Sabtu, 28 Maret 2020

2020 #15: Yuk Paham Cara Kerja Toilet

Judul asli: Toilet,  How It Works
Penulis: David Macaulay, Sheila Keenan
ISBN: 9781626722149
Halaman: 32
Cetakan: Kedua-2015
Penerbit: Roaring Brook Press

Now you know why we go to all the trauble!
~Toilet, How It Works~

Buku tentang toilet? Ngak salah beli apa? Banyak yang bertanya ketika mengetahui belanjaan saya untuk diri sendiri di BBW 2020 kali ini tak sebanyak biasanya. Hanya 1 boxset Little Women, 1 Little Women, dan buku ini. Maklum begitu menemukan bokset LW langsung anteng, serasa malas muter hall yang sebesar itu lagi ^_^.

Melihat buku ini di bagian anak, saya langsung tertarik. Judulnya menawarkan suatu hal yang tak biasa. Tak sedikit penghuni bumi ini tahu dan pernah mmpergunakan benda yang diberi nama toilet. Namun perihal tahu cara kerjanya, hal yang lain lagi. 

Sepertinya tak banyak yang tahu cara kerja toilet.Tak usah sangat paham seperti layaknya tukang yang membersihkan dan memperbaiki toilet. Tapi sekedar tahu sehingga jika terjadi kemampetan, atau air yang tak berhenti mengguyur, bisa tahu apa yang harus dilakukan sebagai langkah awal. Karena saya juga tak tahu, makanya saya membeli buku ini.

Buku ini akan memberikan ulasan mengenai  bagaimana cara kerja toilet, termasuk bagian-bagian yang membentuk mekanisme cara kerja toilet. Penasaran bukan?

Misalnya dijelaskan mengenai proses pengguyuran dalam toilet. Bagian apa saja yang terkait. Dari mana munculnya air yang dipergunakan dalam proses hingga ke mana akhir aliran air itu berada.

Lalu ada bagian yang memberikan informasi mengenai pengolahan dari apa yang kita buang di toilet, tahu dong apa yang dimaksud? Tentunya tidak sembarangan karena bisa  berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan jika terjadi salah pengolahan. 

Tak hanya soal toilet, pembaca juga akan mendapat infomasi mengenai bagaimana proses pencernaan yang terjadi dalam tubuh sehingga menghasilkan "ampas" untuk dibuang melalui toilet.

Dengan aneka ilustrasi yang menarik, buku ini memberikan makna baru bagi kata pengetahuan bagi pembacanya. Tak hanya mendapat pengetahuan, pembaca juga bisa menikmati keindahan ilustrasi yang ada. Meski ditujukan bagi anak-anak, orang dewasa seperti saya juga bisa ikut menikmatinya. 

Bagi mereka yang ingin membangun rumah, sepertinya buku ini perlu dibaca sehingga bisa tahu bagaimana menempatkan sebuah ruangan dengan lebih tepat.

Sayang juga ya kenapa kover harus berwarna agak suram? Tentunya jika dibuat dengan warna yang lebih cerah akan lebih menarik minat orang untuk membacanya. Mau bagaimana lagi, kesan pertama pasti berpengaruh dalam keputusan membeli dan membaca sebuah buku.

Ilustrasi toilet yang dipergunakan juga berwarna putih padahal ada aneka warna yang tersedia. Mungkin karena pada umumnya toilet yang dipergunakan orang berwarna putih? Demikian juga yang ada di sarana umum, mempergunakan warna putih.

Pada bagian akhir buku, saya menemukan ada beberapa judul buku dan situs yang bisa dikunjungi untuk mendapat informasi lebih lanjut seputar toilet dan sejenisnya.  Rupanya urusan toilet bisa dijaikan bahan tulisan yang bermutu juga. Unik!

Dan  saya menemukan ada Indeks juga. Bukan main! Sungguh buku yang penuh dengan informasi. Setelah membaca buku ini, kita menjadi lebih paham mengenai cara kerja suatu  benda yang sering digunakan.

Istilah "toilet" sendiri berasal dari bahasa Prancis toilette yang berarti ruang ganti. Akar katanya dari toile yang berarti kain, secara khusus, mengacu pada kain yang disampirkan di atas bahu seseorang sementara rambut mereka sedang ditata. Lebih lengkapnya bisa dilihat di https://www.republika.co.id/

Wah ternyada ada juga toliet yang terbuat dari emas, silakan meluncur ke sini. Seiring perkembangan zaman, toilet juga mengalami perkembangan dengan ditambahnya aneka  pendukung seperti penghangat dudukan toilet  serta manfaat yang tak sekedar urusan buang hajat.

Sumber gambar:

Buku Toilet, How It Works








Kamis, 19 Maret 2020

2020 # 14: Serunya Jadi Orang Kantoran


Judul asli: Asyiknya jadi Orang Gajian: Nggak Kerja, Nggak Hore
Penulis: Dion Yulianto
ISBN: 9786237333081
Halaman: 143
Cetakan: Pertama-2019
Penerbit:
Rating: 3/5
  
Bekerja adalah jalan hidup. Kita bekerja karena kita harus melakukannya. Kita bersenang-senang karena suka melakukannya. Jika keduanya dipadukan, maka kita bekerja karena kita suka, sehingga harus melakukannya.

Ketika buku ini mendarat, sebagai hadiah dari penulis, kedua alis saya langsung bertemu. Maksudnya apa ya buku ini? Kita diajak untuk cinta sebagai pekerja, atau malah mengingatkan  agar kita bersyukur memiliki pekerjaan? Pensaran.

Ternyata buku ini memutarbalikkan trend yang ada. Disaat banyak buku beredar yang penuh dengan gembar-gembor isue kebebasan finansial dengan menjadi pengusaha-apapun itu, buku ini malah mengajak para pekerja untuk duduk manis di kantor dan menikmati pekerjaan yang dimiliki selama ini. 

Buku ini menyarankan agar Anda mengabaikan gagasan untuk meraih kebebasan finansial. Untuk apa? Sebagai  pekerja  Anda sudah mendapatkan jumlah pendapatan yang tetap setiap bulan. Silakan memiliki usaha sampingan untuk mengisi waktu luang, namun bukan untuk meraih kebebasan finansial.

Secara jumlah, bisa jadi pendapatan karyawan tidak sebesar laba yang diperoleh pengusaha. Namun, tidak semua orang mencari pendapatan tinggi, melainkan kepastian. Terutama, bagi mereka yang sudah berkeluarga, adanya kepastian pendapatan adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan. Tidak jarang, keharmonisan rumah tangga juga ditentukan ileh kepastian pendapatan ini. Bekerja itu lebih pasti dapat duitnya.

Dalam dunia pekerja, ada semacam ungkapan  I Hate Monday, begitu mereka menyadari besok sudah hari Senin, waktunya mereka mulai bekerja lagi. Beberapa menjalani dengan stres, bahkan ada yang samoai menderita Monday Morning Blues. Hal ini terjadi karena mereka memulai kerja dengan rasa terpaksa. Untuk mengatasinya, ubah cara berpikir.

Dengan pola pikir yang sudah tersusun seperti itu, maka hari Senin yang sebenarnya tak berbeda dengan hari-hari lain menjadi momok menakutkan. Maka ubahlah kosep  Anda tentang hari Senin. Tanamkan dalam pikiran Anda, sekarang  bukan hate lagi tapi love Monday.Maka hari Senin akan menjadi  baik -baik saja.

Buatlah suasana kantor menjadi menyenangkan sehingga Anda merasa nyaman dan betah berada di sana. Sehingga Anda tak merasa berat harus pergi ke kantor. Hari-hari di kantor juga jadi menyenangkan dan memicu Anda menjadi produktif. 

Caranya bisa dengan bermacam-macam, misalnya:
1. Menjalin pertemanan dengan sesama karyawan;
2. Merapikan tempat Anda bekerja;
3. Bersenang-senang saat istirahat, sebelum, atau sesudah jam kerja di kantor;
4. Buat tempat kerja Anda menjadi nyaman sesuai dengan versi Anda, misalnya membawa tanaman, memasang pernak-pernik di meja,  dan sejenisnya.

Bayangkan hal-hal menyenangkan yang bisa Anda peroleh  jika berangkat bekerja hari itu. Tanamkan rasa bahagia dengan bekerja di hari Senin. Dengan demikian memulai hari untuk bekerja di hari Seninmenjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu.

Dengan menjadi seorang pengusaha, mungkin saja-masih kemungkinan lho, Anda bisa mendapat penghasilan yang lebih besar, namun apakah sudah terbayangkan  upaya apa yang harus Anda lakukan untuk bisa memperolehnya?  Bagaimana dengan waktu bersama keluarga? Apakah sudah dipertimbangkan konsekuensi yang muncul?

Tak ada salahnya menjadi seorang pekerjaan kantoran. Anda juga bisa memanfaatkan waktu luang dengan mencoba memulai usaha sederhana yang tak banyak menyita waktu. Siapa tahu Anda malah sia mendapat penghasilan dari banyak sisi.

Banyak hal menarik yang bisa ditemukan dalam buku ini. Terutama tips dan trik membuat kerja di kantor sebagai hal yang menyenangkan dan patut dibanggakan. 

Jika buku ini mengalami cetak ulang, ada baiknya penulis melakukan editing pada beberapa bab, terutama dalam hal petempatan topik. Ada topik yang lebih pas berada pada bab X, malah berada di bab C.

Epik!

Sabtu, 14 Maret 2020

2020 #13: Atlas Makanan Sedunia

Judul  asli: The Atlas of Food: Discovering the Flavors and Traditions of Cooking Around the World
Penyusun: Genny Gallo
Ilustrasi: Annalisa Beghelli
ISBN-10: 8854412791
ISBN-13: 9788854412798
Halaman: 95
Cetakan: Pertama 2018
Penerbit: White Star
Rating: 4/5

Sejak pertama kali melihat buku ini di meja BBW 2020, saya sudah jatuh cinta. Bagaimana tidak, buku yang sebenarnya diperuntukan bagi anak-anak ini memberikan informasi mengenai aneka makanan dari lima benua yang ada di dunia. 

Meski jumlahnya tak sama, tiap benua  minimal terwakili oleh satu atau beberapa negara yang ada di benua tersebut. Europe (maksudnya  Benua Eropa kali ya?)  diwakili  antara lain oleh negara German, Perancis, danPortugis. Sementara  untuk The Americas  ada United State of Amerika, Mexico dan Peru, 

Untuk Asia disebutkan food for the soul with the colors and fragrances of a rich array of spices. Benua Asia diwakili oleh beberapa negara juga seperti Vietnam, Rusia, dan  pastinya Indonesia. Agak aneh saya tak menemukan Malaysia dan Singapura di sana. 

Dari tiap negara yang mewakili  akan diberikan uraian mengenai hal yang paling terkenal dari negara tersebut, terkait makanan tentunya. Lalu ada juga kebiasan mengenai budaya makan, atau tata cara makan di negara terrsebut. Jadi selain tahu tentang makanan, kita juga akan mendapat informasi mengenai budaya.

Membuka bagian tentang Indonesia, saya langsung melongo. Ada sebuah gambar yang bagi saya identik dengan gambar yang sering dipergunakan untuk iklan mie instan. Ternyata setelah membaca informasi yang ada, itu adalah nasi goreng. Kok nasi goreng disajikan dalam mangkok, sementara yang soto seperti dalam piring.

Kemudian ada buble tea yang langsung membuat saya terheran-heran.  Sejak kapan minuman ini dianggap populer dari tanah air? Dalam buku  Sejarah Teh: Asal Usul Perkembangan Minuman Favorit Dunia, pernah disebutkan asal mula negara yang membuat bubble tea populer. Jelas bukan dari Indonesia.


Penasaran juga  kenapa beberapa makanan justru tidak masuk dalam uraian tersebut. Mungkin pertimbangan yang mendasari hal yang harus dibagikan dari sebuah negara,  berbeda dengan pendapat saya.  Tersebut rendang yang disebutkan sebagai makanan terenak di dunia versi CNN tidak ada dalam buku ini

Makanan yang disebutkan pada uraian tentang Indonesia selain nasi goreng dan bubble tea (entah kenapa saya merasa lebih tepat cendol), ada sate, es buah, kelepon, soto, kopi luak dan beberapa lagi.

Oh ya, budaya makan dengan mempergunakan tangan juga diulas dalam buku ini.  Sudah biasa bagi masyarakat Indonesia makan mempergunakan tangan tanpa sendok-garpu. Pisau memang ada namun hanya dipergunakan untuk memasak di dapur.

Ada saran juga untuk tidak bersin di meja makan, sebuah himbauan yang perlu diperhatikan. Jangan sampai kuman mengenai makanan di atas meja. Jika ada keinginan untuk bersin, segera meminta izin untuk meninggalkan meja sebentar.

Di bagian lagi, misalnya dari Thailand ada Sriracha. Lalu ada biskuit yang terkenal dari negara tetangga, Australia. Bagaimana cara menikmati Tim Tam yang pas juag diuraikan,  yaiut dengan digigit ujungnya lalu  dicelupkan dalam susu. Timtan juga bisa dipergunakan untuk sedotan minum susu

Ada juga bagian yang menceritakan tentang sarapan di seluruh dunia. Di  Brazil,  untuk sarapan digambarkan roti  bakar dengan isi pepaya. Sarapan di Italia berupa cappuccino, roti dengan berbagai selai sesuai selera, ditambah kukis. Sementara di Vietnam  ada Pho (semacam mie dengan daging)  serta minum teh.

Lalu ada bagian yang mengulas tentang makanan untuk saat acara khusus. Misalnya, di India saat perayaan Diwali, tidak akan lengkap tanpa Mithai. Artikel mengenainya bisa dilihat di sini.

Bagi mereka yang mengakui sebagai food blogger atau penyuka kuliner, buku ini wajib dimiliki karena bisa memberikan banyak referensi terkait makanan. Sementara bagi mereka yang sedang berkecimpung dalam dunia pendidikan terkait kuliner, buku ini menawarkan banyak hal.

Satu lagi kelebihan buku ini selain isinya, ilustrasinya sungguh menawan. Dengan aneka warna dan gaya yang diperuntukan bagi anak-anak, buku ini juga menawan  bagi pembaca dewasa. 

Semula saya membelikan buku ini untuk hadiah bagi admin di  IG Makan Harus Enak, ternyata belakangan banyak teman-teman yang bertanya pada BBW di rak mana buku ini ditemukan. Wah agak tergoda untuk membeli lagi bagi diri sendiri. 
Sumber gambar:
The Atlas of Food: Discovering the Flavors and Traditions of Cooking Around the World

Senin, 09 Maret 2020

20120 #12: Menikmati Puisi Dalam Sekaleng Khong Guan


Judul asli: Perjamuan Khong Guan: Kumpulan Puisi
Penulis: Joko Pinurbo
Penyelia naskah: Mirna Yulistianti
ISBN: 9786020657587
Halaman: 130
Cetakan: Pertama-Januari 2020
Penerbit: Pt Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 68.000
Rating: 3.75/5

Di kaleng Khong Guan
hidup yang keras dan getir
terasa renyah seperti rengginang

Berkerudungkan langit biru,
ibu yang hatinya kokoh membelah
dan memotong-motong bulan
dan memberikannya
kepada anak-anaknya yang goyah

Anak-anak gelisah
sebab ayah mereka
tak kunjung pulang.
"Ayahmu dipinjam negara.
Entah kapan akan dikembalikan."
si ibu menjelaskan

Lalu mereka selfi di depan
meja makan: "Mari kita berbahagia."

Si ayah ternyata sedang ngumpet
menghabiskan remukan rengginang.

(2019)
~ Perjamuan Khong Guan, halaman 102"

Sepertinya, nama kue kering Khong Guan sudah melegenda di tanah air tercinta ini. Sempat ada waktu ketika kue ini menduduki peringkat kue yang paling dicari, terutama saat hari raya.
   
Bahkan harga yang lumayan mahal ketika itu tidak membuat surut keinginan orang untuk menjamu tamu dengan kue kering paling top saat itu. Caranya? Beberapa warung di perumahan, menyediakan Khong Guan untuk dibeli per satuan kue, kreatif bukan?

Jadi, setiap ada rumah yang menerima tamu, bisa "meminjam" kaleng kue Khong Guan dan menghidangkannya pada tamu. Sebelum dibawa, pemilik warung akan menghitung berapa kue yang ada, kemudian ketika kaleng dikembalikan akan dihitung kembali berapa kue yang tersisa. Selisih kue sebelum dibawa dengan saat dikembalikan yang harus dibayar peminjam. 

Tentunya juga dengan mempertimbangkan pengakuan sang peminjam. Karena bisa saja kue remuk ketika proses peminjaman. Kurang lebih begitulah prosesnya yang saya peroleh dari informasi beberapa kerabat.

Khong Guan memang melegenda. Hingga ilustrasi yang ada di kaleng juga mendapat sentuhan kreatif. Dari mame yang mempertanyakan ke mana perginya sosok sang ayah, hingga bermunculan aneka editan yang menggugah. Kover buku ini pun dibuat dengan menyembunyikan ilustrasi gambar ayah ke dalam. 

Dalam puisi Keluarga Khong Guan, Joko Pinurbo juga mempertanyakan keberadaan sang ayah.
 
Banyak orang penasaran
mengapa sosok ayah
dalam keluarga Khong Guan
tak pernah tampak di meja makan?....

Sepertinya  Keluarga Khong Guan  akan selalu identik dengan sosok ibu dan dua anak tanpa keberadaan sosok ayah. Meski sering disebut  sebagai candaan, bahwa sang ayah yang memoret he he he.

Tapi, jangan tertipu jika Anda melihat sebuah kaleng Khong Guan tergelak begitu saja. Isinya bisa saja benar-benar kue kering. Namun, bisa juga rengginang renyah, kerupuk, emping, atau benda-benda lain tergantung keinginan si pemilik. Tak ada ketentuan resmi tentang pemanfaatan kaleng Khong Guan setelah isinya habis, Suka-suka  Anda!

Demikian juga dengan sosok Joko Pinurbo, yang memanfaatkan kaleng Khong  Guan sebagai wadah untuk bereksrpresi. Aneka kata tersusun menjadi bait puisi yang penuh makna dalam buku puisi berjudul Perjamuan Khong Guan.

Terdapat empat "kaleng" dalam buku ini, dimana tiap "kaleng" menyajikan berbagai puisi yang jumlahnya berbeda-beda. Pada "kaleng dua" terdapat 18 puisi, sementara pada "Kaleng Tiga" lebih dari lima belas puisi .

Berbagai hal disinggung dalam karya Joko Pinurbo. Perihal penyitaan buku, tertuang dalam puisi Buku Hantu di halaman 27 dari Kaleng Satu. Untuk mengenang petugas yang meninggal saat mengawasi pemungutan suara beberapa waktu lalu, ada puisi berjudul Pesta. Sementara urusan banjir juga mendapat jatah dalam buku ini di halaman 29 dengan judul puisi Bonus. 

Jika Minnah menjadi benang merah dalam Kaleng Tiga, maka pada Kaleng Empat, justru kata Khong Guan yang menjadi benang merah semua puisi. Sungguh bagian ini cukup menghibur saya yang sebelumnya kurang bisa menikmati buku puisi.

Membaca Anak Khong Guan, membuat saya tertegun. Sudah begitu parahnya kecanduan kaum muda akan gawai sehingga mereka tak peduli sesama, berebut gawai. 

Dengan mengambil sosok dua anak yang ada dalam kaleng, makin membuat pembaca akan merasakan kedekatan emosi antara puisi dan kehidupan sehari-hari. Apalagi bagi mereka yang menghabiskan masa kecil dalam keluarga pengagum Khong Guan.

Semoga puisi ini tidak hanya menyentil banyak pihak namun juga menjadi dasar menjadi suatu wujud nyata berupa kegiatan mengurangi kecanduan anak pada gawai. 

Buku  puisi ini memberikan makna lain dari puisi bagi saya. Puisi juga bisa membuat saya merenung, tertawa, sekaligus menangis. Kata-kata yang dipakai sebenarnya merupakan kata yang sering kita pergunakan juga sehari-hari. Kepandaian seorang mastero yang membuat kata tersebut menjadi berbeda.

Siapa yang tak akan tergoda ketika melihat buku ini terpajang di toko buku? Tanpa perlu menuliskan kata Khong Guan, setiap yang melihat kover akan teringat dengan merek tersebut,  apa lagi dengan warnanya yang merah menyala. Sebuah  perpaduan antara strategi pemasaran  dengan karya seni yang unik.

Saya jadi penasaran, kenapa tidak saja sekalian mengajak produsen Khong Guan bekerja sama. Entah  bagaimana bentuknya, bisa membeli 2 kaleng mendapat satu buku.  Atau siapa yang berutung bisa menemukan buku ini dalam kalengnya.  

Penasaran, saya mencuba mencari informasi lebih mengenai kue yang legendari tersebut. Ternyata sudah ada sejak tahun 1970! Wah lebih tua dari usia saya. Untuk informasi lebih lengkap bisa menuju laman produsen di sini.

Pada bagian belakang buku, disebutkan bahwa buku ini ditujukan bagi pembaca usia 16 tahun keatas. Mengingat isi buku, sepertinya buku ini akan lebih pas jika ditujukan bagi pembaca berusia 17 tahun keatas. Lebih tua setahun dari yang disarankan penerbit.

Penasaran, apa lagi karya selanjutnya yang akan muncul.

























Rabu, 04 Maret 2020

2020 #11: Rumah Lebah

Penulis: Ruwi Meita
Penyunting: Aprilia Wirahma
ISBN: 9786232164840
Halaman: 284
Cetakan: Pertama-2019
Penerbit: Bhuana Sastra
Harga: Rp 73.000
Rating: 3.75/5

Tidak ada yang lebih miris daripada mayat yang mengapung di danau karena dia membawa kabar kematiannya dalam kebisuan. Seseungguhnya dia berseru-seru dalam kebekuannya.
~Rumah Lebah, halaman 146~

Kadang, karena kita terlalu sering menganggap sepele sesuatu hal, bukan tak mungkin sebuah hal buruk bisa terjadi tanpa kita sadari. Begitulah  hikmah yang saya ambil dari kisah ini.

Mala, seorang anak berusia 6 tahun  yang tinggal di Desa Ngebel, Ponorogo, sering menyebutkan ada 6 orang yang tinggal bersamanya. Selain dirinya, ayah dan ibu, Mala menyebutkan beberapa nama yang tak seorang pun pernah melihatnya. 

Ada Satira, seorang gadis berusia 11 tahun, dan akan selamanya berusia 11 tahun. Takut cahaya serta ketinggian. Menyukai warna gelap.  Ia sangat senang menyakiti Mala dan tak suka pada hal-hal manis. 

Tante Ana Manaya, menyukai keramaian, tinggal di desa sangat tidak cocok baginya.  Kuku-kuku dan rambutnya diberi warna cerah. Dan ia gemar merokok. Lalu ada sepasang kembar yang jarang bisa ditemui Mala.

Wilis, seorang anak yang keseluruhan tubuhnya berwarna hijau, kecuali  bola matanya yang berwarna zamrud. Ganggang menutupi kepalanya. Ia sangat menyukai beruang. Serta Abuela yang mengajarinya bahasa Spanyol.

Kedua orang tua Mala menganggapnya sebagai khayalan anak-anak semata. Sang ayah yang sedang menanjak karienya sebagai penulis, menganggap Mala sedang mengalami masa memiliki teman khayalan. 

Sementara sang ibu, terlalu sibuk memikirkan tubuhnya yang sering merasa lemas dan mudah tertidur di mana saja.  Apalagi Mala tidak bersekolah, hanya belajar di rumah, maka sang ibu menganggap semuanya hanyalah cara Mala mengisi waktu.

Ternyata kebiasaan sang ibu dan khayalan Mala berkembang menjadi sesuatu yang menyeramkan. Berbagai kejadian aneh bermunculan. Andai sang ayah lebih mau peduli pada keluhan istrinya, tentunya tak akan ada peristiwa tragis yang terjadi. 

Peristiwa tersebut  ternyata juga melibatkan  seorang artis cantik dan pengusaha muda yang sangat sukses, Rayhan.  Keduanya tinggal di dekat  rumah mereka. Uang dan kemasyuran melindungi memang bisa melindungi Rayhan dari bahaya. Namun tidak bagi yang lain.

Pembaca akan diajak mengikuti sebuah kisah keluarga yang sangat jauh dari bahagia. Tak seperti kisah Keluarga Cemara yang menawarkan akhir membahagiakan, buku ini justru menawarkan  akhir kisah kelam yang memilukan. Apa lagi yang akan pembaca temukan dari karya Ruwi Meita, seram dan sedih ^_^.

Banyak petunjuk yang tersembunyi. Jika pembaca jeli, tentunya sudah bisa menebak arah kisah yang luar biasa. Bocoran sedikit, misalnya tentang kebiasaan ibu yang mendadak tertidur, ayah yang buta warna, dan kebiasaan Mala bermain di hutan dekat rumah.

Saya juga sempat terkecoh he he he. Ternyata alur  kisah sungguh tak terduga.  Sesuatu yang sudah jelas saya baca dan harusnya menjadi pertanda, luput dari pengamatan saya. 

Meski demikian, ada beberapa hal yang membuat saya penasaran juga. Misalnya saja, pada halaman 44 disebutkan bahwa Mala mendapat ensiklopedia berbahasa Spanyol dari Ayah. Kenapa harus  membeli dalam bahasa Spanyol? 

Menurut saya agak kurang pas jika ada  orang yang membelikan anaknya ensikloepdia dalam bahasa asing non Inggris, sementara bahasa ibu yang dipergunakan juga bukan bahasa Inggris. Bukankah lebih pas jika membeli ensiklopedia dalam bahasa Inggris? 

Mungkin ada campur tangan Abuela dalam membelinya, namun kenapa sang ayah tidak merasa perlu mengecek pembelian ensiklopedia tersebut? Begitu pasrahkan dia pada sang istri dalam hal pengurusan anak? Sehingga menyetujui saja pembelian sang istri atas saran Abuela.

Saya penasaran, apakah  obat merah dimaksudkan dalam buku ini adalah obat untuk mengobati luka? Jika setting kisah tahun 2006, maka pastinya obat itu yang dicari jika ada yang terluka.  Hanya bukannya obat merah adalah merek? Sepengetahuan saya, seharusnya adalah antiseptik. Iseng saya mencari informasi tentang obat merah, wah sudah dianggap obat jadul ternyata  sekarang he he he.

Begitulah masyarakat kita, jika sebuah produk sudah begitu melekat maka merek akan menjadi kategori. Sebuah kegiatan pemasaran yang sangat sukses. Begitu orang membutuhkan sesuatu untuk menyembuhkan luka, maka mereka akan mencari obat merah bukan antiseptik. Sekarang mungkin akan menyebut merek B.

Selain hiburan, pembaca juga bisa  mendapatkan pengetahuan. Misalnya tentang tanaman Kecubung yang bisa menciptakan halusinasi. Atau tentang ancaman musnahnya beruang kutub pada tahun 2020 akibat pemanasan global.

Oh ya, pastinya ada bagian yang memuat tentang buku dan kesukaan membaca. Dalam buku ini selain Mala yang digambarkan gemar membaca, salah satu tokoh, Kartika juga menyukai membaca. Ia menggemari novel konspirasi dan intrik, maka tak heran jika ia mengoleksi semua karya Don Brown.

Karakter tokoh yang kuat, menjadikan kisah begitu menawan. Meski banyak karakter yang terlibat, namun penulis mampu membuat kepribadian  tiap sosok konsisten dari awal kisah hingga akhir.

Kalimat favorit saya dalam buku ini ada di halaman 163, diucapkan oleh Rayhan.
"Hidup adalah tentang bagaimana pintarnya mengolah nafsu."
Secara keseluruhan buku ini sangat cocok dibaca oleh siapa saja yang menyukai kisah psycho thriller.  Bagi mereka yang menyukai kisah 24 wajah Billy, buku ini bisa menjadi pilihan. Menghibur.

Serta perlu dibaca oleh para orang tua, dan calon orang tua agar lebih bijak dalam mendidik anak. Juga bagi mereka yang punya kecenderungan kebiasan tidur mendadak.

Eh, saya juga suka mendadak tertidur! Jangan-jangan...