Jumat, 19 Maret 2021

2021 # 11: Menikmati Puisi Anak-anak Enid Blyton

Judul asli: Bisikan Anak-anak
Penulis: Enid Blyton
Penerjemah: Liswindio Apendicaesar
ISBN: 9786237245537
Halaman: 60
Cetakan: Pertama-Februari 2021
Penerbit: bukuKatta
Rating:3.5/5

Suatu hari aku menemukan sesosok peri
Di secangkir teh milikku
Dia hampir tenggelam
Dan sungguh basah terlalu

Aku mengangkatnya dan mengeringkannya
Lalu bertanya apakah dia menetap;
"Oh, tidak," katanya, "Aku tidak bisa."
Dan dia pergi terbang dalam sekejap

Once I found a fairy
In my cup of tea.
She was nearly drowned
And wet as wet could be.

I picked her out and dried her
And asked her if she'd stay;
"Oh, no," she said, "_I mustn't_,"
And off she flew away.

~Kekecewaan, halaman 8~

Para penggila buku yang menghabiskan masa anak-anak serta remaja pada era 80-90 bisa dikatakan cukup mengenal sosok Enid Blyton. Minimal pernah membaca satu dari sekian banyak buku yang dihasilkan.

Dalam buku Berkelana Lewat Buku; Kisah Tujuh Penulis, terdapat uraian seberapa besar pengaruh seorang Enid Blyton pada karier kepenulisan mereka-para kontributor buku. Untuk komentar buku tersebut bisa dibaca di sini.

Maka, keberadaan sebuah buku puisi yang ditulis oleh penulis yang sama layak mendapat sambutan meriah dalam dunia perbukuan. Apa lagi buku tersebut disebutkan sebagai buku pertama dalam karier kepenulisan seorang Endi Blyton.

Terdapat lebih dari 20 puisi dalam buku ini,  antara lain Rosamunda; Melihat Peri; Kupu-kupu Aneh; Baju Rok yang Indah;  Kolam Sunyi; Sebelum Makan Pagi; Angin Kegembiraan; Pukul Enam; Angin yang Riang Gembira; Disuruh Tidur;  dan  Akhir Bahagia. 

Buku Bisikan Anak-anak

Setiap puisi yang ada unik, bisa dikatakan tak ada yang mirip satu dengan yang lain. Semuanya mengusung suasana gembira serta menggugah rasa imajinasi pembaca. Hal ini sesuai dengan alasan penulis membuat buku ini, yang bisa ditemukan pada bagian Prakata.

Disebutkan bahwa berdasarkan pengalamannya mengajar, anak-anak bersuka cita dalam dua jenis puisi. Pertama adalah puisi jenaka atau lucu, tentunya versi lucu dari sisi anak-anak bukan dari sisi orang dewasa. 

Selanjutnya adalah puisi imajinatif, juga dari sudut anak-anak, dengan cara pandang jernih dan fantasiah. Tanpa unsur-unsur tersebut maka puisi tersebut tak akan menarik bagi anak-anak.

Jika ditelaah lebih lanjut, terdapat empat puisi yang menyinggung tentang teh, yaitu Kekecewaan;  Berkunjung; Siang ini; serta Bulan di Waktu Minum Teh. Berbeda dengan di negara kita, acara minum teh merupakan kebiasaan orang Inggris yang masih dilakukan hingga saat ini.

Dalam beberapa buku serinya seperti Lima Sekawan dan Sapta Siaga, sering dikisahkan bagaimana anak-anak  yang menjadi tokoh utama kisah menikmati acara minum teh sore dengan aneka makanan melimpah.

Terdapat juga empat judul yang mengandung kata Peri,  yaitu Melihat Peri; Kalung Peri; Jam Tidur Para Peri; serta Musik Peri.  Sementara judul yang terkait dengan alam imajinatif  atau alam fantasi  adalah Balon Sang Penyihir; Orang Kecil di Atas Bukit; Kurcaci yang Nakal;  serta Kesalahan si Hantu Kecil. 

Oh ya, saya tidak menemukan puisi berjudul Goblin pada Daftar Isi. Letakkan antara  Sebelum Makan Pagi serta Jam Tidur Para Peri. Saya menemukan puisi tersebut ketika mencari puisi Jam Tidur Para Peri yang ditulis pada Daftar Isi berada pada halaman 17. Ternyata halaman 17 berisi puisi Goblin, sementara puisi yang saya cari ada di halaman 20. 
https://en.wikipedia.org/wiki/Child_Whispers#
/media/File:ChildWhispers.jpg

Dengan demikian secara keseluruhan terdapat 29 puisi dalam buku ini, bukan 28 seperti yang ada dalam Daftar Isi.  Bisa jadi catatan penerbit untuk edisi kedua^_^ .

Karena bukan novel atau buku non fiksi, maka membaca buku ini saya lakukan dengan memilih acak judul yang menarik terebih dahulu. Selesai membaca satu puisi, pilih judul yang lain, baca lagi. Demikian seterusnya hingga semua puisi dibaca.

Puisi Baju Rok yang Indah, menceritakan tentang seorang anak yang mengagumi koleksi pakaian (dalam puisi disebut baju rok) sang ibu yang tersimpan dalam lemari. Ia mengisahkan tentang bagaimana cantiknya sang ibu dengan aneka beberapa pakaian.

Namun, ternyata dibalik kekagumannya tersebut, ada kekecewaan karena ia tak bisa sembarang memeluk sang ibu karena bisa membuat pakainnya kusut. Ia paling bahagia ketika sang ibu berkebun dengan mempergunakan overall. Saat itu ia bisa memeluk dan bermain dengan leluasa bersama ibu. 

https://www.allyoucanbooks.com/
ebook/child-whispers-enid-blyton

Bunga Poppy mengisahkan tentang pemberontakan seorang anak yang kesal karena rambutnya dikepang erat oleh pengasuh. Dengan kesal ia membuka kepangan dan menghias rambutnya dengan bunga poppy. Kemudian ia berjalan pulang sambil membiarkan bunga poppy berguguran dari rambutnya.

Rasa suka cita muncul ketika membaca puisi yang ada. Padahal sangat jelas saya bukanlah anak-anak lagi, meski pepatah mengatakan ada diri anak-anak pada tiap orang dewasa. Dengan demikian tujuan penulisan puisi dalam buku ini sudah sesuai dengan tujuan pembuatannya. Memang penulis yang luar biasa.

Menerjemahkan puisi bukanlah hal mudah.  Beberapa kalimat mungkin terasa janggal, namun hal tersebut harusnya bisa dimaklumi. Upaya Liswindo Apendicaesar  layak mendapat apresiasi. Hal tersebut  juga pernah disampaikan oleh Joko Pinurbo  selaku supervisi penerjemahan  buku Pesan Sang Mentari saat peluncuran buku tersebut. Lebih lengkap terkait buku tersebut bisa dibaca di sini

Untuk urusan kover, rasanya perlu memberikan ucapan selamat pada Satriya Adhi selaku pembuat. Warna hijau  yang mendominasi kover  berpadu harmoni dengan wara kuning, putih, serta coklat. Sosok anak perempuan yang dibuat tampak belakangan juga kelihatan pas. Mantap!
https://en.wikipedia.org/wiki/Enid_Blyton#/
media/File:Enid_Blyton_2.jpg

Tapi setelah beberapa kali melihatnya, saya jadi bertanya-tanya kenapa tidak dibuat gambar anak perempuan dan anak laki-laki? Atau malah gambar beberapa anak? Sekedar menandakan buku ini layak dibaca oleh anak  perempuan dan anak laki-laki.  

Keberadaan peri pada kover juga menandakan bagaimana anak-anak diberi kesempatan untuk mengembangkan imajinasi dengan bebas. Dugaan saya, ilustrasi peri yang dominan dengan warna kuning terinspirasi dengan  warna tubuh peri Tinkerbell yang berpinar-pinar akibat debu peri dalam kisah Peter Pan.

Dalam The Encyclopedia of Fantasy oleh John Clute dan John Grant, disebutkan bahwa fairies become populer in 19th-century UK painting... Bisa jadi hal ini juga yang membuat Enid Blyton mengambil sosok peri dalam puisinya.

Masih perihal cover, tulisan Enid Blyton sepertinya mengambil jenis huruf yang sudah mencari ciri khas penulisan namanya. Semoga tak ada masalah dengan hak cipta seperti kasus tulisan pada sebuah produk susu kemasan beberapa waktu lalu.

Pada laman berikut disebutkan bahwa puisi adalah satu di antara bentuk karya sastra yang banyak disukai karena disajikan dalam bahasa yang indah dan sifatnya imajinatif. Puisi juga dianggap sebagai rangkaian kata-kata yang menggambarkan perasaan penulisnya. 

Pesan yang ingin disampaikan penyair dirangkai dengan kata-kata yang indah, yang berbeda dengan bahasa sehari-hari. Bahkan, bahasa dalam puisi juga berbeda dengan bahasa karya sastra lainnya, seperti drama atau prosa. Hal tersebut yang membuat banyak orang menyukai puisi.

Diuraikan juga salah satu unsur puisi yaitu citraan atau imajinasi dipakai untuk memancing imajinasi dari pembaca. Pengarang puisi bakal memakai kata yang biasa dipakai untuk mengungkap pengalaman imajinasinya. 

Pengunaan kata yang mudah dipahami anak-anak serta susunan kalimat yang tak terlalu panjang, langsung pada sasaran tanpa menghilangkan keindahan kata membuat  puisi yang ada dalam buku ini menjadi sebuah bacaan ringan yang menyenangkan. Cocok dibaca oleh semua usia.

Di laman berikut, disebutkan masih ada beberapa buku puisi lain karya Enid Blyton. Semoga penerbit berbaik hati menerbitkan karya yang lain. Siapa tahu, ada edisi ekseklutif , sebuah buku yang terdiri dari seluruh puisi Enid Blyton. Siapa tahu ^_^.

Sumber Gambar:
https://en.wikipedia.org
https://www.allyoucanbooks.com
https://en.wikipedia.org


Minggu, 14 Maret 2021

2021 #10: Menyingkap Kejahatan Fu-Manchu

Judul asli: MISTERI DR. FU-MANCHU
Penulis: Sax Rohmer
Penerjemah: Dina Bigum
Penyunting: Avifah Ve
ISBN: 9786024079277
Halaman: 332
Cetakan: Pertama-2020
Penerbit: Laksana
Harga: Rp 75.000,-
Rating: 3.5/5

Ini perangkap lalatku.... 
Dan akulah Dewa Kehancuran

~Misteri DR. Fu-Manchu, hal 286~

Sebuah buntelan kado hadiah ulang tahun dari Dion mendarat dengan sukses beberapa waktu yang lalu. Buku yang belakangan ini ramai menjadi bahan pembicaraan karena kisahnya yang bisa dikatakan berbeda dengan buku sejenisnya.

Sepasang penyelidik,  Sir Denis Nayland Smith serta Dr Petrie berhadapan dengan  penjahat luar biasa yang dikenal dengan nama Dr. Fu-Manchu.  Sir  Denis Nayland Smith merupakan   komisaris polisi kolonial di Burma yang diberikan kekuasaan  untuk meminta bantuan  dari segala pihak  dalam menjalankan misinya. Sedangkan  Dr Petrie adalah sahabat lama Sir Denis Nayland Smith.

Sementara  Fu-Manchu merupakan  funolog ulung.  Manusia yang super jenius. Ia begitu memiliki wibawa yang kuat sehingga meski sosoknya tak terlihat berada di sebuah ruangan,  keberadaannya tetap bisa dirasakan oleh mereka yang pernah bersinggungan dengannya.

Alih-alih mengandalkan senjata api, ia lebih sering mempergunakan pengetahuan dalam melaksanakan aksinya. Aneka binatang buas yang dilatih, penemuan yang mampu membuat seseorang menjadi seakan-akan meninggal, atau hilang ingatan. Serta tak ketinggalan bantuan alap-alap terkait tugas yang berhubungan dengan fisik.

Secara garis besar, kisah dalam buku ini berkisar mengenai bagaimana upaya duo detektif  Sir Denis Nayland Smith serta Dr Petrie dalam upaya menggagalkan seluruh misi  Fu-Manchu. 

Beberapa tokoh yang dianggap bisa menghambat tujuannya telah disingkirkan dengan berbagai cara. Sementara  yang lain, dibawa paksa ke negara tirai bambu untuk dimanfaatkan kepakarannya, tanpa ada yang menyadari. 

Seperti yang sudah diperingatkan oleh narator di halaman 7,  sosok Sherlock Holmes dan Dr Watson langsung muncul dalam ingatan saya. Berbeda dengan Mr Holmes yang digambarkan nyaris sempurna dalam segala tindakan (menurut saya sih), Smith tidak selalu selangkah di depan. Ada kalanya ia salah melakukan perhitungan sehingga berakibat cukup fatal bahkan membahayakan jiwanya. 

"Dia tersendak-tercekik, tidak bisa bicara dan aku merasakan dia bergeser di peganganku-ditarik keluar dari jendela-ditarik menuju ajalnya!" Demikian yang tertera di halaman 175  sebagai gambaran situasi antara hidup-mati yang ia hadapi.

Uraian mengenai sebuah gerakan rahasia yang disampaikan oleh Nayland Smith, membawa saya pada kenangan membaca kisah Empat  Besar dari Agatha Christie (silakan mampir).  "Apakah ada orang yang menyadarkan Barat akan kebangkitan Timur, yang akan mengajari si tuli bagaimana cara mendengar, si buta melihat, bahkan jutaan orang hanya menantikan pimpinan mereka?"

Demikian juga dengan sosok seseorang  wanita yang berusaha mencari perlindungan untuk kerabatnya pada Dr Petrie. Serupa dengan sosok pembantu setia para tokoh utama dalam Empat Besar, yang pada akhirnya berbalik mendukung Holmes.

Kisah Tiga Bintik pada salah satu kisah Holmes  begitu mirip dengan kasus rencana pembunuhan yang  berhasil mereka gagalkan. Memang binatang yang dipergunakan untuk membunuh  berbeda, namun ada kemiripan teknis antara kedua kisah.

Masih pada kasus yang sama, ucapan salah satu korban  yan membuat bingung kedua detektif, ternyata terpecahkan dengan sangat mudah. Pengucapan "tangan" dan "semut" memang mirip.  Tangan merah diartikan sebagai red hand, sementara yang dimaksud adalah semut merah-red ant, jika diucapkan memang mirip.  Apalagi yang mengucapkan dalam kondisi antara hidup-mati, sementara yang mendengarkan juga tak begitu menangkap dengan jelas. 

Agar paham maksudnya. saya perlu membaca kalimat tersebut dua kali, kemudian mengalih bahasa. Sekedar saran, sebaiknya ada catatan kaki  berupa kata yang dimaksud dalam bahasa Inggris dan Indonesia agar mudah dipahami maknanya oleh pembaca.

Terlepas dari urusan kemiripan, kisah ini membuat pembaca terbawa dalam suasana menegangkan. Cara-cara  Fu-Manchu  dalam upaya menjalankan rencananya membuat kagum dan perasaan ngeri bersamaan. Untung saya bukan musuhnya. Bagi saya, sosoknya lebih menyerupai tokoh utama dari pada pasangan detektif kita.

Saya menemukan ada kata lelayu, misalnya yang ada di halaman 238. Mencoba cari di KBBI ternyata tidak ada. Sepengetahuan saya, seperti juga yang diungkapkan oleh https://apaitu.web.id, lelayu  berasal dari bahasa Jawa. Menurut laman ini, lelayu berarti kabar duka, atau berita mengenai seseorang yang meninggal. 

Kenapa tidak mempergunakan kata dalam bahasa Indonesia saja? Jika tujuannya untuk mengungkapkan tentang pengumuman kematian. Padahal di kalimat awal sudah disebutkan,  "Aku membaca berita kematian orang itu, dan memandang pengumuman lelayu panjangnya, tetapi sekedar  membacanya." 

Terbit sejak tahun 1913, karya ini sudah diangkat menjadi ke layar lebar. Konon masih ada beberapa buku lajutannya (saya sudah menduga ketika membaca akhir yang dibuat dengan tak tuntas). Semoga bisa segera diterjemahkan.

Sekedar iseng, jika kita ketik judul Misteri Dr. Fu-Manchu pada laman goodreads  (di sini, maka terlihat ada 401 edisi. Lumayan banyak juga ya. Ini bisa dianggap sebagai tanda bahwa buku ini  sejak pertama kali terbit sudah memiliki banyak  penggemar. 

Menarik!

Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com





 



Senin, 08 Maret 2021

2021 #9: Berkelana Bersama 7 Penulis Lewat Buku

Judul: Berkelana Lewat Buku; Kisah Tujuh Penulis
P
enulis: Murti Bunanta dan kawan-kawan
Editor:Murti Bunanta, Danny I, Yatim, Remon Agus
ISBN: 9786023413218
Halaman: 104
Cetakan: Pertama- Januari 2021
Penerbit: Bestari 
Rating: 3.5/5

Begitulah kalau jodoh, pasti akan datang juga, 

Maksud saya, jodoh dengan buku he he he. Buku  Berkelana Lewat Buku, beberapa kali muncul di FB Mas Keff dan Mas Banu. Keduanya mempromosikan buku tersebut sebagai salah satu kumpulan kisah dimana mereka ikut menyumbangkan tulisan.

Tertarik? Jelas sekali.  Adalah hal yang menarik bagi saya untuk bisa mengetahui bagaimana seseorang bisa begitu terikat dengan buku. Apa buku yang begitu berpengaruh dalam kehidupannya, sejak kapan mulai mencintai kegiatan membaca, bagaimana cara mengasah keterampilan menulis, bahkan kenapa seseorang hanya berakhir sebagai pembaca aktif dan tak beralih menjadi penulis. 

Kali ini, menimbang begitu banyak tugas membaca yang harus saya lakukan,  membuat buku ini masuk dalam daftar tunggu, alias kapan-kapan saja dibeli dan dibaca jika tugas utama sudah bisa diatasi dengan baik. Niat dulu yang utama.

Kembali, ternyata saya berjodoh dengan buku ini he he he. Jeng Vita, salah satu rekan di kantor, menawarkan saya membaca buku ini  beberapa waktu lalu. Kebetulan kami sama-sama WFO. Saya menawarkan sebuah buku koleksi saya untuk dipinjam. Dan ia menawarkan buku ini.

Karena tahu kecepatan membaca saya (padahal sudah menurun jauh), saya diberikan waktu sampai jam 15.00 WIB untuk membacanya. Harap maklum bukan pelit, karena sesungguhnya ia sedang membaca buku ini juga. 

Baiklah! Kesempatan emas jangan sampai terlewatkan. Mungkin saja, jika saya tidak berusaha meluangkan waktu buku ini tak akan pernah saya baca. Sungguh rugi!

Dalam 104 halaman, saya diajak mengikuti bagaimana tujuh orang yang berpengaruh dalam dunia buku mengenal dan mencintai buku. Berkisah mengenai  buku pertama yang  dibaca serta buku-buku yang dibaca sejak remaja hingga saat ini. Diuraikan juga sejauh mana sebuah buku  berpengaruh serta  mengubah hidup mereka. 

Tiap orang membuat satu tulisan, maka terdapat tujuh kisah dalam buku ini. Dimulai dari Semasa Kecil Sampai Tujuh Puluh Tahun Kemudian (Murti Bunanta); Saya Dibawa Jalan-jalan ke Perpustakaan Kota (Danny I); Iklan Baris, Lisan, dan Fiksi  (Ari Ambarwati); Buku-buku yang Menemani Masa Kecil Saya Sehingga Remaja (Iksana Banu);  Dari Si Kuntjung ke Hikayat Putri Penelope (Jane Ardaneshwari); Nenek, Api, dan Tabah (Kurnia Effendi); hingga Senang Membaca (Mudji Sutrisno SJ).

Sekilas memang mirip seperti memoar atau tulisan mengenai kenangan akan masa kecil hingga saat ini terkait buku dan kegemaran membaca. Namun jika ditelaah lebih lanjut, banyak hal menarik yang bisa kita ambil hikmahnya.

Misalnya mengenai pertanyaan  yang sering muncul terkait minat baca anak. Pembaca tidak bisa ditemukan jawabannya dalam buku ini. Tidak ada ulasan menurut pakar atau tips yang jitu guna meningkatkan minat baca anak. Yang ada, adalah contoh langsung bagaimana sebuah keluarga membuat anak menjadi gemar membaca.

Mengenalkan buku sejak dini adalah kunci.Bisa ditarik  benang merah dari beberapa kisah, melalui dogeng yang disampaikan oleh ibu atau nenek, muncul ketertarikan untuk bisa membaca. Keluarga mendukung kegemaran membaca dengan menyediakan sarana berupa bahan bacaan. 

Jika tidak bisa menyediakan sarana karena sesuatu dan lain hal, minimal tidak ada cemohan atau larangan untuk membaca, meski banyak orang tua yang menganggap membaca selain buku pelajaran adalah hal yang kurang baik.

Saat itu majalah anak-anak lumayan beragam. Ada Kuntjung, Ananda, Bobo, Expo,  serta majalah Hai, Aneka, Gadis untuk mereka yang beranjak remaja. Belakangan sempat ada koran anak,   dengan harapkan para anak yang sering melihat orang tuanya membaca korang, terpicu untuk juga mau membaca. Sayang koran itu bernasib sama seperti majalah anak yang lain.

Mendadak saya jadi teringat pada masa kecil saya. Saya hanya berlangganan Bobo, namun sekolah sering menawarkan membeli majalah Kuntjung. Guru membawa majalah tersebut ke kelas dan bertanya apakah ada siswa yang mau membeli? Jika mau, bisa dibayarkan besok. 

Kemudahan  plus pesan yang disampaikan pada para orang tua saat pengambilan rapor, membuat nyaris seluruh siswa dalam kelas membeli majalah itu. Saya yang paling semangat he he he.

Tak hanya majalah, buku cerita seperti Tintin dan serial kalangan Enid Blyton memegang peranan yang besar pada kegemaran membaca mereka. Rasa ingin tahu terpicu, rasa haus akan bacaan tak juga terpuaskan.

Keberadaan perpustakaan, taman bacaan bahkan tempat menyewa buku menjadi salah satu sarana yang mendukung kegemaran membaca. Sayangnya saat ini keberadaan taman bacaan bahkan tempat menyewa buku menjadi hal yang langka untuk ditemui. Kalau pun ada, koleksinya sangat terbatas.

Secara umum, buku ini perlu dibaca bagi para orang tua yang ingin menanamkan kegemaran membaca pada anak. Bagi para pendidik, buku ini bisa menjadi referensi bagaimana menumbuhkan minat baca. Sementara untuk para penggila buku, buku ini menjadi buku yang layak dikoleksi.

Selain uraian yang menarik untuk dibaca, ilustrasi yang muncul pada awal tiap kisah juga menarik untuk disimak. Sayangnya jumlah ilustrasi agak terbatas, padahal dengan adanya ilustrasi akan semakin membuat visual halaman di buku menjadi lebih menarik.

Beberapa nama mungkin asing bagi pembaca, namun jika dilihat pada bagian belakang, terdapat uraian mengenai para penulis dalam buku ini. Tak kenal maka tak sayang, tak ada salahnya mencoba mengenai sosok para kontributor buku ini.


Ternyata sosok Murti Bunanta tidak lebih gila dari saya! Ada sekitar 50-an versi Bawang Merah dan Bawang Putih yang ia miliki. Jika dilihat dari kisah, mungkin akan lebih susah mengoleksi versi ini dari pada Little Women. Karena LW dicetak dalam banyak negara, sementara kisah Bawang Merah dan Bawang Putih lebih terbatas.

Inspiratif!