Kamis, 29 Juni 2017

2017#41: Kisah Lain Tentang Jack Ma


Judul asli: Jack Ma, Sisi-sisi Tak Terduga Sang Godfather Bisnis China
Penulis: Chen Wei
Penerjemah: Nadiah Abidin, Inez Kriya Janitra
Penyunting: Nuraini Mastura
ISBN: 9786023851775
Halaman: 424
Cetakan: Kedua-Mei 2017
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 89.000
Rating: 3/5


"Saya ingin mengingatkan para pengusaha Internet untuk menjalankan bisnis mereka dengan penuh integritas. Jangan menipu atau menyalahi aturan. Ciptakan jaringan antarmerek poduk. Kami membuat catatan dari semua transkasi daring melalu jasa kami dan kami akan menyimpan datanya selama 10 tahun, bahkan 20  tahun. Jadi, pikirkan sekali lagi. Pengusaha jaringan harus memiliki harga dri serta tanggung jawab kepada diri sendiri dan pelanggan-pelanggannya." 

Siapa yang tak pernah mendengar tentang Alibaba. Bukan, bukan kisah 1001 malam yang tersohor itu, walau memang dari sana sang pendiri memilih nama bagi perusahaan e-commerce yang ia dirikan. 

Alibaba adalah perusahaan  e-commerce terbesar di China yang didirikan oleh Jack Ma, mantan seorang pengajar bahasa Inggris. Ada anggapan bahwa penjualannya melebihi gabungan dua e-commerce raksaksa lainnya.

Sosok Jack Ma yang melegenda sudah sering dibicarakan termasuk perkenalannya dengan seorang pria asing yang kelak sangat berpengaruh dalam hidupnya, Ken. Justru pembaca tak akan menemukan hal tersebut dalam buku ini.

Buku ini berkisah tentang hal lain.  Buku ini bisa dianggap sebagai catatan pribadi dari seorang pendamping dan sahabatnya di Alibaba, Chen Wi. Walau banyak buku mengenai Jack Ma yang sudah beredar, namun buku ini tetap dianggap menawarkan isi yang berbeda.

Dibuka dengan kisah pertemanan keduanya dari kelas bahasa Inggris berkembang pesat hingga sekian lama. Beberapa orang malah menjadi rekan kerja Jack Ma.  Meski sudah tak mengajar, murid kelas bahasa Inggris masih sering berkumpul. Jack Ma tak hanya menjadi guru tapi juga sahabat bahkan sering menjadi comblang bagi mereka.


Sejak pertama kali mendengar tentang internet, Jack Ma sudah terpincut. Aneka ide bermunculan dalam kepalanya. Ia mulai membuat sebuah perusahaan di China dengan spesialisasi bidang internet. Tak tangung-tanggung! Jack Ma berangkat ke Amerika Serikat dan mendaftarkan China Page dengan harga bersahabat. China memasuki dunia internet! 

Perusahaan komersial internet pertama di China adalah milik Jack Ma, bernama Hangzhou DiFe+Hope Computer Service Co, Ltd. Karyawannya adalah Jack Ma, Zhang Ying istrinya serta He Yibing kolega di universitas. Agar bisa bekerja secara total Jack Ma mengundurkan diri dari universitas tempatnya mengajar. Totalitas sekali ya.

Selalu berpandangan positif dan pantang menyerah merupakan kunci dari kesuksesan awal dalam membangun bisnis. Tak ada yang mudah tapi selalu yakin akan keberhasilan dan kemampuan diri untuk melakukan sesuatu harus selalu dipegang,  itu dipelajari Chen Wei selama menjadi asisten Jack Ma.

Salah satu nilai yang dipegang Alibaba adalah menyambut adanya perubahan.  Pemimpin baru akan disambut dengan gagasannya.  Para karyawan akan menyambut perubahan yang dibawa oleh setiap pemimpin baru dalam perusahaan. Maka tak mengherankan jika pergantian CEO Alibaba berjalan dengan mulus.
https://netz.id
Sewaktu Jack Ma melakukan perjalanan ke luar negeri, pertama yang ia lakukan adalah berkunjung ke kantor perwakilan dan berbincang-bincang dengan staf. Jika tidak memungkinkan maka ia akan mengundang staf dari daerah terdekat untuk menghabiskan waktu bersama. Ia menghargai karyawannya sehingga mereka mau bekerja dengan maksimal secara sukarela.

Tak ada yang mengira bahwa Chen Wei, sang asisten Jack Ma awalnya adalah orang yang tak paham internet. Butuh waktu dan semangat belajar hingga ia bisa memahami dunia yang selama ini sangat tak ia kenal. Dukungan rekan dan atasan membuatnya tak malu untuk belajar diusia yang tak bisa dibilang muda.

Saat menjalankan tugasnya, tak jarang Chen Wei melakukan kesalahan yang cukup memalukan bahkan merugikan perusahaan. Seperti ketika mendadak ia lupa janji bertemu dengan CEO dan CFO situs web terkemuka  Rusi Yandex, atau ketika salah mengartikan tempat pertemua dengan Menteri Inggris. Jack Ma menerima kesalahan tersebut dengan gayanya yang santai bahkan sempat membuat kelakar.
 
Melalui buku ini juga saya jadi tahu bahwa mereka yang bekerja di Alibaba selama tiga tahun disebut “orang Ali”  atau Alier, Aliren.  Sementara yang sudah bekerja selama lima tahun disebut “Emas-Lima” Golden-Five, Wunian Chen.

Ketika Jack Ma mengundurkan diri sebagai CEO, tidak berarti ia berhenti berkarya. Justru ia makin banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat. Seiring waktu Jack Ma sering diminta berbicara pada banyak forum. Ia tak pernah menyiapkan pidatonya, namun menuliskan garis besar yang akan ia sampaikan beberapa saat sebelum mulai berbicara. Meski tanpa naskah, pidato dengan pernyataan cerdas Jack Ma mampu mengundang decak kagum dan rasa iri pengusaha lainnya.

Ternyata Jack Ma tidak hanya memikirkan keuntungan yang akan didapat Alibaba namun juga ikut peduli pada kegiatan sosial. Salah satunya gempa bumi yang terjadi di Provinsi Sichuan pada tahun 2008. Aksi cepat Alibaba adalah dengan mengirim sukarelawan secara berkala ke lokasi.

Para karyawan pergi membantu saat cuti tahunan. Beberapa malah secara rela menanggung seluruh biaya perjalanan sendiri.   Banyaknya orang yang berminat membuat waktu tunggu yang lumayan panjang untuk dapat berpartisipasi.  Seluruh aksi bantuan berada  dalam koordinasi Departemen CSR.
 
Sebenarnya buku ini merupakan cetak ulang karya Chen Ba (ayah Chen), begitu ia biasa dipanggil dengan menambahkan beberapa bagian yang tak ada di buku sebelumnya.  Terlihat sekali perbedaan gaya penulisan dari bab awal dan bab yang merupakan tambahan pada cetakan kedua ini. Terasa lebih berbobot. 

Selain kisah nostalgia, tak banyak informasi yang bisa diambil terkait dengan gaya kepemimpinan Jack Ma. Cara bercerita juga kadang tidak jelas ingin mengungkapkan apa. Pembaca harus menelaah dan mengambil kesimpulan sendiri.

 
 Sumber: Buku Jack Ma





 

Bagi saya, sosok Jack Ma merupakan sosok yang rendah hati. Ia merupakan orang yang memandang suatu hal dengan cara yang berbeda dengan yang lainnya. Pastinya pekerja keras dan tak cepat menyerah. 

Ia juga tetap rendah hati dan selalu bersikap optimis dalam setiap kesempatan. Kecintaannya pada Taichi diwujudkan dengan membawanya dalam  nuansa kerja Alibaba.

Meski demikian, buku ini layak dbaca bagi mereka yang sedang belajar bisnis, terutama e-commerce. Juga bagi para pengusaha agar bisa mendapat inspirasi saat menjalankan perusahaan. Tentunya bagi para penyuka topik biografi.

Hal yang paling saya suka dari buku ini adalah bagian yang mengisahkan bagaimana Jack Ma tetap menjalin persahabatan dengan mantan murid-muridnya. Bahkan ia rela mengubah peraturan batas usia pegawai di Alibaba agar  Chen Wei bisa bergabung.

Serta bagian yang mengisahkan bagaimana sang istri ternyata sangat berperan dalam kesuksesan Jack Ma. Kontrak terbesar mereka juga diperoleh dari hasil jerih payah sang istri. Seluruh pakaian Jack Ma merupakan pilihan sang istri, bukti ia mempercayakan dirinya untuk diurus secara total.

Kadang, kita tak pernah menduga ada sisi lain dari seorang pengusaha besar yang mungkin mirip dengan kehidupan kita. Hal tersebut bisa menjadi motivasi kita untuk berkembang menjadi lebih maju.

Sumber gambar:
1. https://netz.id

2. Buku Jack Ma, Sisi-sisi Tak Terduga Sang Godfather Bisnis China




Minggu, 11 Juni 2017

2017 #39-40: Buku Seputar Kegiatan Literasi


Sebuah buku berisi kegiatan beberapa penggiat literasi mendarat dengan manis di kantor saya beberapa waktu lalu melalu jasa baik Mas Yudhi. Selesai membaca buku tersebut, saya jadi ingat ada sebuah buku tentang dunia literasi yang dikirim penulis beberapa waktu yang lalu. Ada baiknya keduanya disandingkan bersama.

Jangan dilihat ketebalan buku, karena memang tidak tebal kedua buku ini. Namun lihat isinya, sangat berguna dan bermanfaat bagi para penggiat literasi. Minimal menjadi inspirasi bagi mereka yang ingin bergabung dalam gerakan literasi apapun wujudnya.

Pseudoliterasi
Penulis: M Iqbal Dawami
Penyunting:Robi'el-Adaby
ISBN:9786026043979
Halaman:138
Cetakan: Pertama-April 2017
Penerbit: Maghza Pustaka
Rating: 3/5

Banyak orang yang mengaku sebagai pegiat literasi, aktivis literasi, penggerak literasi tetapi perilakunya tidak mencermikan keliterasian. Orang yang demikian oleh penulis diberi julukan sebagai pseudoliterasi, orang yang berkecimpung di dunialiterasi tetapi tidak menjalankan literasinya. Bisa dikatakan mereka adalah aktivis literasi palsu. Tengok sekitar, mungkin Anda akan menemukan dengan cepat beberapa contoh, bahkan mungkin Anda sendiri juga termasuk dalam golongan ini.

Buku sebanyak 138 halaman ini berisikan segala hal terkait dunia literasi dari sisi penulis. Mulai dari kisah mengenai buku yang habis namun jauh dari embel-embel best seller, produk dan profesi literasi yang diremehkan, hingga pameran buku yang membosankan. Topik yang terasa sangat dekat dengan diri kita yang berada dalam dunia literasi bukan? 


Terdapat juga kisah tentang mimpi sang penulis bertemu beberapa tokoh yang dianggap mampu memberikan nuansa berbeda dalam geliat literasi di tanah air. Seru membaca bagian ini ^_^

Membaca buku ini membuat kita para (katanya) penggiat literasi perlu lebih sering melakukan instropeksi diri. Apakah yang sudah kita lakukan untuk dunia literasi? Apakah sesuai dengan kebutuhan atau sesuai dengan kemauan kita? Atau bahkan hanya agar kita mendapat embel-embel penggiat literasi semata?

Ada banyak faktor untuk bisa menjadikan kegiatan literasi sebagai sesuatu kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, juga bagi diri pribadi seseorang. Tidak hanya penerbit, bagian distributor, bahkan penimbun pun memiliki andil. Peraturan dalam dunia literasi perlu diperhatikan dan diterapkan dengan sebenar-benarnya.

Bagian yang mengisahkan tentang kekecewaan penulis ketika menghadiri sebuah bedah buku yang digelar pada ajang pameran buku, sepertinya juga banyak dialami oleh banyak teman-teman pemerhati dunia literasi. Pameran yang seakan hanya ajang menghabiskan buku stok sering ditemui, atau pedagang buku dadakan yang meramaikan ajang pameran buku.

Jika memperhatikan fenomena tersebut, kenapa bisa dikatakan minat baca di negara kita rendah? Mungkin minat baca rendah namun minat penimbun buku meninggi.


SERBU! Pengisahan Belanja Buku
Editor : Bandung Mawardi
ISBN : 978-602-609-6302
Halaman: 120
Cetakan : I, Maret 2017
Penerbit : Bilik Literasi
Rating: 3/5

Edan! Cuman orang gila yang mau pindah kerja dengan alasan buku

Uangnya habis  untuk beli buku, lihat saja sebelah tempat tidur penuh tumpukan buku. Ke diskon buku di Serpong sampai bawa koper.


Komentar pertama saya peroleh ketika teman-teman kantor mengetahui saya mengajukan diri untuk pindah ke perpustakaan yang baru dibangun. Untuk lokasi kerja yang ada di Depok mungkin tidak terlalu menjadi bahan pembicaraan. Tapi secara finansial, saya akan mengalami penurunan pendapatan sekitar dua juta rupiah. Penurunan itu terjadi karena di tempat baru saya hanyalah seorang staf biasa, sementara di tempat lama saya menduduki jabatan dengan uang tunjangan. Dan sekitar tahun 2011-2012 itu merupakan jumlah yang lumayan. Topik ini yang menjadi bahan pergunjingan banyak pihak, termasuk mereka yang ingin saya tetap berada di sana.


Sedangkan komenter kedua saya peroleh dari mama saya. Seringnya pak kurir mengantar buku berimbang dengan banyaknya buku yang bertebaran di sekitar tempat tidur saya. Biasanya paket tersebut baru sempat dibuka saat mau tidur, setelah dibuka yang diletakkan di lokasi terdekat, sebelah tempat tidur. Rasanya bahagia tidur dikelilingi buku.


Terdapat sepuluh orang yang tak kalah "sintingnya" membagikan kisah dalam buku ini. Mereka dengan semangat juang tinggi dan modal nekat berburu buku buluk (istilah yang sering teman2 pakai untuk buku lawas)dari Solo ke kawasan Blok M


Tiap orang membagi kisahnya masing-masing. Unik karena tidak ada yang sama. Kisah yang dibagikan adalah mengenai keceriaan dan sensasi berburu buku. Mereka adalah Mutimmatun Nadhifah, Qibtiyatul Maisaroh, Hanputro Widyono, Laila Sari, Na'imatur Rofigoh, Udji Kayang Aditya Supriyanto, Setyaningsih, Bandung Mawardi, Anindita Prabawati, dan M. Fauzi Sukri.

Mungkin karena kedekatan emosial sesama penggila buku,  maka secara pribadi saya bisa memahami sekali bagaimana paniknya mereka saat menemukan surga buku berada di hadapan. Bingung mau memulai dari mana, bagaimana memanfaatkan dana yang dibawa semaksimal mungkin. Apapun dilakukan untuk bisa berburu buku.  Saya pun begitu kadang-kadang.

Pilihan buku juga pastinya ada yang melenceng dari daftar buku yang sudah dibuat. Biasanya hal itu terjadi karena buku yang ada sangat menggoda untuk dibawa pulang. Pertimbangan utama kapan lagi bisa menemukan buku seperti itu. Jika sudah begitu, abaikan daftar, ingatlah pada anggaran semata. 

Seseorang menuliskan bahwa ia nekat berangkat demi memuaskan rasa ingin tahu berada di Blok M. Buntutnya, ia nekat menerima pinjaman uang karena dana yang ia bawa sangat minim. Pertimbangannya kapan lagi ia bisa memperoleh buku-buku tersebut. Hal tersebut sama rasanya dengan saya yang bahagia tak terkira karena tahun lalu bisa mengunjungi Big Bad Wolf dengan membawa uang hasil saya menang arisan.

Uniknya, para pembagi kisah juga menyertakan kover buku yang mereka beli. Memang tidak semua buku, umumnya hanya 1-2 buku saja.  Sayangnya bagian ini dicetak dengan warna hitam putih sehingga gregetnya berkurang. Tapi dari gambar yang ada, pembaca mungkin bisa menemukan judul buku yang selama ini tak pernah ia tahu.

Ilustrasi yang dijadikan kover juga menarik. Selain menggambarkan situasi saat mereka berburu buku, mempergunakan sosok yang dekat dengan pembaca lokal merupakan cara unik untuk menganggkat kembali tokoh lokal tanah air diantara serbuan tokoh superhero asing.

Sebenarnya pertanyaan utama saya, adalah mengapa Blok M yang dipilih? Apakah karena ada salah satu peserta yang memiliki toko langganan di sana? ataukah karena alasan kedekatan? Coba mereka mampir ke kantor saya, pasti seru melihat aneka buku lawas yang bersanding dengan buku-buku baru di rak