Rabu, 21 Desember 2011

Perebutan Lampion Merah

Judul Asli: Raise the Red Lantern
Penulis: Su tong 
Penerjemah: Rahmani Astuti
Penyunting: Anton Kurnia
Pemeriksa Aksara: Dian Pranasari
ISBN: 978-979-024-375-0
Halaman: 136
Penerbit: Serambi
Rating: 4/5

Usia memang tidak kenal ampun dan aku tidak tahan untuk menggunakan obat perangsang seperti  salep tiga cambuk

Dasar pelacur kecil murahan!

Andai saya bisa bertemu dengan seorang wanita  dari Negara Cina, maka saya akan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengganjal selama ini. Pertanyaan yang timbul akibat seringnya membaca cerita dengan latar belakang Cina. 

Apa yang membuat seorang wanita bisa menerima suaminya memiliki wanita lain, bahkan kadang mereka sendiri yang memilihkan istri bagi suaminya. Apakah karena status sosial, menjaga garis keturunan, penggabungan dua keluarga besar demi usaha, atau untuk urusan sex?

Dalam The Good Earth, Wang terlihat sangat mencintai dan menghormati O-lan  istri pertamanya. Tapi tetap  saja saat ia mulai sukses, ia mengambil selir. ” Dan kau jangan mengira, hai perempuan goblok, satu perempuan saja sudah cukup bagi seorang pria. Dan meskipun perempuan itu adalah perempuan yang sudah rela bekerja susah payah untuk suaminya.... Aku sudah merasa jenuh menggauli istriku saja, dan sebagai tuan tanah yang sanggup memberi makan kalian semua, apa aku tak boleh punya satu perempuan lagi?”  Seiring kesuksesannya, jumlah selirnya kian bertambah tanpa perduli bagaimana perasaan istrinya

Pada kisah Pavillion of Women, Madame Wu malah membelikan gundik bagi suami agar ia bebas tugas. Jika ditanya   bagaimana perasaan kedua, mereka  memang masih saling mencintai. Semua dilakukan Madame Wu justru untuk kebahagian sang suami. 

Ia sadar kondisinya sudah tidak seperti dulu sehingga sang suami butuh seseorang yang bisa melayaninya. Madame Wu mencarikan gundik yang cocok, bahkan Madame Wu mengajari gundik tersebut  bagaimana cara melayani sang suami.

Satu yang menjadi kesamaan para wanita tersebut, Walau di hadapan umum mereka sering terlihat kompak, minimal tidak menunjukkan konflik secara terbuka, persaingan memperebutkan gelar kesayangan tak bisa  dihindari lagi. 

Di depan sesama wajah mereka manis bak malaikat, dibelakangnya mereka memasang wajah bagaikan setan! Walau mereka mencarikan suaminya perempuan lain, tetap saja mereka ingin menjadi yang utama.

Sukacinta, yang selalu berusaha menjalankan ajaran Budha dengan benar, Mega, yang sangat menyukai kwaci  dan memiliki roman wajah yang memancarkan kehangatan, Karang, yang memiliki kecantikan fisik dan suara merdu, Teratai, yang baru satu tahun duduk di bangku kuliah. Mereka adalah empat wanita  dengan kepribadian yang berbeda, kesamaan diantara mereka adalah Chen Zuoqian, suami mereka.

Saat menikah dengan Tuan Besar Chen Zuoqian  usia  Teratai baru sembilan belas tahun. Sementara sang suami berusia lima puluh tahun. Pernikahan itu terjadi guna membayar hutang sang ayah yang bangkrut dan bunuh diri. Sebagai tanda kasih sayang ibu tiri kepada ayahnya, Teratai dicarikan tuan yang baik dan kaya.

Sebagai istri termuda, jelas sang suami menaruh perhatian lebih.  Wajar juga jika istri-istri yang lain merasa cemburu dan berupaya merebut perhatiannya. Mereka berempat berebut lampion  merah. Lampion merah sebenarnya hanyalah sebuah lampion biasa yang berwarna merah. Yang membuatnya menjadi istimewa justru fungsi lain dibalik gungsi utamanya sebagai penerang. 

Jika sang suami sudah menentukan pilihannya, maka kamar istri yang dipilih ditandai dengan pemasangan sebuah lampion merah. Semakin sering lampion  dipasang di depan kamar tersebut, artinya semakin sering tuan besar mengunjungi penghuni kamar itu. Maka bisa disimpulkan siapa yang sedang menjadi kesayangan.

Teratai yang masih muda beliau sudah harus bersaing dengan istri-istri yang lain demi mendapat perhatian sang suami. Persaingan diantara mereka  dalam kisah ini sedikit menyeramkan. Bahkan melibatkan para anak. 

Tapi mau tak mau saya harus mengangkat topi untuk Teratai. Walau usianya muda, ia mampu mempertegas posisinya sebagai istri, sejajar dengan yang lain.  Taktik yang dilakukan oleh Teratai kadang terlalu kejam buat saya, tapi.... dipikir-pikir pintar juga cara Teratai membalas dendam, terutama saat adegan potong rambut he he he

Selain  berkisah mengenai konflik antara para istri, kisah ini juga diberi bumbu mengenai kesulitan Tuan Besar Chen Zuoqian   dalam menjalankan kewajibannya. Buku ini  menunjukkan bahwa sex merupakan hal yang mendapat pertimbangan  matang saat seorang pria mengambil istri lagi. 

Bagaimana nasib sang istri juga ditentukan dengan seberapa pandainya ia mengurus suami dan membuat panas tempat tidur. Selain  urusan konflik, ada juga bumbu misteri, perselingkuhan dan asmara. Ada  suasana menyenangkan, mengharukan bahkan menakutkan!

Kover bernuansa merah selain sesuai dengan judulnya, lampion merah juga mengingatkan kita akan suasana pernikahan ala Cina yang didominasi dengan warna merah. Sosok perempuan menggunakan  cheongsam berwarna merah  membuat yang melihat bisa segera menangkap pesan terselubung, ada sesuatu dibalik warna merah. Andai saja warna cheongsam dibuat lebih terang tentunya kover buku ini secara keseluruhan lebih cerah.

Buku ini  sudah difilmkan dengan Gong Li sebagai Teratai.  Semula judul kisah ini dalam versi Bahasa Inggris adalah Wives and Concubines. Saat difilimkan, judulnya menjadi  Raise the Red Lantern mengambil adegan pemasangan lantera merah di depan kamar istri pilihan malam itu.

Sungguh kisah yang menggoda! Layak mendapat 4 bintang Untuk menghormati Teratai, mari kita renungkan perkataanya
Bunga bukanlah bunga dan orang bukanlah orang
Bunga adalah orang dan orang adalah bunga”

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com/

Selasa, 20 Desember 2011

Dunsa, Antara Bakti dan Durhaka

Judul: Dunsa
Pengarang: Vinca Calista
Penyunting: Jia Effendie
Penyelaras: Ida Wajdi dan Fenty Nadia
Pewajah Isi: Aniza Pujiati
ISBN: 978-979-024-492-4
Halaman: 453
Penerbit: Atria

Anure vutar nakhalak retkatgna yhalil abmek! Gnugag nilapasa ugnephaluc numeknak iskay nemnaipot urpraga ini anugrebkat hubuti kusam! Anure vutar iskasgna yhalpu dihil abmek! Ukuta rgnugag nayhalil abmek!

Beberapa sahabat saya sudah mulai menguliti  kisah ini. Belakangan buku ini  memang sedang gencar dibicarakan. Bahkan saat MATA GRI  2011 yang lalu, buku ini menjadi rebutan saat keberadaannya sebagai buku hadiah diumumkan.

Sepertinya kisah  mengenai buku ini sudah diketahui banyak orang. Maka izinkan saya menguliti dari sisi lain. Pertama saya hanya bisa bilang MENYEBALKAN!
Betapa tidak...., buku ini hadir saat saya sedang kejar tayang urusan kantor sehingga tertunda untuk membacanya. Tapi... terus terang duet dua oknum, Jia dan Ida sudah menjadi  jaminan buat saya, ada ”sesuatu” di buku ini. 

Nekat mencuri-curi waktu untuk membaca, malah kian MENYEBALKAN karena saya sering kehilangan sensasi keseruan  cerita. Akhirnya diputuskan untuk begadang guna menuntaskan buku ini tanpa disela apapun!  Setelah kejar tayang semalam, harus menyebutkan lagi kata MENYEBALKAN!  Kenapa enggak dibaca dari kemarin he he he

Idenya sungguh patut dipuji!  Seorang anak yang harus bertarung dengan ibunya, bahkan harus membunuhnya demi kebaikan orang banyak.. Bagaimana juga  seorang ibu adalah tetap menjadi ibu. Walau Phi, panggilan untuk Merphilia, tokoh kita sudah dimantrai agar melupakan masa lalunya, tapi ia  tetap tidak mengubah sebuah fakta  bahwa ia  memiliki seorang ibu yang kebetulan harus bersebrangan. 

Membunuh berarti menyelamatkan banyak orang, tapi di sisi lain berarti berbuat dosa besar dengan menyakiti seorang ibu yang selama sembilan bulan menjaga dalam kandungan.

Akan lebih mengusik emosi pembaca jika Phi dibuat tidak begitu saja pasrah akan :”takdir” yang disandangnya. Mungkin dengan membuatnya merasa penasaran dan mencari tahu siapa ibunya, tidak hanya puas  dengan cerita dari pihak istana dan  Bruzila pengasuhnya. 

Sisi ini harusnya bisa diolah dengan lebih optimal sehingga menjadi lebih  menarik.tidak hanya adegan perkelahian saja  antara Ratu Merah dan Phi yang selalu kelihatan begitu bernapsu membunuhnya.

Tokoh Bruzila sepertinya kurang diberi peran kecuali sebagai seseorang yang mengasuh Phi. Kalau pun sedikit menonjol hanya betapa besar pengaruhnya pada Phi  di halaman  sekian he he he Begitu juga dengan beberapa tokoh yang sepertinya hanya  sebagai bumbu penyedap saja. Jadi berkesan seperti sinetron kolosal.

Kisah di halaman  322-323 sebenarnya sedikit membingungkan saya, bagaimana bisa  benda itu ditemukan dengan begitu mudahnya? Bukannya Ratu Veruna seharunya sudah mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan penjagaan yang ketat dan sejenisnya? Andai saja ini bisa dikembangkan, kisah Dunsa bisa lebih dari satu buku.

Kisah kasih antara tokoh utama  memang selalu menjadi bumbu penyedap. Begitu juga kisah kasih Phi. Sudah tertebak bahwa kelak akan ada bagian yang menyebutkan bagaimana Phi dijodohkan dengan pangeran Z tapi justru menjalin cinta terlarang dengan pangeran Q.  Sikap mereka yang bersikap acuh tak acuh pada status mereka membuat pembaca langsung bisa menebak kemana hubungan mereka akan dibawa (alah!)

Belakangan ini penulis kisah fantasi sering menambahkan data pendukung seperti peta dan silsilah guna membantu pembaca kian menikmati cerita. Dalam Dunsa kita akan menemukan peta serta silsilah keluarga kerajaan.

Peta yang ada persis dengan penggambaran penulis mengenai suatu lokasi. Konsisten dan sangat teliti. Saat membaca sebuah lokasi, saya langsung terbayang  dengan peta yang ada di  halaman awal buku. Membuat saya kian berasa ikut bersama mereka dalam kisah ini, berada  di sisi Pangeran  Skandar (gak mau rugi cari yang guanteng)

Lain  lagi terkait urusan silsilah, selain tidak nyaman dibaca, saya harus menduga-duga perbedaan kotak yang satu dengan yang lain, yang menandakan si pemilik nama masih hidup atau sudah meninggal. Coba ada penjelasannya dan font lebih nyaman pasti lebih menyenangkan untuk dibaca.

Penjabaran penulis mengenai suatu hal langsung di kalimat berikutnya sungguh sangat membantu pembaca menikmati kisah yang ada. Misalnya perihal  Zauberei dihalaman  tiga puluh, lalu Oro-Roku  di halaman 10-11. Disana ditulis, “  Kabarnya mereka terkena Kutukan Ora-Roku…. Ora-Roku adalah monster ular raksaksa berkepala enam yang legendari  dan dianggap telah punah.”  Pembaca tidak perlu bolak-balik  mengintip  glosarium agar mengerti apa itu Ora-Roku.

Di  akhir buku  ternyata terdapat  glosarium, sayang kurang lengkap. Andai perihal Ora-Roku dan lainnya juga dicantumkan kembali di glosarium tentu akan lebih membantu menikmati kisah ini, terutama bagi mereka yang menikmati kisah tidak dengan sekali baca. Maklum begitu banyak makhluk dan tumbuhan yang ada 

Usul jahil, bagaimana jika diciptakan sebuah suplemen yang berisi  hal-hal yang ada di Dunsa, seperti hewan, tumbuhan, mosnter dan sebagainya. Jika ditambah dengan ilustrasi tentu kian seru. Oh yah  makhluk fantasi favorit saya adalah  Wyattenakai.

Satu lagi kelebihan buku ini, penulis tidak  latah membangun sebuah dunia seperti  LOR, HP dan lainnya. Unsur lokal  juga  ditawarkan disini. Lebih baik hanya sedikit dari pada tidak ada sama sekali.

Secara garis besar kisah ini diramu dengan apik. Semuanya  mengalir dengan manis, walau ada kekurangan di sana-sini tapi cukuplah tertutup dengan kelebihan yang disajikan. Hanya kadang  perpindahan  sebuah peristiwa atau lokasi masih kurang manis sehingga  terasa janggal seakan ada bagian yang dibuang. Harry K. P, Bonmedo Tambunan, Andry Chang awas... ada pesaing baru!

Setelah Tasaro dengan bahasa Kedalunya, buku ini juga menawarkan sebuah bahasa khusus yang membuat kisahnya kian seru.Hem ada artinya atau sekedar permainan huruf yahhh 

Saat membaca nama-nama di belakang saya baru sadar nama saya tidak ada di sana. Sepertinya saya sudah melakukan preorder. Tapi biarlah, enggak penting. Toh buku ini mendarat dengan manis atas jasa Bapak Peri Buku a.k.a M Dyan Prianto.

Apa lagi yahhhh?
Sementara itu dulu lah....

Ekzh ierebu aziam admal-as ekzh.

Minggu, 11 Desember 2011

Perburuan Eduard Roschmann, Jagal dari Riga


Penulis: Frederick Forsyth
Penerjemah: Ranina B. Kunto
Penyunting: Adi Toha
Pemeriksa aksara: Dian Pranasari
Pewajah Isi: Dinar Ramdhani Nugraha
ISBN: 978-979-024-372-9
Tebal: 507 hlm.
Penerbit : Serambi


Aku tidak memedam kebencian kepada rakyat Jerman, karena mereka bangsa yang baik. Suatu  bangsa sebenarnya tidaklah jahat, hanyalah pribadi-pribadi, individu-individulah yang jahat.

Tidak ada dosa kolektif, tidak ada dosa bersama.
 
Mendengar atau membaca perihal NAZI (NazionaliSozionalisme), sebuah partai besar dan tunggal yang berkuasa di Jerman  antara  tahun 1933 sampai 1945 (semasa perang dunia II), tak lengkap tanpa menyinggung  perihal Adolf Hitler sosok yang dianggap paling bertanggung jawab akan pembantaian Bangsa Yahudi yang dikenal dengan istilah Holocaust. Holocaust sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang berarti berkorban dengan api.

Kisah dalam novel ini adalah seputar petualangan seorang wartawan muda bernama Peter Miller yang menyelidiki perihal seorang  kapten SS bernama Eduard Roschmann. Ketertarikan Miller pada Roschmann, bermula dari ditemukannya sebuah catatan harian Salomon Tauber  seorang Yahudi Jerman yang pernah tinggal di kamp konsentrasi. Catatan harian tersebut diberikan oleh rekannya di kepolisian, Karl Brandt. Tauber sendiri ditemukan tewas bunuh diri dengan gas.

Catatan harian tersebut memuat kekejaman yang dilakukan oleh Roschmann selama berada di Ghetto Riga dan bagaimana Tauber berupaya bertahan hidup sesuai janjinya kepada seorang wanita tua agar bisa menceritakan kenistaan yang mereka alami pada dunia.

“Kau harus tetap hidup. Bersumpahlah padaku bahwa kau akan tetap hidup. Berjanjilah kepadaku kau akan keluar dari tempat ini hidup-hidup. Kau harus tetap hidup agar dapat bercerita kepada mereka yang ada di dunia luar, apa yang telah menimpa rakyat kita di sini. Berjanjilah demi Sefer Torah.” (halaman 74)

Odessa bukanlah nama tempat namun akronim dari Organisation Der Ehemaligen SS-Angehörigen, Organisasi mantan Anggota SS.  Menyadari akan kekalahan yang sudah di depan mata, para pimpinan SS berusaha menghilangkan jejak serta  menjalani hidup baru.

Guna  mempermudah  pelarian maka  organisasi Odessa dibentuk. Sementara itu SS merupakan kependekan dari  Schutz-Staffel   dikomandani oleh Heinrich Himmler dengan  tugas khusus membersihkan Jerman dan Eropa dari semua yang dianggap tak berharga bagi kehidupan dan membinasakan setiap orang Yahudi.

Dalam buku ini disebutkan beberapa misi yang diemban oleh Odessa, misalnya untuk  membayar pengacara terbaik untuk memberikan bantuan hukum bagi para pembunuh SS yang diajukan ke pengadilan, penyusupan kembali mantan SS  ke dalam setiap lini kehidupan di Jerman, serta terpenting adalah  menggiatkan propaganada  bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh SS adalah tindakan yang dilakukan oleh prajurit patriotik. Keberdaan Odessa sendiri bak bayang-bayang.

Pada awalnya  saya mengira kisah dalam buku ini penuh tentang  upaya Miller berupaya menyeret  Roschmann. ke penjara karena perlakuannya dimasa lalu serta membongkar jaringan Odessa Tapi ternyata belakangan terungkap alasan lain  mengapa  Miller berupaya menemukan Roschmann. 

Saya sudah mulai membayangkan aneka kisah yang mencekam. Apalagi dalam kisah ini diceritakan keterlibatan dua wanita dalam kehidupan Miller, ibu dan kekasihnya. Sayangnya dugaan saya salah! Serunya buku ini justru mulai dari halaman  348. Sebuah kesalahan kecil yang diakibatkan terlalu bersemangatnya Miller membuat jiwanya berada dalam bahaya.

Membaca kekejaman yang terjadi sungguh membuat saya merinding. Uraian terinci di halaman 105 sungguh membuat saya mengutuk mereka! Saya tidak akan menguraikan apa saja kekejaman yang mereka lakukan sebaiknya dibaca sendiri saja yah..

Satu adegan yang paling membuat mata saya (sedikit)  mengeluarkan air mata adalah saat Tauber yang berupaya bertahan hidup dengan segala cara termasuk menjadi musuh bagi kaumnya  sendiri demi janjinya pada seorang wanita tua, suatu hari harus mengantarkan isterinya, belahan jiwanya menuju gerbong tempat eksekusi. 

Selama dua puluh tahun ia mencoba mengartikan arti tatapan mata terakhir Esther istrinya. Apakah cinta, kebencian, penghinaan atau rasa kasihan, kebingungan, bahkan mungkin pengertian? Saat itu tanggal 29 Agustus 1942. Hari itu jiwa di dalam tubuhnya telah mati.

Swastika () diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, berdasarkan temuan pada makam di Aladja-hoyuk, serta  ditemukannya berbagai variasi Swastika pada peninggalan  arkeologis.  Swastika sendiri  terdiri dari kata Su yang berarti baik,  serta  Asti yang berarti adalah dan akhiran Ka yang membentuk kata sifat menjadi kata benda. Sehingga lambang Swastika merupakan bentuk simbol atau gambar dari terapan kata Swastyastu , terjemahan harafiahnya adalah semoga dalam keadaan baik

Foto-foto dari:
http://www.qualityinformationpublishers.com/historicalpictures/nazi%20concentration%20camp10.gif http://mt1.google.com/vt/lyrs=m@167000000&hl=id&x=599&y=361&z=10&s=Galile

Sabtu, 10 Desember 2011

Sweetly, Tak Semua Hal Semanis Kelihatannya


Pengarang :Jackson Pearce
Penerjemah : Melodi
ISBN: 978-979-024-485-6
Halaman :  408
Harga:: Rp 50.000,00

Aku memegang tangan mereka berdua, tapi harus kami lepas supaya bisa lari lebih cepat. Aku lepas adik yang di kiri dulu, lalu adik yang di kanan, tapi aku tidak tahu itu siapa atau kapan dia hilang….”

Layla, Emily, Whitney, Jilian, Danielle, Allie, Rachel, Taylor

Aku ingin si penyihir mengambilku juga

Sekian lama Gretchen hidup dalam rasa disalahkan atas menghilangnya orang lain, adik kembarnya padahal itu bukan salahnya. Bermula dari keisengan ia, saudara kembarnya serta sang kakak Ansel berjalan-jalan ke hutan yang ada di dekat rumah orang tua mereka. 

Di sana mereka bertemu dengan makhluk menyeramkan. Mereka lari tunggang langgang. Awalnya mereka masih saling berpegangan, namun agar bisa berlari dengan cepat mereka saling melepaskan tangan. Gretchen dan Ansel selamat sampai ke rumah orang tua mereka, tetapi saudari kembarnya lenyap!

Tak lama kemudian sang ibu yang merana kehilangan salah satu  putrinya meninggal. Sang ayah menikah lagi. Saat sang ayah meninggal dan Ansel berusia sekitar 19 tahun, ibu tiri mereka mendepak keduanya dari rumah.

Keduanya memutuskan untuk pergi ke laut  melewati negara bagian. Dalam perjalanan mereka mengalami kerusakan mobil di dekat  Live Oak, sebuah kota yang nyaris ditinggalkan penduduknya. Sambil mengumpulkan uang guna membayar ongkos perbaikan mobil, mereka  melakukan pekerjaan serabutan dan menumpang di rumah  Sophia Kelly, pemilik toko cokelat.

Sophia merupakan sosok yang menyenangkan. Ia selalu ceria walau banyak orang yang menyalahkan dirinya atas hilangnya beberapa anak gadis setelah mengikuti Festival coklat yang diselenggarakannya. Festival Coklat adalah semacam perayaan yang diadakan dengan menyuguhkan semua makanan olahan dari coklat.

Gretchen merasa senasib dengan Sophia yang sering dipergunjingkan orang. Ia sangat memahami bagaimana rasanya orang-orang mengamati dirinya, bagaimana orang-orang berbisik-bisik tentang dirinya, bagaimana rasanya takut sekaligus ingin lenyap seperti kembarannya. Tanpa sadar mereka menjadi dekat.

Sesaat. Gretchen dan Ansel mulai melupakan masa lalu mereka yang kelam. Mereka merasa  sudah waktunya mereka bangkit dan tak  bersembunyi lagi. Kehidupan seakan berjalan dengan normal, bahkan Ansel dan Sophia  menjalin  kisah cinta.

Semuanya mendadak berubah  saat Gretchen bertemu Samuel sosok misterius yang mengendarai sepeda motor. Dia berkata kalau Fenris  masih bersembunyi, mengintai dari hutan, memangsa para gadis setiap kali Sophia menggelar Festival cokelat. Artinya mereka yang akan hadir ke festival Coklat Sophie terancam nyawanya.

Bagi Gretchen dan Ansel  mereka berurusan dengan penyihir kejam yang menculik saudara mereka. Namun ternyata mereka berurusan dengan Fenris. Gretchen memutuskan sudah saatnya untuk melawan!

Mulailah Gretchen belajar bagaimana  menembak untuk melindungi diri dan membunuh Fenris. Perburuannya digambarkan dengan menarik tapi tidak berkesan brutal. 

Simak  saja kalimat berikut, ”Monster itu membungkuk, biji matanya melebar dengan liar, lalu kaki belakangnya berderak dan meledak menjadi bulu. Giginya menonjol keluar dan meletus menjadi taring-taring tajam. ”

Jika Sister Red merupakan adaptasi dari kisah Gadis Kecil Bertudung Merah, maka Sweetly adalah adaptasi dari kisah Hansel & Gretel dongeng terkenal asal Jerman yang dikumpulkan  oleh Grimm bersaudara dan diterbitkan pada tahun 1812. Membaca nama tokohnya saja sudah terlihat jelas sumber inspirasi kisah ini.

Dalam melakukan adaptasi, penulis tetap mempertahankan unsur utama yang ada dalam kisah aslinya yaitu;  gadis, warna merah serta serigala.  Unsur gadis bisa ditemukan dalam sosok Sophie, Gretchen serta peserta festival. Serigala ada pada Fenris. Sedangkan warna merah ada pada... ada saja baca sendiri dung ^_^

Judul yang dipilih sungguh mampu mencerminkan isi buku. Kehidupan Sophie yang terlihat nyaman dan usaha toko coklatnya ternyata tidak seperti yang terlihat. Banyak rahasia kelam yang disimpannya. Sementara kehidupan Gretchen dan kakaknya tidak terlalu menyedihkan juga jika dipikir-pikir, setidaknya mereka masih memiliki sesama. Dengan kover yang menggoda bintang 3,5 sepertinya layak diberikan.
 
Kisah dalam versi ini  mengajarkan mengenai persaudaraan yang cukup mengharukan. Bagaimana kedua kakak-adik itu saling menjaga sesama setelah saudara mereka hilang di hutan. Keduanya digambarkan teramat dekat. Kisah kelam mengenai Sophia juga berhubungan dengan persaudaraan. Hidupnya ternyata tidak semanis coklat buatannya. Upsss  spoiler he he he he.

Kita memang harus melindungi sesama, entah itu saudara, sahabat atau orang yang semuanya atas nama cinta  kasih. Dalam buku ini tertulis, ”Kita warga Live Oak harus bersatu. Harus saling melindungi. Cuman manusia yang membuat tempat ini tetap bertahan jadi setiap orang berharga

Dalam kisah  ini juga disebutkan mengenai aneka macam panganan yang terbuat dan mengandung coklat. Salah satu bagian malah menyebutkan Oreo.  Lama-lama panganan ini  sudah menjadi sebuah brand,  seperti odol yang sering digunakan orang saat menyebutkan pasta gigi. Konon odol adalah nama sebuah produk. Demikian juga dengan Coca-cola yang sering diidentikkan dengan minuman ringan
Sekedar usul, buat teman-teman penggemar kisah fantasi sebaiknya beli buku ini  dan jadikan buku koleksi. Beberapa kesalahan yang terdapat dalam buku ini tidak akan ditemui di cetakan kedua. Misalnya saja salah setting di halaman 346.
Gambar dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/Fenrir
http://en.wikipedia.org/wiki/Hansel_and_Gretel