Minggu, 28 Februari 2021

2021 #8: Menikmati Racikan Kata Zelfeni Wimra

Judul asli: Ramuan Penangkal Kiamat, Sejumlah Cerita
Penulis: Zelfeni Wimra
Penyelia naskah: Teguh Afandi
ISBN: 9786020649856
Halaman: 153
Cetakan: Pertama- Januari 2021
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 70.000
Rating: 3,5/5

Setiap liang dalam tubuh mampu memberikan kenikmatan. Buktikan dengan memutarbulu ayam di dalam telinga. Atau mengupil hidung. Bisa juga dengan memasukkan makanan atau minuman yang enak ke dalam liang kerongkongan. Tuhan merahasiakan kenikmatan ke dalam liang-liang itu

~ Ramuan Penangkal Kiamat, Sejumlah Cerita, hal 32~

Beberapa saat yang lalu,  saya ketiban buntelan dari salah seorang editor di G. Sebetulnya ia sedang WFH selama pandemi, namun karena akan ada perubahan tata ruang di kantor maka ia terpaksa berangkat ke kantor dengan kereta api pertama. 

Di kantor, ia membereskan meja agar barang-barang pribadi atau dokumen terkait pekerjaan tidak tercerai-berai hingga ada tata ruang yang baru. Beberapa buku yang ada  di mejanya segera meluncur ke rumah saya. Semoga sering beres-beres ya Mas X.

Meski sangat paham bahwa pembaca tidak bisa menilai sebuah buku dari kover, tapi kover adalah hal pertama yang menarik perhatian calon pembaca. Kover buku yang seolah-olah dibuat dari kristik. Menarik! Padahal putih dominan sebagai warna latar. 

Sayangnya saya tak mendapatkan pembatas buku. Padahal saya penasaran apakah pembatas buku yang biasanya menjadi sisipan akan dibuat seperti kover atau ada kreasi lagi.

Terdapat sembilan belas kisah dalam buku ini. Angka yang agak aneh menurut saya, biasanya saya menemukan kumpulan cerpen-kumpulan kisah menurut buku ini, dengan jumlah yang cenderung genap. Tak masalah! Yang utama cerita yang disajikan bisa memukau pembaca.

Pembaca akan dimanjakan dengan aneka tema yang unik seperti sejarah, agama, adat, dan kehidupan masyarakat terutama di Minangkabau.

Ada kisah Jamin Tersenyum; Kopiah yang Basah; Mengasah Ludah Murai; Si Mas yang Pendusta; Rentak Kuda Manggani; Rendang Kumbang; Sihir Batu  Bata; dan Tuan Alu dan Nyonya Lesung. Tentunya tak ketinggalan Ramuan Penangkal Kiamat yang menjadi judul buku ini.

Saya langsung membaca kisah yang dijadikan judul buku ini. Nuansa  Minangkau terasa kental melalui sapaan anggota keluarga. Bagi mereka yang tak memiliki darah Minangkabau tak perlu khawatir. Ada catatan kaki sebagai penjelasan.

Ada kalimat yang sangat bagus dalam kisah ini, bahkan menurut saya perlu diingat oleh setiap orang. Pada halaman 68  tertulis,"Amai Tuo sering mengingatkan untuk berhati-hati bila berdoa dengan kata-kata. Doa itu samaran dari perasaan tak berdaya dan kalah. Setiap yang bergerak pada jiwa dan yang bergerak pada tubuh adalah doa." 

Seseorang bijak pernah berkata bahwa kata-kata adalah doa. Maka berhati-hatilah dalam mengeluarkan kata-kata, apalagi jika sedang dalam kondisi emosi.  Jangan sampai sebuah doa tidak baik terucap.

Akhir kisah  Urat Leher Burhan diluar dugaan saya.  Dari kisah, semula saya mengira ia bekerja pada sebuah LSM. Ternyata saya salah, bukan itu pekerjaannya.  Tak heran jika ia digambarkan  sebagai sosok yang misterius, hingga usia 42 belum juga memiliki pasangan hidup. Dengan tugas yang ia emban,  sepertinya agak sulit memiliki kehidupan pribadi.

Pada kisah Rendang Kumbang,  pembaca akan menemukan kisah tentang seorang istri yang mendadak begitu cemburu pada sang suami. Terutama ketika melihat ada yang membuatkan teh telur bagi suaminya. 

Biasanya, jika sang suami meminta teh telur, maka pada malam hari tempat tidur akan porak-poranda. Jangan-jangan... Untuk menghilangkan kegelisahan hati, ia memohon nasihat dukun pati. 

Bagian ini menunjukkan bahwa seorang tokoh yang dianggap pandai, masih memiliki peran dalam kehidupan sosial masyarakat.  Pada kisah ini  yang dipanggil dukun pati adalah sosok yang dianggap penting.

Selain kisah tersebut, dalam buku ini juga ada  kisah yang menceritakan bagaimana peran sosok yang dianggap penting dalam kehidupan bermasyarat. Ada sosok Jumin bin Kahwaini dalam kisah Bila Jumin Tersenyum; Buya Mukaram pada Gantungan Baju Buya; serta Mak Malin pada Mengasak Lidah Murai untuk dijadikan contoh.

Penggalan kisah Rentak Kuda Manggani, menunjukkan betapa masih banyak dibutuhkan pembangunan infrastruktur agar bisa menjangkau banyak daerah di tanah air tercinta ini. 

Tepatnya pada bagian yang menggambarkan perjalanan tokoh utama dari Jakarta ke Padang pada  halaman 91-92. Kemudian ke Kototinggi kemudian mempergunakan ojek ke Manggani. Andai pembangunan rel tidak dihentikan maka tak butuh waktu lama untuk menuju tambang emas Manggani. 

Sepertinya sudah lama sekali saya tak mendengar (dalam hal ini membaca) tentang sulfa di halaman 31. Bubuk putih tersebut  biasanya ditaburkan pada bagian tubuh yang luka setelah dibersihkan terlebih dahulu. Bagi orang awam bubuk itu dianggap memiliki kemampuan bisa menghentikan darah yang keluar dari luka, serta mencgah infeksi.

Pada bagian  akhir buku terdapat Riwayat Publikasi. Sesuai dengan judulnya, bagian inj berisi informasi seputar kisah yang ada dalam buku. Contohnya Air Tanah Abang menjadi juara pertama Sayembara Cerpen Jakarta Internasional Literasy Festival tahun 2010, serta dibukukan dalam Sejuta Warna di Langit Jakarta oleh Komodo Books tahun 2011.

Rentang waktu penerbitan antara tahun 2007 hingga 2017. Adapun kisah Rumah Berkucing Lapar serta Ramuan Penangkal Kiamat sama sekali belum pernah dipublikasikan.

Kembali pada kover. Pada  https://bobo.grid.id, disebutkan bahwa kristik adalah seni menyulam dengan tangan dengan menyilangkan benangnya, sehingga membentuk huruf “x” hingga menjadi suatu bentuk seperti bunga, binatang, dan bentuk lainnya. Kristik sering juga disebut dengan strimin.

Saya jadi teringat pada beberapa saudara dan teman wanita yang berasal dari Minangkabau. Mereka umumnya cukup piawai membuat kerajinan tangan, terutama sulaman. Salah satunya kristik. Mungkin bagi penulis, kover ini menandakan ia sedang menyulam aneka kata untuk menjadi sebuah kristik cerita.

Siapa tahu begitu ^_^

Ah, sehabis membaca kisah ini kenapa jadi ingat seseorang yang sempat dekat. Saat  saya ulang tahun, dia memberikan sebuah kerudung warna biru yang diberi sulaman tangan buatan ibunya. 





 

Jumat, 26 Februari 2021

2021 #7: Sebuah Kitab Yang Tak Suci

Penulis: Puthut EA
ISBN: 9786021318577
Halaman: 88
Cetakan: Keempat-Agustus 2017
Penerbit: MOJOK

Hidup kami selanjutnya adalah bernapas, berjalan, dan bertegur sapa lewat senyum. Perdebatan bahkan bincang-binvang menjadi begitu menyakitkan. anak-anak kami lahir dari ranjang-ranjang yang tidak berdenyit. Dan kami tak pernah mengajari mereka berdoa, hanya seekali kami mengajari hal-hal yang agak menggairahkan, mengasapi ikan, dan memanggang roti. Selebihnya bahkan tidak tahu dari mana mereka belajar rumus matematika
~ Sebuah Kitab Yang Tak Suci, hal  77~

Belum lama ini muncul kasus  plagiat yang dilakukan oleh seorang pemuda terhadap buku ini.  Awalnya saya mengikuti sambil lalu, harap maklum kadang saya lupa buku mana yang dimaksud. Begitu ada yang posting cover, saya baru ingat.

Buku dengan nomor panggil 808.83 PUT s ini sebenarnya ada di meja kerja saya di kantor kurang lebih seminggu lamanya.  Semula akan dipergunakan untuk membuat tugas anotasi pada bulan Februari 2021, namun karena masih banyak tugas penelusuran, akhirnya tertunda untuk dibaca.

Awalnya saya mengira  tak akan  membutuhkan waktu lama untuk menikmati kumpulan cerpen setebal 88 halaman, ternyata dugaan saya salah! Butuh banyak waktu dan tenaga untuk menikmati buku ini.

Ketika membaca blurd, disebutkan bahwa buku ini berisi dua belas cerita pendek karya penulis. Ketika membaca Daftar Isi, saya hanya menemukan sepuluh judul kisah. Mungkin bisa menjadi dua belas jika Tentang Penulis dan Bibliografi dianggap sebagai kisah.

Saya malah sempat menduga, apakah kisah Ruang Tunggu Waktu dihitung lebih dari satu kisah? Karena dalam kisah tersebut terdapat beberapa bagian kisah, misalnya Pagi Itu berwarna Kuning; Malam: denyut nadinya terasa benar;  serta Fajar. Tapi hal tersebut membuat kisahnya lebih dari dua belas!

Sepuluh kisah yang ada dalam buku ini antara lain Kisah Kematian Seorang; Ruang Tunggu Waktu; Rahim itu berisi Cahaya; Kota yang Menuju Diam; dan Seseorang di Sebuah Sudut.

Berulang kali saya baca Daftar Isi, kemudian membaca judul yang ada pada tiap kisah dengan cara membuka halaman satu per satu untuk menemukan apakah ada kisah dengan judul Sebuah Kitab Yang Tak Suci. 

Sebenarnya karena saya sering memba kumpulan cerpen, dimana kisah yang diunggulkan dijadikan judul buku. Saya beranggapan ada kisah dengan judul yang sama. Ternyata saya salah, tak ada kisah tersebut dalam buku ini. Menambah rasa penasaran saya. Jika menilik KKBI pada kata kitab,  terlihat ada hubungannya. 

Membuka kisah pertama, Kematian Seorang Istri, saya mulai merasakan nuansa suram. Bagaimana seorang suami menyimpan mayat istrinya namun tak terjadi pembusukan sehingga tak ada bau busuk atau belatung yang muncul. Ia sibuk mempelajari aneka hal untuk memahami kenapa kematian datang.

Begitu seterusnya pada kisah-kisah yang lain. Nuansa gelap, sepi, dan menyedihkan terasa dalam tiap kisah. Saya tak menemukan atau merasakan sebuah kisah yang berarti bahagia

Sekedar saran,  jika Anda mencari bacaan ringan untuk mengisi senja hari sambil menikmati minuman hangat saat hujan, maka jangan membaca buku ini. Tapi jika butuh sesuatu untuk mengeluarkan rasa sesak di dada, buku ini bisa membantu memicu rasa tersebut.

Jika dicermati lebih lanjut, penulis banyak mempergunakan kata yang tak lazim dipergunakan. Hal ini membuat saya harus menurunkan kecepatan membaca agar bisa lebih paham apa yang disampaikan. Meski demikian, saya tetap kurang bisa memahami dan menikmati kisah-kisah dalam buku ini.

Sebagai sosok yang berlatar belakang pendidikan filsafat, tentunya berpengaruh pada karya-karyanya. Mungkin karena saya kurang memahami tentang filsafat, maka kurang bisa menikmati buku ini yang mengandung filsafat.

Sang penulis membuat hal-hal yang sederhana kadang menjadi rumit unutk dipahami. Pada lain kisah, membuat sesuatu yang tabu untuk dibicarakan menjadi suatu hal yang bisa dengan mempergunakan kiasan yang tepat.

Kisah yang lumayan saya sukai adalah Si Pemungut Mimpi.  Tolong jangan minta saya menceritakan ulang,  sulit rasanya. Intinya tentang seorang pria yang  tinggal sendiri di sebuah perkampungan. Semula tempat tersebut dipenuhi banyak penghuni, namun mereka semua meninggalkan kampung untuk mewujudkan mimpinya.

Setiap senja, ia berkeliling perkampungan tersebut hingga fajar. Memungut mimpi-mimpi kecil yang tertinggal.  Setelah fajar, ia akan duduk seharian di sebuah cabang pohon yang menjulur ke arah beranda rumahnya yang tinggal separuh utuh.

Pada bagian akhir, pembaca akan menemukan bibliografi.  Ternyata karya yang sudah dihasilkan beraneka, ada drama; novel; kumpulan esai; kumpulan cerpen; dan non fiksi. 

Tak ada salahnya mencoba untuk membaca buku ini, siapa tahu cocok untuk Anda. Buku ini sudah mengalami cetak ulang hingga empat kali, tentunya karena ada permintaan dari pembaca. 

Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com




Selasa, 23 Februari 2021

2021 #6: Mengenal Sejarah Bahasa Indonesia

Judul:  Masa-Masa Awal Bahasa Indonesia
Penulis: Harimukti Kridalaksana
ISBN: 9786024335946
Halaman: 112
Cetakan: Pertama-April 2018
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Rating: 3/5

 "Setemtoenja perkata'an saja ini tidak bermaksud melepaskan poetri Indonesia ini dari dapoer. Akan tetapi ketjoeali didalem dapoer No.1 kita haroes toeroet memikirkan djoega, apa jang dipandang oleh kaoem lelaki."

 ~PEMBOEKA'AN CONGRES PEREMPOEAN INDONESIA OLEH TOEAN PEMOEKA, hal 83~

 Meski sehari-hari mempergunakan bahasa Indonesia, hafal  isi Sumpah Pemuda yang menyebutkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan,  namun belum tentu semua orang tahu bagaimana sejarah bahasa pemersatu bangsa tersebut.

Dalam lima bab serta 111 halaman, pembaca akan mendapat informasi mengenai sejarah Bahasa Indonesia secara lengkap. Mulai dari kelahiran bahasa Indonesia, Kongres Pemuda I, Kongres Pemuda II, hingga Kongres Bahasa Indonesia I.  Serta perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.

Mengkaji sejarah bahasa menurut buku ini bisa dikaji dalam tiga bidang ilmu. Pertama, prasejarah bahasa, kajian tentang masa lampau bahasa sebelum ia mempunyai aksara. Kedua, sejarah bahasa, kajian tentang masa lampau seluk-beluk bahasa sejak bahasa itu diungkapkan dengan aksara. 

Adapun yang ketiga adalah sejarah studi bahasa.  Merupakan kajian tentang perkembangan pandangan orang terhadap bahasanya,  yang tertulis dalam aneka dokumen, seperti buku pelajaran dan kamus.

Sebagian besar isi buku ini menitikberatkan  pada kajian masa lampau bahasa, yaitu sejarah bahasa. Pembaca akan diberikan berbagai paparan ilmiah  perihal sejarah pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa.

Sehingga, jika  seseorang mendapati informasi yang menyebutkan bahwa  tanggal 2 Mei 1926 merupakan hari lahir bahasa Indonesia, dan pengusul nama adalah M. Tabrani,  sudah paham secara benar berdasarkan sejarah.

Terdapat juga informasi mengenai perbedaan antara dialek dan ragam bahasa.  Dialek merupakan variasi bahasa menurut penutur atau pemakai bahasa. Misalnya dialek Betawi, dialek Banyumasan.

Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian.  Ada dialek sosial, karena penggunanya berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan. Kemudian ada Idiolek,   merupakan ciri bahasa seseorang. Entah dari lafal, gramatik atau pemilihan kata.

Pada saat usulan Muh Yamin untuk mempergunakan  Bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu ditolak,  tidak membuat Bahasa Melayu punah. Beberapa daerah seperti Sumatra Utara, Kalimantan Barat, dan Riau masih mempergunakannya.  Demikian juga beberapa negara  tetangga.

Buku ini sangat perlu dibaca oleh para generasi muda agar paham dan makin mencintai bahasa pemersatu bangsa. Juga bagi para penikmat sejarah dan pemerhati bahasa, sebagai tambahan referensi.

Dari 111 halaman, uraian mengenai sejarah bahasa hanya 46 halaman,  Latar Belakang Pustaka 1 halaman, Indeks 3 halaman, Tentang Penulis 1 halaman. Dengan demikian Lampiran memerlukan  60  halaman. Ada baiknya bagian uraian lebih dipertajam lagi paparannya.

Meski demikian,  bagian Lampiran sungguh menarik. Ada tentang artikel atau cerita yang diambil dari  aneka media massa dan  tahun,  iklan, serta Pembukaan Kongres Perempuan Indonesia. Sepertinya saya lebih menikmati bagian ini ^_^.

Ada beberapa kalimat yang ada di halaman 22 bisa dikatakan agak mengganggu. Mengapa harus mempergunakan kata jasa?  Bukankah tiap sosok yang terlibat dalam Kongres Pemuda I dan II memiliki peranan dan jasa  bagi bangsa.

Harimukti Kridalaksana, sang penulis, memiliki nama lengkap K.P.H. Hubert Emmanuel Harimurti Kridalaksana Martanegara. Lahir di  Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, pada 23 Desember 1939. Merupakan  seorang pakar sastra berkebangsaan Indonesia. Beliau merupakan salah satu guru besar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia serta penggagas Pusat Leksikologi dan Leksikografi.


Rabu, 10 Februari 2021

2021 #5: Cerita-Cerita Dari Pulau Buru

Salah satu hal yang membuat saya betah bekerja di perpustakaan adalah karena saya bisa menikmati hobi dan digaji untuk itu ^_^. Meski  ada juga beberapa tugas yang saya kerjakan karena kewajiban he he he. Dibandingkan kesenangan yang diperoleh, hal tersebut tak bermakna banyak.

Salah satu tugas terbaru untuk tahun 2021 adalah  membuat anotasi koleksi perpustakaan berbahasa Indonesia, singkatnya resume sebuah buku. Bagi teman-teman  fungsional pustakawan, kegiatan tersebut mendapat angka kredit sebesar 0.008. Karena saya milih untuk tidak menjadi pustakawan, maka  anotasi tersebut sekedar memenuhi SKP semata.

Buku memang banyak, namun mencari buku yang pas merupakan tantangan tersendiri bagi saya. Jika asal buku, tentunya pilihan saya jatuh pada novel dari pengarang favorit saya he he he. Tapi karena salah satu tujuan anotasi adalah juga mempromosikan buku tersebut, maka pemilihan buku perlu dilakukan dengan lebih bijak.

Kebetulan menemukan satu buku yang baru selesai disampul, sepertinya cocok untuk keperluan anotasi. Plus membuat review he he he.

No panggil: 398.212 
Judul: Antologi Cerita Rakyat Pulau Buru 
Penyunting: Asrif, Nita Handayani Hasan 
ISBN: 9786022631774 
Halaman: 210 
Cetakan: Pertama-2019 
Penerbit: Kantor Bahasa Maluku
Rating:3/5

Mengusung semangat literasi,  Kantor Bahasa Maluku sebagai salah satu UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan program pelatihan menulis, penerbitan antologi cerita rakyat  serta gebyar literasi di Provinsi Maluku.

Pemerintah Kabupaten Buru menyambut kegiatan tersebut dengan menyelenggarakan program Gencar (Gerakan Bopolo Membaca). Salah satu wujud nyatanya adalah buku setebal  210 ini, 
Antologi Cerita Pulau Buru. 

Berisikan 37 cerita rakyat yang ditulis oleh para guru sebagai hasil dari pelatihan penulisan kisah rakyat. Walau kisah yang ada dalam buku ini belum mencakup seluruh cerita rakyat yang ada di Pulau Buru, namun diharapkan  mampu menjadi rujukan bagi penguatan pendidikan karakter siswa dan pengenalan jati diri. Tentunya juga untuk mengisi kekurangan tersediaan bahan bacaan terkait kisah rakyat dari Pulau Buru yang beredar di masyarakat umum.

Judul-judul kisah yang ada antara lain adalah Ular Siluman Gunung Tarawesi (Nurfia, S.Pd); Gunung Kakusang Garuda (Marwiah Polanunu, S.Pd); Misteri Sungai Waehaka (Kamaria, S.H); Persaudaran Nusa Laut dan Ambalau (Khatijah Suneth, S.Pd); Sebab Bernama Pantai Merah Putih (Ahmad  S.Pd); Teror Buaya di Teluk Namlea (Amrus Tahir,B.A); Tsunami Di Desa Lala (Lutfi Siompo); dan lainnya.

Keseruan membaca antologi adalah kita bisa membaca kisah secara acak. Dari Daftar Isi, pembaca bisa menemukan mana kisah yang akan dibaca terlebih dahulu. Atau jika ingin membaca dari halaman awal sampai akhir secara berurut juga tak ada masalah.

Kisah pertama yang menarik perhatian saya adalah 
Asal Mula Pohon Kayu Putih dari Muhamad Buton. Maklum, sebagai penggemar kayu putih garis keras, segala hal terkait kayu putih akan menarik perhatian saya ^_^. Apalagi, ini merupakan kisah dari daerah tempat asal kayu putih.

Sesuai dengan judul, isi kisahnya menceritakan tentang asal mula pohon kayu putih. Ada tambahan kisah tentang asal Pulau Pasir Putih, walau hanya satu paragraf saja. Pesan moral yang terkandung adalah  bahwa perbuatan baik akan berbalik memberikan kebaikan pada diri sendiri. 

Dalam kisah ini, pengembara yang mengobati luka burung garuda raksaksa mendapat pohon kayu putih yang disebut sebagai bahan obat-obatan. Ia semakin pandai meracik obat untuk menyembuhkan orang, namanya akan semakin terkenal. 

Sementara kisah Terpisahnya Pulau Nusa Laut Dan Pulau Ambalu oleh Alaam Ul-hag Manusamal, memberikan pesan agar jangan sampai terjadi pertengkaran karena hal sepele, sesuatu yang bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Jika tidak, bisa  terjadi hal-hal buruk dan rasa penyesalan yang tak  henti. 

Karena memperebutkan tanaman yang dinamakan sukun, kedua bersaudara tersebut saling membenci. Sifat egois sang kakak serta perasaan dendam sang adik membuat hubungan mereka kian menjauh. Sedih melihat hal tersebut, sang ibu berdoa agar keduanya disadarkan. 

Doa ibu mereka terkabul dengan terjadinya gempa yang membelah Pulau Nias dan pohon sukun menjadi dua. Sang adik dan setengah pohon sukun hanyut, sementara sang kakak tak bisa bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya. Kejadian tersebut menyadarkan keduanya, tapi sudah terlambat.

Ada beberapa kisah yang mengambil Elang sebagai tokoh. Setelah dibaca, ternyata kisah Elang Raksasa di Negeri Tifu oleh  Dwi Yuniar Marasabessy, S.Pd,  Elang Raksasa di Gunung Tanusan karya Aisah Papalia, S.Pd.
serta Elang Raksasa Penjaga Pulau Buru karangan Sudiati Manahaji memiliki kesamaan. Meski mengambil tema yang sama, namun cara menuliskan kisah ketiganya terlihat sangat berbeda.

Pulau Buru
Secara garis besar, karya para guru dalam buku ini perlu diapresiasi. Meski masih terdapat kekurangan, namun untuk mereka yang baru menyelesaikan pelatihan, sudah layak untuk dinikmati. Dengan sering menulis akan membuat mereka bisa menghasilkan karya yang lebih baik kelak.

Ada baiknya tim editor memantau kisah yang ditulis. Dengan begitu banyak kisah rakyat, akan lebih baik jika tidak ada kisah yang ditulis oleh lebih dari satu orang. Dengan demikian, akan lebih banyak kisah rakyat yang terdokumentasikan.

Ketentuan mengenai jumlah halaman sepertinya akan sangat berguna. Terlihat ada beberapa penulis yang begitu ingin segera menyelesaikan kisah, dilain cerita ada yang dibuat dengan banyak informasi yang tak terkait dengan kisah. Dengan adanya batas halaman, penulis bisa lebih tertata dalam menuliskan kisah. Apa lagi kebanyakan adalah penulis pemula.

Semoga buku ini bisa menyebar ke seluruh tanah air , sebagai salah satu cara memperkenalkan muatan lokal. Sehingga Pulau Buru bisa dikenal luas, tidak hanya sebagai pulau tempat pembuangan tahanan politik zaman orde baru.

Penasaran, sepertinya harus meluncur ke rak. Siapa tahu ada buku serupa dari daerah lain.


Sumber Gambar:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Buru







Senin, 08 Februari 2021

2021 #4: Keajaiban Konsultasi Dari Toko Kelontong Namiya

Judul asli: Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Penulis: Keigo Higashino
Alih bahasa: Faira Ammandea
Editor: Pandam Kuntaswari
Ilustrasi sampul: Martin Dima
ISBN: 9786020648293
Halaman: 400
Cetakan: Pertama-Desember 2020
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 130.000
Rating:4/5

Dalam berbagai kasus, sebenarnya si pengirim surat sudah menemukan jawabannya. Mereka berkonsultasi hanya demi memastikan bahwa orang lain juga membenarkan keputusan mereka. Banyak di antara mereka yang kembali menulis surat setelah membaca balasan dariku, mungkin karena jawabanku berbeda dengan yang ada di benak mereka

~Keajaiban Toko Kelontong Namiya, hal 144~

Bagi mereka yang menikmati masa remaja tahun 1980-1990, mungkin pernah mendengar film  Back to the Future yang  dibintangi oleh Michael J. Fox, Christopher Lloyd, Lea Thompson, dan Crispin Glove. Film komedi petulangan fiksi ilmiah ini berkisah tentang seorang remaja yang tak sengaja melakukan perjalanan waktu. 

Banyak hal yang terjadi secara tak sengaja,  sehingga bisa membuat perubahan dimasa depan. Maka mereka selalu berhati-hati ketika kembali ke masa lalu. Salah satu bagian yang paling saya ingat adalah ketika seorang tokoh dari masa depan mendadak menjadi kaya raya di masa lalu. Hal ini membuat ia dan keluarganya dimasa depan juga menjadi kaya raya. 
 
Ternyata, ia menyimpan semacam buku  yang memuat informasi tentang pertandingan olah raga, baseball kalau tidak salah. Siapa pemenangnya, berapa point dan sejenisnya. Sehingga setiap kali ikut  taruhan,  ia akan menang. Penggalan kisah tersebut langsung muncul ketika saya selesai membaca buku ini. Bedanya penjelajah waktu dalam kisah  ini adalah sebuah surat.

Dalam lima bab dan 400 halaman, membaca akan mengikuti kisah tentang sebuah kotak susu di Toko Kelontong  Namiya yang mampu menimbulkan keajaiban. Keajaiban yang dimaksud adalah kegiatan konsultasi gratis yang berdampak besar pada kehidupan sipenanya.

Kisah ini dibuka dengan tiga orang remaja yang terpaksa mencari penginapan karena mobil yang mereka curi untuk menuju ke suatu tempat mendadak mengalami gangguan. Salah satu dari mereka teringat ada sebuah bangunan yang sudah lama kosong, ke sana mereka menuju. Bangunan tersebut, ternyata adalah Toko Kelontong Namiya.

Dari semula yang hanya ingin menghabiskan malam, ternyata mereka menemukan sebuah keajaiban terjadi. Melalui sebuah kotak susu, mereka menemukan ada surat permintaan bantuan menyelesaikan masalah. 

Semula,  sekedar iseng untuk menghabiskan waktu, mereka menjawab surat tersebut. Dengan berupaya berpikir bijaksana, saran yang diberikan merupakan hasil diskusi ketiganya.Belakangan, ketiganya mulai merasakan keanehan. 

Waktu seakan berhenti dalam rumah tersebut. Surat yang diterima seolah-olah berasal dari masa lalu. Mereka yang semula iseng, menjadi takut jika jawaban yang diberikan akan berpengaruh pada kondisi saat ini. Mereka sangat paham adalah tidak bijak jika mereka membocorkan suatu hal yang mereka ketahui akan terjadi dimasa depan terkait surat tersebut.

Misalnya, mereka takut harus memberitahukan bahwa Jepang akan mengalami masa sulit ekonomi. Karena hal ini bisa saja membuat si penulis surat melakukan suatu hal yang bisa mengubah sejarah. Padahal, jika mereka bisa mengatakannya, akan membuat sipengirim surat mengambil langkah yang paling tepat. Tanpa sadar, mereka telah menimbulkan koneksi antara masa lalu, saat ini  dan masa depan. 

Guna melengkapi kisah, pembaca juga disuguhi kisah tentang para penulis surat. Bagaimana kehidupan mereka sesungguhnya sehingga memutuskan untuk menulis surat tersebut.

Ada juga bagian yang mengisahkan tentang asal mula munculnya permintaan untuk menyelesaikan masalah ke Toko Kelontong. Semula konsultasi dilakukan oleh anak-anak sekitar kepada pemilik toko, Kakek Yuji.

Pertanyaan juga hal-hal yang sepele seperti bagaimana mendapat nilai bagus tanpa belajar. Jawaban masalah yang bersifat humor seperti itu  jawaban akan ditempel langsung di bawah surat pertanyaan.

Belakangan, orang dewasa juga mulai mengirimkan surat dengn meletakkan di kotak penyimpanan botol susu. Untuk masalah yang lebih serius, tentunya jawaban tidak akan ditempel di dinding

Bagi Kakek Yuji,  pada dasarnya mereka yang mengirim surat ke Toko Kelontong Namiya adalah orang-orang yang ingin menceritakan masalah mereka.

Jadi, apapun pertanyaan yang diberikan, walau disampaikan oleh orang iseng, tetap akan dijawab dengan serius dan pertimbangan yang panjang. Jangan sampai ia salah memberikan saran.

Apa yang dikhawatirkan oleh kakek pemilik toko terbukti benar. Bahwa sarannya akan berdampak pada kehidupan pengirim surat  mulai pada saat mereka menerima balasan. Jika tidak langsung  pada pengirim surat, maka pada orang terdekat mereka. Misalnya pada kasus wanita yang mengandung anak dari pacarnya yang sudah berkeluarga.

Para tokoh dalam kisah ini ternyata terhubung secara tak langsung. Seorang ibu yang meninggal akibat kecelakaan lalu anaknya dirawat di  rumah yatim-piatu. Di sana sang anak berteman dengan seorang gadis yang menjadi penyanyi terkenal guna mengenang jasa seorang penyanyi yang menyelamatkan adiknya dari kebakaran.

Kisah ini ditutup dengan adegan yang sungguh menyentuh. Ketiga remaja tersebut bisa mengetahui dampak dari saran mereka pada salah seorang pengirim surat. Hal tersebut membuat mereka sadar, bahwa jalan yang mereka lakukan adalah salah, walau tujuannya baik.

Keajaiban dalam kisah ini bisa bermakna dua hal. Pertama, bagaimana kehidupan seseorang bisa berubah setelah mengirimkan surat dan mendapatkan jawabannya. Kedua, bagaimana waktu bisa berhenti sehingga surat yang dikirim seseorang ketika masih remaja, bisa sampai ke tangan ketiga remaja  yang semula memberikan saran karena  iseng, saat itu sang remaja sudah menjadi pria dewasa. 

Meski bisa dikatakan ini merupakan kisah fantasi, namun pesan moral yang bisa diambil oleh pembaca sungguh luar biasa. Dimulai dari ketiga remaja yang merasa berguna ketika menjawab surat permintaan saran. Selama ini mereka merasa tak ada yang menghargai diri mereka, ucapan terima kasih atas saran yang disampaikan melalu jawaban surat membuat ketiganya merasa menjadi sosok yang berguna. 

Segala hal yang dipertimbangkan dengan seksama, jika tidak akan membawa dampak yang luar biasa. Demikian pemikiran pemilik toko kelontong. Ia takut sarannya akan berdampak kurang baik, sehingga sebelum memberikan saran, ia meminta informasi lebih lengkap sebagai dasar untuk memutuskan sesuatu.

Meski berlatar belajang Jepang, membaca tak perlu khawatir karena penerjemah sudah memberikan penjelasan mengenai istilah yang dipergunakan. Misalnya penjelasan mengenai ken di halaman 10, setara dengan 3,31 meter persegi.

Dalam situs Goodreads, terdapat  informasi bahwa ada 29 versi buku ini. Dari seluruh versi, terbitan Vietnam langsung membuat mata saya berbinar. Penuh dengan nuansa warna biru, seperti terbitan Gramedia he he he. Dari seluruh versi yang ada, versi Thailand yang menurut saya paling mendekati imajinasi saya tentang 
Toko Kelontong Namiya. 

Hem..., penasaran. Seandainya bisa mengirimkan surat permintaan konsultasi, apa yang akan kalian tanyakan?

Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com

Rabu, 03 Februari 2021

2021 #3: Kisah Kehidupan Seorang Gadis Minimarket

Penulis: Sayaka Murata
Penerjemah: Ninuk Sulistyawati
Editor: Karina Anjani
ISBN: 9786020644394
Halaman: 160
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Rating: 3.5/5

 Apakah saya  normal?

 Pertanyaan tersebut muncul begitu saya selesai membaca buku ini. Untuk bisa menyatakan diri kita "normal", maka perlu dipertimbangkan  versi "normal" mana yang akan kita ikuti.  Belum lagi versi yang kita pilih, tentunya memiliki banyak syarat yang harus dipenuhi untuk bisa dikatakan "normal".  Acapkali, sesuatu yang normal bagi dan beberapa orang, justru menjadi hal yang  aneh bagi orang lain.

Cara saya memperlakukan koleksi Little Women sebagai contoh. Dengan membungkus buku dengan plastik, lalu menempatkannya pada  boks plastik dengan  serap lembab, dan membuat semacam katalog, akan dianggap wajar bagi sesama penggila buku. Namun tidak begitu  anggapan  mereka yang kurang menyukai buku.

Demikian juga yang terjadi dengan Keiko. Baginya, kehidupan yang ia jalani adalah hal yang wajar. Daripada menangisi anak burung yang mati, lebih baik membawanya pulang untuk diolah menjadi makanan.  Ia tak paham kenapa  ibu dan temannya malah memilih untuk mengubur anak burung itu.

Normal baginya, ternyata tidak normal menurut orang tua, teman,  dan lingkungan sekitarnya. Mereka mempertanyakan kenapa wanita lajang berusia 36 tahun masing sendiri dan mau bekerja paruh waktu. meski awalnya bersikap masa bodoh, perlahan ia mulai merasa perlu menjadi "normal" sesuai standar orang lain.

 Diubahnya cara berpakaian mengikuti seseorang yang dianggapnya layak dicontoh, demikian juga cara berbicara. Meski berarti  Keiko harus  kehilangan ciri khas dirinya. Ia berusaha keras untuk bersikap "normal" dengan mengikuti standar yang berlaku pada masyarakt umum. Semua ia lakukan agar  bisa diterima menjadi bagian dari masyarakat.  

Bekerja paruh waktu selama 18 tahun sebagai pegawai minimarket,   merupakan hal yang normal untuknya. Terutama sekali karena  minimarket memiliki buku panduan.  "Aku bisa  menjadi pegawai toko berkat adanya buku panduan yang sempurna, dan tanpa panduan itu, aku sama sekali tak tahu bagaimana caranya menjadi manusia normal." Dengan demikian ia tak perlu mencari contoh untuk memenuhi standar normal, cukup dengan mengacu pada apa yang tertera pada buku panduan saja.  

Sekian lama  bekerja, membuat seakan-akan seluruh sel dalam tubuhnya sudah terkait dengan minimarket. Ia minum air mineral yang dibeli dari minimarket,  makanan yang ia masukkan dalam tubuh juga dibeli dari minimarket. Tak jarang, mimpinya juga terkait pekerjaannya di sana. Ia bahkan merasa bisa mendengarkan "suara" minimarket.

Bagian ini membuat saya agak penasaran. Kenapa pihak manajemen tidak mengangkatnya menjadi supervisor atau apalah namanya. Kenapa setelah sekian lama bekerja,  ia yang tak diberikan kesempatan untuk maju?

Apalagi pada bagian yang mengisahkan bagaimana ia secara otomatis menyusun barang di sebuah minimarket yang ia masuki sehingga membuat pembeli berbelaja barang yang semula tak terjual. Hal ini membuktikan pengalaman dan kompetensi dirinya yang sudah mumpuni. Hem..., mungkin saya yang kurang paham sistem pekerja di Jepang.

Kisah ini sebenarnya tak sesederhana dari yang kita bayangkan. Kelucuan yang ditampilkan dalam kisah ini menyimbangi keseriusan tema yang diangkat oleh penulis. Dimana pandangan masyarakat pada seseorang sering kali membuat kehidupan seseorang menjadi kacau. Seseorang yang terlihat atau memiliki pandangan berbeda, akan langsung menjadi sasaran perundungan.

Dari sisi kejiwaan, sepertinya apa yang dilakukan Keiko bisa disebut sebagai tindakan orang yang  mau keluar dari zona nyaman. Ia takut menghadapi banyak hal. Sehingga ketika ia sudah merasa nyaman berada dalam kondisi tertentu, maka ia tak ingin meninggalkan rasa kenyamanan yang ia miliki. Mereka yang belajar ilmu psikologi, tentu bisa menjelaskan lebih lengkap dari pada saya ^_^.

Sebagai pelengkap kisah, penulis menghadirkan tokoh Shiraha. Bisa dikatakan ia dan Keiko saling melengkapi. Shiraha yang semula juga bekerja paruh waktu di  minimarket yang sama.  Shiraha dipecat karena kerjanya yang dianggap tidak baik. Selama bekerja ia juga tak menunjukkan sikap yang terpuji.

Sesungguhnya ia hanya ingin mencari jodoh. Seorang perempuan yang mau mengurus dirinya, memberikan modal untuk ide usaha impiannya. Terutama sekali untuk menjawab pertanyaan banyak orang mengenai statusnya. Jika ada yang bertanya, maka ia bisa menjawab bahwa ia punya seorang kekasih.

Bisa dikatakan Keiko dan  Shiraha merupakan salah satu korban dari standar normal yang diciptakan masyarakat sekitar mereka. Tak masalah jika Shiraha adalah laki-laki pengangguran yang menumpang tinggal di tempat Keiko. Bagi keluarga dan teman mereka, yang penting Keiko memiliki pasangan.

Mendadak saya jadi teringat pada ucapan beberapa sahabat. Ada yang mengeluh karena sering ditanya kenapa belum juga hamil padahal sudah menikah selama sekian tahun. Stres akibat sering ditanya membuatnya menjadi berulang kali gagal hamil.

Sahabat yang lain, berkisah mendapat tekanan dari keluarga karena ia dan suaminya hanya memiliki satu orang anak. Mereka diharapkan memiliki anak banyak, terutama anak laki-laki supaya ada yang meneruskan nama keluarga. Kehidupan rumah tangga mereka yang selama ini harmonis menjadi sering muncul pertengkaran, terutama sehabis menghadiri acara keluarga.

Pada akhirnya, Keiko menerima keadaan dirinya yang dianggap abnormal. Seperti yang tertera di halaman 153. "Sekarang aku menyadari, aku lebih dari sekedar manusia: aku adalah pegawai minimarket. Sekalipun sebagai manusia aku abnornal, aku tak bisa lari dari kenyataan itu sekalipun tidak bisa menghasilkan banyak uang dan harus mati kelaparan. Semua sel di tubuhku ada untuk minimarket."

Ide kisah yang tak biasa ini membuat penulis mendapat BTBA Best Translated Book Award Nominee for Fiction Longlist (2019), Akutagawa Prize 芥川龍之介賞 (2016), 本屋大賞 for 9th place (2017)

Iseng, saya mampir ke situs Goodreads untuk melihat aneka kover buku ini. Versi terbitan Gramedia memang menarik, menawarkan nuansa seorang  pekerja keras yang menyerahkan keseluruh kehidupannya untuk menjadi pekerja teladan.

Sebuah buku yang perlu dibaca oleh kaum muda sehingga mereka bisa mengambil hikmah dari kehidupan Keiko. Juga oleh mereka yang ingin maju namun takut menghadapi berbagai tantangan.


Sumber gambar:
https://www.goodreads.com/