Minggu, 17 Oktober 2021

2021 #34: Kisah Nora Seed Dan Perpustakaan Tengah Malam

Judul asli: The Midnight Library-Perpustakaan Tengah  Malam
Penulis: Matt Haig
Alih Bahasa: Dharmawan
ISBN: 9786020649320
Halaman: 368
Cetakan: Kedua-Agustus 2021
Penerbit:  Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 105.000
Rating:4/5

Yang penting bukanlah apa yang kaupandang, melainkan apa yang kaulihat
~The Midnight Library-Perpustakaan Tengah  Malam, hal 308~

Nora  Seed merupakan seorang gadis yang tak siap menghadapi perubahan dalam hidup. Ia akan mengalami depresi terkait situasi baru. Ia takut menjadi pusat perhatian dan malu disebut memiliki dada kekar ketika karier renangnya bersinar.  

Dengan tegas  ia mengatakan pada ayahnya, ia tak mau berenang lagi, meski hal itu bisa membuat ayahnya kecewa. Sungguh sayang, ia bahkan berpeluang ikut olimpiade.

Bisa dikatakan Nora takut akan hal yang mungkin terjadi,   ia takut pada masa depannya. Ketika bandnya mulai dilirik produser rekaman. Ia takut perubahan,  maka ia memutuskan  keluar yang berakibat kemarahan anggota yang lain. 

Ia takut menikah dan memiliki anak sehingga memutuskan hubungan dengan kekasih lamanya. Karena ia takut akan semakin.depresi. Mengurus dirinya saja ia tak mampu, apa lagi mengurus anak!

Sejauh ini, hanya perpustakaan sekolah dan seorang pustakawati bernama Mrs Elm yang bisa membuatnya lebih tenang. Baginya perpustakaan adalah suaka kecil peradaban. 

Mrs Elm juga yang mendampinginya ketika mendapat khabar ayahnya meninggal hingga ibunya menjemput bersama sang kakak, yang duduk terdiam di kursi belakang.

Kisah  dimulai dengan aneka kesialan yang menimpa Nora hari itu. Akhirnya ia memutuskan sudah tak ada gunanya ia hidup! Mati merupakan jalan yang paling baik baginya. 

Maka ia mempersiapkan diri untuk mati,  bahkan ia sudah meninggalkan catatan bagi siapa saja yang mungkin menemukan tubuh tak bernyawanya. Ia berdiam diri, bersiap menyambut kematian.

Tengah malam, alih-alih kehilangan nyawa, ia mendapati dirinya berada dalam suatu tempat yang penuh dengan buku. Semuanya berwarna  hijau dengan aneka gradasi. Tidak ada warna selain hijau. 

Selain gradasi warna,  ketebalan buku adalah hal yang berbeda. Tingginya sama semua. Oh, tidak ada judul buku dan nama pengarang di punggung buku. Aneh.

Ternyata ia berada di Perpusatakaan Tengah Malam. Dan ada Mrs Elm di sana! Setidaknya seseorang yang menurutnya adalah Mrs Elm. Meski bingung, Nora teringat perasaan amannya berada di perpustakaan sekolah bersama Mrs Elm dahulu.

Ia adalah sumber daya dari perpustakaan itu. Selama perpustakaan itu ada maka Nora  akan dijauhkan dari kematian. Lupakan ide untuk bunuh diri. Ia harus memutuskan bagaimana ia ingin hidup. 

Dan tiap buku yang ada mewakili masa depan yang mungkin akan ia miliki. Untuk itu ia harus memilih dengan bijak, masa depan seperti apa yang ingin ia jalani. Nora mulai memilih buku dan melihat seperti apa kehidupannya yang lain.

Setiap kehidupan yang ia lalui sepertinya selalu saja berakhir dengan hal yang tidak menyenangkan. Mungkinkah karena ia salah memilih buku seperti yang tertera  di halaman 247? Atau ada faktor lain?

"Setiap kehidupan mengandung berjuta-juta keputusan. Beberapa besar, beberapa kecil.  Tetapi setiap kali satu keputusan menumbangkan keputusan lainnya, hasil akhirnya akan berbeda. Variasi-variasi yang tak bisa diubah terjadi, yang pada gilirannya mengarah pada variasi-variasi lain lagi. Buku-buku ini merupakan portal ke semua kehidupan yang mungkin saja kaujalani."

The Midnight Library-Perpustakaan Tengah  Malam, hal 48~

Memang tak ada kehidupan yang sempurna, namun pada salah satu buku, tentunya ada satu kehidupan yang sangat layak untuk ia jalani. Ia hanya harus menggali diri lebih dalam dan berkompromi pada rasa takutnya.

Aneka kehidupan yang dilalui Nora mengingatkan adegan film serial Star Trek perihal dunia paralel. Seseorang bisa jadi penjahat di dunia ini  namun menjadi raja dermawan di dunia lain. 

Juga pada buku Pilih Sendiri Petualanganmu: Lorong Waktu. Pada akhirnya setiap orang bertanggung jawab pada pilihannya. Apakah menuju masa depan, masa lampau, atau tetap berada di zamannya.

Meski mengusung buku sebagai bagian dari kisah, tapi  kisah ini sangat berbeda dengan kisah dalam serial Inkworld besutan Cornelia Funke.Tentunya juga berbeda dengan  Perpustakaan   Ajaib Bibbi Bokken karangan Jostein Gaarder, atau kisah  Alcatraz Versus the Evil Librarians dari  Brandon Sanderson

Meski seseorang telah memberikan bocoran kisah, tetap saja diri ini masih mengira kisahnya antara gabungan Inkworld dan Pilih Sendiri Petualanganmu: Lorong Waktu, plus beberapa adegan seru dari  Alcatraz Versus the Evil Librarians. Sangat jauh ternyata.

Membaca buku ini seakan tidak membaca sebuah novel. Saya seakan membaca sebuah buku  motivasi diri, semacam self help. Kenapa saya hidup? Untuk apa saya hidup? Bagaimana seharusnya saya menjalani kehidupan ini? Jawabannya ada dalam buku ini.

Pembaca juga bisa mendapat banyak hikmah dari kisah ini. Misalnya bagaimana Nora yang semula sudah merasa bahagia dalam sebuah kehidupan, ternyata tak bisa tinggal lebih lama di sana.

Dan ketika ia sudah kembali ke Perpustakaan Tengah Malam, maka ia tak bisa kembali pada kehidupan yang sudah ia pilih.  Sekali kehidupan dilewati artinya ia harus mencari buku lain untuk dilihat. Marah dan kecewa tidak ada gunanya. 

Ia sadar,  kehidupan ini  tergantung bagaimana ia bersikap dan memilih menjalaninya.  Kehidupan yang ia sukai,  bisa saja ia temukan dalam kehidupan nyata jika ia memilih untuk menjalani kehidupan seperti itu.

Apa yang dialami Nora selama ia melihat aneka kehidupan, membuat kita  merenung bahwa pada dasarnya kita hidup untuk diri kita, dengan jalan yang kita pilih. Bukan hidup untuk mimpi dan harapan orang lain.

Seperti juga Nora, semoga mereka yang membaca kisah ini menjadi lebih menghargai kehidupan. Memandang kehidupan dari sisi yang lebih bermakna serta menjalaninya dengan lebih bahagia.

Para penggila buku, mereka yang merasa hidup seakan tak berpihak padanya, sangat dianjurkan membaca buku ini. 

Meski berkesan serius, tak sengaja saya jadi tertawa ketika menemukan kata tahi angin. Tepatnya dalam kalimat di halaman 93094.  "Nah, kau lihat? Kadang-kadang penyesalan sama sekali tidak  sesuai fakta. Kadang-kadang penyesalan cuman..."Mrs  Elm mencari-cari istilah yang tepat dan menemukannya. "Cuman tahi angin."

Judul per bagian juga tak kalah mengundang senyum. Misalnya ada Frustasi karena Tidak Menemukan Perpusatkaan Pada Saat Kau Betul-Betul Membutuhkannya,  Buat Apa Menginginkan Semesta Lain kalau Yang Ini Ada Anjingnya? Sungguh menghibur.

Sang tukang alih bahasa perlu diberikan ajungan jempol. Mengalihkan kisah seperti ini, tentunya tidak mudah. memilih kata yang tepat sehingga membuat pembaca tidak bosen, namun tidak keluar dari pakem kisah, memerlukan keahlian tersendiri.

Untuk urusan kover, saya mengintip aneka  versi  buku ini di situs Goodredas. Buku yang sudah diterbitkan dalam 106 edisi ternyata menyajikan aneka kover yang menarik. Penggila buku seperti saya seakan dimanjakan dengan pemandangan indah.

Susah untuk memilih mana cover favorit saya. Akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada versi bahasa Italia,  info lebih jelas di Goodreads ada di sini. Sementara laman resmi penerbit ada di sini. Siapa tahu ada yang iseng ingin mengumpulkan buku ini dalam aneka bahasa ^_^.

Pada tahun 2020, karya ini mendapat pernghargaan Goodreads Choice Award for Fiction.  Informasi seputar sang penulis bisa dilihat di http://www.matthaig.com. Untuk IG  @maarzhaig. Ternyata sudah lumayan banyak karyanya. Sejauh ini sudah diterjemahkan  sebanyak 40 bahasa.

Hem.... kalau memasuki Perpustakaan Tengah Malam, ingin juga tahu bagaimana kehidupan saya jika memilih menjadi.... Saya memang bersyukur berada dalam kehidupan sekarang, tidak seperti Nora yang sampai  ingin bunuh diri. 

Tapi jika  ada peluang untuk mengetahui apa yang terjadi jika saya melakukan pilihan yang berbeda, misalnya tidak pindah kerja di perpustakaan, tentunya akan sangat menggoda. Asal,  jika ternyata hasilnya membuktikan pilihan saya salah,  tak timbul penyesalan. Tapi sepertinya susah ya ^_^.

Jadi teringat kalimat yang ada di bagian awal buku, "Di antara kehidupan dan kematian terdapat sebuah perpustakaan yang jumlah bukunya tak terhingga. Tiap-tiap buku menyediakan satu kesempatan untuk mencoba kehidupan lain yang bisa dijalani sehingga kau bisa melihat apa yang terjadi kalau kau mengambil keputusan-keputusan berbeda... Akankah kau melakukan apa pun secara berbeda jika kau mendapat kesempatan untuk membatalkan penyesalan-penyesalanmu? Benarkah kehidupan lain akan jauh lebih baik?"

Bagaimana dengan kalian? Tergoda memasuki Perpustakaan Tengah Malam?














Jumat, 15 Oktober 2021

2021 #33: Ketika Sang Informan Beraksi

Judul asli: The Whistler-Sang Informan
Penulis: Jhon Grisham
Penerjemah: Ariyanti E. Tarman
Editor: Jimmy Simanungkalit
ISBN: 9786020635880
Halaman:460
Cetakan: Pertama-2020
Harga: Rp 115.000
Rating: 3/5

"Tak ada yang namanya kepercayaan sepenuhnya, Ibu  Hakim. Dan seringnya, orang yang paling kau percayai adalah orang yang akan menggorok lehermu jika mendapat harga yang sesuai."
~Sang Informan, hal 349~

Seorang wanita  kulit putih bernama Lacy Stoltz  serta seorang pria kulit hitam, Hugo Hatch ditemukan dalam kondisi mengenaskan akibat ditabrak pikap yang melewati  garis pembatas di wilayah  suku Tappacola di Brunswick Country lewat tengah malam.

Apa yang mereka lakukan di sana? Berbagai spekulasi muncul. Terutama sekali karena selama ini pekerjaan keduanya di Dewan Kode Etik Yudisial-DKEY Florida bisa dikatakan jauh dari bahaya.

Menyelidiki hakim yang diduga melakukan kecurangan semestinya tak berbahaya, setidaknya begitu menurut Lacy, hingga sebuah kecelakaan  menimpa  Hugo dan dirinya. Kecelakaan itu mengakibatkan dirinya luka parah. Suatu keajaiban ia berhasil sembuh.

Segalanya bermula dari  seseorang yang menghubunginya dan mengaku memiliki bukti-bukti perihal penerimaan suap yang dilakukan oleh seorang hakim di Florida. Jumlahnya fantastis hingga bisa dianggap sebagai korupsi terbesar dalam sejarah. 

Orang yang menghubungi Lacy,  Greg Myers adalah mantan pengacara yang mengaku mendapat informasi dari seorang  informan yang ingin namanya tetap anonim.  Mengingat siapa musuh yang dihadapi, sang informan merasa hal itu sangat perlu dilakukan.

Siapa pun harus waspada jika berurusan dengan organisasi  yang dikenal sebagai Mafia Pantai, pemilik kasino besar yang berada di tanah milik Penduduk Asli Amerika. Mereka tak segan berbuat kasar guna memastikan kasino tetap beroperasi dengan lancar.

Suka atau tidak, kasino itu memberikan pemasukan yang tak sedikit. Penduduk Asli mendapatkan bagian dari operasionalnya. Belum lagi pihak-pihak yang memanfaatkan kasino dengan cara "merekayasa pembukuan". 

Meski enggan, pihak Lacy harus bekerja sama dengan FIB guna menyelesaikan kasus tersebut. Karena ternyata ada kasus pembunuhan yang terkait dengan sang hakim dan kasino.

Bahaya tidak saja mengancam  sang informan, Lacy serta seluruh pengacara yang tergabung dalam DKEY, namun juga para pelaku kejahatan bagian dari Mafia Pantai.  Tiap orang yang terlibat, juga menjadi ancaman bagi yang lainnya. 

Ada peraturan mendasar yang berlaku di sana. Misalnya mereka harus melakukan apa yang diperintahkan, selalu tutup mulut, hanya percaya pada orang yang berada dalam jajaran atas, dan terutama jangan coba-coba untuk berkhianat. Dampaknya  tak hanya pada diri sendiri tapi juga pada keluarga. Pelik!

Jadi bayangkan bagaimana upaya yang harus  FBI lakukan untuk bisa memaksa anggota mafia buka mulut. Ada yang dengan suka rela "bernyanyi" demi keringanan hukuman dan kehidupan baru melalu program perlindungan saksi. Ada yang memilih  tetap bungkam.

Bagian yang  mengisahkan bagaimana sang hakim terduga tindak  korupsi  mengamankan uangnya lumayan cerdik. Ia menutupi jejak dengan membelanjakan uang yang ia terima untuk  aneka perhiasan,  novel-novel terkenal edisi pertama yang menjadi langka seiring waktu, kristal kuno, serta lukisan kontemporer.

Hem... saya jadi berhayal. Jika ini kisah nyata, sang hakim bisa jadi membeli versi pertama buku Little Women yang menyentuh angka sekian puluh juta Rupiah di salah satu situs dagang daring.

Ia juga pandai bersikap. Jika berada diantara rekan kerja, maka ia akan mempergunakan busana yang bisa saja. Tapi ada kalanya ia tergoda untuk memamerkan koleksi pakaian dan perhiasan indahnya.

Guna menghindari kecurigaan, sang hakim membatasi hubungan dengan staf.  Setiap 18 bulan, ia akan mengganti sekretarisnya. Hanya satu orang yang bisa dikatakan bekerja cukup lama dengannya. Dan nyawa orang tersebut juga berada dalam bahaya.

Menghubungi informan yang anonim butuh kesabaran. Lacy  sangat menghargai waktu karena ia adalah seorang pengacara. Dilain sisi, ia juga belajar bersabar dalam tugas penyelidikan. 

Meski sekedar bumbu, tokoh kita, Lacy mendapat bagian porsi romantis walau tak banyak. Cukup  untuk membuat kisah menjadi lebih hidup saja. Walau bagaimana juga, Lacy merupakan sosok wanita muda yang menarik.

Sebenarnya saya sudah lama ingin membeli buku ini, selain memang menyukai karya penulis yang satu ini, tukang ngeditnya adalah salah satu sahabat saya dalam dunia literasi.  jadi kangen saat siaran berdua beberapa waktu lalu.

Namun, setelah membaca hingga 100-an halaman, saya merasa kehilangan semangat untuk menuntaskan membaca buku ini. Pastinya buku ini tidak seperti harapan saya, yang menduga  bakalan banyak adegan  pertemuan rahasia antara Lacy dengan  si informan.

Kemudian  kalau  pun ada pertemuan,  banyak menimbulkan kejadian menegangkan. Tidak hanya soal kecelakaan Lacy, pembobolan rumah, serta upaya pembunuhan. Tapi juga ada hal-hal menegangkan lainnya, meski tak perlu seseru ala Don Brown.

Intinya, saya merindukan unsur dramatis serta cara bercerita yang tak bertele-tele. Bagi saya, cara penulisan John Grisham telah mengalami perubahan sejak awal saya membaca kisahnya dulu.

Peran Lacy juga seakan sebagai pembuka langkah pengungkapan kasus semata. Setelah itu, biarkan urusan ditangani oleh pihak lain, walau harus diakui lebih kompeten. Dalam hal ini FBI.

Keluarga Hugo yang digambarkan sebagai keluarga besar  dengan anak bayi yang sering menangis tak terkendalikan, agak mengganggu saya. Apalagi sampai meminta bantuan  Lacy untuk ikut menjaga bayi ditengah malam. 

Mulailah cocoklogi berdasarkan hal yang diyakini oleh masyarakat kita.  Biasanya akan ada sesuatu dengan orang tua, begitu yang sering saya dengar. Saya sok tahu dengan menerka bakalan terjadi pada dengan Hugo atau istrinya.

Walau rasanya lucu juga, mana mungkin seorang  John Grisham yang tinggal di Amerika juga percaya hal tersebut. Dan saya menemukan jawabannya di halaman 140-an. Ternyata begitu maknanya. Baca ya biar tahu he he he.

Saya bingung membaca kalimat di halaman 345,  "Ia dan  Phyllis bisa berkeliling dunia daam perjalanan yang mewah sambil menertawakan orang-orang Indian itu." Apakah masudnya, "Ia  dan  Phyllis bisa berkeliling dunia dalam perjalanan yang mewah sambil menertawakan orang-orang Indian itu." 

Oh ya, saya jadi penasaran dengan yang disebut dengan UU RICO dalam kisah ini. Dalam https://www.greelane.com, disebutkan, "Sebagai bagian penting dari Undang-Undang Pengendalian Kejahatan Terorganisir , yang ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Richard Nixon pada tanggal 15 Oktober 1970, Undang-Undang RICO memungkinkan jaksa untuk menuntut hukuman pidana dan perdata yang lebih berat untuk tindakan yang dilakukan atas nama organisasi kriminal yang sedang berlangsung — the raket. Meskipun digunakan terutama selama tahun 1970-an untuk menuntut anggota Mafia, hukuman RICO sekarang lebih banyak dijatuhkan."

Disebutkan juga, "Akhirnya, orang-orang yang dihukum karena kejahatan RICO Act harus menyerahkan kepada pemerintah setiap dan semua hasil atau properti yang diperoleh sebagai akibat dari kejahatan tersebut, serta kepentingan atau properti yang mungkin mereka miliki dalam perusahaan kriminal." 

Saya jadi memikirkan bagaimana nasib buku-buku edisi pertama yang selama ini dimiliki si hakim. Apakah dijadikan barang sitaan dan disimpan sebagai barang bukti saja. Atau apakah dimanfaatkan disumbangkan ke perpustakaan. Informasi lengkapnya bisa dibaca di sini

Lumayan dapat tambahan ilmu. Walau hanya bintang 3, setidaknya saya sudah membaca karya penulis favorit saya ini he he he.

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com


Kamis, 07 Oktober 2021

2021 #32: Coaching & Mentoring Research: A Pratical Guide

Keuntungan kerja di perpustakaan adalah tak pernah kehabisan buku untuk dibaca. Masalahnya hanya mau baca atau tidak he he he. Aneka buku pengayaan seperti novel, pengetahuan umum, dan sejenisnya bercampur dengan buku teks kuliah, melambai-lambai untuk ditengok ^_^.

Kadang, saya menemukan sebuah buku teks juga menarik untuk dibaca. Apa lagi topik tersebut masih merupakan yang jarang diangkat menjadi sebuah buku. 

Biasanya, saya bisa tergoda untuk menjadikannya sebagai bahan pembuatan anotasi/abstrak informatif. Salah satunya buku ini, Coaching & Mentoring Research: A Pratical Guide.

Foto: Moethia A
Penulis: Lindsay G, Oades dkk
Editor: Susannah Trefgame
ISBN:9781473912977
Halaman:256
Cetakan:Pertama-2019
Penerbit: Sage Publishing
Rating: 3/5

Anda sudah terbiasa melakukan penelitian. Hasil karya Anda sering kali dianggap sebagai trobosan baru. Dampaknya, banyak yang mulai meminta Anda untuk menjadi pembimbing penelitian mereka. Padahal selama ini Anda belum pernah mendampingi seorang peneliti, karena Anda sendirilah penelitinya.

Jangan khawatir! Dalam buku setebal 256 halaman ini, Anda akan mendapat gambaran, serta trik dan tips bagaimana  memahami peran  pembimbing penelitian dalam konteks pengajaran  dan pendampingan, beberapa fase proses penelitian dan tinjauan umum dari penelitian kualitatif dan kualitatif.

Dengan menggunakan pendekatan yang mudah dipahami,  serta aneka studi kasus, buku ini akan membuat    tugas Anda menjadi semakin lebih mudah dilakukan. 

Terdiri  dari 4 bab, mulai dari Becoming a Researcher in Coaching and Mentoring hingga  Qualitative and Mixed Method for Coaching and Mentoring Research, akan memudahkan Anda untuk  memahami isi buku  serta melakukannya.

Bagian atau dalam buku ini disebut part,  misalnya Part II phase of the research proses di halaman 45, terdiri dari sembilan bahasan. Mulai dari choosing a research methodology, reviewing literatur, research proposals, hingga dissemination of research. Tiap part terdiri dari beberapa sub part lagi.

Selain itu, pada awal sub part  sudah disampaikan apa inti dari sub part tersebut. Sebagai contoh, part III quantitative methods for coaching and mentoring research, pada sub part 27 survey designs hal 141, setelah judul disebutkan bahwa bagian ini berisikan  what are the different types of cross-sectional survey design.

Tak ketinggalan apa yang harus dicapai setelah selesai membacanya. Dalam sub part ini  terdapat 4 hal. Antara lain adalah describe key types or survey-based research designs. 

Entah apakah buku ini akan muncul dalam versi bahasa Indonesia. Tentunya akan sangat membantu jika ada penerbit yang bersedia melakukan alih bahasa untuk topik yang masih jarang diangkat ini.

Lindsay G Oades PhD adalah  seorang professor serta direktur  the Centre for Positive Psychology University of Melbourne. Australia.  Christine Leanne Siokou PhD adalah seorang peneliti di the Centre for Positive Psychology University of Melbourne. Australia , sementara Dr  Gavon R. Slemp (Psy. D, BA, Hons) adalah pengajar senior di lembaga yang sama. Dengan keahlian mereka, tentunya Anda akan bisa mendapat banyak ilmu dari membaca buku ini.