak diketahui orang banyak, mereka adalah keluarga yang memiliki kemampuan untuk menjelajah waktu. Seperti kembali ke masa sebelum abad kedua puluh. Uniknya tiap anggota keluarga memiliki kemampuan yang berbeda.
Si ibu-Lily, mahir kembali pada tanggal tertentu selama masih berada di Inggris. Sang ayah-Joshua hanya mampu kembali ke Hong Kong. Tommy-anak laki-laki, selalu kembali ke London sebelum tahun 1950.
Sedangkan Eva-si bungsu, memiliki kemampuan untuk melihat anggota keluarga dan pergi ke tempat mereka berada pada lini masa tertentu. Keluarga yang unik!
Untuk bisa melakukan perjalanan waktu bersama, bukanlah hal yang mudah. Butuh persiapan yang dilakukan setahun sebelumnya. Mulai dari menyelidiki lokasi yang dituju, pakaian yang umum dipakai saat itu, hingga mengajari anak-anak bagaimana bersikap jika tak sengaja terpisah dari orang tua. Hal ini perlu
Suatu hari, Lily dan Joshua melakukan perjalanan tanpa membawa Tommy dan Eva, sayangnya mereka tak pernah kembali. Tak ada tempat untuk mencari informasi tentang keberadaan sepasang suami istri tersebut, mengingat kegiatan yang mereka lakukan terbilang rahasia.
Kedua anak yang masih kecil harus hidup tanpa orang tua. Meski hanya berdua, kehidupan keduanya bisa dikatakan tidak kekurangan kasih sayang. Keluarga dari kedua belah pihak memberikan kasih sayang yang berlimpah. Mereka tinggal bersama salah satu nenek.
Seiring waktu, kedua anak yang ditinggalkan mulai mengembangkan kemampuan untuk menjelajah waktu. Mereka mengingat segala yang diajarkan oleh orang tuanya dulu. Tommy sekarang mampu melakukan perjalanan tanpa merasa gugup dan was-was lagi.
Eva memiliki kemampuan untuk mengetahui dengan lebih jelas wajah kerabat yang selama ini tak ia ketahui karena sudah berpulang. Eva kemudian melukiskan apa yang ia lihat dan rasakan selama perjalanan, sehingga keluarga yang lain juga mengetahui.
Keduanya bersemangat melakukan perjalanan waktu meski neneknya merasa apa yang mereka lakukan adalah hal yang membahayakan. Keduanya tetap melakukan, berharap, tanpa sengaja bisa bertemu dengan kedua orang tua ketika sedang berada di waktu lain.
Terbagi dalam tiga bagian, buku tentang kekuatan cinta yang melewati ruang waktu ini memberikan inspirasi bahwa cinta memang abadi. Kisah cinta yang tak biasa. Para tokoh memiliki kisahnya masing-masing yang unik. Tak hanya kisah cinta Lily dan Joshua, tapi juga kisah Tommy dan Eva.
Tommy jatuh cinta pada seorang wanita. Sayangnya, wanita itu berada dalam waktu yang berbeda dengannya. Ia sering datang berkunjung, hingga nyaris membocorkan tentang peristiwa yang akan terjadi dalam waktu dekat. Hal ini bisa berakibat pada perubahan pada masa depan. Untunglah si wanita melarang Tommy menceritakan apapun yang mungkin terjadi di masa depan.
Tiap kali Tommy berkunjung, tenaga yang ia keluarkan semakin besar, sehingga esok hari ia terlihat kepayahan. Hal itu yang membuat sahabatnya jadi mencurigai. Ternyata, sahabat Tommy juga pernah memiliki teman dengan kemampuan sama. Kebetulan yang luar biasa!
Pada akhirnya, mereka memang harus membagi rahasia kemampuan pada orang lain. Sekedar bagian dari upaya menjaga kewarasan diri. Cinta kasih sesama membuat mereka bisa bertahan dalam kondisi sesulit apapun.
Bagaimana nasib Lily dan Joshua? Sekedar bocoran, berakhir dengan menarik! Saya jadi berpikir, jangan-jangan menghilangnya mereka akibat pilihan yang mereka lakukan pada masa lalu. Bisa saja bukan? Urusannya tentang cahaya bulan? Duh gunakan imajinasimu dung he he he.
Penjelajah waktu atau orang yang dianggap memilili kemampuan untuk berada pada waktu dan tempat tertentu, memang sering diangkat sebagai sebuah kisah. Tapi jarang yang memadukan dengan unsur romance yang kental seperti buku ini.
Menilik kover, pembaca sudah bisa menebak apa isi buku ini. Gambar jarum jam dan sosok seorang wanita yang seakan memasuki lorong, menjadi pemberi informasi isi buku.
Jadi ingat penggalan cerita HP ketika Hermione Grange memutar Time -Turner sehingga ia bisa berada di 2 kelas sekaligus mengingat banyaknya jumlah kelas yang ia ambil pada saat itu.
Selama ini saya selalu menyukai hasil kerja Mbak Poppy dalam melakukan alih bahasa sebuah buku. Bacaan mengalir dengan baik tanpa mengurangi makna yang akan disampaikan oleh sang penulis buku. Bukan hal mudah, butuh jam terbang untuk bisa menyajikan buku terjemahan semenarik bahasa aslinya.
Ketika meluangkan waktu ke toko buku G, tanpa sengaja melihat buku ini. Entah kisahnya tentang apa, karena saya sama sekali belum mempunyai informasi tentang buku ini. Ketertarikan saya adalah pada judul buku, yang langsung mengingatkan pada lagu serupa dari Teresa Teng.
Langsung melihat ratingnya di GRI. Agak ragu. Bagus memang. tapi saya ingin memperoleh buku dengan rating diatas 4. Sempat memilih buku lain. Tapi begitu mendekati kasir berubah pikiran, kembali ke buku ini. Jodoh dengan buku sungguh tak terduga.
Teresa Teng juga memopulerkan lagu Tian Mi Mi (Semanis Madu) yang diadopsi dari Gambang Semarangan seperti lagu Gambang Kromong di Jakarta. Lagu tersebut aslinya berjudul Dayung Sampan yang populer di Semarang, Jawa Tengah, tahun 1950-an.
Sehabis membaca buku ini, saya jadi kepingin menikmati kembali lagu yang menjadi inspirasi kisah. Seakan melihat anggota keluarga Wang yang sedang berada di berbagai tempat dan waktu.
Lagu tersebut pertama kali saya pelajari secara lengkap (lirik dan artinya) ketika sedang mengambil kursus bahasa Mandari. Laoshi-guru yang mengajar, kebetulan juga seorang penyanyi, sehingga mendengarkan beliau mendendangkan lagu ini di depan kelas seakan mendengarkan konser seorang penyanyi Mandarin profesional.
dia sanggup membunuh dan mencincang. dia sanggup menanggung dosa yang lebih besar lagi
-hal 49-
Alkisah, pada suatu waktu sepasang anak lahir dari wanita biasa. Saat seharusnya bahagia, si ibu justru merasa kacau. Ia sadar, betapa seringnya ia dikesampingkan karena memiliki kelamin yang kurang dicintai masyarakat.
Berkaca pada pengalamannya, segera ia tukarkan bayi perempuan yang baru beberapa detik menghirup udara dengan sebuah gerobak, wajan rombeng, dan kursus kilat cara membuat balabala. Ia berharap bisa hidup dan membesarkan anak yang lain dari hasil berjualan balabala.
Waktu bergulir dengan cepat, anak laki-laki yang ia harapkan bisa menjadi tempatnya bersandar ternyata malah membuatnya menjadi sengsara. Ia tetap mengolah balabala tiada henti. Anak perempuan yang ditukar itu sekarang sudah menjadi seorang wanita dewasa, ia bahkan mampu membeli apa saja, kecuali cinta tulus ibu kandungnya.
Menyesal? Mungkin saja. Begitu mengetahui fakta anak yang ia buang sudah menjadi mutiara, bergegas ia menyuruh anak laki-lakinya untuk menyelidiki. Termasuk mencari informasi di mana anak itu suka berada. Siapa tahu, ia bisa mendapatkan keuntungan. Sayangnya, buah penyelidikan itu tak semanis gula.
Selanjutnya, pembaca akan disajikan bagaimana kehidupan anak yang dulu ditukar, akhirnya diperlihara oleh keluarga Kan. Namanya sekarang menjadi Sara Kan. Pada usia 11 tahun, ia baru tahu bahwa kecurigaannya selama ini benar, ia hanya anak angkat.
Kehidupan Sara memang tidak semenderita ibunya, tapi yang ia alami bisa dikategorikan hal yang menyedihkan. Menjadi tempat pelampiasan seseorang yang dekat, menyebabkan seseorang meninggal tanpa sengaja, hingga memiliki pacar yang seharusnya bukan menjadi pacarnya. Dilengkapi dengan kelakuan sebagai pacar yang minta ditoyor. Makin menyedihkan nasib Sara Kan.
Isi Bagian 17. Ulasan, membuat saya jadi berpikir aneka alur kisah yang bisa disajikan dalam buku ini. Misalnya jika Sara Kan memilih dokter juga sebagai pasangan hidup, mereka bertemu di tempat fotokopi, dan memiliki tatapan setajam cyclops.
Halaman pertama buku ini langsung membuat mata saya seakan mau copot! Semula saya mengira akan membaca sebuah novel yang ditulis dengan cara biasa, hanya saja jumlah halamannya yang tak banyak.
Tapi, dugaan saya jelas 1000% salah! Ini bukan novel biasa. Atau, apakah ini masuk dalam puisi? Bingung juga sebenarnya. Tata letaknya juga unik! Perlu berhati-hati membaca sehingga tidak salah alur. Asyik juga membaca dengan cara begini.
Alih-alih sibuk memikirkan, mari kita nikmati saja isi buku ini. Sekedar saran, jangan terkecoh dengan jumlah halamannya. Walau kelihatannya sedikit, tapi membutuhkan ekstra waktu untuk menikmatinya hingga tamat.
Total terdapat 30 bagian (saya sebut begitu saja supaya mudah). Mulai dari suram, mekar, kasur rusak, memulas, 2 kali judul memusarakan, hingga kemala sebagai penutup.
Ketika buku ini muncul, saya mengira penulis sudah mencabut niatnya untuk berhenti menulis total. Ternyata buku yang muncul dengan tema dan tata letak yang tak biasa.
Sesungguhnya, kembali saya katakan, bahwa saya tidak tahu harus menuliskan komentar apa untuk buku ini. Baca sajalah dan nikmati sensasi yang muncul pada tiap lembarnya.
"Ini adalah air magis yang berasal dari mata air terbaik seluruh pelosok Nusantara. Air-air ini akan membantumu mengalirkan ketakutanmu, membuat dirimu sedikit lebih baik. Tetapi mungkin sedikit menyakitkan"
-Hal 131-
Nala Gayatri menjadi yatim-piatu pada usianya yang ke-16. Sang papa sudah mengantisipasi segala hal yang mungkin terjadi jika ia meninggal kelak. Termasuk kembalinya si adik kandung-Bibi Pevita demi harga kekayaan yang ia tinggalkan. Salah satunya dengan mengirimkan Nala bersekolah ke Archipelagos.
Archipelagos adalah sebuah sekolah sihir unik dalam laut yang naik ke permukaan, di sekitar segitiga Masalembo. Berdiri sejak tahun 21 Saka oleh 7 pendiri, sempat menghilang sebelum aktif lagi pada tahun 98 Saka.
Ada persyaratan khusus untuk masuk ke sana. Setiap tahun, hanya 80 anak yang bisa masuk ke sana. Tahun ini, hanya ada 74 murid baru. Mereka yang bisa bergabung dalam sekolah adalah anak terpilih dan putus asa dengan kehidupan luar, anak yang terpojok, terasing.
Semula Nala sama sekali tidak mengetahui tentang sekolah itu hingga dikirim ke sana. Banyak hal baru yang ditemukan Nala di sana. Selain mengetahui dirinya mempunyai kekuatan api-Agni, ia juga berteman dengan 6 anak lain yang masing-masing memiliki kekuatan yang berbeda. Mereka tinggal bersama dalam sebuah candi-Candi Tellu hingga masa pendidikan selesai. Menarik!
Ekstrakulikuler yang ada juga juga menarik. Ada Kutu Buku, ekstrakulikuler
yang memiliki kegiatan membaca dan membedah buku di perpustakaan. Biasanya buku
yang dibedah adalah yang bertema sains, teknologi terkini berikut perkembangannya.
Para anggota ekstrakulikuler ini bisa seharian membedah buku dengan ditemani kopi toraja berkafein tinggi. Mereka yang memiliki perpustakaan sendiri baik di candi atau di kamarnya, bisa dipastikan mengikuti ekstrakulikuler ini.
Selain Kutu Buku, ada juga ekstrakulikuler lain terkait kegemaran membaca-Sastra Baca. Bedanya, buku yang dibahas adalah buku-buku dengan tema sejarah, cerita rakyat, serta buku kuno peninggalan kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Nila mengira kehidupan di sekolah akan baik-baik saja, hingga suatu ketika salah seorang guru menjelaskan tentang adanya kekuatan jahat yang akan kembali menyerang setelah sekian lama. Hingga saat ini, sudah terjadi 6 kali pertempuran dasyat melawan kekuatan tersebut-Berong.
Bersama dengan keenam sahabatnya, Nila harus mampu memperkuat kemampuan masing-masing untuk bisa melawan Berong. Bukan hal yang mudah, mengingat tidak adil rasanya beban seperti itu berada dipundak 7 anak yang baru saja masuk sekolah.
Secara garis besar, buku ini cukup menarik. Memang masih terdapat beberapa "bolong", tapi tertutupi dengan kemampuan penulis untuk konsisten membangun karakter 7 tokoh dalam kisah ini. Hal ini bisa dilihat dari bab yang menceritakan proses setiap anak mengembangkan bakat istimewanya. Serta aneka detail terkait suatu hal.
Adegan pertempuran melawan Berong menurut saya masih kurang panjang. Memang ketujuh anak hanya sebagai penahan sehingga lawan setara Berong siap, tapi adegan seharusnya bisa dibuat lebih panjang.
Dari awal cerita, di halaman 4, sudah diberikan penjelasan tentang 6 anak lain yang akan menjadi "terpilih". Kenapa tidak dikisahkan belakangan saja? Supaya ada unsur penasaran dan kejutan.
Selain urusan kenapa harus anak kecil (asumsikan saja begitu) yang menanggung beban menyelamatkan sekolah, hal lain yang kurang saya sukai dari kisah sejenis adalah peperangan dimenangkan dengan mengumpulkan kekuatan bersama alias main keroyok.
Sepertinya ini dilakukan untuk membuktikan bersama mampu mengalahkan kekuatan sebesar apapun. Kenapa tidak diajarkan bersikap tangguh dengan satu lawan satu? Dalam kisah ini, untungnya ada bagian yang menceritakan bagaimana Berong mampu membelah diri dan melawan mereka. Lumayan agak berbeda.
Penulis membuat semacam peta Archipelagos di halaman awal buku sehingga membaca bisa mendapat gambaran mengenai tempat kisah ini berlangsung. Ada juga Glosarium diakhir buku sehingga pembaca yang tidak paham atau tidak ingat akan suatu hal, bisa dengan mudah memahaminya dengan mencari di Glosarium.
Oh, ya, jadi penasaran ketika Nila menyebutkan sedang pergi ke halaman belakang, dan berada tepat di atas nisan papanya. Apakah maksudnya sang papa dikubur di belakang rumah?
Pada kover bagian pojok kiri atas, tertera tulisan bahwa buku ini merupakan best seller, kriteria best seller berdasarkan apa? Informasi lain yang juga ada di kover, hanya menyebut bahwa buku ini merupakan cerita fantasi favorit di Wattpad.
Meski sudah menduga akan menemukan berbagai hal yang menyerupai HP dalam buku ini, tetap saja ketika dugaan tersebut benar, membuat tersenyum sendiri. Misalnya tentang pembagian golongan di sekolah. Dalam buku ini ada 7 golongan dengan warna yang berbeda.
Jika HP kehilangan kedua orang tuanya karena melawan kuasa kegegelapan, dalam kisah ini hanya ibu salah satu tokoh yang meninggal karena pertempuran. Bibi HP adalah adik ibunya, sedangkan dalam kisah ini, Bibi Nala adalah adik ayahnya.
Sesuai dengan judul, nuansa Nusantara sangat kental dalam buku ini. Mulai dari penyebutan nama guru, mata pelajaran seperti membatik, peraturan mempergunakan pakaian adat daerah masing-masing, hingga penyebutan berbagai jurus.
Hem..., apakah akan muncul buku selanjutnya? Bisa saja muncul, jika mempertimbangkan ada sosok misterius yang belajar dari rumah. Serta mungkin saja Berong muncul lagi setelah pertempuran lalu. Memang sudah 7 kali pertempuran dan kisah ini memuliakan angka 7, tapi apa saja bisa terjadi ^_^.
Kalau jodoh memang tak kemana. Dulu, saya pernah tertarik untuk membeli buku dengan kover warna biru ini, namun belum kesampaian. Baru, ketika ke toko buku G beberapa waktu lalu, buku ini masuk dalam keranjang belanjaan saya.
Terlepas dari bintang/rating yang diberikan, jika bukan kita yang membaca dan memberikan masukan bagi penulis fantasi lokal. siapa lagi? Komen diberikan untuk membangun agar kelak karyanya bisa lebih baik, bukan untuk menjatuhkan.
Penulis: E. Nesbit Penerjemah: Titik Andarwati Editor: Setyaningsih ISBN: 9786238023134 halaman: 192 Cetakan: Pertama-2024
Penerbit: Bukukatta
Harga: Rp 80.000
Rating: 5/5
"Selamat tidur, anak-anakku, tidurlah dengan nyenyak sepanjang hari, dan jangan bangun terlalu cepat. Kalian tidak boleh bangun sebelum hari cukup gelap. Kalian tidak ingin naga-naga jahat itu menangkap kalian, kan?"
-hal 59-
Kitab Naga-Naga merupakan sebuah buku yang berisi kumpulan cerita pendek dengan topik naga. Terdapat 8 kisah dalam buku ini, Ada Kitab Binatang; Paman James, atau makhluk Asing Ungu; Para Penyelamat Naga; Naga Es, atau Lakukan Apa yang Diperintahkan; Pulau Sembilan Pusaran Air; Para Penjinak Naga; Naga Api, atau Hati Batu dan Hati Emas; dan Edmund Kecil yang Baik, atau Gua-Gua dan Cocatrice.
Kitab Binatang, mengisahkan tentang seorang anak bernama Lionel yang membuka buku ajaib, sehingga mengakibatkan aneka binatang keluar. Salah satunya naga yang memangsa penduduk. Lionel masih berusia belia, namun ia telah diangkat menjadi raja.
Seorang anak dengan usia semuda itu masih kurang paham tentang banyak hal, baginya, menarik sekali ketika membuka sebuah buku lalu ada binatang yang keluar dari sana. Ia tak sadar akan bahaya yang timbul.
Untunglah ia termasuk anak yang cerdik. Kembali ia membuka buku, kali ini untuk mengeluarkan hewan yang merupakan musuh utama naga. Akhirnya naga berhasil dikalahkan dan kembali masuk dalam buku. Rakyatnya kembali hidup dalam kedamaian.
Penguasa Pulau Sembilan Pusaran Air mengisahkan tentang penguasa yang meminta bantuan penyihir untuk mendapatkan anak. Keinginan mereka terkabul, namun sang raja merasa tidak puas karena anak yang dilahirkan adalah perempuan. Ia berharap mendapatkan anak laki-laki sebagai penerusnya kelak.
Ketika berusia 18 tahun, sang putri dikunci di sebuah menara yang dijaga seekor naga dan griffin. Lokasi menara tersebut berada di pulau yang dikelilingi oleh sembilan pusaran air. Untuk menyelamatkan sang putri, dibutuhkan kecerdasan dan keberanian.
Kisah ini tentunya berkahir dengan manis. Seseorang menyelamatkan sang putri, menikah dan hidup bahagia bersama. Hem... sepertinya kisah serupa ini sudah beberapa kali saya baca.
Naga memang merupakan makhluk fantasi yang sering diangkat, baik dalam buku maupun film. How Train Your Dragon sempat menjadi buku dan film yang laris manis pada masanya.
Dalam buku Kitab Monster dan Makhluk-Makhluk Ajaib dari Penerbit Liliput, disebutkan bahwa naga di Asia Timur, seperti Cina, Jepang, dan India, secara umum adalah makhluk yang baik hati, selama ia dihormati. Naga juga dianggap sebagai pembawa keberuntungan.
Beberapa kisah menyebutkan tentang orang suci yang tidak dapat mati atau menjadi roh halus. Setelah berabad-abad rohnya akan berubah menjadi naga kecil, kemudian masuk ke dasar bumi untuk tidur panjang. Ketika waktunya tiba, naga kecil akan bangun sebaga naga besar kemudian terbang ke surga.
Namun berbeda pada kebudayaan yang lain. Seperti di Eropa, naga adalah makhluk yang kejam, monster yang jahat. Naga dianggap sebagai makhluk yang mewakili kejahatan dan merupakan musuh manusia.
Maka tak heran jika dalam buku ini, naga digambarkan sebagai makhluk yang jahat dan perlu dibasmi. Tak peduli seberapa besar ukurannya, seperti dalam kisah Para Penyelamar Negeri.
Jorge Luis Borges dan Margarita Guerrero dalam Kitab Makhluk-Makhluk Khayali menyebutkan bahwa kita tidak tahu tentang makna naga sebagaimana kita tidak tahu tentang makna alam semesta, tetapi ada sesuatu dalam citra naga yang memikat imajinasi manusia, sehingga kita mendapati naga di berbagai tempat dan waktu.
Buku yang luar biasa! Dalam situs Goodredas, terdapat 1554 versi buku ini. Mulai dari alih bahasa dalam berbagai bahasa hingga versi audibook. Ratingnya juga lumayan.
Edith Nesbit (15 Agustus 1858-4 Mei 1924) merupakan penulis modern pertama untuk anak-anak. Sepanjang karirnya sudah menulis 40 buku anak, dan 60 buku kolaborasi.
Buku-bukunya yang paling terkenal selain The Book of Dragons (1899) antara lain adalah The Story of the Treasure Seekers (1899), The Would begoods (1901), The Revolt of the Toys, and What Comes of Quarreling (1902), Five Children and It (1902), The Story of the Amulet (1906), dan The Railway Children yang juga dipopulerkan dengan versi filmnya tahun 1970.
Penulis yang luar biasa! Pada bagian akhir buku, pembaca bisa menemukan informasi lebih lengkap tentang penulis.
Aku membayangkan seseorang yang menggantung diri di sebuah perpustakaan adalah kematian yang paling sepi.
-hal 215-
Sebuah toko buku-Toko Buku Abadi namanya, berdiri di depan halaman rumah kosong yang baru saja selesai direnovasi. Alasan Ganda Soedjara pindah dan membuka toko buku di sana adalah istrinya. Ternyata sang istri yang mulai sakit-sakitan, masih memiliki rumah warisan orang tuanya di sana. Kesehatannya yang kian menurun membuat istri Ganda Soedjara ingin berada di rumah masa kecilnya.
Toko buku tersebut bisa dikatakan unik. Bukan karena dijaga oleh orang yang tak suka buku-Gheo, menolak kehadiran duo penulis yang membawa banyak penggemarnya untuk berbelanja di setiap toko buku yang mereka kunjungi, atau lokasi yang tak lazim, bahkan juga bukan pintu yang tidak pernah terkunci. Keunikannya adalah cara pemilik toko mengelola usahanya serta kisah yang berada dibalik lokasi toko berada.
Selanjutnya, pembaca akan bertemu dengan aneka tokoh unik yang terhubung dengan Toko Buku Abadi. Ada Darmon si pencuri yang tak sengaja menemukan seorang gadis bunuh diri di sana, Tohpati yang menjadikan pemilik toko sebagai pelanggan nomor satu karena membeli buku dengan harga luar biasa dan tak pernah menawar. Abdullah Gan pemilik penerbit dengan genre yang tak umum, yang mendapat order seluruh buku dalam katalognya sebanyak masing-masing 5 eksemplar, dan banyak lagi.
Tokoh Ibu Tutut-pustakawan lulusan sarjana ekonomi yang bekerja di sebuah perpustakaan sekolah ( halaman 26) seakan menjadi gambaran bahwa tak sedikit orang yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sayang rasanya waktu yang terbuang untuk mempelajari suatu ilmu, tapi tidak bisa dimanfatkan dan kembangkan. Tapi mau bagaimana, urusan perut berkuasa penuh pada pilihan kehidupan.
Banyak orang yang secara tak sengaja menemukan buku incarannya di sana. Sosok Amardi Duka pada kisah Laku Amardi Duka, sebagai contoh. Ia mendapatkan sejumlah buku anak-anak gratis dari pemilik toko buku ketika mampir ke sana.
Amardi Duka memiliki hobi membagikan buku-buku pada anak-anak sepanjang perjalanannya. Sebuah kebiasaan yang layak ditiru. Bisa saja beberapa anak yang menerima buku akan membuangnya dan menganggap hadiah tak berguna. Mungkin beranggapan lebih bermanfaat uang membeli buku yang diberikan dibandingkan buku, tapi setidaknya pengenalan literasi sudah mulai dilakukan.
Ada juga Ananting yang semula hanya berniat berteduh di teras toko yang sempit, malah ketiban rezeki mendapatkan buku idaman yang tak mampu dibelinya. Polahnya selama dua jam memegang buku itu dan mengenang saat-saat pertama membaca buku itu ketika kecil dulu, membuat pemilik toko menghadiahkan buku itu.
Aneka kisah yang ada, seakan untaian sutra laba-laba yang bersatu menjadi jaring laba-laba. Menjerat pembaca untuk terus membaca. Hingga, tanpa sadar sampai di halaman akhir kisah. Untaian sutra laba-laba dalam jaring kisah ini adalah Toko Buku Abadi, yang mengalirkan 33 kisah tak abadi ditambah 1 catatan penulis, sementara laba-laba penghasil sutra adalah Mas Yud selaku penulis.
Sebagai penikmat karya Mas Yud garis keras (ehem), tentunya saya sudah membaca 90% karya beliau. Maka tak heran rasanya jika saya seakan dejavu ketika membaca Kisah Pohon Buku di halaman 163.
Ungkapan tentang pencuri tak suka buku dan penyuka buku tidak suka mencuri, yang umum ditempel pada lapak-lapak buku, sepertinya sudah mulai dipertimbangkan ulang. Mengingat, tak sedikit penggila buku yang tak sungkan mencuri demi mendapatkan buku idamannya.
sumber: koleksi pribadi Yudhi Herwibowo
Bahkan dalam buku The Man Who Loved Books Too Much karya Allison Hoover Bartlett, dikisahkan tentang si pencuri buku yang tak pernah bertobat, mencuri buku-buku langka dari seluruh penjuru negeri demi kecintaannya pada buku.
Terdapat 2 hal yang menjadikan buku ini kian berwarna. Pertama, keisengan Mas Yud dengan mengusung aneka merek dagang yang bertebaran dalam buku ini. Mulai dari Lock**ock, permen M*n*t*s, topi dan celana Ei*er, sepatu sandal Con*i*na, ransel A*ei. Saya yakin, ini bukan sponsor, tapi Mas Yud mempergunakan untuk menguatkan karakter tokoh dalam sebuah kisah.
Selanjutnya, perihal Komunitas Penimbun Buku Nasional yang disebutkan padahal hal 264, membuat saya tertawa. Ada waktunya ketika saya dan beberapa sahabat sesama penggila buku begitu bersemangat mendapatkan bahan bacaan. Entah dari hadiah penerbit dan penulis-buntelan, bertukar dengan sesama, atau membeli sendiri.
Hukum Kekalan Timbunan, muncul dari kisah dimana kami ternyata memiliki banyak buku yang "tertimbun" belum dibaca, mengingat kecepatan membaca berbanding lurus dengan kecepatan mendapatkan bahan bacaan kala itu.
Sebenarnya, masih ada 1 hal lagi. Begitu membuka halaman awal buku, saya menemukan bagian yang membuat tanda tangan dan peruntukan buku. Biasanya, Mas Yud mempergunakan tinta merah sebagai ciri khas, kali ini tidak. Mungkin kehabisan tinta atau terburu-buru he he he. Begitulah, kalau sudah fans garis keras, kebiasan penulis juga menjadi perhatian.
Dalam buku ini, disebutkan juga berbagai istilah terkait buku. Misalnya yang sering disebut, Bibliophile. Pada bagian Catatan halaman 267-269, dicantumkan aneka istilah dan artinya.
Hem..., seperti saya adalah Bibliophile, Bibliotaph, Book Sniffer, Librocubicularist, dan Tsundoku. Sempat jadi Bibliognost dan Book-bosomed. Baca dan temukan, Anda termasuk yang mana^_^.
Kalimat yang tertera di halaman 259,
"Toko buku ini pun mungkin akan tutup. Tak ada dari kita yang abadi. Tapi, cerita-cerita di buku-buku bagus yang kita jual ini, akan terus abadi...."
menjadi semacam pengingat, bahkan cerita bagus akan selalu diingat dan disampaikan dari generasi kegenerasi selanjutnya. Kisah klasik seperti Little Women, misalnya. Bukan hal yang mustahil jika kelak serial Harry Potter juga dianggap kisah klasik yang akan selalu dikenang dan dibaca orang.
Buku yang menarik! Layak berada dalam koleksi para penggila buku. Cocok untuk diberikan kepada siapa saja yang Anda ketahui menggilai buku, Tapi, jangan lupa ada peringatan di bagian belakang, bahwa buku ini ditujukan bagi pembaca usia dewasa. Tanpa disebutkan berapa usia dewasa, batasannya agak rancu juga jika begini.
Penulis: Suzuki Miekichi Penerjemah: Dwi Wahyuningsih Penyunting: Reda Gaudiamo Ilustrator: Wulang Sunu
QRCBN: 62-1494-5648-858
Halaman: 136
Cetakan: Pertama-Juni 2024
Penerbit: Penerbit Mai
Harga: Rp 77.000
Rating:3,5/5
"Begitu mendengarkan bunyi lonceng pertama yang kamu bunyikan, ibumu sudah bukan lagi seorang peri. Ia telah menjadi manusia biasa...."
-hal 48-
Kover buku dengan nuansa hijau ini segera menarik perhatian saya. Ilustrasi yang ada menjadi poin utama. Wulang Sunu memang memiliki ciri khas dalam setiap karyanya. Beruntungnya saya masih bisa mendapatkan beberapa pin bonus pembelian buku ini, tentunya dengan harga yang sangat bersahabat karena membeli saat sebuah acara literasi berlangsung.
Terdapat 6 kisah dalam buku ini, mulai dari Rumah di Puncak Bukit; Lonceng di Danau yang menjadi judul buku ini; Bukubuku, Naganaga, dan Bocah Bermata Api, hingga Putri Bintang. Membaca buku ini tidak membutuhkan waktu lama, selesai dibaca dalam sekali perjalanan Tangerang-Yogyakarta melalui udara. Justru waktu membuat catatannya yang lama he he he, terjeda aneka ini-itu urusan.
Kisah Tentara Berkaki Satu (Den Standhaftige Tinsoldat), sudah sering saya baca. Namun penuturan dalam buku ini terasa agak berbeda. Demikian juga dengan kisah Lonceng Di Danau. Beberapa kisah lain, mungkin pernah saya baca, namun tidak sesering kedua kisah tersebut, ingatan saya akan kisah yang lain tidak muncul.
Kisah-kisah yang ada tidak saja memberikan hiburan namun juga mengandung pesan moral. Melalui cerita dalam buku ini, orang tua bisa memberikan nasehat dengan cara yang berbeda. Jika dijadikan sebagai buku yang dibacakan pada anak, dapat semakin mempererat hubungan antara orang tua dan anak.
Rumah di Puncak Bukit, memberikan pesan bahwa sesuatu tidak selalu seindah yang terlihat, tergantung dari sisi mana kita melihat. Sering kali, kita tidak menghargai apa yang kita miliki dan menganggap milik orang lain lebih berharga.
Kisah Putri Bintang mengingatkan saya pada kisah Jaka Tarub. Meski tak persis serupa, namun pesan moral yang disampaikan kurang lebih sama. Bahwa mencuri adalah perbuatan yang tidak baik dan bisa berdampak buruk pada diri, bagaimana juga pandainya menyembunyikan perbuatan mencuri tersebut. Mungkin saja kita bisa memperoleh kebahagian, namun tidak akan berlangsung lama.
Ada beberapa kesalahan pengetikan atau mungkin tata letak, namun tidak terlalu mengurangi kenikmatan membaca. Misalnya yang ada di halaman 68. Bisa diperbaiki dengan mudah ketika buku ini cetak ulang.
Pada bagian belakang terdapat tulisan dari Fitriana Puspita Dewi, seorang pengajar Sastra Jepang di FIB Brawijaya. Agak heran juga, apa hubungannya dengan buku ini. Ternyata menguraikan tentang bagaimana sastra anak terjemahan Era Meiji di Jepang. Disebutkan juga bahwa Suzuki Miekichi menceritakan kembali kisah yang ada dengan menyesuaikan interpretasi anak-anak Jepang pada saat itu.
Benar juga, seorang pedagang buku menyebutkan bahwa tidak sedikit buku anak dibeli oleh mereka yang sudah dewasa, sebagai nostalgia masa kecil. Entah dulu pernah punya lalu raib, pernah membaca namun hanya meminjam karena harganya mahal, atau dulu tertarik membaca namun tidak bisa meminjam apalagi membeli.
Buku yang layak diberikan untuk anak, bahkan untuk diri sendiri, karena dalam diri orang dewasa (konon) terdapat jiwa anak-anak yang terpendam.
"Bahasa adalah keragaman. Ribuan cara berbeda untuk memandang, untuk bergerak, di dunia ini. Tidak: bahasa adalah ribuan dunia. Dan penerjemah-adalah perkara yang perlu dilakukan, meski sia-sia untuk bergerak di antara berbagai dunia itu."
-Babel, hal 627-
Pembaca umumnya sudah mengenal sosok Alif, Raja, Said, Dulmajid, Atang, dan Baso, para tokoh dalam kisah Negeri 5 Menara besutan Ahmad Fuadi. Saat saya kecil dahulu, hari-hari saya banyak ditemani oleh Darrell Rivers, Alicia Johns, Sally Hope, Mary-Lou, dan Gwendoline Mary Lacey para gadis yang bersekolah di Malory Towers. Sebuah kisah karya Enid Blyton.
Seiring waktu, mumcul Harry Potter, Ron Weasley dan Hermione Granger, tiga sekawan dalam serial Harry Potter yang fenomenal. Maka sekarang saatnya kita berkenalan dengan Robin dari Kanyon, Remy dari Calcuta, Letty seorang putri jendral dari Inggris, dan Victoire dari Haiti, para mahasiswa penerjemah dari Babel.
Kesamaan dari para tokoh adalah mereka semua tinggal di sekolah yang memiliki asrama. Bedanya, kehidupan keempat mahasiswa Babel diwarnai dengan berbagai peristiwa tak biasa. Semula mereka merasa beruntung karena menjadi mahasiswa di Babel, sebelum menyadari ada yang rahasia kelam yang disembunyikan.
Seorang anak yang terbaring lemas merupakan satu-satunya yang selamat dari wabah kolera di Kanton, menjadi pembuka kisah. Profesor Lovell dari Inggris berhasil menyelamatkan anak tersebut dengan menggunakan batangan perak. Ia selanjutnya menjadi anak angkat profesor dan memilih nama Robin Swift untuk dirinya.
Robin selanjutnya dibawa ke Inggris guna mendapat pelajaran bahasa Yunani Kuno dan bahasa lain agar bisa menjadi mahasiswa Institut Penerjemah, Babel di Universitas Oxford dimana ia bersahabat dengan empat mahasiswa lainnya.
Buku ini terbagi dalam 5 buku-saya lebih suka menyebutnya dengan bagian, 33 bab, 1 epilog, serta 2 jeda yang masing-masing membahas tentang Remy dan Letty. Secara garis besar, Bagian pertama membahas tentang asal mula Robin bertemu dengan Profesor Lovell, hingga memulai perkuliahan di Babel.
"Karena, kalau bahasa memang gratis, jika pengetahuan itu gratis. lantas mengapa semua Gramatika dikunci dan digembok di menara? Mengapa kita tidak pernah mengundang ilmuwan asing, atau mengirim ilmuwan kita untuk membantu membuka pusat penerjah di tempat lain di dunia?"
"Karena, sebagai Institusi Penerjemah Kerajaan, kita melayani kepentingan kerajaan."
-hal 138-139-
Bagian kedua membahas tentang situasi saat kuliah. Bukan hal mudah mengingat mereka sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Tak ada yang melayani Ramy jika ia pertama tiba di kedai. Bahkan kedua gadis harus mengajak teman pria sebagai penjamin jika ingin meminjam buku di perpustakaan, salah satu bentuk diskriminasi.
Bagi Robin, Babel adalah satu-satunya tempat yang menghargai bakatnya dalam hal bahasa, sehingga ia tak harus menjadi pengemis di jalanan Kanton. Babel merupakan fakultas paling bergengsi di Oxford, jaminan keselamatan bagi Robin. Setidaknya sebelum ia bertemu dengan Griffin.
Griffin ternyata memiliki hubungan erat dengan Robin. Ia merupakan sosok yang membuka matanya tentang bahayanya kolonialisme. Robin menyadari kekuatan yang timbul dari penguasaan suatu bahasa. Keahlian yang dimanfaatkan oleh petinggi di Inggris untuk melakukan upaya penaklukan pada negara lain.
Selanjutnya pada bagian ketiga menguraikan perihal Profesor Lovell yang mendapat panggilan tentang kondisi Robin yang kacau akibat pengaruh Griffin. Perdebatan sengit terjadi diantara keduanya. Robin membantu Hermes mencuri batangan perak dari Babel, karena hanya mahasiswa dan profesor Babel yang dapat memasuki menara.
Dikisahkan juga tentang perjalanan mereka berempat mendampingi Profesor Lovell ke Kanton. Robin dianggap telah mengatakan sesuatu yang tak patut sehingga perjalanan yang seharusnya diteruskan menuju Mauritius dibatalkan, mereka bertolak kembali ke Inggris.
Perbedaan pendapat antara Robin dan Profesor Lovell terjadi lagi. Kali ini akibatnya tidak main-main! Keempat mahasiswa juga harus menentukan sikap akan memihak kemana. Babel yang memanjakan mereka dengan aneka uang saku dan fasilitas, atau Perkumpulan Hermes yang mengaku sebagai pejuang untuk melawan ketidakadilan dan kejahatan pemerintah.
Puncak kehancuran kehidupan Robin, bisa dikatakan demikian, ada pada bagian keempat. Ia bukan lagi mahasiswa Babel yang dikagumi banyak orang. Sepanjang sisa hidup, ia harus menanggung akibat perbuatannya selama dalam perjalanan dari Kanton. Belum lagi, kesedihan mendalam karena salah satu sahabatnya meninggal. Untuk kenapanya, baca langsung saja di buku😅.
"Universitas membuat kami memerangi bangsa kami dan membuat kami percaya bahwa pilihan kami hanyalah patuh atau menghadang...."
-hal 487-
Robin semakin memahami tujuan sesungguhnya dari Hermes, untuk membantu ia bahkan rela menjadi borunan bersama dengan temannya yang tersisa. Satu meninggal, satu berkhianat, nasib memang sedang tidak berpihak pada Robin.
Pada bagian penutup, pembaca akan mengetahui bagaimana akhir perjuangan Robin dalam membela prinsipnya. Ia tidak hanya bergandengan tangan dengan anggota Hermes, namun juga bersekutu dengan mahasiswa yang dulu dianggapnya aneh karena sering melakukan demo.
Robin sudah memutuskan untuk menguasai Babel sebagai bukti perlawanannya pada penguasa. Ia juga mencegah perawatan batang perak pada Jembatan Westminster. Hal ini menimbulkan perpecahan diantara mereka.
Pada akhirnya, hidup adalah tentang bagaimana kita memilih. Memilih untuk bersikap, memilih untuk berbuat sesuatu. Atau memilih untuk diam saja tidak berbuat apa.
"Kekerasan adalah satu-satunya bahasa yang mereka pahami karena sistem ekstraksi mereka pada dasarnya memang dilakukan dengan kekerasan. kekerasan mengguncang sistem itu." -hal 466-
Jika Harry Potter dan teman-temannya punya tongkat sihir, maka Robin dan para mahasiswa Babel memiliki batangan perak.
Batangan perak yang disebut-sebut dalam kisah ini, memiliki kekuatan tertentu, proses pembuatannya-cipta-perak hanya boleh dilakukan oleh mahasiswa Babel tingkat tertentu.
Prinsip dasar cipta-perak sangat sederhana. yaitu dengan menuliskan padanan kata dari bahasa berbeda namun memiliki kesesuaian. Distorsi yang terjadi akan ditangkap kemudian dimanifestasikan oleh perak. Efeknya bisa bermacam-macam, pada perasaan, suara, kecepatan, stabilitas, warna, bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Selain kisah yang menarik, buku ini memiliki catatan kaki yang lumayan panjang. Jika pernah membaca buku Jonathan Strange & Mr Norrell dari Susanna Clarke, catatan kaki kedua buku serupa. Sama-sama panjang dan terinci.
Sayangnya, ada catatan kaki yang hanya menuliskan Hanzi tanpa menuliskan Pinyin-nya sehingga pembaca yang tak paham bahasa Mandarin akan kurang mengerti keterkaitan huruf tersebut dengan narasi yang ada.
Pada bagian awal bab, terdapat banyak kutipan kata dari buku. Misalnya saja ada C.S Lewis, Oxford di Bab Tiga; Charles Dickens, Oliver Twist di Bab Lima serta Great Expectation di Bab Dua belas; dan Lewis Carrol, Through the Looking-Glass di Bab Enam. Beberapa nama ada yang tidak saya kenal, tapi hal ini malah memicu rasa ingin tahu untuk mencari informasi lebih lanjut tentang mereka. Buku yang menggugah rasa ingin tahu😅.
Pertama kali melihat edisi asli, saya sudah membayangkan kisah yang suram. Beberapa penerbit juga membuat kover senada. Hanya beberapa yang memberikan sentuhan warna cerah, salah satunya penerbit buku ini.
Bagi saya selaku pembaca, hal ini membuat suasana hati saat membaca menjadi tidak terlalu "suram". Begitu melihat kover mengandung warna ceria, mengurangi kesan suram dan menciptakan rasa hangat rasanya hati.
Sempat juga menemukan ada beberapa saltik dalam buku. Sayangnya saya tidak memberikan tanda di halaman berapa. Seingat saya, hanya kata berulang, misalnya "jangan jangan" serta huruf yang tidak lengkap dalam sebuah kata.
Sudah! Abaikan saja! Apa yamg tim penerbit lakukan dalam upaya menghadirkan buku ini bagi pembaca harus diapresiasi. Bukan hal mudah. Konon kabarnya bahkan penerbit dan penerjemah kondang yang semula akan penerbitkan buku ini membatalkan rencana tersebut. Untunglah ada penerbit ini😘, kalau tidak, bisa batal baca edisi terjemahan.
Kisah fantasi tentang Oxford pada tahun 1930-an ini direkomendasikan bagi para penerjemah, pekerja dunia buku, dan mahasiswa ilmu budaya, khususnya yang tertarik pada linguistik. Demikian juga para penggila buku, agar bisa memahami kekuatan yang ada dibalik hasil terjemahan dan kekuasan yang bisa dimiliki oleh penerjemah.
Buku ini berhasil memperoleh penghargaan berupa Nebula Award for Best Novel (2022), Locus Award for Fantasy Novel (2023), World Fantasy Award Nominee for Novel (2023), British Book Award for Fiction (2023), ALA Alex Award (2023), Goodreads Choice Award Nominee for Fantasy (2022), Ignyte Award Nominee for Best Novel: Adult (2023), serta Barnes & Noble Book of the Year Award Nominee (2022).
Membaca buku ini, membuat saya makin merasa perlunya seseorang memiliki kemampuan berbagai macam bahasa, selain bahasa Inggris yang sudah dianggap bahasa yang wajib dipahami. Dengan menguasai berbagai bahasa, selain bisa menjalin kerjasama dengan pihak lain. Segala hal, mengandung 2 sisi, termasuk perihal bahasa.
Jadi ingat akan sosok Raden Mas Panji Sosrokartono. Dengan kemampuan menguasai lebih dari 30 bahasa (daerah dan internasional). Poliglot yang mempergunakan kemampuannya untuk bangsa.
Berikut kalimat yang layak dijadikan penutup. Maafkan saya yang lupa mengutip dari halaman berapa (terlalu bersemangat mencopot pemberi tanda tanpa memperhatikan ada kutipan yang belum dituliskan halamannya)
Bahasa bukan sekedar kumpulan kata-kata. Melainkan cara memandang dunia. Bahasa adalah kunci peradaban, Dan pengetahuan itu layak dipertaruhkan dengan nyawa.