Kamis, 30 November 2023

2023 #31: Kisah-Kisah Kocak Till Eulenspiegel

Penerjemah: Nurul Hanafi
Penyunting: Gita Karisma
ISBN: 9786237543015
Halaman: 92
Cetakan: Pertama-2019
Penerbit: Penerbit Kakatua
Harga: Rp 50.000
Rating: 3.25/5

"Tuanku yang baik, ada satu hal yang harus saya sampaikan pada Anda. Yaitu bahwa karya lukisan saya tak bisa dilihat oleh mereka yang derajatnya rendah," kata Eulensoiegel.
-hal 24-

Buku setebal 92 halaman ini berisikan kisah tentang Till Eulenspiegel,  tokoh jenaka yang berasal dari cerita rakyat menengah Jerman. Kumpulan kisahnya diterbitkan dalam bentuk  Chapbook-buklet kecil yang dilapisi kertas, tahun 1515.  Di Inggris ia dikenal dengan nama Owlglass.

Penampilan  Eulenspiegel pada kover depan, menggunakan topi dengan lonceng pada ujungnya,  menyerupai  pelawak atau badut  istana. Hal ini bisa kita anggap sebagai tanda bahwa ia adalah orang yang tak bisa serius dan memiliki banyak akal.

Terdapat lebih dari 20 kisah dalam buku ini. Mulai dari peristiwa kelahirannya, masa remaja hingga, petualangannya saat dewasa. Judul kisah yang ada juga tak kalah unik. Misalnya, seluruh  judul mempergunakan awalan kata Bagaimana. 

Ada judul Bagaimana Semua Penduduk Dusun, Pria Maupun wanita, Mengeluhkan Perilaku Si Kecil  Eulenspiegel;  Bagaimana  Eulenspiegel Menjadi Dokter Gigi dan Dokter Umum; Bagaimana   Eulenspiegel Menanam Benih Berandal; dan Bagaimana  Eulenspiegel Menakuti Seorang Pemilik Losmen di  Eulenspiegel. Serta yang kisah yang paling terkenal Bagaimana  Eulenspiegel Mengajar Seekor Keledai untuk Membaca. 

Kisah Bagaimana Eulenspiegel Melukis untuk Count Hessen dan Meyakinkan bahwa Lukisan itu Tidak Bisa dilihat oleh Orang Berderajat Rendah, membuat saya teringat akan kisah  Pakaian Baru Raja dari  Hans Christian Andersen. 

Kedua kisah menyebutkan bahwa hanya orang-orang tertentu yang mampu melihat kasil karya mereka. Dalam kisah Eulenspiegel, karya yang dimaksud adalah lukisan  asal-usul para bangsawan Hessen dan permusuhan mereka dengan para raja Hunggaria hingga pangeran saat ini di dinding grand saloon istana seorang bangsawan.

Hanya mereka yang memiliki derajat tinggi yang bisa melihat lukisan tersebut. Seorang bangsawan yang agak terbelakang, berkata dengan jujur bahwa ia tidak melihat apa-apa. Akibatnya ia dianggap memiliki derajat rendah.

Sedangkan pada kisah  Pakaian Baru Raja, 2 orang tukang jahit yang menjajikan pakaian baru bagi raja, tapi hanya orang tertentu yang bisa melihat pakaian tersebut. Ketika raja memamerkan pakaian baru dengan pawai,  seluruh penduduk negeri berbohong dengan memuji keindahan pakaian raja agar tidak dikira orang bodoh. Hanya seorang anak kecil yang menyebutkan bahwa ia tidak mempergunakan apa-apa. 

Pada Bagaimana Eulenspiegel Membikin Petugas Jaga Kota Nurenberg Jatuh ke Sungai, bagian yang mengisahkan bagaimana  petugas jaga kota jatuh ke sungai karena akal bulus Eulenspiegel, hanyalah sedikit. Yang banyak justru bagaimana Eulenspiegel bisa berada di kota tersebut.

Semula Eulenspiegel  mengaku sebagai seorang pendeta yang sedang mengumpulkan sumbangan bagi pembangunan  gereja utnuk menghormati St. Brandonis.  Ia memanfaatkan upaya orang untuk menutupi perbuatan maksiat dengan menyumbang uang. 

Eulenspiegel berkata, siapa yang gemar bermakisat tidak akan mendapat berkah. Mereka yang ingin terlihat tidak memiliki dosa, berlomba memberikan sumbangan. Kembali, pundi-pundi uang Eulenspiegel terisi penuh.

Satu hal yang pasti, jika menyampaikan sesuatu pada  Eulenspiegel haruslah spesifik, jika tidak, ia akan mempergunakannya untuk berbuat hal konyol.

Contohnya, ketika ada yang berkata "Kau lihat kan, jendela-jendelanya yang rendah menghadap jalan? Masuklah sana, nanti aku menyusul!" maka Eulenspiegel masuk dengan cara menjebol  kaca jendela. Padahal yang dimaksud adalah agar Eulenspiegel masuk ke rumah yang memiliki jendela rendah, bukan masuk melalui jendela.

Walau setiap kisah hanya terdiri dari sedikit halaman, secara keseluruhan cerita dalam buku ini membuat tertawa. Tapi, ada juga yang membuat kesal akibat  membaca akal bulus Eulenspiegel. Begitulah. 

Kalimat, "Tapi dalam petualangan berikut, yang akan sampaikan, ia tidak bisa disalahkan, karena korban tingkah usilnya tak lebih baik dibanding Eulenspiegel, dan sama sekali tak layak mendapatkan simpati kita," pada halaman 11 membuat saya merenung. 

Apakah benar kita bisa bertindak usil pada orang yang juga suka usil, atau orang yang (dianggap) suka bertingkah tidak benar? Apakah melakukan hal tidak benar menjadi dibenarkan jika melihat siapa korbannya? Rasanya tidak pas saja, menurut saya.

Mungkin, tanpa kita sadari di sekitar kita saat ini juga ada orang-orang yang memiliki sifat seperti Eulenspiegel, maka kita perlu waspada. Tentunya tidak disarankan untuk berbuat hal yang seperti yang mereka lakukan, karena itu membuat kita menjadi tak berbeda dengan mereka.

Menghibur. Semoga yang membaca cukup bijaksana untuk menjadikan isi buku ini sekedar hiburan, dan tidak terinspirasi untuk melakukan kekonyolan yang sama.

Senin, 20 November 2023

2023 #30 : Kisah dibalik Kain Batik
















Penulis: Iwet Ramadhan
Editor: Cevilia Hidayat
ISBN: 9786028740326
Cetakan: Pertama-2013
Rating: 4.5/5
Halaman: 144
Penerbit:  Literati

Aneka buku tentang batik sudah berjejer dengan manis di rak buku saya. Beberapa, isinya kurang lebih nyaris sama, perbedaan yang ada hanya hal kecil. Tetap saja, saya tak bisa melawan godaan buku dengan tema batik.

Demikian juga dengan buku ini.
Ditawarkan dengan harga promosi, siapa yang tak tergoda. Untuk urusan isi, semula saya pikir tak berbeda dengan buku-buku lainnya. Ternyata saya salah, ada sesuatu yang spesial dari buku ini.

Pertama uraian tentang ketertarikan penulis pada batik, dibagikan dengan cara yang indah. Saat membaca, seolah-olah sedang mendengarkan kerabat bercerita tentang kisah hidupnya. Ada kedekatan emosial yang terbangun.

Kedua, contoh kain yang ditempelkan membuat buku ini memiliki ciri khas tersendiri. Memang tidak besar dan banyak, tapi pembaca menjadi lebih paham tentang apa yang diuraikan penulis. Hal ini, berarti harus ada pekerja yang secara khusus menempelkan contoh batik pada tiap buku. Totalitas.

Uraian tentang aneka motif membuat saya semakin paham. Kain dengan motif Ceplok Slobok dari Surakarta ini, sering dipergunakan untuk menutup jenazah. Dengan harapan agar arwah dapat menemui Penciptanya tanpa ada halangan apa pun. Konon kain motif  hanya dimiliki orang tertentu saja, sehingga sering dipinjamkan pleh pemiliknya.

Dalam proses pernikahan, motif  diibaratkan sebagai doa sehingga motif yang digunakan dipilih dengan teliti. Truntum dipakai oleh orang tua mempelai sebagai simbol harapan agar cinta kasih kedua pengantin tak akan pernah pudar.  Sedangkan pengantin mempergunakan motif Sido Mukti. Pagar ayu dan bagus mempergunakan motif Lereng atau Parang.                                                    
Rasanya sulit menghafalkan aneka motif batik. Penulis memberikan saran agar kita memperhatikan terlebih dahulu detail motifnya baru kombinasinya. Memang butuh waktu, tapi tak ada yang tak mungkin jika kita memang ingin belajar memahami batik.

Selain membuat pengetahuan saya tentang motif bertambah, ada juga uraian tentang batik Madura, yang jarang ada dalam koleksi buku saya.

Ternyata,  batik dibuat langsung tanpa pola. Semuanya menggunakan teknis tulis, yang membedakan adalah kehalusan motif serta jenis cating yang digunakan. Menarik bukan!

Meski mengusung nama sponsor yang dicetak pada bagian akhir, tetap saja ini buku yang menarik. Saya malah mengharapkan ada lebih banyak produsen yang berkeinginan menjaga kekayaan lokal dengan cara seperti ini.

Dengan berat hati terpaksa menurunkan nilai 0,5 karena pada beberapa bagian, pilihan huruf yang dipakai justru menyulitkan membaca walau secara estetika memang menawan.

Senin, 06 November 2023

2023 #29: Marketing Wise: Pendekatan Inkonvensional Terhadap Strategi Pemasaran Di Asia

Namanya penggila buku, tak akan pernah rak buku bisa tersusun rapi dalam jangka waktu lama. Ada saja yang membuat rak harus kembali berantakan. Entah karena ada buku baru yang berdatangan, buku yang habis dibaca ulang atau digunakan sebagai referensi dan belum dikembalikan ke tempatnya, memindahkan susunan buku, hingga dengan berat hari mengeluarkan koleksi untuk menyediakan tempat bagi buku baru.

Demikianlah akhir pekan kali ini dihabiskan dengan menyusun ulang rak, karena baru saja mengeluarkan sederet buku-buku marketing untuk dihibahkan pada anak wiradha (mahasiswa yang magang kerja di kantor). Sungguh kebetulan dia mengambil jurusan marketing, jadi bisa menampung buku-buku saya.

Sambil beres-beres, mendadak menemukan buku-buku yang layak diberikan komentar karena isi dan keunikannya. Salah satunya buku ini. Sambil baca ulang sekilas, menggali memori saat kuliah dahulu. 

Marketing Wise: Pendekatan Inkonvensional Terhadap Strategi Pemasaran Di Asia
Penulis: Sunny T.H. Goh, Khoo Kheng-Hor
Penerjemah: Grace Satyadi
ISBN: 9796946653
Halaman: 281
Cetakan: Pertama-2005
Penerbit: PT Bhuana Ilmu Populer
Rating: 5/5

Ternyata dulu pernah membaca buku ini tapi "melaporkan" dalam versi bahasa Inggris. 
Mencoba memasukan versi bahasa Indonesia-nya namun gagal terus, baiklah.

Ini merupakan salah satu buku yang membuat saya begitu terpesona dengan dunia marketing.  Urusan marketing sering dianggap sepele, apa susahnya menjual atau memasarkan suatu produk? Padahal tak begitu adanya.

Ketika baru lulus, banyak teman kuliah saya yang dengan bangga menyebutkan bahwa mereka telah diterima kerja sebagai marketing, ujung tombak perusahaan, kata mereka dengan jumawa.

Siapa yang tak akan begitu? Baru lulus diberikan tugas yang (menurut mereka) menentukan nasib perusahaan. Tugas mereka (katanya) adalah mengupayakan sekian banyak produk laku dalam sekian waktu. Sehingga perusahaan bisa bertahan, bahkan berjaya. Tentunya mereka akan mendapatkan konpensasi yang menarik.

Tak semudah itu! Walau kelihatan sepele, ternyata banyak juga yang tak bisa memenuhi target penjualan, berbuntut pemutusan kontrak kerja. Selamat datang di dunia nyata!

Membuat seseorang membeli produk atau jasa yang kita tawarkan butuh banyak faktor, tidak cukup mulut manis yang mengeluarkan banyak rayuan maut ^_^.

Buku ini,  membuka cara pandang saya hingga paham betapa kuatnya  merek sebuah produk sehingga orang selalu mengidentikan produk itu dengan kategori. Dan butuh banyak sumber daya dan strategi untuk bisa sampai pada titik tersebut.

Dulu, orang menyebut odol ketika membeli pasta gigi, seiring waktu berubah menjadi Pe***den*. Demikian juga pembalut wanita, semua akan menyebutkan s**t*x. Atau membeli air kemasan dengan menyebutkan A*ua, walau yang dibeli bukan merek tersebut.  Promosikan kategori, bukan merek, demikian menurut buku ini.

Sudahkan Anda tahu kenapa seseorang membeli produk yang Anda jual? Apakah Anda tahu bahwa sesungguhnya mereka tidak membeli produk tapi membeli solusi yang diberikan oleh produk yang Anda jual? Maka  tawarkan solusi, bukan produk.

Jadi, jangan menggaungkan sebuah alat untuk mengepel lantai dengan praktis karena Anda tak perlu berjongkok dan memeras pel dengan tangan.  Tapi promosikan sebuah alat pel yang membuat pinggang Anda tidak perlu merasa pegal dan tangan Anda tak akan kotor karena ada alat pel yang bisa dioperasikan sambil berdiri, bahkan menemani Anda berjogat sambil mendengarkan lagu.

Anda juga tak perlu merasakan kotornya air sisa pel, karena alat tersebut memiliki kemampuan untuk memeras air tanpa perlu Anda sentuh. Tinggal operasikan bagian tersebut, jika ingin mengepel lagi. Jika sudah selesai tinggal buang air sisa pel yang ada di ember, lalu simpan seluruh perlengkapan. 

Anda bisa mengepel kapan saja, bahkan sebelum berangkat ke kantor tanpa perlu khawatir pakaian kerja kotor. Dan waktu mengepel yang lebih singkat, membuat manajemen waktu Anda tak akan kacau.

Anggapan bahwa iklan harus mampu meningkatkan penjualan tidaklah benar. Iklan harus meyakinkan merek, terutama penetapan ancangannya agar tetap hidup dan merasuki pikiran pelanggan.

Inspiratif!