Sabtu, 29 Juni 2019

2019 #17: Kisah Ghost Fleet


Penulis: P.W Sinear & August Cole
Penerjemah: Reinitha amalias Lasmana & Maria Lubis
Penyunting: Dyah Agustine
ISBN: 9786024410766
Halaman: 544
Cetakan: Pertama 2018
Penerbit: PT Mizan Pustaka
Harga: Rp 145.000
Rating: 3.5/5

Kisah ini terinspirasi dari trend dan teknologi dunia nyata.
Tetapi, pada akhirnya, ini hanyalah fiksi, bukan prediksi.

Kalimat  pada halaman awal tersebut langsung  membuat saya berhenyak. Sebuah peringatan bahwa ini adalah fiksi sudah diberikan,  jika masih ada yang menganggap ini adalah prediksi, sungguh aneh.  Entah apa yang membuat mereka begitu percaya ini adalah prediksi.

Demikian juga denga kalimat yang tertera di sampul, "Sebuah novel." Bisa dianggap ini merupakan penegasan dari pihak penerbit bahwa ini adalah sebuah novel, sebuah karya fiksi semata.

Awal kemunculan buku ini bisa dikatakan cukup unik. Ketika salah satu calon presiden periode tahun 20XX  menyebutnya, mulailah banyak yang tertarik untuk membaca karena disebutkan menyinggung tentang negara kita tercinta. Tak ketinggalan saya he he he
Sebuah versi digital mendarat di telepon genggam saya dalam waktu singkat. Sayangnya berbahasa Inggris (ya jelasnya^_^). Dengan kemampuan bahasa yang standar, saya mencoba menuntaskan. Tak ada yang spesial, walau memang menyebutkan tentang negara kita, dari sisi saya lho.

Saat kali pertama melihat versi terjemahan, langsung masuk dalam belanjaan. Kembali, membaca cepat, membuat komentar butuh waktu. Plus saya pribadi merasa saat itu belum tepat mengeluarkan komentar mengenai buku ini, takut menimbulkan pro dan kontra yang tidak jelas ujungnya. Pahamlah maksud saya ^_^

Secara garis besar, kisah ini berkisar mengenai Perang Dunia III antara dua kekuatan utama, yakni Amerika Serikat serta koalisi Cina-Rusia. Terjadi suatu hal sehingga Cina yang memiliki cadangan gas bumi yang melimpah dikisahkan  berubah menjadi negara yang menguasai energi dunia.

Ambisi untuk menguasai dunia muncul, terutama untuk menguasai kawasan Pasifik Barat. Caranya dengan menaklukkan Amerika Serikat, merentas sistem keamanan mereka. Segala hal yang terkait dengan teknologi mendadak menjadi kacau, bahkan sistem pertahanan yang mengandalkan satelit sukses dilumpuhkan.

Walau begitu, bukan berarti Amerika Serikat diam saja, mereka melawan dengan mengandalkan kapal perang kuno. Kapal-kapal tersebut sudah berada pada kondisi dipakai enggan, disimpan sayang. Banyak yang disingkirkan sebelum waktunya. Kapal-kapal tersebut dikenal dengan istilah Ghost Fleet-Kapal Hantu.

Sebenarnya itulah kekuatan Ghost Fleet. Karena sistem kapal sederhana, hacker tidak bisa melumpuhkan sistem melalui jaringan internet. Para perwira  senior diminta mengajari para junior bagaimana mengoperasikan kapal tersebut. Sebuah kerja sama yang kompak.

Bagian ini memberikan kita pemahaman bahwa dalam kondisi apapun kita tidak boleh mudah menyerah. Kadang, sesuatu yang sepertinya ketinggalan zaman, atau sudah  jarang kita gunakan,  justru bisa menjadi solusi bagi masalah yang sedang dihadapi.

Selain kisah yang penuh aksi, pembaca juga bisa menemukan kisah dengan mengusung unsur kemanusian.  Misalnya kisah bagaimana salah satu veteran yang dipanggil bertugas kembali, Opsir Kepala Mike Simmons harus menjadi anak buah anaknya sendiri, Kapten Jamie Simmons, Kapten kapal USS Zumwalt. Penuh dengan konflik yang menarik.

Sang anak yang merasa terabaikan sejak kecil, harus menahan ego untuk  bertindak wajar selaku atasan sang ayah. Sementara sang ayah, juga harus menahan diri dan menghormati setiap keputusan sang anak selaku akpten kapal. Bukan hal mudah bagi keduanya.

Membaca yang  tertera pada halaman 7-10,  membuat saya teringat Kisah Petualangan Tintin: Penjelajahan di Bulan. Sungguh mengerikan, ketika orang yang kita anggap sebagai kawan justru berkhianat dengan membiarkan kita menjemput maut di angkasa, 400 kilometer di atas permukaan bumi.

Beberapa kata terkait negara kita tercinta memang bisa ditemukan dalam buku ini. Ada kata Indonesia  dan Sulawesi Utara di halaman 42, lalu perairan bekas Republik Indonesia di halaman 26, 34.

Pada halaman 26 tertera, “Selat sepanjang kira-kira 963 kilometer yang terbentang di antara bekas Republik Indonesia dan Malaysia memiliki jarak tersempit kurang dari 3 kilometer, nyaris tidak memisahkan negara otoriter Malaysia dengan anarki yang menguasai Indonesia setelah berlangsungnya perang Timor kedua.”

Salah satu produk yang mendunia, Samsung, juga diangkat dalam buku ini. Pada halaman 21 tertera, “Kacamata Samsung berbingkai emas yang digunakan Torres jelas bukan produk keluaran Angkatan Laut.” Ada juga Dunkin’ Donuts di halaman 59. Di halaman 150 disebutkan tentang Pulau Mare, mungkinkah yang dimasud adalah Pulau Mare di kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara.

Secara keseluruhan ada 4 bagian dan 1 epilog dalam buku ini. Untuk bagian 1-4 pada awal bagian pembaca bisa menemukan ungkapan dari Sun-Tzu, The Art of War. Sementara pada epilog tertera  kalimat bijak dari William Walker.

Buku yang menarik. Membacanya perlu dinikmati halaman per halaman hingga bisa mencicipi sensasi keseruan kisah yang dijanjikan oleh penulis. Cocok dibaca oleh mereka yang menyukai dunia intelegen.


Sumber: Goodreads Indonesia