Sabtu, 29 November 2014

Review 2014#65: Ingin Ku Lihat Senyum Pak Dahlan


Judul asli: Senyum Dahlan
Penulis : Tasaro GK
Penyunting: Tim Noura Books
Penyelaras aksara: Nunung Wiyati
Penata aksara: Abdul Wahab
Ilustrasi isi: Sweta Kartika
Desain sampul: Windu Budi
ISBN : 978-602-1606-90-2
Halaman : 320

Penerbit : Noura Books

Harga : Rp 64.500,

Perjalanan, kadang harus dimulai dengan keterpaksaan. Meninggalkan satu takdir menuju takdir lainnya. Meninggalkan banyak nama dan berharap akan bertemu dengan nama-nama yang baru.
~Saptoto~
Kadang butuh waktu lama untuk menuntaskan penerbitkan sebuah trilogi. Lebih baik lambat dari pada tidak sama sekali Meski jeda cukup lama dibandingkan dengan buku terdahulu akhirnya terbit juga buku pamungkas dari Trilogi Novel Inspirasi Dahlan Iskan. Hal ini membuktikan penerbit cukup konsisten untuk menyelesaikan sebuah trilogi yang mereka terbitkan. Wujud sebuah komitmen untuk memanjakan pembaca.

Buku ini merupakan buku pamungkas dari  Trilogi Novel Inspirasi Dahlan Iskan. Dua buku terdahulu ditulis oleh penulis yang berbeda dengan penulis buku pamungkas ini. Tanpa sengaja saya membayangkan sosok keduanya. Saat menutup mata, saya membayangkan  sosok keduanya dalam gambaran yang sangat berbeda. 

Sosok penulis dua buku terdahulu, biasa saya sapa dengan  Daeng, terbayangkan berada dalam sebuah panggung sedang membacakan puisi atau manalog sementara beribu pasang mata memandangnya dengan kagum. Begitu selesai, riuh ramai tepuk tangan penonton terdengar membuat gedung seakan runtuh. 

Sementara sosok yang lain, penulis buku pamungkas ini, sedang sibuk  bekerja mengurus kebun sayurannya. Ia mengunakan kaos sederhana, celana selutut dan memakai caping, topi petani. Saat itu matahari nyaris berada di atas kepalanya. Tanda waktu untuk istirahat. Sambil duduk melepas lelah di bawah pohon, Tasaro terlihat sibuk menulis dengan bersemangat di  sebuah buku tulis lusuh yang sudah nyaris penuh. 

Sudah bisa membayangkan sekarang bagaimana perbedaan aura buku pertama dan kedua dengan buku ketiga? Namun  begitu, benang merah kisahnya masih terasa karena seorang Dahlan Iskan merupakan sosok dengan kepribadian yang kuat, bersahaja serta selalu perduli pada sesama.

Jika pada dua buku terdahulu kita akan diajak mengikuti kisah hidup seorang Dahlan Iskan dengan menjadi "bayangan" Dahlan muda maka tidak dalam buku ini. Pada buku ini kita juga diajak mengikuti perjalanan kehidupan dua orang remaja pria yang begitu mengidolakan Dahlan. Saptoto dan Kanday.

Saptoto sangat ingin menjadi seorang penyiar. Kekaguman sang ibu pada sosok Dahlan Iskan hingga membuat sebuah kliping tulisan Dahlan membuatnya mempertimbangkan jurusan Jurnalistik, disamping urusan biaya tentunya. Padahal idolanya adalah  Max Sopacua pembaca berita bukan Dahlan! 
 
Buat acara ini musti berangkat jam 04.00 WIB bareng Sis Rina W
Kanday berbeda karena namanya. Sejak sekolah ia sudah suka menulis meski hanya setaraf jurnalistik sekolah. Kliping Saptoto justru menjadi acuannya dalam belajar dan berkarya. Ia jauh lebih memanfaatkan dan mencintai kliping itu dibandingkan sang empunya. Malah bisa dikatakan Kanday lebih identik dengan kliping itu dari pada sang empunya. Niatnya untuk menggandakan kliping itu patut dipertanyakan mengingat ia bertindak seolah-olah itu adalah kliping miliknya.

Keduanya bertemu dan bersahabat karena permainan takdir, keduanya tak lulus UMPTN. Sama-sama mencari kuliah yang murah. Sama-sama mengambil jurusan Jurnalistik. Sama-sama jauh dari keluarga. Meski sering berbeda pendapat namun tanpa disadari keduanya terikat satu sama lain karena  Dahlan Iskan.
  
Dalam buku ini penulis mengisahkan tentang bagaimana sepak terjang serta perjuangan Dahlan Iskan sejak pindah ke Surabaya hingga sukses memajukan Jawa Pos. Menjadikan Jawa Pos sebagai koran dengan foto depan berwarna pertama di tanah air. Kisahnya bergantian diceritakan dengan kisah kehidupan Saptoto dan Kanday sejak mulai masuk kuliah hingga memantapkan diri memilih tujuan hidup.

Jika Kanday sangat tekun dan paham apa yang ia inginkan. Ia selalu ingin menjadi seperti Dahlan, syukur jika bisa masuk menjadi bagian dari mimpi Dahlan. Sementara Saptoto gamang akan pilihan kehidupannya. Ia kian ragu apakah ia menjalani pilihannya karena ia mulai mencintai dunia jurnalistik atau karena menghormati keinginan ibunya serta urusan perut yang tak bisa ditawar.

Saya tidak akan menguraikan lebih banyak mengenai Saptoto, Kanday serta bagaimana selanjunya arah langkah mereka menapaki kehidupan, karena itu sama saja dengan membocorkan keseruan kisah ini. Jadi silahkan dibaca sendiri saja yaaa.

Tasaro yang mantan wartawan mengungkapkan bagaimana kerja wartawan dengan sangat lugas. Gampang-gampang susah. Beberapa bagian membuat saya meringis beberapa kali mengingat pengalaman dengan beberapa wartawan saat masih di Salemba. Termasuk dengan urusan Radar Depok dan Bekasi hi hi hi (bagian ini harus inbox sajalah). Teringat bagaimana saya harus memanjat pagar karena pulang pagi sehabis ikut meliput sebuah konser musik.

Saya seakan mendapat penyegaran kuliah Jurnalistik saat membaca buku ini. Contohnya perihal penulisan investigasi. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam laporan investigasi, yaitu sudut pandang, narasumber serta referensi.

Setelah koran jadi, tanggung jawab tidak berhenti. Kita harus memastikan koran itu ada yang membeli. Untuk itu banyak hal yang harus diperhatikan selain perihal  distribusi, berita yang menarik salah satunya.  Kalau berita tidak menarik, agen malas menjual, pengecer apa lagi, jika demikian mana bisa koran sampai di tangan membaca. 

Saat menulis berita selain unsur 5W+1H (What, Who, Where, When, Why + How) ada beberapa hal yang tidak boleh dtinggalkan, tidak bisa ditawar lagi. Unsur tersebut merupakan  tokoh, besarnya peristiwa, kedekatan lokasi, yang pertama,  Human interest, memiliki misi/tujuan, unik, eksklusif, tren, prestasi. Hal tersebut membuat sebuah berita menjadi menarik sehingga pembaca tertarik membelinya. Kadang seseorang yang biasa berlangganan sebuah koran masih membeli koran yang lain karena tertarik pada berita yang dimuat. Jika itu terjadi maka bisa dikatakan koran tersebut sudah berhasil menyajikan berita yang menarik.

Dosen Pengantar Jurnalistik saya selalu menekankan bahwa kisah orang digigit anjing bukan hal istimewa kecuali orang yang digigit adalah pejabat, pembesar atau keluarganya. Tapi orang yang melakukan aksi menggigit anjing baru layak dijadikan berita. Berulang kali beliau menyebutkan hal tersebut.  Nyaris seisi kelas memperlihatkan wajah bosan saat kalimat tersebut diucapkan. Namun begitulah memang aturannya.

Saat membahas tentang bagaimana Dahlan berusaha membuat berita yang berbeda ketika meliput peristiwa tenggelamnya kapal Tampomas II ada baiknya istilah mengenai pelayaran juga diberikan catatan kaki. Misalnya tentang istilah tender di halaman 60.

Biasanya saya paling tidak perduli akan urusan typo. Yang penting kisah menarik dan typo bukan pada nama atau kata yang standar. Tapi kedua alis saya bersatu saat membaca sebuah kata pada halaman 164  baris kesembilan kata pertama. Disana tertulis Islan, bukankah seharusnya Iskan? Jika mengacu pada kalimat sebelumnya dimana Kanday dan Saptoto sedang membicarakan mengenai mimpi Dahlan Iskan.

Selain kisahnya inspiratif, buku ini sangat perlu dibaca oleh para mahasiswa jurusan Jurnalistik. Sehingga mereka memiliki modal selain teori di kampus sebelum terjun menjadi wartawan. 

Sekedar mengingatkan, untuk buku pertama dari trilogi ini repiunya bisa dibaca di
http://trulyrudiono.blogspot.com/2012/05/kisah-dibalik-2-s-dahlan-iskan.html

Sementara buku keduanya ada di
http://trulyrudiono.blogspot.com/2012/05/kisah-dibalik-2-s-dahlan-iskan.html

Kata favorit saya seputar buku muncul di halaman 127 merupakan kutipan dari Gus Dur,  "Orang yang meminjamkan buku itu bodoh, tapi yang mengembalikan buku itu lebih bodoh"

Dari jendela kamar saya bisa melihat rintik hujan membasahi bumi. Bagaimana kabar petani sayur itu ya, semoga sayurannya tidak busuk *memikirkan sang penulis a.k.a Tasaro tanpa sengaja*


---------------------------
Curcol sedikit

Sosok Kanday mengingatkan saya pada diri saya saat kuliah dulu. Terobsesi menjadi seperti Tintin tokoh wartawan karangan harge membuat saya ingin menjadi wartawan. Sayang SK masuk jurusan jurnalistik tidak saya terima, akhirnya belok sedikit ke Humas.

Selama kuliah saya justru lebih sering bergaul dengan mereka yang mengambil jurusan Jurnalistik. Dari menyusup ke kelas kuliah, ikutan peliputan para senior hingga rela dan iklas membuatkan tugas liputan. Semuanya demi kepuasan bathin. 

Kadang puas melihat karya tercetak di sebuah koran, padahal nama penulisnya adalah teman-teman yang sedang magang. Untuknya saat itu ada disket. Saya buat tulisan di rumah, mereka edit sedikit di kantor lalu jrenggg jadi liputan. Kebayang jika tidak, bisa-bisa pembimbingnya bingung kenapa karyanya bisa beda saat dikerjakan di kantor dengan yang disetorkan hi hi hi.

Tapi mungkin begitulah jalan hidup saya.
Meski memiliki kelebihan kemampuan mengarang (kata orang-orang), tulisan saya jarang dimuat di koran. Selain memang membuat untuk orang lain maksudnya. Sering saat saya membuat sebuah tulisan apapun namanya tidak tembus koran, padahal sudah melewati jalur pertemanan, menitip via senior yang bekerja di koran. Tunggu 1-2 bulan. Tulisan itu diubah sedikit oleh orang lain lalu hups!!!! Nongol dengan imuts di koran. Saya? Harus puas ditraktir makan siang. Padahal sakitnya tuh di sini *hiks* Bukan jodoh memang.

Serius!
Kata orang-orang saya paling pintar mengarang. Dari SD saya bisa membuat tugas mengarang perihal liburan mengenai serunya berlibur ke rumah nenek-kakek di desa. Bermain di sawah, mandi di sungai hingga menikmati sayuran hasil kebun.Nilainya selalu 8. Padahal kedua pasang nenek-kakek saya tinggal di kawasan elit Jakarta ^_^ Refrensinya hanyalah majalah Bobo.

Saat SMP-SMA serahkan urusan membuat surat cinta, karangan hingga tugas akhir pada saya. Dijamin surat cinta membuahkan hasil mengagumkan, minimal penerima terpesona sisanya tergantung keberuntungan pemangku hajat. 

Saat Ebtanas, saya sukses membuat 2 jawaban mengarang untuk sahabat-sahabat saya yang dengan terang-terangan mengaku tidak bisa mengarang. Untuk pak pengawas tidak sadar saya sedang memberikan jawaban soal mengarang saat pura-pura mengambilkan kertas coretan yang jatuh *modus lama tapi manjur*

Saat kuliah dan kerja, saya menjalani urusan menulis dengan bahagia. Kerja dengan tugas mengelola buletin interen tentang mobil. Padahal tahu apa saya tentang mobil kecuali rodanya empat, bensin dan oli. Bertahan lama hingga krismon membuat kantor itu gulung tikar.

Sekarang repiulah salah satu saya menyalurkan hobi menulis. Bukan uang memang yang saya peroleh tapi kepuasan bathin dan buntelan dari penerbit *kode buntelan*

Andai saya dulu nekat, mungkinkah saya bisa seperti Kanday *ngayal* Tapi begitulah hidup. Hidup penuh dengan pilihan, dan saya sudah menentukan pilihan.

Sabtu, 22 November 2014

Review 2014# 64: The Ghost Bride



Penulis: Yangsze Choo
Penerjemah: Angelic Zaizai
Penyunting: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati 
ISBN: 978-602-1637-35-7
Halaman: 488 
Penerbit Qanita
Harga: Rp 59.000


....
....
....
Pemuda itu cukup terkenal di kalangan sekitarnya. Dengan pengaruh keluarganya, gadis itu berhasil membuat sang pemuda menjadi calon suaminya. Sayangnya beberapa saat sebelum menikah sang gadis meninggal karena sakit. Calon Pengantin Pria merasa takut  jika harus menikah sehingga melarikan diri. Namun dengan kekuasaan yang dimiliki oleh keluarga sang gadis, pemuda itu berhasil ditemukan dan dibawa paksa untuk menikah. Jika diperhatikan, huruf-huruf China yang ada di sisi pengantin wanita dibuat terbalik. Dan agar bisa  terlihat berdiri tegak, maka ia disangga dengan semacam peyangga dari kayu. Konon siapa saja yang melihat gambar tersebut dan melihat senyum sang gadis, maka ia akan mengalami kesialan.

Kurang lebih begitulah cerita laoshi saya saat mengisahkan tentang urusan menikah dengan orang yang sudah meninggal. Ceritanya dimuai karena saat itu sedang heboh beredar foto sepasang pengantin China. Sepasang calon pengantin zaman dahulu harus tetap menikah jika salah satu diantaranya meninggal, namun ini hanya dilakukan tidak oleh seluruh bangsa China. 

Melihat kover buku ini saya langsung teringat akan kisah tersebut serta sebuah film berjudul Ghost Ride. Terutama pada bagian tengkorak yang ada di kover. Wajah pengantin wanita  begitu terlihat menderita sehingga kontras dengan tengkorak yang ada.  Warna pakaian pengantin keduanya, merah,  dianggap warna keberuntungan, dengan harapan pernikahannya menjadi pernikahan yang selalu membawa keberuntungan.

Kisahnya tentang seorang gadis rupawan bernama Li Lan yang mendapat lamaran dari keluarga pemuda bernama  Liam Tian Ching. Jika lamaran itu dilakukan dalam kondisi normal tentunya tidak ada masalah, dan bisa dipastikan keluarga Li Lan akan dengan semangat menerima lamaran itu. Sayangnya belum lama ini sang pemuda yang kebetulan adalah alih waris keluarga meninggal karena demam. Li Lan dilamar untuk menjalani prosesi sebagai pengantin arwah.

Guna membuat arwah penasaran tenang atau guna memperjelas status, arwah seseorang yang meninggal dinikahkan dengan yang masih hidup. Dalam kasus Li Lan, ia akan menikah dengan ayam jago sebagai simbol keberadaan Tian Ching di dunia. Selanjutnya ia akan dikenal sebagai istri pewaris keluarga Liam yang sudah meninggal. Kehidupannya akan terjamin secara materi, walau sebagai imbalannya ia tak bisa menikah dengan manusia lain apa lagi memiliki anak kandung.

Tawaran tersebut cukup menggoda sang ayah. Sejak wabah cacar menyerang keluarganya bisa dikatakan mereka berada diambang kebangkrutan. Ibu Lan meninggal terkena wabah. Ayahnya mampu bertahan hidup meski wajahnya hancur terkena dampak penyakit cacar. Meski memang sudah terancam jatuh miskin, namun tak pernah kondisinya separah saat itu. Bahkan mereka tak mampu membeli es, sebuah kemewahan sederhana saat itu.

Menikah dengan arwah dan hidup sendiri meski bergelimpangan harta jelas bukan impian gadis muda seperti Lan.  Hidupnya menjadi kian tidak tenang sejak arwah sang calon suami mengganggu dirinya melalui mimpi. Secara resmi ia dan ayahnya belum memberikan jawaban atas lamaran itu, tapi keluarga Liam sangat yakin bahwa lamaran mereka akan diterima, apalagi ada bumbu-bumbu hal yang menguntungkan bagi usaha ayah Lan.

Namun ternyata urusan lamaran dan cinta kasih tak sesederhana itu. Banyak pihak yang terlibat. Banyak hati yang ikut berperan. Belum lagi urusan tali halus yang konon menghubungkan kita dengan jodoh kita. Tali tersebut menunjukan kedalaman perasaan kita. Mungkin saja tali itu tersangkut dengan orang yang sama sekali tidak kita duga.

Bagaimana jika tali Lan justru tidak berhubungan dengan  Liam Tian Ching? Talinya juga bukan berhubungan dengan kekasihnya. Atau bagaimana jika benar talinya terhubung dengan Liam Tian Ching, bagaimana dengan kekasihnya? Lebih celakanya bagaimana jika ternyata tanpa ia sadari hatinya justru tertambat pada pria lain? Rumit!

Secara garis besar buku ini cukup menghibur. Urusan percintaan yang merupakan sumber utama diramu dengan apik bersama legenda dan kepercayaan China. Unik dan seru.

Dengan mengambil setting tahun 1893 di Malaya (Malaysia) sekarang. Banyak kehidupan masyarakat yang diuraikan dalam kisah ini. Termasuk kebiasaan sang ayah mengkonsumsi opium, tatanan sosial terutama dalam masyarakat China, serta kondisi pergaulan kaum muda.

Tambahan pengetahuan  umum juga akan kita dapatkan dalam kisah ini selain tentang kebudayaan China tentunya. Misalnya tentang peta laut yang ditandai secara horisontal dan vertikal.

Saya tertawa sampai mengeluarkan air mata saat membaca bagaimana penulis membuat kisah tentang Krakatau. Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Letusannya sangat dasyat, selama beberapa hari langit menjadi gelap karena hujan debu. Dalam buku ini disebutkan bahwa letusan Krakatau merupakan manifestasi fisik dari pemberontakan di neraka.  Lalu tentang bagaimana tentang aneka kota di dunia arwah. Ada yang mirip Malaka, Singapura bahkan kota hantu Penang. 

Merasa tegang saat mengetahui kenekatan Lan mengunjungi Padang Arwah sementara ia sebenarnya belum meninggal. Sesuai dengan pesan perantara, Lan sama sekali tidak memakan atau meminum makanan selama di dunia seberang agar ia bisa tetap bisa kembali ke tubuhnya kelak. Ia mengambil resiko demi mencari kebenaran.  Tapi begitulah perempuan yang sedang berurusan dengan cinta, apapun akan dikerjakannya tanpa takut, bahkan kadang tidak mempergunakan logika.

Pastinya buku ini juga melibatkan soal naga. Dalam kebudayaan China naga  digambarkan sebagai ular berukuran raksasa, lengkap dengan tanduk, sungut, dan cakar. Naga juga dianggap sebagai simbol kekuatan alam, terutama angin topan. Sosoknya masih menjadi perdebatan, mitologi  atau sesungguhnya ada namun sudah punah.

Pada bagian belakang kisah ini, kita bisa menemukan aneka catatan mengenai topik yang bersinggungan dalam kisah ini. Selain tentang pernikahan arwah, ada juga tentang ejaan Melayu dan dialek China. Favorit saya adalah tentang nama China.

Nama tokoh utama Li Lan berarti Anggrek Indah, seperti gambaran sang penulis tentang bagaimana cantiknya Lan.  Lim Tian Bai berarti Langit Cerah. Salah satu tokoh diberi nama Wewangian tapi kelakuannya justru jauh dari  wangi dan layak dipuji.

Sang penulis merupakan orang Malaysia keturunan generasi keempat. Kesukaannya membaca dan makan dalam waktu bersamaan membuat saya teringat akan kebiasaaan buruk saya.  Jangan lupa mampir ke www.yschoo.com

Begitulah Cinta, memang unik!


Sumber gambar: http://www.emorywheel.com/books-we-love-the-ghost-bride-is-a-gripping-ghostly-mystery



 


Kamis, 13 November 2014

Review 2014#63: Surat dari Putri Cecelia (Stolen Songbird #1)

Kadang-kadang seseorang harus melakukan sesuatu yang tak terbayangkan.

Dan aku, Cecile de Troyes dengan penuh kesadaran melakukan hal yang tak terbayangkan.  Semuanya dimulai sejak aku diculik dan dibawah ke kota yang jauh tersembunyi, kota Trollus. Aku diculik karena kepandaianku bernyanyi dan kondisi fisikku. Menakutkan. Bahkan aku terpaksa berpartisipasi dalam penculikan tersebut. Guna membawaku kepada mereka yang begitu menginginkanku, aku dan sang penculik harus melewati berbagai rintangan yang membahayakan jiwa kami. Aku harus bekerja sama jika ingin selamat. Entah mana yang lebih menakutkan, mati selama perjalanan atau selamat sampai di tempat.  Atas keberhasilan menyeretku,  si penculik laknat itu berhak mendapatkan bayaran berupa emas seberat badanku.

Kenapa heran?
Tak percaya ada yang memiliki kekayaan sebesar itu?
Memang tidak, tidak di atas bumi. Tapi tahukah kalian, aku diculik dan dibawa ke kota Trollus yang letak di bawah reruntuhan gunung. Dan siapa lagi yang memiliki kekayaan di bawah selain bangsa Troll!

Bangsa Troll yang menurut para tetua hanya legenda saja ternyata benar-benar ada. Mereka berukuran lebih besar daripada manusia dan memiliki tenaga yang besar. Bentuk Troll seperti manusia batu. Apa yang aku  ketahui tentang Troll sangat berlawanan dengan fakta yang akui temukan. Troll tidak berubah menjadi batu ketika terkena matahari. Tidak semua bangsa Troll buruk rupa, setidaknya Pangeran Tristan sang putra mahkota cukup rupawan. Ia tinggi dan ramping dengan mata berwarna perak yang memancarkan intektualitas yang tajam, serta berpakaian rapi tanpa cela.
 
Oh ya, penculikan diriku ternyata berkaitan dengan sebuah ramalan yang berusia 500 tahun. Ramalan itu menyebutkan bahwa seseorang manusia dengan ciri-ciri seperti aku akan membebaskan mereka dari kutukan sehingga mereka bisa keluar dari kungkungan Gunung Terlupakan.

Hampir 500 tahun lalu seorang penyihir manusia membelah gunung menjadi dua dan mengubur Trollus dalam bebatuan. Dengan kekuatan sihir mereka berhasil mencegah kota hancur terhimpit. Butuh waktu lama untuk menggali jalan keluar dan mengetahui sang penyihir mengutuk mereka terikat dengan kota selama ia masih bernafas.

Guna mematahkan kutukan itu, aku harus terikat dengan Pangeran Tristan yang angkuh dan sombong. Entah apa yang membuat mereka yakin bahwa akulah yang disebut dalam ramalan itu. Sudah cukup penderitaanku hidup diantara makhluk yang menganggap aku lemah masih ditambah harus berurusan dengan pangeran angkuh.

Melarikan diri merupakan hal yang mustahil. Jika aku memberontak dan melakukan perlawanan secara terang-terangan maka sama halnya dengan membuatku harus menghitung hari dengan meringkuk di lantai sambil menunggu kematian menjemputku. Atau menjalani saja setiap hari dengan berbagai hal yang bisa ditawarkan padaku. Aku memilih bertahan untuk menjemput kebebasanku bagaimana juga caranya.

Kehidupanku di sana jelas bukan hal yang mudah. Mereka memang tidak berani mengusikku terutama sekali karena Raja mengeluarkan dekrit akan menghukum siapa pun yang berani mencelakai diriku. Tapi tatapan mereka tak bisa dilarang. Mereka saling berbisik di belakangku tapi menundukan kepala saat aku melintas di depan mereka. Aku hanyalah makhluk lemah bagi mereka.

Guna memenuhi kebutuhan hidup, bangsa Troll melakukan pedagangan dengan manusia. Meski dipandang rendah, Troll membutuhkan manusia guna kelangsungan hidup mereka. Manusia menyediakan kebutuhan mereka seperti buah, pakaian, alat-alat hingga buku. Untuk itu manusia yang berhasil mendapat kepercayaan Troll akan mendapat bayaran setimpal. Hanya manusia pilihan yang mengetahui jalan keluar-masuk ke kota itu. Merekalah temanku selama di sana. Meski begitu mereka tak akan membawaku keluar dari kota itu, karena mereka terikat kontrak dengan bangsa Troll. Menyebalkan!

Aku belajar banyak selama ada di sana. Raja dan Ratu begitu bersemangat memberikan berbagai pendidikan bagiku. Menurut mereka masih terlalu dini menyatakan bahwa aku gagal mematahkan kutukan. Mereka akan mencoba bersabar menunggu perkembangan lebih lanjut. Ada gunanya aku belajar banyak dan diberi kesibukan. Siapa tahu jika aku makin mirip mereka maka kutukan akan bisa dipatahkan. Melihat bagaimana bangsa Troll memperlakukan mereka yang berdarah campuran, membuatku semakin tidak ingin menjadi seperti mereka. Menjijikan!

Aku berusaha memahami bagaimana kehidupan sosial berlangsung di sana.  Urusan politik di sana  cukup rumit dan pelik. Ternyata strata sosial juga berlaku bagi bangsa Troll. Mengenai nama sejati juga ada dalam kehidupan bangsa Troll. Guna membuktikan loyalitas, seseorang bisa menyebutkan nama sejatinya sehingga jika dianggap perlu, orang itu bisa ditekan setiap ada kesempatan.

Selain belajar banyak, aku juga menjelajah kota dengan ditemani seorang pelayan dan dua orang pengawal. Aku bahkan pergi mengunjungi perpustakaan. Selama ini aku belum pernah memasuki perpustakaan mana pun. Namun di  kota Trollus aku malah mendatangi perpustakaan, meminta bantuan dari pustakawan untuk mencari buku. Martin, Pustakawan keempat memberikan banyak informasi terkait hal yang ingin ku ketahui. Buku mana yang sebaiknya dibaca dan menjawab beberapa pertanyaan. 

Aku  menemukan sebuah buku yang membuat segala hal menjadi berbeda. Aku jadi memiliki kemampuan dan mampu melakukan perubahan walau kecil. Menyenangkan namun tidak membuat hidupku menjadi lebih mudah di sana. 

Urusanku dengan sang pangeran juga bukan hal yang mudah. Seperti layaknya pangeran, banyak gadis eh troll perempuan yang berada di sekitarnya. Aku tidak pernah menganggap mereka masalah atau sainganku pada awalnya. Tapi jika berurusan dengan kehidupanku maka mereka menjadi masalah buatku. Aku harus mempertimbangkan banyak hal. Apakah aku harus nekat melarikan diri dengan resiko selamat kecil. Atau mempertimbangkan apa yang akan aku korbanku jika hidup bersamanya. Perih dan membingungkan.

Sebuah peristiwa membuatku berada dalam pilihan yang sulit. Bukan aku yang memilih pada akhirnya tapi keadaan yang memilih untuk diriku.

Aku, Putri Cecelia dari kota Trollus mengharapkan kalian tidak harus melakukan hal yang tak terbayangkan dan menjadi orang yang melakukan hal yang tidak ingin dilakukan oleh orang lain.

Sementara, kalian nikmati saja kisahku selama berada di sana. Butuh keberanian dan kekuatan untuk menggali ingatan kehidupan di sana. Tapi aku harus melakukannya agar banyak yang mengetahui bagaimana sesungguhnya bangsa Troll. 

Kisahku ditulis dan disebarkan menjadi sebuah buku
Judul asli: Stolen Songbird
Penulis: Danielle L. Jensen
Penerjemah: Nadya Andwiani
Penyunting: Mery Riansyah
Proofreading: Lucy Riu
Pewajah sampul: Defi Lesmawan
Pewajah isi: Yhogi Yhordan
ISBN:978-602-0900-04-90
Halaman: 496
Penerbit: Fantasious


Tak mengira kisahku menjadi seperti ini. Kisahnya seru dan menegangkan namun ditulis dengan bahasa ringan sehingga memahami kisahnya begitu mudah. Tak butuh waktu lama untuk kalian menuntaskan. Aku nyaris tak percaya ini kisah tentangku.

Kekurangan buku ini terletak pada pemilihan warna serta tipe huruf pada sinopsis di kover bagian belakang. Warna putih dan huruf yang terlalu tipis membuat tulisan yang ada terlalu kontras dengan latar belakang hitam sehingga membuat kurang nyaman dibaca.

Penulis cukup piawai memainkan emosi pembaca. Aku ikut merasakan putus asa lagi seperti uraian yang ada, galau ala sang pangeran. Cemburu seperti sang mantan tunangan. Marah seperti sang raja bahkan tamak seperti sang penculik.

Dibandingkan kover yang lain, versi ini lebih mengundang rasa penasaran. Gambar kota yang seakan-akan berada dalam sebuah gua atau dibawah sesuatu merepresentasikan keberadaan kota dalam kisah ini.

Bacalah agar tahu bagaimana kisahku sebenarnya. Serta bagaimana perasaanku pada Pangeran Tristan, Elise, Victoria dan Vincent sesungguhnya

----------------------------------------------

Sepenggal bagian mengingatkan pada kisah HP, bagian yang lain membuat saya berusaha mengingat apa judul kisah yang mirip.

Urusan cinta memang menjadi bumbu yang menyedapkan. Untungnya kisah cinta yang disajikan jauh dari unsur menye-menye. Bagian romantis favorit saya ada di halaman 394-415.

Sungguh kreatif cara penerbit mengirim buku, ditempeli tanah liat sehingga menimbulkan kesan buku ini berasal dari dunia bawah tanah, dunia Troll. Jadi kebayang jika buku kedua dibuat pre order lalu saat buku sudah ada diam-diam dikirim kepada pemesan dengan kondisi seperti itu. Pasti mengejutkan dan menimbulkan sensasi tersendiri. Kehebohan para penerima yang diungkapkan dalam sosmed merupakan hal yang bisa menjadikan alat promosi.  Dari sisi brand hal ini merupakan cara pemasaran yang terbilang menarik.

Tak sabar menunggu buku selanjutnya

Senin, 10 November 2014

Review 2014#62: Silo Trilogy #1 - WOOL (Mengandung Secuil Spoiler)

Penulis:Hugh Howey
Penerjemah: Dina Begum
Penyunting: Nuraini Mastura
Penyelaras aksara: Herlinawati Sitorus
Penata aksara: Abdul Wahab
ISBN: 978-602-1606-94-0
Halaman:732
Penerbit: Nourabooks
Harga: Rp 89.000,-


Membaca buku ini mengingatkan saya pada dua hal. Pertama film E.T yang fenomenal, ternyata kita tidak pernah benar-benar sendiri di alam in. Serta sebuah buku The Road karya Cormac McCarthy dengan cara yang sedikit berbeda. Jika The Road saya dibuat terharu-biru (halah) dengan kasih sayang antara ayah dan anak serta perjuangan mereka untuk bertahan hidup, maka pada  buku ini kita akan dibuat terpesona dengan semangat hidup para penghuni Silo 

Pada  kover, Rick Riordan menyebutkan, "...kalau kau mencari novel post-apacalypse yang bagus maka Wool adalah pilihan terbaik. Jika penulis sekaliber Rick Riordan berkenan memberikan endors bagi seorang penulis indi, sepertinya buku ini layak dibaca.

Kisah ala post-apacalypse  merupakan kisah dengan setting seputar perabadan dunia, dimana umat manusia yang berhasil selamat  dari bencana kehancuran berusaha bertahan hidup dan memulai peradaban kembali
Ceritanya dimulai ketika Allison istri seorang sheriff, Holston mendadak berteriak histeris minta keluar dari Silo. Permintaan wajar jika dilakukan di tempat lagi. Namun di Silo itu maknanya ia menandatangi perintah kematian. Keluar artinya ia akan menjalani PEMBERSIHAN, sebuah ritual yang menyeramkan tapi entah kenapa ditunggu oleh setiap penduduk Silo.

https://www.goodreads.com/book/show/20745447-the-wool-trilogy
Mereka yang menjalani pembersihan akan diberikan pakaian khusus lalu dibiarkan berjalan keluar hingga suatu saat kehabisan oksigen dan meninggal. Jika beruntung mungkin saja sosok itu menemukan pertolongan atau kehidupan lain. Minimal ia bisa berharap hidup lebih lama dalam pakaian khusus tersebut.

Holston awalnya menganggap sang istri hanya tertekan, namun jika teringat pada percakapan-percakapan mengenai timbulnya pemberontakan dimasa lalu serta adanya file-file yang dihapus dari arsip, timbul berbagai tanda tanya dalam dirinya. Pada akhirnya ia harus mengaku kalah dan meminta KELUAR. Sama maknanya dengan ia mengajukan diri secara suka rela untuk pembersihan.

Setelah Holston menjalani pembersihan, maka terjadilah kekosongan posisi. Entah mengapa Juliette yang dipilih. Dan buku ini mengisahkan tentang perjuangan hidup Juliette. Dari HANYA seorang mekanik handal yang hidup dalam lapis terbawah Silo,  berubah menjadi sosok yang mengguncang kestabilitasan Silo. Selanjutnya aneka intrik guna  menyingkirkan Juliette terjadi. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah fakta mengejutkan tentang Silo.  

Oh ya, Silo adalah semacam banker raksaksa yang berfungsi sebagai tempat tinggal. Alih-alih menjulang tinggi ke atas, bangunan itu malah makin menurun menuju pusat bumi. Tiap lantai yang ada memiliki peranannya masing-masing. Ada yang khusus untuk berkebun, urusan TI bahkan pemerintahan. 

Dunia bagian atas dibebani dengan pemandangan yang semakin kabur. Orang-orang yang hidup di lantai bawah dan mengerjakan kebun atau membersihkan kandang binatang mengorbitkan dunia mereka sendiri yang terdiri dari tanah, pupuk serta tanaman. Bagi mereka pemadangan luar tak perlu digubris hingga ada pembersihan

Sensasinya juga nyaris serupa dengan membaca The Maze Runner. Hanya saja butuh konsentrasi lebih untuk menikmati kisah ini. Buku ini menantang kesabaran saya. Pada bagian awal saya sempat merasakan bosan dengan aneka suguhan mengenai aktivitas para tokoh yang naik turun di Silo. Bayangkan, untuk pergi menemui Juliette saya pimpinan di Silo harus berjalan turun ke bawah lebih dari 2 hari. Belum lagi perjalanan kembali ke atas. Terbayangkan betapa besarnya Silo.

Sang Penulis, Hugh Howey
http://www.wired.com/2013/04/geeks-guide-hugh-howey/
Untung saya tak gampang menyerah, belakangan aneka kejutan yang membuat kisah ini berkembang tak terduga datang secara beruntun. Bagaikan sebuah desa yang kekeringan mendadak hujan turun sehingga setiap penduduk bisa menikmati air dan memiliki persediaan tanpa khawatir kekurangan.  

Banyak pertanyaan yang ingin saya ungkapkan. Tapi sepertinya saya masih harus bersabar karena buku ini adalah trilogi bahkan tiap bagian terdiri dari beberapa buku. Urutan lengkapnya sebagai berikut:
1. Wool
    Terdiri dari Wool, Proper Gauge, Casting Off, 
    The Unraveling, The Stranded
2. Shift
    Terdiri dari Legacy, Order, Pact
3. Dust

Mengingat jika dijumlah ada sekitar 10 buku dalam seri ini, semoga Penerbit Noura berkenan memboyongnya ke tanah air seluruh seri ini, tidak putus di tengah jalan. Sehingga pembaca bisa menikmati keseluruhan kisah secara utuh.

Sekedar saran, apakah tidak bisa dibuatkan glosarium mengenai suatu istilah. Misalnya tentang pembersihan. Butuh waktu agak lama dan beberapa puluh halaman untuk memahami apa itu artinya. Mungkin bisa mengurangi keasyikan membaca. Namun dengan diletakan pada glosarium pembaca yang memutuskan apakah ingin mengetahui makna istilah tersebut dalam waktu cepat atau bersedia memahami dengan sendirinya melalui lembar-lembar berikutnya.

Terdapat istilah yang  biasa  dipergunakan dialihbahasakan menjadi ungkapan yang tidak umum. Misalkan handset menjadi  pelantang telinga, lalu harddisk menjadi cakram keras, timer menjadi cip waktu, lalu keyboard menjadi papan ketik.  Bukankah istilah itu sudah sering kita dengar dan umumnya pembaca memiliki persepsi yang sama mengenai makna atau wujud dari istilah tersebut. Lalu mengapa harus diubah menjadi bahasa yang tidak umum, meski menjadi bahasa Indonesia.

Kisah Silo yang sudah cukup berat menjadi kian berat untuk dipahami. Jika maksudnya untuk memperkaya perbendaharaan kata atau mengajak pembaca mulai lebih mempergunakan bahasa Indonesia, sebaiknya dipilih kisah yang lain untuk tujuan tersebut. Butuh lama bagi saya untuk memahami bahwa yang dimaksud dengan bayangan adalah karyawan magang. Saya beberapa kali membalik-balikan halaman sekilas untuk mengecek takut ada point yang tertinggal. Bahkan mengulang membaca beberapa bab awal untuk memahami apa itu pembersihan.

Kover versi Penerbit Noura yang saya baca menawarkan nuansa berbeda. Pembaca akan berusaha menebak gambar apakah itu. Bentuknya mirip spiral dengan aneka warna di tengah seolah-olah terjadi kebakaran atau ledakan hebat. Gambar tersebut ternyata merupakan ilustrasi dari Silo.  Bentuk seperti melengkung dengan warna menyerupai biru adalah pintu masuk ke setiap lantai. Warna coklat melingkar adalah tangga yang menghubungkan seluruh Silo. 

Pembersihan
Bayangan
Musuh dalam Selimut
Misi Rahasia
Konspirasi

Selamat Datang di Silo!
Begitu Masuk, Tidak Ada Jalan Keluar 
Kecuali KEMATIAN