Kamis, 29 April 2021

2021 #13: Misteri Gadis yang Menyusup

Judul asli: Sang Penyusup
Penulis: Anna Snoekstra
Alih bahasa: Lingliana
ISBN: 9786020642918
Halaman: 304
Cetakan: Pertama-2020
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 85.000,-
Rating:3.5/5

Pergilah sekarang juga atau hal itu akan terjadi lagi
~Sang Penyusup, hal 225~

Ketika  sedang mencari buku yang bisa direkomendasikan untuk pengembangan koleksi kantor, mendadak saya menemukan buku ini. Membaca blurb yang ada, membuat saya langsung teringat pada kisah The Stolen Child karangan  Keith  Donohue. Lebih lengkap ada di sini

Seorang gadis Rebecca Winter-Becky atau Bec,  menghilang pada tahun 2003 dalam perjalanan pulangnya dari halte bus. Ia menyelesaikan jadwal kerja malamnya di Mac Donald's di Manuka,  Canberra pada 17 Januari 2003.  

Sebelas tahun kemudian, polisi menangkap seorang gadis yang mengutil dan mengaku sebagai Bec yang diculik sebelas tahun lalu.  Secara fisik ia begitu mirip dengan sosok yang hilang, hanya butuh penegasan dari  test DNA.

Bukan! Ini bukan spoiler lho, karena pada blurd sudah dikisahkan mengenai hal tersebut.  Seorang gadis yang kebetulan memiliki wajah  yang mirip dengan Bec, mencari upaya menyelamatkan diri dari penjara dengan mengaku menjadi sosok yang hilang sekian tahun lalu. 

Bagian ini agak mengganggu menurut saya. Ia mengetahui soal Bec dari menonton acara televisi Wanted bersama sang pacar. Ketika ditanggap, ia lalu memanfaatkan pengetahuan yang ia peroleh guna keselamatan dirinya. 

Berarti ingatannya lumayan kuat untuk bisa mengingat informasi yang pernah ia dapat secara menyeluruh. Umumnya, orang dalam keadaan terdesak memang bisa melakukan hal-hal luar biasa. 

Tapi jika sampai mengingat begitu banyak informasi mengenai orang lain yang sama sekali tak pernah dikenal  dalam rentang waktu yang lumayan lama, agak tak masuk akal untuk saya.

Gadis itu harus menyakinkan banyak pihak bahwa ia adalah Bec. Termasuk polisi yang  selama ini menyelidiki kasus hilangnya Bec.  Kapten Vincent Abdopilis yang sekian tahun berusaha memecahkan misteri hilangnya Bec, berusaha keras memaksanya untuk memberitahukan siapa pelaku penculikan, apa yang terjadi selama ia diculik. Apa saja yang bisa ia ingat, siapa yang ia lindungi?

Ternyata urusannya tak sesederhana yang ia kira. Semula, ia mengira dengan mengambil identitas Bec, ia bisa menikmati kehidupan nyaman, minimal untuk sementara waktu sebelum memutuskan langkah lebih lanjut terkait hidupnya.

Kenyataannya, keluarga Bec yang terdiri dari ayah, ibu dan dua adik kembar laki-laki tidaklah seperti yang ia duga. Bec asli diceritakan mengalami banyak hal aneh sebelum menghilang. Misalnya terdapat bercak-bercak darah kering di tangannya ketika bangun pagi.

Bec kw merasakan sikap mereka agak aneh. Seolah-olah ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Ia menduga hal itu dikarenakan kecanggunan tidak bersama selama 11 tahun. Mungkin mereka butuh waktu untuk membiasakan diri lagi, begitu dugaannya.

Keanehan lain juga terjadi. Bec kw merasa ada yang mengutit dirinya. Bahkan suatu ketika ia ditemukan terjatuh di jalan. Meski penolongnya mengatakan ia terjatuh karena sengatan matahari, namun ia tahu bahwa ada yang memukul kepalanya. 

Ditambah pesan singkat yang masuk ke telepon genggamnya berasal dari. nomor yang tak ia kenal dan penuh dengan nada ancaman. Apakah Bec asli menjadi sasaran kebencian sebelum ia menghilang? Atau ada yang mengetahui kebohongan Bec kw? Hem, penasaran juga ^-^.

Meski konon di dunia ini setiap orang memiliki 7 kembaran, namun bagaimana bisa polisi terkesan begitu mudah dibohongi? Pertama perihal dengan mudahnya ia mengaku sebagai Bec dengan memanfaatkan kemiripan yang lumayan banyak.

Apalagi Rebecca Winter yang asli berusia 17 tahun saat menghilang artinya pada tahun 2013 ia berusia 27 tahun. Sementara penirunya baru berusia 24 tahun. Tentunya seiring bertambahnya usia seseorang, terjadi  perubahan fisik tapo tak akan menghilangkan ciri khas dirinya.

Kedua,  Polisi menerima saja rambut yang diberikan sebagai sampel untuk mencocokkan DNA. Bahkan tak membantah penolakan Bec kw melalui petugas medis ketika mereka berupaya mengambil sampel darah.

Bagaimana mungkin Polisi bisa begitu saja percaya dan bersikap kurang hati-hati? Mereka menerima rambut yang diberikan oleh Bec palsu tanpa memastikan bahwa itu rambut asli dari dirinya.

Bagian yang mengisahkan Bec kw bertemu dengan sahabat Bec asli, menjadi lumayan menarik. Meski samar, sang sahabat memberikan isyarat ada yang berbeda dengan dirinya dibandingkan saat sebelum menghilang. 

Bisa dikatakan, Bec kw secara keseluruhan mampu memerankan peran sebagai Bec dengan baik. Tak hanya memanipulasi Polisi yang menangkapnya,  membuat keluarga Bec menerima kehadirannya walau masih menjaga jarak, bahkan membuat seseorang jatuh cinta.

Dan alasan trauma akibat penculikan, merupakan hal yang paling sering dijadikan alasan Bec kw dalam upaya membela diri saat terpojok. Terbukti cukup manjur untuk beberapa saat.

Membaca buku ini perlu sedikit ketekunan serta tentunya kesabaran. Karena dikisahkan secara bergantian antara tahun 2003 dan 2014, beberapa hal seakan tak berhubungan dengan kisah. Padahal jika dicermati, hal tersebut merupakan informasi mengenai peristiwa yang sesungguhnya terjadi terhadap  Bec.

Kesabaran membaca, akan membuahkan hasil ketika sampai pada halaman 262. Segala peristiwa misterius, mulai terjawab. Hal-hal yang semula samar menjadi lebih jelas. Sungguh tak terduga!

Pesan moral yang disampaikan penulis, semoga menjadi pelajaran bagi banyak orang. Mungkin kita bisa berpura-pura menjadi anggota keluarga yang hilang, namun belum tentu hal tersebut membebaskan kita dari masalah.

Bisa saja, justru kita berada dalam bahaya besar ketika mengubah jadi diri menjadi keluarga yang hilang. Kita tak pernah tahu bagaimana sesungguhnya diri seseorang.

Meski  ternyata kisah dalam Only Daughter/ Sang Penyusup berbeda dengan kisah yang ada dalam The Stolen Child, namun keduanya mampu menciptakan ketegangan serta rasa penasaran bagi  yang membacanya.

Meski demikian, ada beberapa bagian yang masih menjadi pertanyaan saya. Misalnya alasan para penjahat berbuat seperti itu. Apakah karena gangguan jiwa, terpicu oleh apa? 

Akhir kisah dibuat ala Hollywood sungguh menyebalkan. Pembaca dibiarkan berimajinasi mengenai bagaimana sesungguhnya kondisi serta kondisi sang peniru. Juga bagaimanakah nasib Rebecca Winter yang asli.

Sumber Gambar:
http://www.goodreads.com

Selasa, 13 April 2021

2021 #12: Satria Buku Berkelana dari Toko Buku ke Toko Buku

Judul asli: Dari Toko Buku ke Toko Buku
Penulis: Muthia Esfand
Penyunting: Rahma Tsania Zhuhra
ISBN: 9786239608774
Halaman: 522
Cetakan: Kedua-2021
Penerbit: SunsetRoad
Harga: Rp 125.000 (softcover)
Rating:4/5

... tetap akan ada orang-orang yang lebih suka datang ke toko buku karena mencari suasana yang hanya bisa mereka dapatkan ketika berada di tengah kepungan rak-rak buku dengan aroma khasnya. Melihat sendiri pilihan-pilihan buku dengan mata kepala mereka langsung, sembari merasakan lewat sentuhan jemari, lalu senyum yang terbit mantap sesudahnya setelah yakin dengan buku mana yang akan dipinang menjadi miliknya....

~Dari Toko Buku ke Toko Buku, hal 452~

Setiap penggila buku pasti memiliki kisah tersendiri ketika memasuki sebuah toko buku, surga dunia menurut mereka. Ada kisah yang menyertai  perjalanan mereka menuju dan pulang dari toko buku, kesan yang diperoleh selama berada dalam toko buku, buku yang ditemui,  hal-hal unik yang ada dalam toko buku, bahkan mungkin jatuh cinta dengan sosok yang ditemui dalam toko buku tersebut.

Meski banyak kisah yang bisa dibagi, namun sangat sedikit literatur yang mengangkat  tema toko buku.  Saya beruntung miliki  satu, hasil berburu di BBW,  yaitu Long-Established and The Most Fashionable Book Shops terbitan Braun  Publishing AG.

Ketika  Muth bercerita tentang keinginannya menerbitkan buku perihal perjalanannya ke aneka  toko buku, saya  langsung wanti-wanti berpesan agar segera mengabarkan jika buku tersebut jadi. Karya yang layak dinanti.

Setelah sekian  purnama berlalu, akhirnya kepastian buku tersebut terbit mulai beredar ramai. Kelalaian saya yang membuat tidak bisa memiliki edisi pertama. Tapi lebih baik terlambat dari pada tidak bukan? Oh ya karena tak sabar membaca, maka saya memesan versi softcover yang lebih dulu tersedia.

Dalam lebih dari 500 halaman, Muth mengajak saya (tentunya pembaca lainnya) untuk bersama-sama mengunjungi beberapa toko buku  yang berada lebih dari 10 negara plus sebuah negara imajinasi yang justru membawa keberuntungan baginya.

Karena ini merupakan kisah  perjalanan Muth, maka saya merasa tak ada salahnya membaca secara acak. Mau bagaimana lagi, perjalananya ke Barcelona tahun 2020  lalu  yang paling membuat saya penasaran. Maklum ada gula dibalik teh manis wkwkwk.

Kebetulan saya memiliki sepupu yang bertugas di sana. Dengan hobi jalan-jalan dan makan, saya yakin ia bisa cocok dengan Muth. Tak ada salahnya mengenalkan mereka berdua, siapa  tahu bisa halan-halan seru bersama.  

Agak memalukan juga, saya nyaris 20 tahun tak bertatap muka dengannya. Sementara Muth malah bisa menginap di apartemen dan menikmati makan seafood bersama. Membaca  bagaimana penampilan sepupu tersayang  membuat Muth  merasa terlindungi dan hangat, membuat saya ketawa geli.

Dengan kepiawaian Muth berkisah, kita akan dibuat seolah-olah sedang berada di sampingnya. Ikut was-was ketika paspor dicek di bandara Inggris dan perbatasan Slovenia,  bahagia plus sedikit iri ketika ia mendapat tote bag di Daunt Books, ikut menjadi murid tak resmi Hanif,  kelelahan bekerja, dan masih banyak  hal menarik lainnya.

Selain berkisah tentang kesan yang diperoleh ketika mengunjungi toko buku, Muth  juga mewakili curahan hati para pekerja dunia buku dan pembaca, saya agak curiga ini juga curahan hatinya ^_^

Misalnya kecenderungan penulis yang menolak mengubah konsep buku karena karyanya sudah dibaca jutaan kali di salah satu situs. Kalimat di halaman 129 tersebut sukses membuat saya juga merasa menjadi orang yang nyinyir karena menolak membaca buku dengan level sudah dibaca sekian kali.
Bincang Buku Pertama

Bagaimana Muth terkagum-kagum pada pramuniaga toko di Knihkupectvi Fantasya di  Praha sangat bisa dipahami. Kadang penjaga toko buku hanya sekedar menjalankan kewajibannya tanpa melakukannya dengan hati.  Ditanya mengenai suatu judul buku,  jawabannya sangat standar. Sama dengan tak  semua orang yang bekerja di perpustakaan cinta buku.

Saya jadi teringat, sempat mendengar tentang Universitas Hamburger (atau nama sejenis), di sana diajar bagaimana seseorang bisa menyajikan hamburger dengan kematangan daging yang sempurna,  bagaimana mengiris sayuran sehingga sesuai dengan ukuran hamburger, ada juga bagaimana memasak kentang goreng sehingga  renyah.

Hal-hal yang mungkin dianggap konyol bagi orang lain namun penting bagi mereka yang bekerja terkait urusan makanan cepat saji. Kalau saya tak salah ingat, sebuah gerai cepat saja dengan lambang M yang membuat pelatihan tersebut agar staf bisa melakukan pekerjaan dengan baik. Dan staf yang mengikuti pelatihan melakukannya dengan senang bukan sekedar memenuhi kewajiban tugas.

Banyak  juga informasi mengenai keunikan sebuah negara bisa kita temui dalam buku ini. Ada jurusan Studi Beruang di Universitas Ljubljana dikarenakan di sana masih terdapat banyak beruang sebagai contoh.  Muth  terlihat berusaha memasukan pengetahuan dalam tiap kisah yang ia tulis, tak melulu soal toko buku semata.

Kegalauan Muth di halaman 323, perkara yang bisa diatasi dengan mudah.  Saya ingin membisikan nama Andry Chang pada Muth. Seorang penulis muda yang mengambil tokoh mitologi lokal sebagai tokoh utama dalam karyanya. Bisa dikatakan ia menggali dan memodifikasi  mitologi lokal dengan tujuan memperkenalkan kontan lokal  pada kaum muda.

Perihal menjadikan buku sebagai altar ego sepertinya penyakit para penggila buku. Kebiasaan pamer belanjaan buku atau timbunan seakan menjadi penyakit yang tak ada obatnya. Tak heran Muth juga membahas hal tersebut di halaman 325.  Belakangan banyak orang yang mulai membedakan antara hobi membaca serta hobi belanja buku. Ada-ada saja 
Oleh-oleh kartu nama yang unik

Beberapa nama yang sangat saya kenal juga muncul dalam buku ini. Ada Jenny, lalu  Ulin yang sempat menemani Muth mengantri  penandatanganan buku, lalu ada Mbak Lina yang sabar menunggu Muth menonton episode terakhir seri favoritnya di sebuah gerai cepat saji. Edan si Muth!

Ternyata saya kurang begitu mengenal Muth selain urusan buku. Kejutan! Ia juga menyukai teh seperti saya. Pastinya dia tertawa ketika sepupuku tersayang di Barcelona 
menitipkan teh sebagai oleh-oleh.

Oh ya melipir soal oleh-oleh. Bagi banyak mulut iseng, berkata minta oleh-oleh adalah suatu kewajiban. Mereka tak tahu betapa susahnya orang harus berbelanja khusus untuk itu. Belum lagi dana yang dikeluarkan. Maka meminat oleh-oleh, selain cerita dan foto memang sangat disarankan.

Ada yang berkata, kan saya titip uang. Menurutmu berapa besar koper yang dibawa? Belum lagi jika titipanmu tak kira-kira beratnya. Usahakan jangan merepotkan orang saat ia berpergian. Jika dibawakan sesuatu, apapun itu terimalah sebagai tanda kasih.

Kembali pada buku Muth ^_^. Buku ini juga memberikan inspirasi bagi banyak penggila buku. Misalnya perihal seorang pemilik toko buku yang juga menyukai bir. Ia sempat memberikan tur vitual toko bukunya saat launching buku ini. Banyak peserta yang antusias bertanya, dan juga menyampaikan keinginan untuk membuka toko buku sendiri jika ada kesempatan.

Ketika ia menunjukkan beberapa buku dengan tema Indonesia, serta buku karya Eka Kurniawan yang diterbitkan dengan bahasa setempat, banyak peserta yang tak menduga hal tersebut.  Ikut bangga rasanya, budaya kita bisa berada di negara yang jauh.

Seperti Tom sahabat Muth, salah satu alasan saya  meninggalkan pekerjaan lama untuk bekerja di perpustakaan adalah guna mencapai impian setiap penggila buku, bekeja di antara buku. Meski saya tak menganjurkan orang lain berbuat segila saya he he he.
Secara garis besar, buku ini sangat bisa dinikmati oleh segala usia. Para penggila buku, atau mereka yang tertarik pada dunia penerbitan dan buku, sebaiknya membaca buku ini. 

Muth juga memberikan contoh bahwa pertemanan bisa membawa kebaikan juga keberuntungan. Dalam buku ini, ia bisa leluasa menginap di rumah sahabat sehingga menghemat biaya. Bahkan ia bisa mendapat kemudahan hanya karena menyukai serial yang sama. Meski demikian, waspada tetap harus dilakukan ya.

Kekurangannya ada pada ilustrasi yang dibuat berwarna hitam-putih saja. Padahal jika dibuat berwarna pada beberapa bagian tentunya akan menarik lagi (sialnya belakangan muncul pre order dengan halaman berwarna!).

Penjilidan lumayan rapi meski seperti lapisan plastik pada cover kurang rapi sehingga mengakibatkan  mudah copot, terutama jika buku sering dibawa-bawa. Dengan ketebalan buku, sesungguhnya ini bukan buku yang ramah untuk dibawa bepergian.

Ada baiknya Muth juga berbagai pengalaman lebih mendalam mengenai jalur yang dilalui menuju sebuah toko buku. Misalnya naik pesawat ke mana, kemudian disambung  dengan mempergunakan bus jurusan apa, jika perlu sertakan map perjalanan.  Bagaimana mendapatkan tiket murah. Memang infomasi tersebut sudah ada namun kurang lengkap.

Kira-kira, apakah akan muncul versi selanjutnya? Misalnya tentang toko buku di negara Asia? Kita tunggu!