Sabtu, 30 Januari 2016

2016 #11:The Last Dragonslayer

Penulis : Jasper Fforde
Penerjemah: Inggrid Dwijani Nipoeno
Pwnyunting: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
ISBN : 9789794339046

Halaman: 265
Cetakan: Pertama-Oktober 2015
Penerbit : Mizan Fantasi
Harga: Rp 49.000
Rating: 3/5

Selamat datang di dunia dimana sihir sudah dianggap bagian dalam kehidupan!

Seperti yang diungkapkan oleh  Jennifer Strange seorang anak magang di agensi penyihir, semua orang bisa menyihir sedikit. Jika kau memikirkan seseorang, lalu telepon berdering dan orang itulah yang menelepon, itu adalah sihir. Jika kau merasa curiga bahwa dirimu pernah menjadi atau melakukan sesuatu sebelumnya, maka itu juga sihir. Ada di mana-mana. Merembes ke dalam tatanan dunia dan mengalir keluar sebagai peristiwa kebetulan, takdir, peluang, keberuntungan, dan lain-lain. Masalah utamanya adalah membuat sihir itu bekerja untukmu dengan cara yang berguna.   

Para penyihir menyelamatkan kerajaan merupakan hal hebat, dulu. Sekarang mereka harus melakukan hal-hal konyol agar bisa bertahan hidup. Misalnya mengganti rangkaian listrik di sebuah rumah, memindahkan mobil yang salah parkir, bahkan hal  mengirim pizza dengan karpet. Meski begitu, menyihir orang menjadi kodok tetap tidak diijinkan, walau ada juga yang nekat memberikan tawaran bayaran menggiurkan. Para penyihir bergabung dalam sebuah agensi. Salah satunya adalah tempat dimana Jennifer berada sekarang Menara Zambani.

Para penghuni menara merupakan gabungan aneka penyihir dengan berbagai keahlian. Salah satunya keahlian mendapat pengelihatan mengenai masa depan seperti yang dimiliki oleh Kevin Zipp.

Kali ini ia mendapat gambaran bahwa Maltcassion, naga terakhir yang berada di Tanah-Naga akan terbunuh oleh pedang Pembantai-Naga terakhir. Hal tersebut segera menimbulkan kegemparan. Bukan karena sang naga tapi karena lokasi tempat naga itu berada, Tanah-Naga.

Tanah-Naga merupakan tempat dimana para naga tinggal. Hanya Pembantai-Naga dan asistennya yang bisa memasuki wilayah tersebut. Berdasarkan dekrit kuno, Tanah-Naga akan menjadi milik siapa pun yang menuntut kepemilikannya begitu sang naga terakhir mati.  Artinya begitu naga terakhir mati maka siapapun bebas memasuki wilayah itu dan menuntut kepemilikannya. Mulailah terjadi keributan memperebutkan tanah tersebut.  Bahkan raja negara tersebut juga ikut berebut. 

Sebuah peristiwa tak terduga mengubah Jennifer dari seorang anak terlantar pengelola Menara Zambani menjadi Pembantai-Naga terakhir. Satu lagi beban yang harus ia tanggung, seakan selama ini ia belum cukup mengalami kerepotan mengurus para penyihir.

Secara garis besar buku ini menawarkan kisah yang agak berbeda dengan kisah terkait naga yang ada. Naga dalam kisah ini, meski tidak menunjukkan kehebohan dengan cakar dan semburan apinya tetap memiliki peranan yang cukup penting dalam kisah.

Perebutan kepemiikan tanah mengingatkan saya akan perebutan kepemilikan tanah yang terjadi saat ini. Sebuah tanah bisa saja dimiliki oleh beberapa orang dimana masing-masing memiliki satu surat kepemilikan. Bisa aspal atau bahkan memang palsu.

Pesan moral selain perihal sifat keserekahan yang bisa menimbulkan peperangan,juga menunjukkan bahwa kelicikan bisa membuat seseorankehilangan nyawanya. Seperti yang dilakukan oleh asisten Jennifer.

Entah kenapa, sepertinya kisah dalam buku ini hanya berkutat disekitar urusan pembunuhan naga yang bisa berakibat pada perebutan kekuasaan atas sebidang tanah. Pembaca lebih sering menemukan kisah mengenai Jennifer yang sibuk bolak-balik antara menara dan markas besar Pembantai NagaTidak ada hal lain. Meski pada bagian akhir kita akan menemukan beberapa kejutan. Tapi tetap saja kurang greget bagi saya. Atau karena ini buku pertama ya, urutannya The Last Dragonslayer, The Song of the Quarkbeast, The Eye of Zoltar  entahlah.

Pelajaran penting yang bisa dipetik secara tidak langsung adalah bagaimana media bisa berdampak besar pada suatu peristiwa. Ramalan mengenai peristiwa tersebut disiarkan oleh banyak media. Tapi tak ada yang bisa mendapatkan kapan waktu tepatnya peristiwa itu terjadi. Media berebut mengajukan tawaran pembayaran pada Jennifer untuk bisa mendapatkan informasi lengkap. Penting bagi mereka untuk menjadi yang pertama menyiarkan waktu secara tepat kapan peristiwa itu terjadi. 

Bagaimana sebuah peristiwa bisa dimanfaatkan guna sebagai ajang promosi guna meningkatkan penjualan juga bisa kita ketahui dalam kisah ini. Jennifer terpaksa setuju untuk menjadi iklan sebuah produk demi membebaskan diri dari tuntutan tunggakan yang tak pernah ia tahu.

Sungguh, sebenarnya saya agak kasihan pada Jennifer. Betapa repotnya ia harus mengurus dua hal sekaligus dalam usia yang masih cukup muda. Satu lagi, kisah yang mengusung sosok anak remaja sebagai penyelamat.

Naga merupakan hewan yang sering muncul dalam kisah fantasi sejak dahulu. Ada yang menganggap naga pernah ada dan hidup berdampingan dengan manusia, tapi ada juga yang menganggap sebagai hewan khayalan. Nyata atau tidak, naga sudah sering menjadi tokoh dalam kisah. Misalnya kisah putri yang ditahan dalam kastel dimana seorang pangeran harus membunuh seekor naga untuk membebaskannya

Ada sedikit penasaran ketika membaca yang tercetak di halaman 54. Disebutkan bahwa Jennifer sedang bercakap-cakap dengan Tiger Prawns, anak telantar ketujuh perihal Perang Troll. Mendadak ada kata Macan. Apakah maksudnya nama si Tiger yang diterjemahkan secara tidak sengaja? 
"Banyak orangtua yang hilang dalam Perang Troll," kataku.
"ya," kata Macan dengan suara pelan. "Banyak."
Malam semakin larut. Aku menggeliat dan berdiri. "Hari pertama yang baik. Tiger, terima kasih.'

Jangan lupa mampir ke situs resmi penerbit http://www.jasperfforde.com

Jadi mengkhayal, kalau saat ini seperti setting kisah dimana penyihir terpaksa melakukan hal-hal sepele hingga luar biasa agar bisa bertahan hidup. Mungkin saya akan minta dibawa ke beberapa tempat pada tahun kebelakang untuk membeli beberapa buku yang akan menjadi antik dimasa depan, pastinya buku Little Women dan Alice in Wonderland. Juga pergi ke masa depan untuk melihat buku apa yang sedang in sehingga bisa memborong di masa lalu untuk kelak dijual. Bisa juga jadi pedagang barang antik nih*khayalan tingkat tinggi ah*

Kamis, 21 Januari 2016

2016 #10 : Tewasnya Gagak Hitam yang Tak Tuntas




Buku ini "merepotkan saya"
Saya dan banyak pihak tepatnya, plus si penulis. Bayangkan buku ini kembali ke penulis yang mengirim dengan catatan nama tidak dikenal! Weh....! Yang benar saja! Selama ini paket-paket untuk saya selalu sampai dengan baik dan benar bahkan yang dari luar negeri. Penulis terpaksa harus mengirim ulang diantara kesibukan pelatihannya. Juga menunggu redanya hujan siang hari-hari ^_^. Akhirnya Rabu, 20 Januari 2015 buku ini berhasil mendarat di meja saya. Letihkah bolak-balik Pontianak-Depok? 

Selanjutnya, saat membaca hingga halaman 20 saya kembali "repot" dengan buku ini. Ada hal yang sangat mengganggu saya. Celakanya, hal seperti itu bisa merusak seluruh penilaian saya terhadap isi buku.  Saat saya cerita ke yayang, jawabannya bisa ditebak. Namanya juga fiksi, boleh berbeda. Ih..., fiksi memang bisa dibuat apa saja, tapi ya harus tetap sesuai dengan nalar apalagi jika terkait sebuah profesi. Agar tidak salah, saya mencoba konsultasi dengan banyak pihak terkait. Duh, maafkan saya yang jadi super kepo mas penulis. Tapi ini demi dunia perbukuan kita *uhui*

Untuk yang belum tahu, buku ini sudah ada di GRI dan sudah mendapat bintang yang lumayan tinggi. Silahkan dibaca jika ingin tahu sinopsisnya.  Link GRI di sini. Situs penjualan buku ol dunia juga sudah menjual buku ini seharga $ 8.00. 

Saya mungkin berbeda dengan mereka. Apa yang saya tulis adalah apa yang saya rasakan. Sederhana saja. Dan secara personal saya tidak punya masalah dengan si penulis. Hubungan pertemanan kami cukup baik, makanya saya termasuk yang pertama memesan buku ini.

Dan karena pertemanan itu juga, saya tidak akan sungkan mengatakan bahwa buku ini jauh dari harapan saya. Semula saya mengharapkan membaca sebuah kisah detektif yang seru, dengan logika dan penjabaran yang ok. 

Kisah ini dibuka dengan memberikan latar belakang kehidupan tokoh utama, Elang sang pelukis.
Tokoh Elang yang digambarkan memiliki kekasih gelap, menawarkan nuansa yang lain. Biasanya tokoh dalam sebuah kisah digambarkan sebagai sosok yang sempurna oleh penulisnya. Elang, justru berbeda. Ia digambarkan sebagai manusia utuh dengan kelebihan minus kekurangan. Saya langsung bersemangat melewati bagian ini, merasa kisah ini akan berbeda dengan kisah lainnya.

Selanjutnya, saya dimanjakan dengan pandainya penulis mengisahkan tentang Elang dan kekasih gelapnya, kepandaian Elang mengamati banyak hal serta larisnya karya Elang. Membaca tentang Elang dan Irin membuat saya teringat sebuah lagu lawas. 

Namun menginjak eh membaca halaman 20 saya langsung terkena serangan tidak nyaman yang luar biasa ketika membaca kalimat, "Matanya terhenti pada sebuah kiriman tautan dari temannya bernama Effendi Radaya, tentang peristiwa bunuh diri itu. Effendi menuliskan di atas tautan itu: Sayang sekali, kasus ini masih menjadi misteri. Saya masih belum percaya, pengarang ini gantung diri tanpa sebab eksternal. Ia merenung sejenak...." Sudah bisa mengira-ngira kenapa saya terkena serangan?

Belum juga? Selanjutnya di halaman yang sama tertulis, " .... Oh ya, saya tertarik dengan berita bunuh diri yang baru Bapak bagikan. Apakah kita bisa mengobrolkannya? Kebetulan saya sedang berada di Singkawang." 

Baiklah kalau tidak merasa ada yang janggal. Buat saya seorang polisi yang membuat status di sosmed bukan hal yang salah atau aneh. Tapi menjadi aneh karena ia membagikan sebuah kasus dan menyebutkan keraguan tentang kasus yang sedang diselidiki. Bukankah ini bisa menggiring opini publik pada sebuah kasus? Juga membuat penyelidikan bisa jadi terhambat karena si pelaku (jika memang ada tindak kejahatan) bisa melakukan banyak hal guna mengamankan dirinya agar tidak tertangkap.

Jadi makin aneh karena baik Elang maupun Effendi Radaya sebenarnya sudah berteman di FB selama setahun tapi tidak pernah saling sapa. Mendadak Elang mengirim pesan mengajak "mengobrolkan" kasus itu. Obrolan memang tidak ada yang melarang tapi bukankan ada kode etik yang melarang polisi membicarakan kasus?

Saya bertanya pada beberapa orang yang sangat kompeten perihal pekerjaan polisi. Menurut mereka, kasus yang masih dalam penyelidikan tidak boleh diungkap ke publik. Termasuk informasi yang dikecualikan untuk dipublikasikan. Karena apabila dipublikasikan bisa mengganggu atau menghambat penyelidikan. Kasus hanya boleh diungkap dengan wawancara resmi dengan wartawan atau konferensi pers. Bukan polisi penyidik secara individual nyetatus di FB.  Sebelum diungkap ke publik  juga ada proses yang namanya uji konsekuensi . Salah seorang rekan malah mengirim pasal-pasal terkait pertanyaan saya. Waduh....! Maaf merepotkan kalian ya.

Baiklah, mungkin ada yang menganggap saya terlalu mengada-ngada hanya karena hal itu. Toh mereka hanya ngobrol sekedar, biasakan polisi bikin status, masyarakat bisa kok bantu polisi. Tapi bagaimana yang tercantum di halaman 37? Sebenarnya dimulai dari halaman 26 saya kembali terkena serangan.

Pada halaman 26 disebutkan bahwa Effendi bertemu dengan Inspektur Agung Prasetyo penyelidik kasus kematian Gagak Hitam yang diminati Elang. Si Inspektur tertarik untuk berkenalan. Maka Effendi menjemput Elang untuk diajak ke kantor polisi.

Tidak ada yang salah jika mereka berkenalan. Siapa saja boleh berkenalan dengan polisi khan. Tapi jadi makin ngawur ketika Agung menyodorkan foto-foto dari TKP kepada Elang. Mereka bahkan mendiskusi foto tersebut layaknya sepasang polisi mendiskusikan sebuah kasus.

Makin terkena serangan saya ketika Inspektur Agung mengatakan, "Yuk, kita ke rumah kos itu." Artinya ia mengajak  Elang ke TKP. Lalu di halaman 43 tertulis, "tadi kau sudah dapat identitas baru: kalau ditanyai, namamu Brigadir Yono" Pingsan dengan cantik saya. 
  
Kesimpulan yang saya peroleh sejauh ini adalah Elang membaca  tautan seorang polisi-teman FB yang selama setahun tidak pernah saling menyapa. Ia merasa tertarik  lalu mengajak bertemu untuk mendiskusikan kasus itu. Selanjutnya Elang malah dikenalkan pada polisi yang bertugas untuk menyelidik kasus tersebut, Agung. Inspektur Agung mendiskusi kasus yang ia selidiki dengan Elang-seorang warga sipil biasa, termasuk memperlihatkan  foto-foto TKP. Merasa perlu mendapat informasi lebih lanjut Agung mengajak Elang ke TKP dengan menyebutkan sebagai Brigadir Yono. Elang berubah menjadi polisi guna membantu penyelidikan Agung.

Dan saya menghentikan membaca pada halaman 53.

Ini memang kisah fiksi dewasa, tapi tetap saya merasa tidak sreg. Mungkinkan begitu di kehidupan nyata? Mungkinkah cara kerja polisi seperti itu? narasumber saya jelas menyangkalnya.

Mendadak saya jadi teringat pada sosok Hercule Poirot dan Kapten Arthur Hastings.  Mereka bekerja sama guna memecahkan sebuah masalah. Kadang, justru Inspektur Japp yang membeberkan sebuah kasus pada Poirot guna mendapat saran-saran. Seringnya Poirot justru melakukan penyelidikan sendiri dengan gaya uniknya lalu menyampaikan hasil penyelidikannya pada si Inspektur.Mungkinkah penulis ingin seperti itu? Seorang warga sipil biasa membantu kerja polisi.  

Dalam buku S.Mara Gd kita akan menikmati kisah pasangan polisi Kapten Kosasih dan Gozali dalam menyelesaikan sebuah kasus. Gozali mantan pencuri dengan prinsip tidak boleh melukai korban. Dikisahkan juga butuh waktu sehingga Gozali bisa dijadikan semacam bantuan bagi pihak kepolisian. 

Atau kisah Pulung yang memiliki paman polisi hingga ia bisa mendapat banyak kemudahan saat melakukan penyelidikan. Tapi jangan lupa, Pulung juga sering dimarahi oleh pamannya karena dianggap mengganggu penyelidikan.

Elang dan Agung baru bertemu. Bagaimana bisa Agung begitu percaya pada Elang? Kenapa ia bisa membeberkan kasus yang masih dalam penyelidikan? Bahkan menugaskan Elang untuk melakukan pekerjaan polisi dengan mengakuinya sebagai polisi. Sebegitu putus asakah Agung dalam bertugas? Sebegitu lebai-kah Effendi sehingga membuat status seperti itu? Elang menjadi pahlawan sementara kedua polisi menjadi pelengkap penderita dengan banyak hal yang tidak masuk akal.

Saya berhenti saja.
Sebelum makin banyak serangan yang datang bertubi-tubi. Padahal sepertinya kisahnya mulai seru.
Ada yang menyarankan saya untuk menikmati saja kisahnya tanpa mempertimbangkan banyak hal. Ternyata susah sekali.
Buku ini, mungkin bukan untuk saya.




Senin, 18 Januari 2016

2016 #9: Waspadalah Pada Bahaya Spora



Judul: Spora
Penulis: Alkadri
Penyunting: Dyah Utami
Penyelaras Aksara: J. Fisca
Perancang Sampul: Fahmi Fauzi 
Ilustrasi Sampul: Fahmi Fauzi
Ilustrasi Naskah: Diani Apsari
Penata Letak: Tri Indah Marty
ISBN-10: 9797959104
ISBN-13: 9789797959104
Halaman: 235
Cetakan: Pertama-2014
Penerbit: Moka Media
Harga: Rp 39.000
Rating: 3/5 

"Hei, hei, hei! Jangan berteriak, oke? Tenang ini bukan masalah pribadi, lho. Tapi kalau ditanya salah kalian apa... yah, bisa dibilang, satu-satunya kesalahan kalan hanyalah ini: kalian menemukanku. Maka aku juga menemukan kalian."

Hidup Alif seakan belum cukup rumit, hingga harus ditambah dengan menjadi sosok pertama yang menemukan mayat tanpa kepala di sekolah. Entah kenapa  dia dari begitu banyak siswa di sekolah. Bayangkan 2 X ia menjadi saksi. Pertama mungkin karena ia adalah siswa pertama yang tiba di sekolah. Tapi selanjutnya, tentu bukan kebetulan.

Selanjutnya kita akan disuguhi dengan upaya Alif untuk mencari penyebab mayat tanpa kepala yang rupanya muncul dalam jumlah dan rentang waktu lumayan dekat di sekolahnya.

Arif yang ditemani oleh Fiona, gadis yang ditaksirkanya, selalu berada diwaktu dan tempat yang salah sehinga mereka terseret dalam urusan mayat misterius. Sementara sahabat Arif, Rina bertindak menjadi sosok yang membantu Arif memecahkan misteri dengan diskusi-diskusi seru.

Sinopsis kisah serta review bisa dibaca lebih lanjut di  sini. Untuk mempersingkat waktu, saya akan langsung pada hal-hal yang membuat saya gatal untuk bertanya atau berkomentar ^_^. Urutan berdasarkan halaman ya.

Pertama-tama saya harus mengakui bahwa saya tertipu!  Begitu membaca prolog selesai, saya menduga akan menemukan hal terkait prolog itu. Saya akan disuguhi kisah mengenai Sasa yang berhasil atau gagal membuka barang yang dipegangnya. Ternyata bukan, saya malah berkenalan dengan Arif.

Kelakuan Sasa yang seenaknya membuka tas orang lain jelas tidak bisa diterima! Bagaimana juga itu melanggar privasi seseorang. Penasaran boleh saja, tapi tidak lantas membenarkan sikap kurang ajar seperti itu. Apakah tidak bisa dibuat cara lain? Terbuka karena sobek atau ada hal lain yang bisa dibenarkan? Misalnya tanpa sengaja Sasa menginjak tas itu saat nyaris jatuh tersandung dan mendengar seperti ada suara barang pecah. Takut ada yang pecah ia membuka tas itu, kebetulan  retsleting tidak tertutup sampai ujung. Penulis pasti lebih tahu bagaimana menulis yang baik dari pada saya.

"Akhirnya, salah seorang polisi yang memiliki cukup akal sehat maju dan menutupi jenazah itu dengan sehelai  kain putih. Beberapa orang yang menonton, anehnya mengeluh." Begitu kalimat yang tercantum di halaman 28. 

Mungkin kerena saya terlalu banyak menonton dan membaca kisah detektif, bagian ini menjadi aneh buat saya.  Biasanya begitu ada korban meninggal, masyarakat sekitar langsung berupaya menutupi kondisi jenazah, minimal bagian dada ke tas.  Entah dengan jaket seseorang, spanduk, bahkan koran. Apapun yang memungkinkan dipergunakan.  Dalam kisah ini, ada seorang polisi yang langsung menuju TKP dan memanggil bantuan. Tiga puluh menit kemudian bantuan datang, baru ada adegan menutupi jenazah. 

Pertanyaan pertama saya, kenapa bukan pak polisi pertama yang menutupi jenazah? Walaupun belum dipindahkan karena adanya penyelidikan, jenazah tetap ditutupi. Selama tiga puluh menit sebelum bantuan datang, pak polisi itu tentunya bisa mengupayakan sesuatu untuk tidak membiarkan jenazah tanpa kepala tergeletak dinonton banyak siswa. 

Pertanyaan kedua, dari mana salah seorang polisi yang memiliki cukup akal sehat memiliki kain putih?  Jika mengingat film detektif yang sering saya tonton, kain putih memang biasanya dipakai untuk menutup jenazah dan dilakukan oleh bagian yang memang bertugas mengurus korban jenazah  (forensik atau apa gitu namanya) sebelum akhirnya dibawa pergi. Jadi bukan sembarang polisi.

Ada bagian yang menceritakan mengenai Alif saling bertukar nomor ponsel, alamat surel dan username Facebook dan Twitter serta keinginannya untuk memberikan pin BB di halaman 84. Kenapa pin BB? Bukankah pada tahun 2014 WA merupakan sarana komunikasi yang lebih terkini dibandngkan BBM? Memiliki ponsel cerdik tentunya lebih menjadi idaman setiap remaja dari pada memiliki BB yang sudah mulai ketinggalan zaman dan cenderung lebih mahal. Dan tentunya sebagai remaja Alif dan Fiona mencari segala hal yang ramah dengan kantong. 

Disebutkan bahwa Alif dan Fiona sedang berjalan menuju ke tangga darurat yang menghubungkan lantai dasar dan atap sekolah. Pada halaman 156 tertulis, "Meski demikian, setelah bertahun-tahun tak digunakan, tangga darurat tersebut sudah dipenuhi lumut dan logamnya berkarat. Alif harus mencengkeram pegangan tangganya agar tidak terpeleset." Sementara pada halaman 158 tertulis bahwa Fiona mencolek sejumput benda lengket yang menempel di pegangan tangga. Disebutkan juga bahwa ia menjerit karena merasa ada sesuatu yang menggoresnya.

Memang Alif dan Fiona berbeda. Tapi kenapa Arif justru lebih memperhatikan lumut dibandingkan sejumput benda lengket?  Apakah ia tidak merasa aneh melihat ada sejumput benda lengket yang berbeda seperti Fiona? Kenapa ia malah disebutkan mencengkeram pegangan tangganya? Bukankah berarti ia bisa saja ikut mencengkram benda lengket yang dilihat Fiona. Mungkin apa yang dijumput Fiona tidak merata ada di pegangan tangga,  Bukankah seharusnya Alif malah tidak menyentuh apapun dan mencari cara lain agar bisa berjalan tanpa merasa was-was jatuh karena licin. Saya jadi menangkap kesan bahwa apa yang dilihat Fiona tidak dilihat oleh Alif. Aneh, padahal mereka berada di lokasi yang sama.

Terkait urusan komputer, saya merasa apa yang dilakukan oleh Rina merupakan hal yang kurang ajar. Ia boleh saja pandai dalam hal komputer. Tapi memasuki komputer ayahnya yang merupakan seorang anggota Polisi merupakan hal yang tidak benar. Apalagi sampai ikut membaca data yang ada. Dan pastinya sang ayah tidak sebodoh itu tidak menyadari ada penyusup.

Selanjutnya pada halaman 219 disebutkan bahwa  Alif langsung tahu bahwa mereka orang tua Fiona ketika menemukan ada dua mayat dalam kamar Fiona. Sementara di halaman 235 disebutkan bahwa seorang pria bernama  Ari sibuk memantau situasi di rumah Fiona, termasuk saat rumah itu "dibersihkan". Ia juga bingung bagaimana menjelaskan pada istrinya bahwa putri tunggal mereka meninggal.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa Fiona adalah anaknya. Dan ia harus memberitahu pada istri bahwa putri mereka meninggal. Lalu siapa mayat dua orang yang ada dalam kamar Fiona? Jangan bilang mereka adalah agen rahasia yang menyamar menjadi orang tua Fiona. Karena itu makin membuat kisah ini menjadi tidak asyik lagi.

Biasanya, berdasarkan film  yang saya tonton dan buku yang saya baca, jika benar Ari adalah ayah Fiona tentunya ia tidak bisa duduk diam saja melihat kondisi anaknya. Nalurinya sebagai ayah yang membela anak akan bangkit. Ia bisa berbuat nekat, apapun demi menyelamatkan sang anak. Tapi kok dalam kisah ini sosok Ari sungguh sangat tenang menghadapi segala hal.

Oh ya, bagian ini langsung mengarahkan pembaca pada inti kisah. Tentang apa penyebab kematian mayat tanpa kepala. Padahal sebelumnya pembaca masih menduga-duga."Oke, dengarkan ini, bapak tidak akan mengulangi. Langsung dicatat saja. PR halamana empat puluh buku cetak, soal nomor empat, mengenai morfologi jamur. Batas akhir pengumpulannya hari Rabu besok, Yang terlambat takkan mendapat nilai pratikum untuk minggu terakhir."

Jadi siapa yang meletakkan tas penuh toples di ruang KIR? Salah satu dari ketiga tim pak Ari yang kemudian mengunci pintu dan membawa kuncinya tanpa sadar bahwa salah seorang anggota KIR memiliki kunci duplikat sehingga bisa masuk ke dalam ruangan.  Seperti juga pertanyaan Sasa mengenai isi stoples yang ia temukan, bagaimana bisa lewat sensor pesawat? Sepertinya ini sengaja dibuat menjadi pertanyaan tidak terjawab. Tapi jika jawaban yang diberikan penulis adalah karena campur tangan pihak-pihak tertentu, saya bisa ketawa geli. Aduh deh kocak ah.

Pada halaman 222 disebutkan bahwa kepergian anak-anak KIR bukan kebetulan tapi memang sudah diatur oleh pihak-pihak tertentu. Apakah tidak aneh jika segerombolan murid sekolah menengah bisa mengikuti konferensi ilmiah di Brazil? Sepertinya terlalu berlebihan. Jika satu atau dua orang mungkin masih masuk akal tapi jika sebegitu banyak? Apakah tidak menjadi  kecurigaan banyak pihak mengingat biaya yang dikeluarkan oleh pihak sekolah pasti tidak sedikit. 

Pada salah satu situs saya mencoba memasukan tanggal  22 Januari 2016 sebagai tanggal keberangkatan ke Rio de Janeiro International Airport, Brazil (GIG) lalu kembali tanggal 1 Februari 2016. Hasilnya sungguh luar biasa! Angka tiket yang lumayan untuk ukuran anak SMA, bahkan jika ada campur tangan pihak-pihak lain.  Belum lagi urusan izin dan lainnya. Tidak masuk akal. Andai penulis menjadikan Sasa dan temannya sebagai mahasiswa IPB mungkin lebih pantas.


Sesungguhnya kisah ini lumayan bagus. Idenya luar biasa. Hanya begitu memunculkan tentang hal-hal tentang alien dan sejenisnya, meski tidak dipaparkan secara langsung, keseruan langsung turun. Hal yang penting disajikan secara kilat, sementara urusan lain malah diuraikan panjang lebar.

Bagian yang menarik bagi saya justru ada pada ilustrasinya. Karena diletakkan di bagian awal bab, ilustrasi mampu membangkitkan rasa penasaran untuk mengetahui apakah yang selanjutnya terjadi. Apa isi bab tersebut.

Selain itu, membaca juga mendapat pengetahuan mengenai spora meski tidak terlalu mendetail. Menurut KBBI, spora/spo·ra/ n Bio alat perbanyakan yang terdiri atas satu atau beberapa sel yang dihasilkan dengan berbagai cara pada tumbuhan rendah, Cryptogamae, berukuran sangat halus, mudah tersebar oleh angin, air, binatang dan sebagainya, dan dapat tumbuh langsung pada kapang (bakteri dan sebagainya) atau tidak langsung pada paku-pakuan menjadi individu baru

Spora merupakan alat perkembangbiakan tumbuhan. Spora dibentuk dan disimpan di dalam kotak spora yang disebut sporangium. Sporangium pada tumbuhan paku terletak dibalik daun. Contoh: tumbuhan paku, jamur, suplir, ganggang, paku tanduk rusa, suplir, jamur. Butuh lingkungan tertentu bagi spora untuk bisa bertahan hidup. 

Buku ini berjodoh dengan saya melalui cara yang unik. Saya batal membeli buku ini, padahal sudah membawanya ke kasir. Nyaris beli, karena saat mengantri, sambil iseng saya keluarkan belanjaan saya. Teringat pada kisah horor lokal yang malah membuat saya tertawa, maka saya urungkan niat untuk membawa pulang buku ini.

Tapi jodoh memang tidak akan jauh he he he. Buku ini ada di meja bookswap ^_^. Saya pikir saya akan coba baca kalau seperti dugaan saya, bisa buat modal tahun depan khan ^_^

Dan kebetulan terus bergulir. Biasanya saya malas membaca kata pengantar atau ucapan terima kasih dari penulis. Kali ini saya membaca dan menemukan nama-nama yang sangat saya kenal. Nama mereka biasanya bisa menjadi jaminan untuk mutu sebuah karya.

Hem..... jadi kepingin ngobrol panjang dengan salah satu nama yang disebutkan dalam ucapan terima kasih. 



Senin, 11 Januari 2016

2016 #8: Bobbsey Twins: Misteri Camp Fire



Penulis: Laura Lee Hope
Ilustrasi: John Speirs
Halaman: 108
Cetakan: Pertama-Juni 1984
Penerbit: Indira
Rating: 3/4



Bertemu lagi dengan keluarga Bobbsey. Nan dan Bert sepasang anak kembar dengan rambut hitan dan mata gelap, Freddie dan Frossie  dengan rambut pirang. Meski berbeda namun layaknya saudara, mereka saling mengasihi dengan caranya masing-masing.

Dalam kisah kali ini, mereka berurusan dengan pencuri sepeda yang sudah beberapa kali melakukan aksinya. Untuk membantu memecahkan masalah pencurian, mereka harus menyamar menjadi peserta Camp Fire di Meksiko. Berlibur sambil melakukan penyelidikan.

Secara tak sengaja, kakak beradik Bobbsey menemukan fakta bahwa salah satu pembantu Ryan Michaels, pengemudi balon udara, bertingkah mencurigakan.  Balon udara tersebut terhempas ke tanah pertanian tanpa sengaja, sepertinya ada yang melakukan sabotase dengan merobek kain balon. 


Di Camp Fire, anak-anak Bobbsey berkenalan dengan beberapa anak yang juga suka melakukan penyelidikan. Sepeda yang hilang jelas meresahkan banyak orang. Mereka sempat melakukan penyelidikan ke toko sepeda bekas, siapa tahu ada yang nekat menjual sepeda itu ke sana. 

Sepertinya mereka berada di jalur yang tepat, kasus akan segera terpecahkan dengan ditemukannya ransel sepeda berisi kipling surart kabar di sebuah pondok kayu yang terletak di hutan.

Selama berada di Camp Fire, Flossie mendapat pelajaran berharga. Ia berkenalan dengan seorang gadis yang kehilangan satu lengannya saat terjadi kecelakaan. Meski hanya memiliki satu lengan, tapi gadis itu tidak rendah hati. Ia justru sangat mandiri dan mau belajar banyak hal. Hal itu yang membut Flossie merasa malu,  ia sering bersikap mengasihani dirinya yang mengalami terkilir di tangan.  Sakit ia derita hanya sementara saja sudah membuatnya lemah, sedangkan gadis yang kehilangan satu lengan untuk selamanya justru tegar.

Menariknya dalam buku kali ini, diberikan juga mengenai cara membuat kotak sarang burung Bluebird. Pembaca bisa membuatnya sendiri dengan mengikuti petunjuk yang ada.

Secara tak langsung, selain hiburan mengenai misteri yang diselesaikan dengan baik oleh Bobbsey bersaudara, buku ini juga mengajarkan agar anak-anak cinta pada lingkungan serta menyayangi hewan. Dengan mengajarkan hal itu pada anak sejak dini, tentunya akan memperngaruhi karakter seseorang.

Sungguh sayang, buku-buku seperti ini tidak lagi diterbitkan.Padahal pesan moral dan unsur mendidiknya lumayan banyak dan pastinya akan bermanfaat bagi yang membacanya. Apa lagi jika didampingi oleh orang tua, tentunya akan lebih tepat sasaran lagi.

Sekedar iseng, saya coba mengintip di Goodread. Ternyata banyak juga serial ini, makin penasaran buat koleksi.

2016 #7: Bobbsey Twins: Misteri Kuda Poni


Penulis: Laura Lee Hope
Terjemahan: Prodjosoegito
Halaman:107
Cetakan: Pertama-1982
Penerbit: Indira
Rating: 3/5

Buku ini mungkin bisa dinilai tipis dari jumlah halamannya, tapi dari sisi petualangan buku ini menawarkan banyak keseruan. Tidak hanya satu petualangan tapi beberapa yang saling terkait satu dengan lainnya.

Petualangan pertama yang dihadapi oleh kakak beradik Bobbsey adalah mengenai hilangnya kuda poni  Shetland kesayangan mereka Cupcake. Ketika cupcake sedang berlari karena terkejut, seseorang keluar dari pohon-pohon dan menangkap tali kekangnya, lalu menuntun masuk ke hutan. 

Sementara itu, mereka juga mempersiapkan diri untuk mengikuti sebuah lomba amatir untuk anak-anak di televisi lokal. Bert akan memainkan gitar, sementara Nan, Freddie dan Flossie akan bernyanyi. 

Untuk menang mereka sebuah lagu balada yang bagus. Pak Wink punya sebuah lagu balada tentang kuda yang hilang. Ia yakin jika anak-anak memainkan lagu itu mereka psti menang. Sayangnya catatan lagu itu berada di sebuah tas pelana yang juga sudah dicuri dari istal.

Saat mereka sedang sibuk meneliti, sebuah surat kaleng yang menyebutkan bahawa ia mengetahui dimana cupcake berada tiba. Syaratnya, kakak beradik Bobbsey harus meletakkan sejumlah uang sesuai dengan petunjuk yang mereka terima. Menegangkan!.

Namanya juga kisah remaja, akhirnya pastilah bahagia. Keseruan justru berada pada upaya mereka memecahkan misteri. Agak berbahaya juga menurut saya, tapi pada akhirnya masalah terselesaikan dengan baik.

Tapi saya agak ragu jika hal itu diterapkan di tanah air. Bayangkan bagaimana reaksi petugas keamanan jika mendadak ada anak remaja yang melaporkan telah menemukan jejak pencuri kuda poni. Atau menelepon untuk menanyakan mengenai perkembangan kasus hilangnya kuda poni mereka. Saya jadi ingat kisah Pulung, Imung dan beberapa detektif remaja tanah air. Kendala terbesar mereka justru dari orang-orang sekitar.

Sebagai buku bacaan remaja, kisah dalam buku ini mengajarkan banyak hal, seperti persaudaraan yang erat, keberanian, rasa ingin tahu serta keinginan untuk membantu sesama. Sangat baik membentuk karakter anak bangsa. 

Setting lokasi peristiwa yang berbeda dengan tempat tinggal kita justru menjadikan unsur hiburan bagi pembaca. Dengan demikian pembaca bisa mendapat gambaran mengenai bagaimana bekerja di istal, situasi hutan serta kompetisi televisi lokal. Hal-hal yang tidak terjadi di sekitar kita bisa menambah wawasan bagi pembacanya.

Pada http://duniakuda-dimaspram.blogspot.co.id disebutkan bahwa kuda Poni adalah jenis kuda yang berukuran kecil. Tingginya dari tanah sampai ke punggung kurang dari 14 tangan (142 cm). Leluhur dari kuda peliharaan yang masih liar memiliki ukuran hanya sebesar ini tetapi setelah dijinakkan maka berkembang kuda yang kuat untuk diternakkan. 

Selanjutnya disebutkan juga bahwa hewan ini pemakan rumput, bila dalam keadaan terpaksa mereka dapat pula memakan daun dan tunas muda. Di inggris, kuda poni yang terkecil adalah jenis Shetland, yang berukuran sekitar 7 tangan.  

Buku ini saya temukan secara tidak sengaja diantara tumpukan buku. Lumayan untuk menghabiskan waktu di kereta yang singkat. Jadi penasaran pingin cari yang lainnya.





















Kamis, 07 Januari 2016

2016 #6: Coloring Your Soul



Penulis:Mary Balerina
Editor: Fitri Pratiwi
ISBN-13: 9789790652569
ISBN-10: 9790652569
Halaman: 96
Penerbit: VisiMedia Pustaka
Rating:3/5

Salah pilih warna, rusaklah karya

Pelajaran itu saya dapat ketika mencoba mewarnai buntelan buku yang unik ini. Unik karena biasanya saya mendapat nuntelan buku untuk dibaca bukan dicoret-coret dengan aneka warna he he he. Pelajaran itu juga bisa diterapkan dalam kehidupan, salah bertindak  maka bisa hancurlah kehidupan kita.

Buku mewarnai untuk dewasa ini memang sedang naik daun. Bahkan beberapa toko buku menawarkan diskon pembelian alat mewarnai jika membeli buku mewarnai untuk dewasa terbitan sebuah penerbit besar. Aneka jenis juga ditawarkan dari mewarnai alam, batik hingga terbaru versi postcard. Tidak hanya anak-anak, orang tua juga bisa menikmati kesenangan masa kecil dulu.

Nikmat? Buat saya sih tidak ^_^
Karena saya tidak menyukai aktivitas menggambar dan mewarnai sejak kecil, maka bagi saya justru mewarnai satu halaman bisa membuat stres. Apalagi jika belum selesai, bisa tambah membuat stres sibuk mencari waktu guna menyelesaikan. Saya nekat merima buku ini justru karena tertantang untuk mencoba mencari tahu dimana unsur menghilangkan stresnya. Sekali lagi ini saya lho, setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap aktivitas mewarnai ini.

Berbekal ilmu mewarnai yang saya "curi" ketika  menemani jagoan les mewarnai dulu, saya coba mewarnai satu gambar. Yup! Jagoan memang saya masukan ke les mewarnai agar ia memiliki aktivitas dan bisa sedikit melatih ketekunannya.  Dari sana saya ikut mengambil beberapa pelajaran yang sekarang akan saya coba terapkan.

Bolak-balik halaman, akhirnya saya memilih mewarnai burung Merak. Kenapa? Karena sepertinya itu yang paling gampang. Serius! Gambar lainnya lebih rumit dan membutuhkan banyak kesabaran untuk mewarnai detail. Berbekal pinsil warna pinjaman, mulainya saya mewarnai.

Saya ingat, dulu jagoan menorehkan segaris warna di bagian tertentu guna menandakan warna yang akan diberikan. Saya coba ikuti itu.  Sehingga tercipta sebuah komposisi warna.  Dulu seingat saya pinsil warnanya bisa dihapus, maka acuh saja saya coret sana sini. Eh kok pada bagian leher kurang pas ya. Dengan sok tahu saya coba menghapus garis yang saya buat. TIDAK BISA! Aduh..... langsung drop saya! Ternyata ilmu yang itu tidak bisa dipakai. Mau tak mau ya harus diwarnai sesuai garis yang dibuat walau kurang maksimal. Jadi stres!

Akhirnya selesai. Bandingkan karya yang sudah 100% selesai dengan si empunya pinsil warna yang belum tuntas. Beda jauh! Yang satu meski belum selesai sudah terlihat rapi. Arah mewarnainya konsisten, tidak ada warna yang melewati garis, padu-padannya serasi. Saya jauh dari itu semua. 

Lumayan terhibur melihat karya sendiri. Bukan menghilangkan stres bagi saya, tapi semacam puas sudah berhasil menaklukan tantangan bagi diri sendiri. Mewarnai sebuah gambar hingga tuntas!

Saat mewarnai,saya mencoba mempergunakan pinsil warna serta spidol. Untuk pinsil warna kendalanya justru pada pilihan warna. Merek G*****L ini menawarkan warna-warna yang kurang jreng alias kurang cerah bagi saya. Warna favorit saya, biru, justru ada dalam pilihan warna tua, akan kurang menarik jika dipakai.

Sementara spidol menawarkan aneka warna ceria. hasilnya juga lebih bagus, karena ada kesan mengkilat dan hasilnya terlihat lebih rata. Sayangnya kertas akan sedikit berubah pada satuan kesekian. Seperti kertas kena air lalu dipergunakan untuk menulis. Hal ini tidak terjadi pada buku ini saja menurut beberapa sahabat yang melakukan aktivitas mewarnai, tapi juga pada buku terbitan penerbit lainnya. 

Secara garis besar, buku setebal 96 halaman ini menawarkan sebuah cara untuk menghilangkan stres dengan menjelajahi hutan tanpa perlu biaya besar. Dalam buku ini akan kita temukan aneka gambar indah mengenai hutan dan aneka binatang yang bisa kita temui di hutan.  Silahkan ekspresikan warna yang disukai. Tidak perlu pikiran aturan! Yang penting warnai dengan apa yang disukai.


Selain aneka gambar tentang alam, ada juga kata-kata motivasi yang dibuat dengan mengambil bentuk alam. Misalnya dengan ilustrasi bunga dibentuk sebuah kalimat. Serta kata-kata yang mengandung unsur alam.

Aktivitas mewarnai ini ternyata memiliki banyak manfaat selain menghilangkan kebosanan. Psikiater Carl Jung seperti dikutip dari Fox News kerap memberikan terapi mewarnai untuk menenangkan dan membuat pikiran para pasiennya lebih terfokus. Sekarang ini, teknik itu  masih direkomendasikan oleh para dokter untuk mengatasi kegelisahan. 

Sementara itu,  Psikolog Dr. Ben Michaelis menerangkan bahwa mewarnai gambar bisa mengaktifkan logika pada otak dan menciptakan pola pikir yang lebih kreatif.  "Karena merupakan aktivitas yang terpusat, amygdala --bagian dari otak yang merespon rasa takut-- bisa beristirahat sedikit demi sedikit. Dan semakin lama efeknya bisa sangat menenangkan," tutur Ben.  Saat mewarnai, orang dewasa akan merasa seperti kembali menjadi anak-anak lagi. Sehingga mereka bisa merasakan kehidupan yang bebas dari tekanan dan rasa khawatir selama beberapa waktu. Itu seperti yang suka diucapkan oleh para orang dewasa, enaknya jadi anak-anak.


Oh ya, ada bonus paduan mewarnai dan mengetahui karakter berdasarkan favorit. Tapi jangan coba-coba menebak karakter saya karena pilihan warna yang saya gunakan bukan yang saya sukai. Seperti yang sudah saya sebut di atas, karena keterbatasan warna maka saya pilih yang paling mendekati. Saya yang tidak suka warna merah terpaksa mempergunakan warna merah karena tersedia 4 gradasi warna merah cerah dalam set pinsil warna yang saya gunakan. Warna hijau saya pakai karena memang saya menyukai warna itu, setelah biru tentunya *ngeyel*. 

Warna ungu dipilih begitu saja. Alam bawah sadar saya yang menuntun ke sana karena warna itu juga sering saya cari. Bukan berarti saya suka ungu lho. Sebetulnya mama dan keponakan saya yang suka warna ungu, lalu bos saya yang dulu juga suka warna ungu. Teman satu bagian saya juga penggila ungu. Alhasil setiap kali mencari oleh-oleh atau suatu barang untuk mereka saya akan mencari  yang warna ungu. Maka ketika tiada lagi pilihan maka tanpa saya sadari saya mengambil pinsil warna ungu.

Jadi hiraukan saja ocehan saya ya. Karena beberapa teman yang mencoba mewarnai buku ini menyebutkan bahwa buku ini menarik dan menawarkan aneka pilihan gambar yang bisa ditafsirkan berbeda bagi tiap individu. 

Saya cukup membaca sajalah.
Kemampuan intelektual saya tidak cocok dibagian visualisasi.