Sabtu, 30 Mei 2015

2015 #51: Bocah yang Tidak Pernah Dewasa

Penulis: J.M Barrie
Penerjemah: Harisa Permatasari & Tisa Anggraini Naraputri
Penyunting: Mery Riansyah
Proofreader: Raz Kaldenis
Illustrator: Arthur Rackham & Azisa Noor 
Pewajah sampul: Birgita Tyas & Deff Lesmawan
Pewajah isi: Yhogi Yhordan
ISBN: 9786020900339
Halaman: 360
Cetakan: Pertama-2015 
Penerbit: Fantasious
Harga: Rp 59.000

Aku ingin selalu menjadi anak kecil dan bersenang-senang. Jadi aku kabur ke Kensington Gardens dan hidup sangat lama bersama para peri

Ketika bayi pertama tertawa untuk pertama kali, tawa itu pecah hingga menjadi ribuan keping, dan kepingan itu berhamburan ke seluruh penjuru tempat, begitulah awal munculnya peri (hal 41).


Sejak kecil, sebenarnya tanpa kita sadari kita sudah dikenalkan dengan aneka kisah fantasi. Gadis muda yang memiliki peri pelindung yang dengan satu kali ayunan tongkat sihirnya  mampu membuat kereta antik dari labu, mengubah tikus menjadi kusir serta memiliki sepatu kaca. Anak kecil yang gara-gara mengikuti kelinci putih, memasuki dunia lain yang dikuasia oleh ratu dengan hobi memegal kepala. Di sana ia  membesar dan mengecil dengan ramuan ajaib.

Ada lagi kisah tentang seorang anak lelaki dengan pakaian serba hijau serta topi uniknya yang mampu terbang layaknya burung. Sang anak tidak pernah tua! Kok bisa? Ya bisa saja karena memang ia tidak ingin tumbuh menjadi dewasa dan tua.


Peter Pan mengisahkan tentang seorang bocah yang tidak pernah tua dan bisa terbang, yang tinggal di Neverland bersama dengan anak-anak hilang, peri dan suku Indian. Tentunya ada juga musuh bebuyutan, Kapten Hook.

Peter kadang mengunjungi  Kensington, London untuk mengintip jendela yang terbuka. Melihat anak-anak yang sedang tidur, kadang ia bahkan masuk ke dalam kamar mereka. 

Suatu saat Peter kehilangan bayangannya di rumah keluarga Darling. Saat berusaha mencarinya ia  tak sengaja membangunankan Wendy dan kedua adiknya. Mereka tertarik untuk ikut ke Neverland, belokan kanan kedua lurus sampai pagi. 

Dengan bantuan serbuk peri, ketiga anak tersebut bisa terbang mengikuti Peter Pan. Oh ya selain sebuk ajaib, mereka juga harus membayangkan hal yang menyenangkan untuk bisa terbang.
 
Petualangan mereka di Neverland sungguh seru dan menggemparkan! Menjadi pengalaman yang tak terlupakan.  Ketiga bersaudara memilih kembali ke dunia nyata, kembali ke keluarga, meninggalkan segara keseruan di sana. 

Ini merupakan perbedaan besar yang diungkapkan penulis antara Peter dan bocah lain. Bocah lain bisa kapan saja tahu mereka sedang berkhayal atau berpura-pura. Sementara Peter dikisahkan selalu hidup dalam khayalannya. Bagi Peter, khayalan dan kenyataan adalah hal yang persis sama.

Guna menghormati Peter, kamar tidur di rumah keluarga Darling tidak pernah ditutup jendela kamar tidurnya tiap malam,  sehingga Peter bisa terbang masuk berkunjung kapan saja ia mau. 

Dalam buku ini ada bagian yang memuat tentang Peter yang berjanji akan mengunjungi Wendy kembali pada suatu saat. Sayangnya karena Peter sering lupa  ia tak ingat kapan waktu yang dijanjikan. Begitu mendadak ia muncul, Wendy sudah tidak bisa ikut terbang lagi.

Saya jadi teringat akan salah satu film yang juga mengusung tema Peter Pan dengan unik. Pater Pan diperankan oleh aktor hebat Robin Williams. Jika tidak salah judulnya Hook.

Suatu saat saat ia menjemput Wendy, ternyata Wendy sudah menjadi seorang nenek yang memiliki seorang cucu perempuan. Peter jatuh cinta dan memutuskan untuk tinggal di London. Maka ia tumbuh menjadi pria dewasa dan menikah dengan cucu Wendy. Keputusannya itu membuat ia melupakan kenangan akan Neverland.

Secara garis besar, buku ini terbagi dalam dua bagian.  Bagian pertama Peter dan Wendy,  mengisahkan tentang  petualangan  heboh mereka. Sementara bagian yang lain mengisahkan tentang kisah awal Peter Pan,  Peter Pan in Kensington Gardens. Pembaca mungkin lebih sering disuguhkan kisah tentang Peter dan Wendy dari pada kisah yang lainnya.

Penerbit menjadikan kedua bagian kisah tersebut menjadi lebih unik dengan mempergunakan dua orang penerjemah serta mempergunakan seorang lagi ilustrator guna memperindah kisah. Penerjemah untuk Peter dan Wendy adalah Harisa Permatasari. Sementara untuk kisah Peter Pan in Kensington Gardens dikerjakan oleh Tisa Anggraini Naraputri

Meski dikerjakan  oleh dua orang yang berbeda, saya tidak menemukan ada perbedaan yang signifikan. Sepertinya kedua bagian ini dikerjakan oleh satu orang yang sama. kedua penerjemah cukup bersinergi menciptakan sebuah karya indah.

Illustrator  cantik untuk bagian Peter dan Wendy merupakan karya  Azisa Noor. Ada pun illustrator untuk  Peter Pan in Kensington Gardens merupakan karya Arthur Rackham dari projeck gutenberg.

Membaca kisah Peter Pan dalam buku ini membuat saya merenung. Apakah buku ini cocok untuk anak-anak. Maksud saya kisah versi aslinya. Selama ini yang sering beredar adalah kisah petualangan Peter Pan yang mendadak muncul di dalam kamar  ketiga anak keluarga Darling. Kemudian mengajak ketiganya terbang dan  mengalami petualangan seru di Neverland. 

Buku ini memuat hal-hal lain. Pada bagian awal tersedia tempat untuk menuliskan cerita masa kecil favorit pembaca. Lalu ada investigasi asal-usul kisah ini serta kisah orisinil Peter Pan. Menurut saya beberapa bagian yang agak kejam jika diperuntukan bagi anak-anak. 

Simak kalimat yang ada di halaman 159 berikut ini, "Dia masuk ke pohonnya sambil sengaja bernapas cepat dan pendek dengan kecepatan sekitar lima kali dalam satu detik. Peter melakukannya karena di Neverland ada pepatah yang mengtakan, setiap kali kau bernapas, satu orang dewasa mati. Dan dengan penuh dendam Peter membunuh mereka secepat mungkin." Bagi saya bagian ini mengajarkan kebencian pada orang tua bisa disalurkan dengan cara bernapas cepat sehingga mereka mati. Sungguh bukan hal yang layak diajarkan pada anak-anak.

Kemudian ada beberapa bagian yang juga mengisahkan tentang bagaimana kesalnya Peter karena melihat ibunya menidurkan seorang bayi laki-laki dan menutup jendela kamarnya. Ia merasa tidak diterima lagi dan dibenci ibunya. Ada nuansa sakit hati karena diacuhkan yang tersirat dalam tindak-tanduk serta perkataan Peter.

Mungkinkah karena sang penulis J,M Barrie merasa sang ibu lebih menyayangi kakaknya yang meninggal saat kecil, sehingga ia refleksikan dalam bagian tersebut. Sejak kakaknya meninggal, James berusaha meraih kasih sayang ibunya dengan menjadi kakanya,David.  Sayangnya sang ibu justru melihat sosok sang kakak pada dirinya. Bukan James. Sang ibu malah menganggap meninggalnya David merupakan hal yang patut disyukuri, karena paling tidak David akan selamanya menjadi bocah. Sama dengan Peter Pan yang selamanya menjadi bocah.

Demikian juga dengan bagian ketika Mr dan Mrs Darling tidur di kandang sebagai hukuman atas diri mereka sendiri yang membiarkan anak-anak pergi. Seakan James ingin bisa menghukum kedua orang tuanya.

Saya agak bingung membaca kalimat berikut, "Ketika bayi pertama tertawa untuk pertama kali, tawa itu pecah hingga menjadi ribuan keping, dan kepingan itu berhamburan ke seluruh penjuru tempat, begitulah awal munculnya peri." Maksudnya  bayi pertama tertawa atau tawa bayi untuk pertama kali?  

Disebutkan pada halaman xix, "Tragisnya, James harus kehilangan anak-anak kesayangannya itu satu persatu saat usia mereka masih tergolong muda."
Tapi jika James meninggal terlebih dahulu apakah bisa disebut kehilangan? Bukankah sebaliknya Peter, anak asuh paling muda yang kehilangan sehingga bunuh diri?

Terlepas dari segala kekurangan,  buku ini layak dibaca untuk para penggemar kisah klasik dan fantasi. Kita perlu mengetahui kisah asli selain menikmati kisah yang sudah disesuaikan demi kepentingan banyak pihak. 

Jika ada waktu luang, kunjungilah http://www.playbuzz.com/dawnburgandy10/how-much-do-you-know-about-peter-pa untuk menguji pengetahuan diri seputar Peter Pan.

Oh ya, cerita masa kecil favoritku adalah....eh apa yaaa *mikir dulu*

Sumber gambar:
http://scijou.com/j.m.-barrie.html

Selasa, 12 Mei 2015

2015 #50: Uraian Buku dalam Buku



Judul: Pengantar Komunikasi Massa  Jilid 1 "Melek Media & Budaya"
Penulis: Stanley J Baran
Penerjemah: S. Rouli Manalu
Editor: Yayat Sri Hayati
Desain kover: satrio Amal Budiawan
ISBN-13: 9789790995000
ISBN-10:9790995008
Halaman: 445
Penerbit: Erlangga
Harga: Rp 155.000


Pasti ada sesuatu di dalam buku-buku itu, sesuatu yang tidak bisa kita bayangkan, untuk membuat seorang wanita tetap tinggal dalam rumah yang terbakar, pasti ada sesuatu di sana (1981:49-50) ~ Hal 84.

Warna kover yang cerah serta kalimat Melek Media & Budaya merupakan dua hal utama yang membuat saya tertarik dengan buku ini. Ternyata ini merupakan buku teks dengan nomor panggil (di kantor  saya lho) 302.23 BAR it I.

Buku teks ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi uraian mengenai Peletakan Dasar Pemikiran,  dimana terdiri dari Komunikasi Massa, Budaya dan Melek Media serta perkembangan Proses Komunikasi Massa.  

Sementara itu bagian kedua berisi pemaparan mengenai Media, Industri Media, dan Khalayak Media, wajar jika membahas tentang Buku; Surat Kabar; Majalah; Film; Radio, Rekaman, dan Musik Populer; Televisi, TV Kabel, Video Mobile; Video Games; Internet dan World Wide Web.

Komunikasi  adalah proses untuk menciptakan makna bersama. Komunikasi massa menurut buku ini adalah proses penciptaan makna bersama antara media massa dan khalayaknya. Sementara budaya  adalah tingkah laku yang dipelajari oleh anggota suatu kelompok sosial. Budaya adalah upaya memaknai dunia. Budaya terletak di sekeliling kita, dikontruksi secara sosial dan dipelihara melalui komunikasi. Budaya membatasi sekaligus membebaskan kita; membedakan sekaligus menyatukan kita. Budaya mendefinisikan relitas kita dan membentuk cara kita berpikir, merasa dan bertindak. 

Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan, dan komunikasi  massa merupakan bentuk komunikasi yang memiliki kekuatan tertentu, mudah menyebar dan kompleks.  Oleh karenanya tingkat keterampilan dalam proses komunikasi sangat penting.

Media massa adalah penceritaan dominan dalam budaya kita dan forum yang di dalamnya kita berdebat tentang makna budaya. 

Melek media merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan berbagai bentuk komunikasi yang berbeda secara efektif dan efisien.

Karena saya penggila buku, maka yang akan saya uraikan adalah bab mengenai buku. Buku merupakan media massa pertama yang dalam banyak hal menjadi media paling personal. Buku memberikan informasi, sekaligus menghibur. Merupakan tempat pengumpulan masa lalu kita, serta agen pengembangan personal dan perubahan sosial. Sama seperti media lainnya, buku merupakan cerminan budaya.
Bagian awal bab ini berisikan tentang sejarah singkat buku terutama dalam konteks peran buku dalam perkembangan Amerika Serikat hingga isu-isu melek media yang melekat ada kesuksesan buku HP. 

Pemanfaatan mesin cetak Gutenberg menyebar pesat di Eropa pada pertengahan abad 15, namun perkembangan teknologi dan kondisi sosial, budaya dan ekonomi membuat baru tiga abad kemudian buku menjadi media massa utama. 
Perkembangan dunia percetakan pastinya mempengaruhi perkebangan dunia buku. Dari mulai ditemukannya mesin penggiling kertas yang memproduksi bubur kertas yang cukup untuk membuat kertas sepanjang 24 mil per hari oleh Thomas Gilpin dan James Ames pada tahun 1810 sampai berkembangnya litografi offset. 

Peningkatan teknologi, penurunan ongkos produksi, pengurangi biaya publikasi dan tersebarnya kemampuan baca tulis menghasilkan perkembangan novel pada tahun 1800-an. Penerbitan besar yang saya kenal seperti John Wiley & Sons serta Harper  Brother ternyata sudah ada sejak tahun 1800-an. 

Dime novel atau novel picisan yang  dijual seharga 10 sen oleh Irwin dan Erastus Beadle, meramaikan dunia buku pada tahun 1860. Harga tersebut cenderung murah dan terjangkau pembeli saat itu. Isi novel tentang cerita-cerita petualangan. Setelah 5 tahun  Beadle & Company memproduksi lebih dari 4 juta jilid, sering juga disebut pupl novel, novel murah. 

Salah satu hal lagi yang membuat buku tersebut bisa dijual murah adalah penggunaan kovernya berupa sampul kertas, paperback books (buku bersampul tipis).  

Pendiri Pinguin Books, Sir Allen Lane memperkenalkan buku bersampul tipis versi yang kita kenal sekarang pada tahun 1935. Empat tahun sesudahnya Robert de Graff memperkenalkan ide buku berukuran kecil, sampul tipis,  penerbitan ulang  dengan   murah sekitar 25 sen untuk buku-buku yang sukses di pasaran dalam versi  hardcover, sampul tebal.  Dengan kata lain, ia mengemas buku hardcover menjadi buku yang lebih kecil, sampul tipis sehingga bisa dibeli dengan harga murah dan mudah dibawa-bawa. Belakangan mulai bermunculan buku-buku dengan kisah yang tidak saja diterbitkan ulang, tapi juga kisah baru.

Meski banyak yang merasa keberatan dengan hal tersebut nyatanya pada tahun 1960 penjualan buku-buku dengan sampul tipis. Mulai bermunculan buku-buku yang justru dicetak dalam sampul tipis terlebih dahulu sebelum dicetak dalam versi hardcover.

Buku merupakan media yang paling tidak massal dalam hal penjangkauan khalayak serta dalam luasnya industri media massa itu sendiri. Hal tersebut menbentuk sifat hubungan antara media dan khalayaknya.

Hubungan yang lebih langsung antara pembaca dan penerbit menjadikan berbeda secara mendasar dengan media massa lainnya. Buku juga tidak tergantung pada penarikan massa sebanyak media massa lainnya, buku lebih mampu dan sering mengembangkan ide-ide baru, menantang, tidak populer.

Sebagai media yang tidak terlalu tergantung dengan iklan, buku dapat ditujukan kepada kelompok khalayak yang sangat kecil, menantang mereka berimajinasi dengan cara yang  mungkin tidak dapat diterima oleh sponsor.

Karena buku diproduksi dan dijual sebagai satuan yang ditujukan per orang, banyak suara yang  dapat masuk dan bertahan dalam industri ini. Media ini dapat menopang lebih banyak suara dalam forum budaya dibanding media massa lainnya.
Industri buku juga terikat dengan banyak tekanan finansial dan industrial yang sama membatasi media lainnya. Namun buku berada dalam posisi yang melewati batasan-batasan itu. Aktivitas membeli dan membaca buku merupakan aktivitas yang 

Buku  secara tradisional telah dilihat sebagai pendorong budaya yang kuat  untuk beberapa alasan, yaitu agen perubahan sosial dan budaya; tempat penyimpanan budaya yang penting; jendela ke masa lalu; sumber penting pengembangan kepribadian sumber hiburan; pelarian dan cermin diri yang luar biasa; pembelian dan pembacaan sebuah buku adalah kegiatan sosial yang jauh lebih individual dan personal dari pada mengkonsumsi media yang didukung oleh iklan (televisi, radio, surat kabar dan majalah) atau media dengan promosi yang tinggi (musik populer dan film); serta cermin budaya

Satu hal yang tak boleh dilupakan, sensor. Karena pengaruhnya sebagai penyimpan budaya dan agen perubahan sosial, buku sudah menjadi target sensor. Menurut American Library Association Office of Intellectual Freedom serta American Civil Liberties Union di perpustakaan dan buku-buku di sekolah yang perlu disensor cukup banyak, antara lain HP.

Saya jadi ingat, dalam suatu kunjungan dari luar, beberapa anak setingkat sekolah menengah atas sibuk mencari sebuah buku dalam koleksi tempat saya bekerja, bukan untuk membacanya sekedar untuk bisa narsis membuat foto bersama. Buku tersebut dilarang di sekolah mereka dengan alasan tertentu. Sebagai anak muda yang cenderung memberontak, gaya dengan buku yang dilarang di sekolah merupakan salah satu wujud bukti pemberontakan mereka. Terlepas dari salah tidak tindakan mereka. Bisa menebak buku mana yang dilarang khan?

Alasan sensor antara lain antara lain seksualitas yang eksplisit, bahasa yang kasar, tidak cocok untuk kelompok umur, pemujaan terhadap setan, kekerasan, mempromosikan seksualitas, dan lainnya.  Untuk lebih mengetahui tentang buku yang dilarang silahkan mengunjungi www.ala.org/bbooks

Selain penyegaran materi kuliah dahulu, saya mendapat pengetahuan terkait soal buku. Misalnya saja angan-angan saya punya sebuah tempat minum dimana pengunjung bisa menikmati minuman sambil meminjam buku, bukanlah ide yang konyol. Memang belakangan sudah mulai bermunjulan kedai minuman dengan konsep seperti itu tapi keberadaannya masih jarang, kalaupun ada lebih mengusung buku sebagai teman menikmati hidangan. Sementara saya justru menginginkan sebaliknya. Misalnya kita membaca buku tentang kesehatan sambil menikmati pijatan di kaki, bukan dipijat sambil membaca buku guna mengisi waktu. 

Topik-tipik yang diangkat juga merupakan hal yang baru. Penulis dengan piawai menghubungkan banyak hal dengan buku sehingga membacanya membuat kita merasa buku tidaklah sekedar BUKU semata.
  Hal-hal yang sederhana ternyata bisa dijadikan sebagai sesuatu yang berguna, misalnya meminta sebuah produk untuk menjadi sponsor penerbitan buku dengan cara menyebutkan produk tersebut dalam kisah.

Dengan adanya aneka bagan dan gambar, buku ini menjadi sangat menarik hingga tidak terasa seperti membaca text book. 

Guna menambah wawasan, terdapat juga link situs terkait materi yang sedang dibahas pada bagian pinggir buku. Sebagai  contoh tercantum di halaman 84 www.raybrandbury.com, situs yang disarankan untuk dikunjungi jika ingin mengenal lebih jauh  tentang Ray Brandbury dengan karyanya Fahrenheit 451. 

Dari halaman 83 hingga 124 tak henti-hentinya saya dibuat kagum dengan buku ini. Menawan! Bagi mereka penggila buku atau yang tertarik akan bagaimana sebenarnya dunia buku itu sangat disarankan membacanya







Senin, 04 Mei 2015

2015 #49: The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window And Disappeared


Penulis : Jonas Jonasson
Penerjemah: Marcalais Fransisca
Perancang Sampul: Adipagi
Ilustrasi isi: Adipagi
Pemeriksa aksara: Fitriana, Intan, Intari Dyah B
Penata aksara: Martin Buczer
ISBN : 9786022910183
Halaman: 508
Cetakan: Keempat-2014
Penerbit : Bentang Pustaka
Harga: Rp 59.000

Senin, 2 Mei 2005 rencananya akan menjadi perayaan hut ke 100 Allan Karlsson, seorang pria lansia yang ditinggal di kamar nomor 1 Rumah Lansia Malmkoping. Sebelum perayaan di mulai, Karlsson memanjat jendela lalu menginjak-injak petak bunga viola, melewati beberapa daerah dan berakhir di terminal bus. Sepertinya Karlsson hanya ingin segera meninggalkan Malkoping dan melarikan diri dari pesta ulang tahunnya.

Pelarian Allan Karlsson ternyata menimbulkan kegemparan. Tidak saja bagi warga yang bersiap-siap merayakan ulang tahunya tapi juga berdampak bagi segerembolan penjahat yang uangnya dicuri tanpa sengaja oleh Allan.

Selanjutnya kita akan diajak menikmati kisah pelarian Allan, seorang kakek tua yang  pada awal kisah digambarkan sebagai sosok tak berdaya ternyata menyimpan banyak kejutan. Situasi yang berkembang membuat Allan dalam pelariannya menjalin kerjasama dengan beberapa orang. Termasuk di juga seekor gajah dan anjing! 

Buku ini secara garis besar terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama mengisahkan tentang pelarian Allan yang spektakuler, bagian yang lain mengisahkan tentang masa lalu Allan sejak lahir hingga tinggal di panti jompo. Kisahnya diceritakan secara bergantian.

Allan ternyata sejak kecil sudah menyukai segala hal yang berurusan dengan bahan peledak.  Ia mendirikan Karlsson Dynamite Company pada usia 15 sementara anak lain sedang sibuk mengencani para gadis.


Keterampilannya dengan bahan peledak membuat Allan melalang buana, dari China, hingga Amerika sebelum akhirnya terdampar di Bali dan ikut campur tangan dalam pendirian Partai Kebebasan Demokratis Liberal.

Bagian yang mengisahkan tentang petualangan Allan di tanah air membuat alis saya bertemu dan menghilang senyum saya. Rasa nasionalisme saya agak terganggu pada bagian  saat Allan tinggal di Bali untuk pertama kali dan ketika ia kembali ke Bali lagi.

Simak kalimat salah satu rekan Allan di halaman 359 "Lalu, dia memberi tahu Herbert, di Indonesia semuanya bisa dijual sehingga siapa saja yang punya uang bisa mendapatkan apa pun yang mereka inginkan." Selanjutnya  percakapan tawar menawar untuk bisa mendaratkan pesawat di halaman 482. Terakhir pernyataan berikut, "Indonesia adalah negara di mana segalanya mungkin," kata Allan.  

Membaca kalimat  The 100 Year Old Man pikiran saya langsung menuju sosok kakek pendamping tokoh utama dalam kisah Charlie and the Chocolate Factory, Charlie Bucket.  Sang kakek yang semula hanya tidur saja di tempat tidur mendadak menjadi sehat bahkan bisa loncat-loncat. Terjadi pria yang berada dalam buku ini sangat jauh berbeda, ini pria yang bisa dikatakan berada di balik kekacauan dunia.

Pesan moral yang bisa ditarik adalah jangan meremehkan penampilan seseorang. Allan bisa saja merupakan sosok lelaki tua dengan bahu agak bungkuk seperti yang digambarkan di kover, tapi pengetahuan serta koneksi dimasa lalunya mampu mengguncangkan dunia.

Kekuatan kisah ini bagi saya adalah idenya yang unik serta bagaimana penulis berterus terang mengungkapkan suatu hal. Simak saja kalimat berikut, "Tadinya Allan hendak mengambil racun tikus, tetapi tidak dapat memikirkan cara untuk menyusupkan satu atau dua sendok racun ke muda itu." Kalimat tersebut terdapat di halaman 26. Biasanya penulis hanya mengungkapkan kekesalan dengan kalimat yang mempergunakan kata seperti menyebalkan, ku pukul, tembak langsung

Selain itu kekuatan lainnya adalah penggunaan kata yang (bisa jadi) sering dipergunakan dalam bahasa sehari-hari tapi janggal jika dimasukan dalam sebuah novel. Kalimat, "Aku kepingin berak," di halaman 7 misalnya. Penerjemah tidak perlu susah-susah memperhalus kata tersebut menjadi buang air besar karena pesan dan alur cerita yang disampaikan akan berubah. Sosok Allan yang digambarkan apa adanya, cenderung slebor bisa berubah menjadi pria yang bertata krama dengan perubahan sebuah kata. Dan itu bisa merusak seluruh keseruan kisah.

itu juga yang membuat saya sekarang menjadi paham kenapa judul buku ini tidak diterjemahkan seperti jika buku dalam bahasa asing mengalami alih bahasa. Apa terjemahan yang cocok? Pria berusia 100 Tahun yang memanjat Jendela lalu menghilang, atau Pria  100 Tahun yang memanjat Jendela lalu Kabur, atau.... sepertinya tidak ada yang pasti.

Saya juga mendapat pelajaran sejarah secara tidak langsung dari buku ini. Setidaknya saya mendapat gambaran mengenai bagaimana situasi sosial saat Mo Tse Tung, Presiden Johnson serta Stalin berkuasa. Bisa dibayangkan sekarang betapa berbahayanya seorang Allan. 

Terakhir, Allan mengajari saya bahwa persahabatan kadang terjalin dengan cara yang unik dan tak terduga. Kita tidak pernah menduga bahwa keselamatan kita ternyata berada di tangan sahabat yang sudah lama tidak kita jumpai. Persahabatan memang suatu hal yang unik.

Untuk buku ini saya memberi bintang 5 dikurangi 1 karena rasa nasionalisme yang terusik, maka total buku ini layak mendapat bintang 4.

Jumat, 01 Mei 2015

2015 #48: House of Secrets




Penulis: Chris Columbus & Ned Vizzini
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Penyelaras aksara: Nunung Wiyati
Penata aksara: Nurul MJ
Perancang sampul: Vinsen
ISBN: 9786020989464
Halaman: 438
Cetakan: Pertama-2015
Penerbit: Noura books
Harga: Rp 79.000

Selamat datang di perpustakaan terlengkap di dunia!

Kurang lebih demikianlah perasaan Cordelia Walker saat menemukan perpustakaan yang penuh dengan aneka buku menawan saat meninjau rumah yang rencananya akan dibeli oleh orang tuanya.Penggila buku mana yang tidak begitu.

Sejak awal  Cordelia, Brendan dan Eleanor Walker sudah curiga ada yang salah dengan rumah baru mereka. Harga yang ditawarkan jauh lebih murah dari yang mereka kira untuk sebuah rumah antik lengkap dengan segala perabotannya. Tapi semua hal yang dianggap aneh langsung hilang begitu mereka melihat langsung rumah tersebut. Rumah yang berada di 128 Sea Cliff Avenue  itu bertengger di tepi tebing menghadap langsung ke laut dengan tiga lantai bergaya Victoria dan dikelilingi pepohonan, rumah idaman.

Rumah tersebut semula milik Denver Kristoff, seorang penulius yang karyanya jarang dibaca tapi mempengaruhi karya orang-orang yang kelak menciptakan aneka kisah seru. Maka tak heran jika perpustakaan dalam rumah itu penuh dengan aneka buku yang bisa membuat seorang penggila buku betah berada lama di sana. Termasuk Cordelia.

Cordelia meminjam buku tanpa ijin, sepertinya hal tersebut  dilakukan secara naluri karena ia penyuka buku dan tertarik pada sebuah buku. Tapi hal tersebut justru membawa mereka ke dalam petualangan penuh bencana menakutkan!

Kutukan jahat menyelimuti rumah tersebut!. Anak sang pemilik begitu marah kepada keluarga tersebut karena dianggap menguasai rumah miliknya. Ia juga marah kepada Cordelia yang meminjam buku tanpa ijinnya.

"Demi kehormatan ayahku. Demi seluruh kejahatan yang dilakukan keluarga Walker kepadanya! Demi terusiknya buku agung itu! Demi konsultasi pengecut dengan Dr. Hayes! Demi Denver Kristoff, yang hidup lagi karena jiwanya abadi! Nyawa dibalas nyawa, Penyihir ANgin bersabda, bangkitlah halaman yang terbelah" Kutukan diucapkan oleh anak Kristoff yang marah. Sejak itu semuanya berubah menjadi penakutkan bagi ketiga kakak-beradik Walker.

Ketiganya harus berusaha menyelamatkan kedua orang tua mereka sambil mencari jalan pulang. Jangan ditanya aneka bahaya yang mereka hadapi, banjir, raksaksa, hewan buas, perampok, sihir, itu baru sekian kecil. 

Belum lagi mereka harus berurusan dengan sebuah buku LAGI,  Kitab Petaka dan Hasrat yang sungguh menakutkan. Dan siapa bilang buku tidak berbahaya? Buku itu mampu menimbulkan gempa dasyat!

Semula saya mengira kisahnya tidak beda jauh dengan buku besutan Ulysses Moore. Sempat ada rasa kesal juga kok kisahnya serupa. Ternyata saya terlalu cepat mengambil kesimpulan. Mulai halaman 51 kisahnya berubah.

Belakangan kembali saya merasa buku ini seperti serial Inkheart, terutama pada bagian tentang 3 buah buku yang melayang. Tapi kembali saya salah. Alur dan kisah dalam buku ini sama sekali tidak bisa tertebak. Spektakuler!
Agak seram juga bagi saya membayangkan ketiga anak tersebut terluka dengan berbagai cara. Ada yang terkena tusukan pedang, lemparan pisau, ledakan dan lainnya.

Beberapa bagian yang ada jika dijadikan film pasti menegangkan tapi membacanya kok kesannya sadisnya. Bagian seorang wanita yang menerjunkan diri ke laut sebagai contoh. Ia nekat terjun meski tahu dirinya bisa menjadi santapan hiu, menunjukkan betapa putus asanya ia.

Meski seru, saya sedikit bertanya apakah mungkin anak seusia mereka sanggup melakukan beberapa hal yang disebutkan dalam buku ini. Walau namanya kisah fantasi  tetap saja harus ada unsur masuk akal, dan saya agak meragunakan bahwa dalam keadaan terdesak sekalipun mereka mampu melempar kampak hingga menancap di dahi musuh.
 
Pembaca juga mendapat hikmah tentang rasa persaudaraan dalam kisah ini. Meski apa pun yang terjadi ketiganya berusaha saling menjaga satu sama lain. "Tak ada orang yang diperdaya untuk membenci." Kata Cordelia

Aneka mantra dengan mempergunakan bahasa latin yang menambah seru petualangan mereka juga ada dalam buku ini, Ostende mihi isti qui introduxisti ne terrarum misalnya.

Untuk kover, saya lebih suka versi yang beredar di sini dari pada versi asli. Versi dengan gambar rumah yang mengapung di laut membuat imajinasi saya tentang kisah ini adalah kisah tentang petualangan seputar rumah dan laut. Sementara versi yang saya baca menggambarkan tiga anak remaja yang sedang dikejar semacam makhluk menakutkan dengan latar aneka buku, yang menggambarkan peristiwa tersebut terjadi di perpustakaan. Tentunya sebagai penyuka buku saya lebih menikmati petualangan atau kisah yang terkait dengan buku.

Beberapa nama yang sudah cukup akrab bagi kita seperti Starbuck, Game of Thrones, wikipedia juag disebutkan dalam kisah ini. Penulis sepertinya ingin menciptakan suasana yang dekat dengan kehidupan pembaca.

Jangan sampai lupa mengintip
https://www.youtube/29BUyTajg7M
https://youtu.be/1NmXeXQxIJk

Chris Columbus adalah sosok  yang berada di balik sukses fim HP sementara Ned Vizzini  merupakan penulis kisah yang piawai. Jadi bisa ditebak bagaimana serunya buku ini terlepas dari kekurangan yang ada. Penasaran menunggu buku keduanya.

Selesai membaca maka dengan yakin saya memberikan bintang 5 dan sangat setuju dengan dua endors berikut ini,
"Petualangan menegangkan hingga titik terakhir ..." J.K. Rowling

"Alur yang cepat ... membuatmu terus ingin membalik halaman ... kisahnya amat seru, menyenangkan dan pasti bakal terkenal." ALA Booklist

Sumber gambar:
Wikipedia