Kamis, 30 Juli 2015

2015 # 65: Warisan Legendaris Para Bedebah


The Bastard Legacy: Warisan Legendaris Para Bedebah
Penulis: Jaunatan
Penyunting: Lis Sutinah
Pendesain Sampul & tata Letak: EM. Giri
Ilustrasi sampul: Aminudin Hadinugroho
ISBN: 9789790652408
Halaman: 150
Cetakan: Pertama-17 Mar 2015
Penerbit: Visimedia
Harga: Rp 42.000


Sesuatu harus sangat bagus, hebat, berbeda hingga berada dalam ingatan  orang dalam jangka waktu lama

Itu kuliah yang saya dapat dalam matakuliah periklanan dulu. Tentunya bukan itu yang membuat para pelaku kejahatan yang ada dalam buku ini melakukan kejahatan yang teramat sangat luar biasa kejamnya hingga akan sulit dilupakan orang dalam waktu lama. Mereka tidak ingin dikenal. Justru mereka tidak ingin ada yang mengetahui perbuatannya hingga bebas  melakukan perbuatan terkutuk itu.

Dalam beberapa kisah yang ada, umumnya faktor kejiwaan seseorang yang membuat ia menjadi bersikap seperti itu. Dalam kasus Gacy si Pogo The Clown, menurut kabar angin, sejak remaja ia beberapa kali mengalami kekerasan seksual dari teman-temannya, ditambah dengan ia juga sering mengalami kekerasan fisik dan mental oleh ayah kandungnya. Kekerasan tersebut terekan di alam bawah sadarnya, oleh karena itu, ketika sudah besar ia merasa bisa menindas orang yang lemah darinya, sehingga ia dapat melakukan pembalasan.

Seperti yang diuraikan pada halaman 99, "Masa kecil adalah masa ketika anak-anak menampung banyak pengetahuan serta hal-hal baru yang akan dia kenang ketika beranjak remaja, lalu dewasa. Ingatan-ingatan di masa kecil itulah yang kemudian akan mengendap di alam bawah sadar, kemudian terbawa sepanjang hidupnya. Jika kamu mau mengamati, orang-orang yang mempunyai kelakuan aneh, para penjahat berdarah dingin, dan sebagainya, mereka cenderung memiliki masa kecil yang kelam."

Beberapa  kisah tentang kejahatan yang teramat sangat luar biasa kejamnya itu berada dalam buku ini. Ada 10 kisah,  ada kisah cukup  sering diulas sehingga bukan menjadi hal baru saat membacanya. Tapi ada juga kisah yang mampu membuat bulu kuduk saya berdiri membayangkan kengerian kisah, hiiii.  Kisah-kisah yang ada dalam buku ini tentang Jack the Ripper, Lukisan Gacy, Delphine dan Rumah warisannya yang Berhantu (waduh), Eddy Tansil, Kusni Kadut, Belle dan Tabir Misteri yang Diwatiskannya, Rumah Jagal di Jombang, Laki-laki Abu-abu dan Pusaran Kekejamannya, Saksi Bisu Ladang Tebu Berhantu, Legenda si Cantik dan Kolam Darah. Bagaimana sudah ikutan merinding?

Dua kisah mengusung unsur lukisan sebagai bumbu kisah. Pertama kisah kekejaman  John Wayne Gacy yang dikenal sebagai Gacy si Pogo The Clown. Iya, tidak salah baca kok, penjahat yang memiliki profesi sebagai badut. Lukisan karyanya berada di Museum Kejahatan Nasional di Washington DC, USA. Lukisan tersebut menjadi obyek yang paling dicari pengunjung. Selama berada dalam penjara, Gacy memang sering melukis.

Setelah dieksekusi mati, ada 30 lukisannya yang dilelang. Pembeli bukan untuk mengoleksi tapi membakarnya dalam api unggun perayaan eksekusi Gacy. Tercatat saat ini hanya tinggal 2 buah lukisan yang berada di Museum Kejahatan Nasional di Washington.

Kedua tentang lukisan Kusni "Robin Hood-nya Indonesia" Kadut di Museum Gereja Katederal Jakarta. Lukisan dari gedebong pisang tersebut menggambarkan gereja katederal lengkap dengan menara dan arsitektur bangunannya yang unik. Sebelum dieksekusi, Kusni kadut berkenalan  dengan seorang pemuka agama Katholik. Pertemuan tersebut membuat ia mengambil keputusan fenomental dalan hidupnya, bertobat dan pembaptisannya sebagai pemeluk agama Katolik dengan nama Ignatius Waluyo.

Pengurus Museum Gereja Katederal Jakarta mengatakan, bahwa lukisan itu adalah wujud cinta Kusni Kadut kepada keyakinannya. Juga sebagai ucapan terima kasih karena sudah diberi bekal untuk menghadapi kematiannya. Mengenaskan, nasib pejuang yang terlupakan jasanya.

Urusan kejam, ternyata tidak membedakan jenis kelamin. Mungkin pepatah yang menyebutkan perempuan adalah makhluk lemah yang harus dilindungi, perlu dipertimbangkan jika mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh Dephine Lalaurie serta Belle Gunnes.

Dephine  yang lahir di Circa sekitar tahun 1775, memendam kebencian serta kemarahan pada para  budak kulit hitam karena ibu dan adiknya meninggal saat terjadi pemberontakan kaum budak. Perasaan tersebut kian bertambah ketika suaminya, Blanque tewas pada tahun 1816 juga akibat pemberontakan para budak yang merasa diperlakukan dengan tidak manusiawi.

Kekejaman apa yang dilakukan oleh Dephine? Duh, membuat merinding saat membacanya. Sekedar bocoran saja,kekejaman yang dilakukan Dephine seperti merantai kaki; menghamtam kepala budak dengan batu besar; menguliti; tidak memberikan makan dan istirahat yang cukup; kaki dan tangan dipotong; bahkan ada yang tubuhnya dibelah seakan dioperasi dan alat kelaminnya dirusak.

Perempuan kejam lainnya adalah Belle Sorenson Gunnes lahir pada 22 November 1859. Belle menikah dengn Gunness Mads Albert Sorenson dan membuka sebuah toko perman dan makanan kecil yang tidak berjalan lancar. Setahun kemudian, mendadak toko tersebut terbakar secara misterius lalu keduanya mengklaim uang asuransi toko.

Tidak jelas apakah mereka benar-benar memiliki anak. Beberapa peneliti menyatakan Belle tidak memiliki keturuan, peneliti yang lain menyatakan ada empat anak Belle dimana dua meninggal saat bayi. Belle dan suaminya juga mengklain asuransi atas anak-anak itu.

Selanjutnya, ketika suami Belle meninggal, ia mendapat klaim asuransi yang cukup besar hingga mampu membeli sebuah peternakan mungil. Alasan kematian suaminya adalah penyakit, entah benar atau tidak. Begitu juga kematian orang-orang lain yang berada di sekitar Bella

Mungkin para petugas asuransi akan sangat mendambakan dan mencintai   klien seperti Belle, karena mengikutkan anggota keluarganya dalam program asuransi dengan nominal lumayan. Selanjutnya  mereka akan curiga dan  membenci Belle karena melakukan klaim  atas meninggalnya anggota keluarga yang terdaftar sebagai pemegang polis asuransi tersebut.

Penipuan klaim asuransi ternyata sudah lama berlangsung. Metodenya bisa saja berbeda, namun tujuannya sama membuat pemegang polis meninggal lalu ahli warisnya mendapat klaim yang jumlahnya lumayan besar. Buat saya, ini seperti menandatangani kontrak kematian. Siapa yang bisa menduga hati orang, bagaimana jika saya sengaja diikutkan dalam polis lalu...... Astagfirullah, ih  kenapa jadi ngelantur seram saya.

Baik Daphine maupun Belle tidak bisa ditemukan keberadaannya. Daphine dengan dukungan kekayaan keluarga sempat melarikan diri saat terjadi kerusuhan di rumahnya. Belle, menurut pengakuan orang yang mencintai dan memujanya belum mati, ia justru melarikan diri dan meninggalkan ia yang sudah bersedia membantunya. Belle kabur  dengan membawa banyak uang hasil perbuatannya selama ini.

Secara keseluruhan buku ini cukup menarik. Saat tanpa sengaja saya membawanya ke meja sirkuasi peminjaman saat piket Rabu sore, beberapa mahasiswa Krininologi Fakultas Hukum yang melihat merasa tertarik, terutama sekali saat membaca kata bedebah. Ketika melihat isinya, menurut mereka buku ini layak dibaca untuk mereka yang memiliki ketertarikan dalam bidang hukum serta kriminologi.       

Gaya bahasa yang dipakai cukup mudah dipahami, meski pada beberapa bagian berkesan membesar-besarkan sebuah peristiwa. Padahal tanpa begitu kesan betapa kejam atau mengerikannya sebuah kasus juga sudah terasa dengan dukungan aneka fakta yang disajikan dengan apik.

Apakah tidak sebaiknya dibuat peringatan untuk batas usia boleh membaca. Hal ini sekedar erjaga-jaga agar tidak ada yang menjadikan inspirasi lalu meniru perbuatan biadap dalam buku ini, bahkan mungkin melakukan dengan kejam. Perlu juga dibuat semacam peringatan di kover luar bahwa ini sekedar informasi semata, jangan meniru.

Jika buku ini akan dicetak ulang, sebaiknya mulai memperhatikan beberapa kalimat yang saling berhimpit. Sepertinya terjadi kesalahan setting. Sebagai contoh, pada halaman 104 tercetak, 'Graciebarusajapulangdarigerejadaniamasih mengenakan...." Di halaman 118 tertulis, "memanggilseorangperempuanuntuk berdiridanmengungkapkankesaksiannya." Sementara pada halaman 125 tertulis, "samgdukuntidakberhentimenyakinkandirinya...." Semua saya beranggapan mata yang yang sedikit tidak benar, sehingga tidak melihat spasi antar kata. Tapi sepertinya bukan, memang beberapa kalimat terbentuk dari rangkaian kata yang berhimpitan.

Entah salah ketik atau bagaimana, tapi tulisan "d=" di halaman 116 baris ke 6 dari atas membuat saya bingung akan maknanya. Lalu di halaman 138 tertulis, "Dia adalah seorang ningrat yang kara raya." Apakah maksudnya kaya raya?

Beberapa kejahatan dalam buku ini bisa terungkap berkat partisipasi masyarakat. Serta calon korban yang berhasil kabur dan melaporkan peristiwa itu pada pihak berwajib. Bukti Sang Pencipta tak akan membiarkan kejahatan dan kesadisan berlangsung lama.

Waspadalah!
Siapa tahu kejahatan sedang terjadi di sekitar kita.


Sumber gambar:
http://selokartojaya.blogspot.com

Selasa, 28 Juli 2015

2015 # 64: Dari Ngalian Ke Sendowo

Penulis: Nh Dini
Desain sampul: Suprianto
Ilustrasi Menara Kudus: Ade Pristi
Setter: Fitri Yuniar
ISBN: 9786020316512
Halaman: 268
Cetakan: Pertama-25 Mei 2015
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 65.000


Garis nasib tidak selalu lurus. Juga tidak selalu mulus. Di samping kepuasan-kepuasan, kegembiraan-kegembiraan, tentu tersuguh juga kerumpilan dan kekecewaan dalam kehidupan manusia. 
~hal 244



ke.rum.pil.an
Nomina (kata benda) perihal rumpil; kesukaran; kesulitan; kesusahan: berbagai kerumpilan yang dihadapi untuk mencapai keberhasilan
Salah satu keuntungan membaca karya Eyang Nh. Dini adalah saya bertambahnya kosakata saya. Tentunya selain hiburan membaca kisah dalam Seri Cerita Kenangan.  Bagi banyak orang yang berkecimpung di dunia sastra, kata kerumpilan mungkin bukan kata yang baru. Tapi bagi saya yang hanya sekedar hobi membaca, kata tersebut menjadi tambahan kosakata baru.

Sebanyak  xxi + 268 +  xxi halaman berisi  autobiografi si penulis, saya meyebutnya dengan sapaan eyang.  Buku ini memaparkan tentang kehidupan eyang diusia sepuh. Meski berusia senja, eyang seakan memiliki energi yang tidak pernah habis untuk mengurusi pondok baca, menjadi pembicara serta berbagai keiatan yang terkait dengan dunia sastar di tanah air. 

Kisah dalam buku ini terjadi antara kurun tahun 2000-2006 saat eyang memutuskan untuk tinggal di rumah jompo Yayasan Wredha Mulya di Sendowo, Sleman, DIY, YWM. 

Tidak hanya kisah, jika diperhatikan dengan lebih seksama, eyang juga memasukan tambahan ilmu saat mengulas tentang suatu hal.  Saat menerima hadiah dari Ratu Sirikit di Bangkok misalnya, eyang juga memberikan ulasan singkat mengenai latar belakang Thailand. Selain membuat pembaca memiliki bayangan mengenai lokasi kisah, ikut merasakan apa yang dirasakan penulis, pembaca juga menjadi tahu tentang negara Thailand, meski hanya garis besar saja. 

Saya terbuai dengan paduan rangkaian kata dan sikap eyang yang mandiri meski usia sudah sepuh. Tak ada alasan untuk tidak mandiri. Eyang justru memilih tinggal di YWM karena memiliki keinginan untuk tidak merepotkan orang lain. Kontras memang, saat banyak penghuni panti jompo yang merasa dibuang oleh keluarganya karena dikirim ke sana.

Satu lagi prinsip hidup eyang yang sangat saya kagumi adalah cara berpikir yang sangat realitis. Perihal keuangan eyang sangat mandiri, segala pengeluaran tentunya menjadi pemikirannya. Tak terkecuali Pondok Baca. Saat menerima hadiah songket, eyang meminta seorang pembesar daerah menukar songket itu dengan sejumlah uang. Bukan tidak menghargai pemberian, eyang sangat sadar tidak akan mampu mempergunakan kain tebal tersebut. Uang bermanfaat bagi pengembangan serta kelangsungan Pondok Baca.

Saya jadi teringat sebuah tas jinjing halus yang saya hadiahkan saat bertemu. Melihat eyang yang kerepotan membawa aneka barang, saya aturi tas tersebut kebetulan masih baru. Jika dipakai, tentunya saya bersyukur, jika nasibnya seperti songket itu, saya juga bersyukur karena telah berpartisipasi dalam urusan Pondok Baca, meski secara tidak langsung.

Sebuah bagian yang mengisahkan bagaimana eyang  merasa wajar jika ia memasang tarif sebagai pembicara, membuat saya seakan-akan berkaca pada kondisi sekitar. Saya sangat setuju dengan hal itu, wujud profesionalisme. Kecuali saat eyang memang sedang membagi ilmu dan tenaga untuk amal. Di halaman 244, eyang menyebutkan nama beberapa universitas yang menghargai kehadiran eyang. Termasuk soal honorarium yang amat layak disamping biaya transpor yang dermawan.

Sahabat saya sering diminta membantu sebuah kegiatan peluncuran sebuah buku baru, ia diminta menghimpun masa serta melakukan promosi melalui akun  media sosialnya. Untuk memudahkan promosi, sahabat saya mendapat kemudahan dengan dikirimi draf buku yang akan diluncurkan. Dengan semangat yang sangat layak diacungi semua jempol tangan, ia memprovokasi para sahabat untuk hadir pada acara tersebut.

Bahkan saya ikut hadir meski penulis dan genre buku tersebut bukan bacaan saya. Saya datang hanya karena menghargai sahabat saya yang begitu bersemangat membantu mensukseskan acara tersebut. 

Setelah acara selesai, seperti biasa kami pindah tempat dan meneruskan obralan. Dari situ saya tahu, ia hanya mendapat beberapa buat buku, souvenir sepele serta ucapan terima kasih. Saya yakin sekali buku yang ia terima juga belum tentu ia suka. Memprihatinkan buat saya! Jika tidak bisa memberi sekedar ongkos taxi, bisa diganti dengan voucher dari penerbit. Minimal ia bisa memilih buku yang ia suka. Hanya karena kecintaan akan dunia buku yang membuatnya sudi melakukan itu semua.

Saya dulu begitu, sekarang tidak lagi (mirip lagu). Beberapa kenalan-orang yang saya kenal sekedarnya saja, meminta saya membaca draf novelnya dan memberikan masukan. Sekali saya membaca dan memberikan masukan lalu mengirim kembali ke penulisnya. Tak lama saya mendapat balasan berisi draf yang sudah direvisi, bisa beberapa kali seperti itu. Saya seakan menjadi editor mereka. Jika saya ada waktu dan kisahnya menarik tentunya tidak masalah buat saya. kadang ada yang marah-marah karena saya agak lama memberikan respon. Mereka mungkin lupa, saya juga punya kehidupan pribadi. Kisah yang mereka tulis juga sering kali bukan dari jenis bacaan saya. 

Kenapa niat baik saya jadi membuat orang salah kira? Kalau butuh tenaga yang siap 24 jam 7 hari seminggu maka ikat dia dengan kontrak dan bayar setiap waktu yang dihabiskan. Pernah karena terlewat emosinya, saya membalas omelannya dengan kalimat, "Saya bukan editor yang dibayar untuk memberikan masukan bagi karya anda, jadi suka-suka saya kapan saya mau membaca karya anda." Sejak ia menerima kalimat itu ia berhenti menghubungi saya. Baguslah. Belum jadi penuiis besar saja sudah terlalu banyak lagak.

Entah kebetulan atau bagaimana,  beberapa hal yang sedang ramai dibicarakan orang juga diungkap dalam buku ini. Pertama perihal pengeras suara alias toa di mesjid. Di halaman xix, ditulis, " Pendek kata, ketenangan dan kenyamanan yang kuharapkan sebelum pindah ke ota itu, tidak kudapatkan. Itu masih ditambah seruan pengeras suara 17 Mesjid di keliling kompleks YWM yang mulai memasang kaset berisi entah doa entah ceramah pada pukul 3 dinihari! Perasaanku sungguh-sungguh terhimpi." 

Kedua tentang kisah bagaimana seorang wartawan suka sensasi kena batunya ketika membuat tulisan tentang istri Ajip Rosidi. Belakangan, sering kita temui judul berita penuh sensasi di media. Ketika kita membaca, isi  beritanya sekedar membuat suasana ramai dengan sensasi semata. Ternyata dari dahulu sudah ada tipe wartawan seperti itu, meski banyak juga yang menjalankan profesinya dengan benar. 

Selanjutnya, film Minions yang ramai dibicarakan juga membuat nama sutradara film  Pierre-Louis Padang Coffin ikut terangkat. Anak bungsu eyang ini, disebutkan sebagai pemakan daging dalam buku. "Pikiranku melayang kepada Padang, anakku yang bungsu. Dialah 'pemakan daging'....Tidak jauh dari Kampung Sekayu, ada penjual sate ponorogo. Kekhasan sate ini ialah menggunakan daging sapi sebagai bahan. Irisan-irisan persegi yang cukup besar tertata di tiap tusuk batang bambu. Anakku mampu menghabiskan 20 hingga 30 tusuk! Mungkin lebih seandainya aku mampu membelinya." Begitulah seorang ibu, ia akan membeli matahari jika mampu untuk sang anak.

Pesan moral seorang ibu yang sering dikutip eyang membuat buku ini memiliki nilai lebih lagi. Anggaplah sebagai wacana dalam menghadapi hidup ini. Contohnya saat eyang kehilangan benda sepele tapi saat dibutuhkan . Kita harus iklas, merelakan barang yang diambil orang karena mungkin saja barang-barang tersebut bisa membuat bahagia yang mengambil. Eyang tidak saja kehilangan seprei, sarung bantal dan selimut. Tapi juga jacket, payung serta sandal. Seperti barang-barang itu diambil oleh calon-calon asisten rumah tangga yang hanya tinggal beberapa hari. Nelongso, Untungnya eyang selalu mengingat pesan ibundanya, "Ya, meskipun kamu atau yang kehilangan merasa rugi atau sedih, kebalikannya, yang mendapatkan benda itu tentunya merasa senang, malahan mungkin bahagia ...! 

Namanya juga pengarang besar, tentunya tetap ada bagian yang menguraikan tentang buku. Dalam hal ini eyang menguraikan tentang suasana nyaman yang dikenalnya saat di Jepang. Kebanyakan orang Jepang di dalam kereta atau bus selalu mengambil dua sikap, memejamkan mata atau membaca. Jarang kita temui penumpang yang termenung-menung dengan mata terbuka di kereta atau bus. Dalam urusan membaca, bangsa Jepang merupakann pembaca yang sangat handal. Perpustakaan besar dan kecil tersebar di seluruh kota hingga pelosok desa. Jumlah perpustakaan yang dikelola oleh swasta serta pribadi adalah sebesar sepertiga dari keseluruhan jumlah perpustakaan yang ada. Bagi bangsa Jepang membaca adalah sebuah budaya.

Untuk mereka yang dengan santainya "nodong" buku baru ke sahabat yang kebetulan penulis, mungkin kisah di halaman 234-237 bisa membuat kalian (eh saya juga meski kadang-kadang) berpikir dua kali ketika akan melakukan hal tersebut lagi.

Jika di luar negeri seorang pengarang bisa kaya raya dengan sebuah buku best seller, tidak demikian di tanah air. Eyang bahkan sempat menolak penghargaan  karena merasa panitia tidak fair. Mereka dengan mudahnya memberikan penghargaan  pada orang yang belum cukup berkarya tapi sering muncul di koran.

Kover buku dengan nuansa bunga aneka warna ini menawarkan pemandangan yang neyejukan hati bagi yang melihatya. Ditambah dengan warna judul dan penulisnya. Menurut saya eyang sangat rendah hati karena membiarkan nama beliau ditulis secukupnya, tidak seperti penulis lain yang namanya dicetak dengan huruf berukuran besar melebihi judul. Meski demikian saya agak bingung dengan ilustrasi Menara Kudus. Apakah sekedar untuk memperjelas  lokasi kisah atau hal lainnya,

Buku ini berjodoh dengan cara yang unik. Setelah melakukan pembayaran, saya lupa melakukan konfermasi pada si penjual. Setelah nyaris dua minggu baru saya ingat. Untunglah buku ini masih ada dalam persediaan.

Sebelum saya makin ngelantur ngalor-ngidul, ada baiknya saya akhiri review ala curhatan saya dengan menawarkan sebuah perenungan yang bersumber dari buku ini.

Apa pun yang tidak diasah, akhirnya selalu menjadi tumpul. Segumpal batu atau berlian yang memiliki nilai jual tinggi sekalipun harus diasah lebih dahulu, dipotong dan dikikis dengan pertimbangan sudut serta segi tertentu agar memantulkan sinar sehingga berkilauan. Demikian pula halnya akal manusia, alat terpenting karunia Yang Maha Kuasa. Bakat yang dimiliki seseorang tidak akan matang, kemudian mewujudkan sesuatu hasil jika tidak dipupuk dan diasah. 
Ini bakat dan hobiku
Mana bakat dan hobi kalian yang siap dipupuk dan diasah?



Sabtu, 25 Juli 2015

2015 #63: The Heart of Glass


Penulis : Vivian French
Ilustrasi: Ross Collins
Penerjemah: Sri Noor Verawaty
Penyunting: M. Sidik Nugraha
Pewajah isi: Siti Qomariyah
ISBN : 9786027145832
Halaman: 264
Cetakan: Pertama-2015
Penerbit: Atria
Harga: Rp 39.000


Saat hidup Jiwa Sejati berakhir di sini
Jantung Raja Tertinggi 'kan berdetak sekali lagi
Dan kekuatan datang pada dia yang berkuasa
Rajanya para raja akan kembali berjaya

Gracie Gillypott serta Pangeran Marcusmemutuskan untuk pergi ke Rimba Muslihat guna melihat dan menemui para kurcaci. Mereka akan memandang para kurcaci yang sedang bekerja dari jauh, jika mungkin berbicara singkat dengan satu atau dua kurcaci. Sepertinya bukan petualangan yang membahayakan menurut mereka.

Sebenarnya para kurcaci sedang lumayan sibuk. Mereka diminta untuk menyediakan aneka mahkota cantik pada pernikahan Putri Fedora dan Pangeran Tertius dari Niven's Knowe. Untuk urusan ini, mereka memang pakarnya menciptakan perhiasan cantik menawan.

Dibutuhkan  emas untuk membuat mahkota, artinya jika banyak mahkota yang harus dibuat maka dibutuhkan banyak emas. Untuk bisa mendapatkan banyak emas, butuh tenaga yang besar untuk bisa menggali lebih dalam guna mendapatkan tambang emas baru.

Saat tenggat makin dekat, para kurcaci terpaksa membuat kesepakatan dengan Raja Troll, Thab. Mereka meminta bantuan raja untuk meminjamkan salah satu Troll yang terkuat guna membantu penggalian. Troll tentunya lebih kuat menggali dibandingkan para kurcaci.

Raja Thab bersedia membantu asal mendapat imbalan yang agak luar biasa anehnya. Pihak kurcaci terpaksa memenuhi persyaratan yang diajukan tanpa memikirkan lagi bagaimana konsekuensi dan memenuhinya, semuanya demi mendapat bantuan yang dimaksudkan.

Terlepas dari persyaratan yang diajukan sang raja, tak ada yang mengetahui bahwa sebenarnya sang raja menyimpan jantung kaca tergeletak di atas tempat tidur beludru yang lembut. Jika ia bisa mendapatkan seorang Jiwa Sejati maka jantung tersebut berdetak sekali lagi, dan ia akan menjadi raja dari semua raja. Dan ia mengharapkan persyaratan yang diberikan pada para kurcaci bisa membantunya mendapatkan Jiwa Sejati.

Ternyata rencana petualangan  Pangeran Marcus dan Gracie Gillypott tidak berjalan semulus yang dibayangkan. Mereka justru harus berurusan dengan Troll jahat, kurcaci, terowongan bawah tanah serta bahayalongsor. Untunglah keberuntungan masih berada di  pihak mereka. Jika tidak bagaimana nasib Grace si Jiwa Sejati saat berada di tangan Raja Troll yang kejam.

Seakan semuanya belum cukup menyulitkan, mendadak Putri Marigold muncul setelah sebelumnya memiliki ide ajaib untuk menunggu Pangeran Marcus di ujung kerajaan. Siapa tahu pangeran akan melihatnya yang mempergunakan gaun cantik, berhenti dan mengajaknya kembali ke kerajaan bersama-sama. 

Petualangan ala Putri Marigod, tentunya sangat berbeda dengan versi Pangeran Marcus. Ia begitu terkejut saat melihat sang putri. "Aku sedang bertualang! Ini sangat menyenangkan sampai kuda poni nakalku melarikan diri ... tapi sekarang kau sudah bergegas datang untuk menyelamatkan aku. Marcus Sayang! Tidaklah kau mau menciumku?"


Seperti karya Vivian yang lainnya, semua kesimpang siuran kisah akan berakhir dengan manis. Segala hal yang belum jelas tentunya akan terjelaskan, bahkan dengan cara yang sederhana sekali pun.

Dalam buku ini, kita akan berkenalan dengan tokoh baru yang membuat kisah ini menjadi lebih seru. Sang  tokoh baru digambarkan selalu saja bersin tiada henti, akibat alergi. Berada di bawah tanah yang penuh dengan debu galian jelas sangat memicu alerginya. Bagian ini mengingatkan saya yang sering lupa pada alergi debu saat asyik membongkar buku-buku lawas nan antik di kantor.

Pesan moral yang disampaikan buku ini sangat cocok untuk para remaja, sasaran pembaca buku ini. Bagaimana pun situasi dan kondisinya, kita harus berhati-hati jika memberikan janji, karena janji harus ditepati. Janji adalah hutang yang harus dibayarkan. Untung itu jangan sembarangan memberikan janji pada yang lainnya. Pikirkan dulu masak-masak bagaimana kondisinya, apalah merugikan bagi diri kita dan orang lain, bagaimana cara kita memenuhi janji tersebut.

Dalam buku terdahulu, kita pernah bertemu dengan kakak tiri Gracie, Foyce. Disinggung sedikit bagaimana kondisinya sekarang ini selama berada dibawah pengawasan Para Pitarah.  Mereka akan membiarkan Foyce pergi jika hatinya sudah benra-benar bersih dari kebaikan dan keburukan. Semoga hatinya bisa menjadi secantik wajahnya. Dan melihat aneka komentar yang diucapkan Foyce, sepertinya masih lama sebelum ia bisa pergi dari Kastel Pitarah Purba. Hal ini memberikan kita pesan moral, bahwa pada dasarnya keindahan hati lebih utama dari pada keindahan fisik.

Hal lain yang bisa kita ambil manfaat dari buku ini adalah, bahwa bekerja sama bisa membantu memecahkan masalah dari pada bekerja sendiri. Para Kelelawar Marlon dan Alf, Guble  bahu-membahu dengan  Pangeran Marcus untuk berusaha menyelamatkan Gracie. Bersama dan bersatu membuat segala hal menjadi mungkin dilaksanakan.

Mungkin saat melakukan alih bahasa, kalimat yang memuat bagian Putri Marigod mengatakan, "... Marcus Sayang! Tidaklah kau mau menciumku?" bisa dihilangkan. Kesannya kurang baik saja bagi remaja, meski cium dalam buku ini bisa berarti menciup tangan ala sopan santun.

Secara keseluruhan buku ketiga ini tidak kalah serunya dibanding dua buku terdahulu. Justru karakter baru dan pengembangan kepribadian para tokoh kian terasa dalam buku ini.

Penasaran bagaimana buku selanjutnya.
Semoga tidak keluar dalam waktu yang tidak terlalu lama.










































































Senin, 20 Juli 2015

2015 #62: House Of Secrets : Battle Of The Beasts

Chris Columbus & Ned Vizzini

Penulis: Chris Colombus & Ned Vizzini
Penerjemah: Putro Nugroho
Penyunting: Lisa Indriana Yusuf
Penyelaras aksara: Nunung Wiyati
Penata aksara: chickencavalry
Perancang sampul: Vinsen  
Chris Columbus & Ned Vizzini
ISBN: 9786020989754
Halaman: 452
Cetakan: Pertama-29 Jun 2015
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 79.000

Hati-hatilah jika menginginkan sesuatu. Pikirkan terlebih dahulu dampaknya bagi dirimu dan orang disekitarmu.
Begitulah kurang lebih pesan moral yang bisa didapat dari film Marsha sore ini (efek liburan ngak tahu mau ngapain).

Dan seharusnya nasehat  itu juga yang diingat oleh  Eleanor sebelum ia menuliskan keinginan dan memasukannya dalam Kitab Petaka dan Hasrat waktu itu.

Elenor menulis dengan jelaga keinginannya yaitu; Pernyihir Angin akan pergi ke tempat terburuk, dan anak-anak Walker kembali ke rumah. Kembali ke malam segalanya dimulai. Dengan orangtua yang masih hidup; Kembalikan Will Draper juga; keluarganya  menjadi kaya dengan uang sebesar sepuluh juta dollar di rekening ayahnya.

Sepertinya semua berjalan baik, sesuai dengan yang ditulis Eleanor serta yang diharapkan oleh anak-anak Walker lainnya. Sampai aneka peristiwa aneh terjadi.

 
Orang tua mereka memang kembali dalam kondisi hidup, seperti tidak terjadi apa-apa. Uang sejumlah sepuluh ribu dollar mendarat  ke rekening ayahnya, diduga itu adalah uang perdamainan.  Tapi kehidupan keluarga tersebut menjadi aneh. Ibu mereka membeli sebuah kompor gas yang harganya lebih mahal dari mobil lexus, sementara sang ayah memiliki telepon genggam lain yang tidak diketahui anggota keluarga.

Will memang ikut terbawa kembali. Tapi butuh waktu lama bagi Will untuk kembali menemui  Cordellia, yang sedang sibuk panik karena terkena gejala berubah menjadi nenek-nenek. Kulitnya menjadi keriput. Giginya mulai goyang, bahkan beberapa sudah tanggal. Celakanya peristiwa itu terjadi disaat seorang cowok populer mengajaknya kencan. Bisa ditebak, kencan berakhir sebelum dimulai. Cordelia juga mulai tidak suka buku lagi. Gawat!

Brendan yang berharap menjadi populer mendadak mengalami aneka peristiwa yang membuat segala usahanya sia-sia. Ia bahkan sudah mengeluarkan uang banyak. Alih-alih menjadi populer, ia justru mendapat perlakuan tidak nyaman dari beberapa murid di sekolah.

Eleanor merasa diikuti oleh bayangan hitam. Ia merasa tidak  nyaman. Firasatnya itu ternyata benar! Raja Badai  menculik dan membawanya ke Bohemian Club. Tindakan tersebut membuatnya bertengkar dengan Aldrich Hayes, pemimpin Penjaga Hikayat. Tindakannya itu dianggap bisa membahayakan kelangsungan seluruh operasi. "Bohemian Club telah membentuk dunia! Kita yang memilih presiden! Kita mempengaruhi politik dunia! Dan, kita berhasil hanya karena satu alasan... kerahasiaan." 

Perkumpulan tersebut mengingatkan pada khabar mengenai sebuah perkumpulan yang dianggap menguasai dunia. Mereka konon bisa menentukan kondisi ekonomi, bahkan  siapa yang menjadi presiden sebuah negara adidaya. Penulis sengaja memasukan dalam kisah untuk mengingatkan pembaca bahwa banyak hal yang tidak kita ketahui berlangsung di sekitar kita.

Dan mulailah petualangan seru mereka untuk kedua kalinya, tentunya juga melibatkan Will dan Rumah Kristoff. Seperti buku pertama, dikisahkan rumah tersebut melayang tanpa ada yang tahu tujuannya. Mereka mendadak berada di waktu dan tempat yang menakutkan, tapi pastinya bagian dari salah satu kisah dalam buku yang ditulis Kristoff.

Selain kisah petualangan seru, sebenarnya pembaca juga diberikan pengetahuan, meski dalam porsi yang tidak banyak. Dalam buku ini, kita akan bertemu dengan penguasa Roma yang menyukai aksi gladiator di koloseum, Nazi, monster pemakan manusia serta biksu.

Saya sangat yakin, setiap pencinta buku pasti merasakan sensasi yang menyenangkan plus menegangkan saat membaca kisah di halaman 216-221.  

Serius! Tidak percaya? Simak kutipan berikut ini,
Sebuah rak buku.
Benda itu mirip rak kayu apung yang mereka lihat di petualangan terdahulu. Rak itu benar-benar berada di bawah permukaan air kolam. Dan di setiap raknya, terlihat jelas meski berada dalam air, berjejer lusinan manuskrip.
Sebuah rak penuh buku berada di bawah air tanpa merusak buku! OK saya mau pesan satu zat atau mantera apalah yang bisa membuat koleksi saya menjadi seperti itu. Lumayan, menghemat tempat penyimpanan.

Selain disajikan adegan baku hantam, adu kecerdikan, ada juga bagian yang mengisahkan tentang mereka saling mengungkapkan perasaannya.  Bagian dimana Will menyatakan perasaannya sungguh mengharukan, dibanding yang lain. 

Meski hanya berupa karakter dalam buku,  namun sosoknya sudah sangat melekat dalam hati anak-anak Walker.  Setiap hari Will terus berupaya melupakan bahwa dirinya bukan manusia yang memiliki daging dan darah.

"Kurasa persamaan di antara kita...kita yang berasal dari buku-buku ini...adalah perasaan terperangkap. Entah kita bertempur dalam peperangan yang sepertinya tidak pernah berakhir, atau berkelahi di arena selama berhari-hari...rasanya semua akan terus dan terus berlangsung, sama sekali tidak ada tanda-tanada akan usia. Ini agak mirip dengan kutukan...kita semua merindukan sesuatu yang lebih daripada kristoff tulis." Maka tak heran jika kemudian Will melakukan hal yang tak kita duga. Sepertinya saya akan merindukan gaya  sopan Will kelak.

Mungkin konyol, tapi satu adegan membuat saya tertawa plus penasaran. Awas ini spoiler sedikit yaa. Ada sebuah bagian yang menyebutkan Brendan berada di koloseum menjadi gladiator, tentunya dengan kostumnya, cawat. Ehh bukan itu yang membuat saya tertawa. Tapi adegan ketika  cawat Brendan tertarik dan ia menjadi telanjang! Lalu kalimat berikut,"Brendan memanjat naik ke kereta luncur. Luar biasa kelelahan. Aman. Dan, telanjang."

Penasaran, tidak disebutkan bagaimana selanjutnya Brendan. Maksud saya apa yang ia pakai menjadi baju? Di kereta luncur tentunya tidak banyak pilihan. Hal kecil tapi membuat saya penasaran saja, terutama ketika mendadak Brendan yang disebutkan telanjang bisa dengan santainya duduk di kereta luncur. Selama itu ia telanjang? Baru di halaman 393 dituliskan, "Setelah buru-buru memungut mantel bulu yak yang dibuang oleh seorang biksu, Brendan pun memeluk Felix."

Pada halaman 128 tertulis, "..., diam-diam Cordelia mendekati pajangan armadillo yang diawetkan." Sementara itu, di halaman 129 juga tertulis, " Namun sayang, pada saat yang sama Cordelia memukul punggungnya dengan bingkai armadillo."
 
Penasaran juga saya, seperti apa yang dimaksud dengan Armadillo itu sebenarnya. Kenapa tidak ada catatan kaki mengenai hal itu. Padahal sebelum halaman 128, jika tidak salah sudah ada 6 catatan kaki yang memuat mengenai hal yang belum umum diketahui. Atau memang hanya saya saja yang tidak cukup tahu mengenai Armadillo itu. Gambar serta keterangan lebih lengkap mengenai Armadillo bisa dilihat di http://animals.sandiegozoo.org

Untuk urusan kover, saya lebih menyukai yang menggambarkan Rumah Kristoff  mendarat di tengah koloseum. Bukan karena kover yang didominasi dengan warna biru, namun karena kesannya lebih dramatis. Selain itu, kover tersebut mencerminkan bagian kisah yang lumayan panjang.


Kover versi yang beredar di tanah air juga bagus, hanya saja kesan petualangannya kurang, malah bagi saya lebih mengusung kesan horor. Jika tidak salah itu merupakan bagian dari kisah di Bohemian Club, bagian yang memang tidak begitu panjang tapi merupakan cikal bakal petualangan ini. Tapi semuanya tergantung pada selera pembaca mana yang mereka suka.
 
Sungguh buku yang menghibur. Dibandingkan dengan buku pertama, dalam buku ini para karakter mulai berkembang. Brendan meski masih bersikap konyol namun sudah mulai berubah menjadi lebih dewasa. Beberapa keputusan penting dan tindakan berani dilakukan oleh Eleanor, padahal di bagian awal kisah ada adegan yang menyebutkan ia menangis ketakutan. Cordelia sudah mulai mampu menekan sikap egoisnya, terutama berurusan dengan cinta.  

Catatan kaki lumayan membantu pembaca. Sekitar 12 catatan kaki ada dalam buku ini. Jangan melihat angka, tapi lihatlah manfaatnya. Meski begitu, sayangnya sumber yang dijadikan acuan adalah wikipedia. Bukan apa-apa, saya jadi teringat pesan seorang dosen agar tidak mencantumkan wikipedia sebagai sumber saat membuat sesuatu. Sebagai tambahan pengetahuan boleh, namun untuk surmber tulisan sebaiknya jangan. Menurut beliau karena di wikipedia tidak jelas siapa yang menuliskan hal tersebut, sehingga secara akademis tidak bisa dipertanggungjawabkan. Mungkin lain waktu, penerjemah bisa mencari sumber-sumber lain selain wikipedia. Jika faktor kemudahan, tentunya selain wikipedia banyak situs yang bisa dikunjungi. Sekedar saran saja ^_^ toh saya juga suka berkunjung ke sana.

Salah satu adegan Brendan menyanyikan Glory Days di kolosium sungguh spektakuler, hayuh kita ikutan bernyanyi biar semangat menunggu kisah selanjutnya

"Glory Days"
I had a friend was a big baseball player
back in high school
He could throw that speedball by you
Make you look like a fool boy
Saw him the other night at this roadside bar
I was walking in, he was walking out
We went back inside sat down had a few drinks
but all he kept talking about was

[Chorus:]
Glory days well they'll pass you by
Glory days in the wink of a young girl's eye
Glory days, glory days

Well there's a girl that lives up the block
back in school she could turn all the boy's heads
Sometimes on a Friday I'll stop by
and have a few drinks after she put her kids to bed
Her and her husband Bobby well they split up
I guess it's two years gone by now
We just sit around talking about the old times,
she says when she feels like crying
she starts laughing thinking about

[Chorus]

My old man worked 20 years on the line
and they let him go
Now everywhere he goes out looking for work
they just tell him that he's too old
I was 9 nine years old and he was working at the
Metuchen Ford plant assembly line
Now he just sits on a stool down at the Legion hall
but I can tell what's on his mind

Glory days yeah goin back
Glory days aw he ain't never had
Glory days, glory days

Now I think I'm going down to the well tonight
and I'm going to drink till I get my fill
And I hope when I get old I don't sit around thinking about it
but I probably will
Yeah, just sitting back trying to recapture
a little of the glory of, well time slips away
and leaves you with nothing mister but
boring stories of glory days

[Chorus (repeat twice)]
 


Eh... nganu,  ternyata mereka semua memang tidak bisa dipisahkan ya. Anak-anak keluarga Walker, Raja badai serta Penyihir Angin. Selamanya mereka akan saling berhubungan. Bukan main! Kejutan di akhir kisah hi hi hi *kabur sebelum dituduh spoiler*



Sumber gambar:
https://www.goodreads.com
http://animals.sandiegozoo.org

Sumber teks lagu:
http://www.azlyrics.com/
79.000#sthash.Yszq4xuH.dpuf
79.000#sthash.Yszq4xuH.dpuf
79.000#sthash.Yszq4xuH.dpuf