Jumat, 29 Januari 2021

2021#2: Panduan Membaca

Judul asli: How To Read a Book (Cara Jitu Mencapai Puncak Tujuan Membaca)
Penulis: Mortimer J. Adler, Carles Van Doren
Penerjemah: A. Santoso dan Ajeng AP
Editor: Irene Pontoh, Martin L. Sinaga, Sihol E. Manullang, Yanuarita Puji Hastuti
ISBN: 9791558604
Halaman: 530
Penerbit: PT Indonesia Publishing
Rating: 4/5

Menulisi buku merupakan  persetujuan  atau ketidaksetujuan pembaca dengan penulis. Itu adalah penghargaan tertinggi yang bisa pembaca berikan padanya.
~How To Read a Book, hal 57~

Kebiasan jelek menimbun  saya sepertinya tak akan hilang he he he. Membeli buku dan membacanya adalah dua kegiatan yang berbeda namun sama-sama menyenangkan untuk dilakukan. Apa lagi jika belanja buku tidak mempergunakan uang sendiri ^_^.

Salah satu timbunan saya adalah buku ini. Seingat saya, buku ini saya beroleh ketika pertama kali bergabung di kantor yang sekarang, sekitar tahun 2012-2013.  Ada yang memberi hibah  buku ini dalam jumlah yang lumayan untuk koleksi perpustakaan. karenanya jumlahnya sangat banyak,  beberapa ddimanfaatkan untuk dijadikan hadiah. Dan saya  salah satu yang beruntung mendapatkan satu eksemplar. 

Rasa bahagia menerima buku ini berbanding balik dengan semangat membacanya. Alasannya sederhana, karena judul buku ini memberikan kesan sebagai bacaan yang "berat" sementara saya sedang ingin membaca buku yang ringan dan menghibur. Maka tertimbunlah buku ini hingga tahun 2020 yang lalu, dibaca saat program Babat Timbunan dilakukan.

Secara garis besar, buku ini bisa dikatakan semacam tuntunan atau petunjuk teknis tentang cara membaca yang dianggap baik  sehingga tak saja menjadi suatu kegiatan yang  menyenangkan namun juga memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang banyak.

Dari  530 halaman, terbagi dalam empat bagian besar. Bagian pertama berisi tentang Dimensi Membaca. Terdapat uraian mengenai level membaca serta uraian mengenai level pertama serta kedua. Bagian kedua berisi mengenai level  ketiga dalam membaca yaitu Membaca Analitis.  Bagian keempat tentang pendekatan dalam membaca berbagai literatur.

Level membaca dimulai dari  Level Dasar/ Pemula/Pertama/Awal. Pada tahapan ini seseorang mulai  belajar mengenal huruf dan kata. Belajar memahami apa yang disampaikan melalui sebuah kalimat. 

Umumnya  level ini dilakukan saat seseorang memasuki sekolah dasar.  Walau beberapa taman kanak-kanak belakangan ini sudah mulai memperkenalkan aneka huruf dengan berbagai alasan.

Level kedua adalah Level Membaca Inspeksional/ Skiming/Pramembaca. Seseorang mulai bisa menjawab pertanyaan sederhana, seperti jenis buku apakah yang sedang ia baca? Apa perihal buku itu? Bagaimana strukturnya? Apa sajakah bagian-bagian buku tersebut?

Pada tahap ini, merupakan cara atau teknik  untuk menentukan yang terbaik dari sebuah buku dalam waktu yang sudah ditentukan, dengan kata lain waktu yang terbatas.  Cara kerjanya dengan membaca skimming secara sistematis dan superfisial.

Baca terus tanpa berhenti, abaikan hal yang tak dipahami. Konsen hanya pada yang Anda pahami. Tak perlu merasa bersalah karena tidak paham sehingga berkeras  mengulang supaya paham, ini merupakan hal yang menghalangi membaca.

Selanjutnya adalah Level  Membaca Analitis.  Merupakan kegiatan membaca secara menyeluruh atau membaca lengkap sehingga bisa mendapat pemahaman. Bedanya dengan level sebelumnya adalah pada waktu membaca. Pada level ini tidak ada  batasan waktu. Setelah membaca, ia bisa menunjukkan bagian buku, apa yang menjadi dasar seseorang menulis buku tersebut, bisa menemukan kata-kata penting penulis.

Level Sintopikal/Komparatif m
erupakan level tertinggi dalam membaca. Dalam level ini membuat seseorang sudah membaca banyak buku lalu menyandingkan topik-topik dari buku tersebut kemudian menghubungkan satu dengan lainnya.

Pada level ini terbagi menjadi dua tahapan. Pertama adalah persiapan. Kedua, membaca sintopikal itu sendiri.  Secara rinci hal tersebut bisa dibaca pada halaman 406-408 dalam buku ini. Perlu diingat, bahwa tiap level saling berhubungan. Untuk bisa sampai pada level tertinggi, seseorang harus mulai dari dasar terlebih dahulu, begitu seterusnya.

Setelah membaca buku ini,  saya  menjadi merasa bahwa selama ini cara membaca saya salah. Saya membaca sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan. Membaca fiksi memberikan tambahan pengetahuan, persoalan benar atau salah memang harus dipertimbangkan dengan matang.

Membaca dalam buku ini adalah suatu kegiatan yang serius dan membutuhkan tanggungjawab moral. Karena begitu selesai membaca, seyogyanya kita melakukan telaah pada  bacaan tersebut. Jika bermanfaat, maka harus dibagikan pada banyak pihak.

Kegiatan membaca cepat bisa jadi berguna jika tujuannya adalah untuk hiburan semata. Atau sekedar menambahkan jumlah buku yang sudah dibaca. Tapi perlu diperhatikan bahwa hal tersebut bisa membuat seseorang menerima begitu saja informasi yang disajikan tanpa memahami kebenarannya.

Buku ini juga perlu dibaca dengan perlahan agar bisa dipahami maknanya. Kendala memahami buku ini bukan pada hasil alih bahasa, namun pada materi yang begitu padat. Seakan segala hal  terkait membaca disampaikan semuanya dalam buku ini.

Beberapa bagian, terutama yang terkait tentang mencoret atau memberikan catatan pada buku yang dibaca pada halaman 57, langsung merasa sebal! Mungkin bagi penulis buku ini, mencoret buku adalah sebagai penghargaan. Tapi tidak begitu bagi saya.

Jika ada hal yang perlu mendapat perhatian khusus, maka saya akan memberikan tanda (dengan post it atau sejenisnya pada halaman tersebut), lalu menuliskan hal yang dirasa penting dikertas lain dan diselipkan pada plastik penyimpanan buku tersebut. Tentunya dengan menambahkan keterangan dari halaman berapa catatan tersebut diambil.

Meski buku ini membuat persepsi saya tentang membaca berubah, namun tak ada salahnya dibaca oleh banyak pihak yang mengaku gila baca. Sekedar mendapat tambahan wawasan tak ada salahnya bukan?

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com


Jumat, 01 Januari 2021

2021#1: Petualangan Perawat Sekolah Ahn Eunyoung

Judul asli: School Nurse Ahn Eunyoung
Penulis:Chung Serang
Penerjemah: Jingliana
ISBN: 9786020643625
Halaman: 272
Cetakan: Pertama-2020
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 85.000
Rating: 4/5



"Tidak. Buka baju kalian."

"Apa?"

"Ambil pisau cukur ini, lalu cukur bulu ketiak kalian."

"Ha?"

"Ih, tidak mau!"

...

"Tapi kami tidak mengerti maksud dari hukuman ini."

...

Pada zaman dulu, bulu ketiak adalah sayap yang harus dicabut. Setelah para pengkhianat tertangkap dan sebelum dimasukkan ke dalam minyak panas, bulu ketiak mereka akan dicukur lebih dahulu. Itulah hukuman yang paling memalukan di dunia.

~School Nurse Ahn Eunyoung, hal 70-71~ 

Apa yang ada dalam benak kalian jika mendengar kata perawat?
Baik, bagaimana dengan perawat sekolah?  Bagi saya, perawat sekolah adalah seorang tenaga kesehatan yang bertugas di UKS sekolah. 

Selain memberikan pertolongan pertama terkait kecelakaan yang terjadi di area sekolah, ia juga bertugas memberikan edukasi terkait kesehatan. Misalnya bagaimana mengatasi sakit kram saat datang bulan, bagaimana menjaga kebersihan wajah agar tidak jerawat, bagaimana mengatur pola makan sehat, dan sejenisnya.

Bagi perawat sekolah lain, mungkin gambaran saya akan tepat, minimal mendekati. Namun tidak bagi perawat sekolah Ahn Eunyoung dari  Sekolah M. Sosoknya sangat berbeda dengan gambaran yang saya uraikan di atas.

Ia suka  berkeliaran di area sekolah   dari pada duduk diam di ruang UKS. Dengan mempergunakan sandal bersol tebal (sebelum akhirnya mempergunakan sepatu olah raga) dan membawa pedang plastik warna-warni dan pistol BB, sosoknya jadi mudah dikenali.

Eunyoung memiliki kelebihan bisa melihat dan melawan hal-hal yang kasatmata. Tak heran jika ia sering bertingkah aneh menurut pandangan banyak orang, sesungguhnya ia sedang "membereskan" hal-hal yang bisa membawa dampak buruk bagi sekolah.

Sudah menjadi gosip umum yang menyebutkan ia menjalin  hubungan mesra dengan seorang guru Sastra Klasik yang kebetulan generasi pendiri sekolah, Hong Inpyo. Kepribadian dan penampilannya sangat bertolak belakang dengan  Eunyoung.

Untuk urusan penampilan, bisa dikatakan Eunyoung masuk dalam kategori "unik". Meski terlahir dengan kulit yang tak bagus, ia  tak menggunakan foundation dengan benar. Tak bercukur dengan benar, stoking yang dipakai selalu robek.  Kadang ia mempergunakan lipstik dengan warna begitu terang. Rambutnya dibuat keriting, diberi warna,  dan dipotong asal-asalan. Ia menyukai motif bunga.

Sementara Inpyo termasuk jenis yang suka merapikan diri. Ia selalu memastikan dirinya untuk mencuci muka sampai bersih, memberikan pelembap, dan mematutkan diri. Ia tak begitu  menyukai motif bunga. Baginya, orang-orang yang memilih motif bunga adalah orang-orang yang tidak berkelas dan tidak bisa memusatkan perhatian dengan benar.

Eunyoung digambarkan sebagai orang yang bersemangat, meski berusaha menghindari pertempuran jika tak perlu, namun ia tak ragu bertempur hingga akhir. Sementara Inpyo, pembawaannya lebih tenang. Dengan akses dan kepadaiannya ia lebih suka mencari informasi mengenai hal yang dihadapi sebelum bertempur secara langsung dengan musuh.

Meski berbeda, dengan cara yang unik keduanya saling melengkapi. Ketika seseorang melihat  Eunyoung sedang menembakkan pistol BB sambil menggenggam erat tangan Inpyo,  bisa dianggap mereka berdua adalah pasangan yang sedang mengerjakan hal konyol.

Padahal sebenarnya, Eunyoung sedang bertarung melawan sesuatu, sedangkan Inpyo memberikan energi yang ia miliki. Dengan bekerjasama  misi menghentikan kekacauan  yang terjadi  pun berhasil diselesaikan dengan baik.

Dalam buku ini terdapat sepuluh kisah. Antara lain Aku mencintaimu Jellyfish; Si Lucky dan Si Kacau; Tungau dan Murid Pindahan; serta Berpelukan di Tengah Pusaran Angin. Setiap kasih  disampaikan dengan cara yang unik dan menghibur. 

Secara keseluruhan, isi buku ini mengisahkan tentang upaya Eunyoung membereskan  berbagai kejadian terkait hal kasatmata yang terjadi di Sekolah M.  Bagaimana ia menghadapi siswa yang diduga terkait dengan hal-hal tertentu, membantu menyelesaikan kejadian yang menimpan sekolah, dan hal sejenis.

Selain hal umum yang bisa terjadi di sekolah akibat kenakalan remaja, ada juga topik, juga menyinggung hal agak sensitif. Misalnya tentang pandangan Inpyo terhadap hubungan antara sesama jenis, menerima murid dengan kemampuan agak kurang, atau adanya dugaan tindakan  negatif pihak lain  dengan cara membayar  shaman.

Favorit saya adalah kisah tentang Si Lucky dan Si Kacau. Bisa disebut merupakan kisah  paling konyol yang pernah saya baca. Konyol tapi  secara logika bisa saja,  menjadi suatu hal yang benar. Tak henti-henti saya tertawa.

Kelakuan kedua siswa yang dijuluki si Lucky dan Si Kacau memang khas kenakalan anak saat puber.  Masa puber sungguh adalah masa yang menyebalkan dan merepotkan, menurut  Eunyoung. Namun karena ada campur tangan hal lain, keduanya menjadi tak terkendali. Harus segera diatasi, tugas bagi pasangan Eunyoung dan Inpyo.

Cara menyelesaikan masalah keduanya sungguh tak terduga. Sungguh! Kalau saya menjadi Eunyoung, mungkin saya menolak melakukan solusi yang diberikan oleh  Inpyo. Cari cara lain, atau mencari bantuan orang lain untuk menyelesaikannya.

Seperti yang saya di atas, saya tak berhenti tertawa, tak hanya pada kisah Si Lucky dan Si Kacau namun seluruh kisah yang ada. Aneka kekonyolan yang timbul karena kelakuan kedua orang dewasa Eunyoung dan Inpyo, ditambahkan kelakuan murid-murid di Sekolah M terkait hal kasatmata menjadi hiburan segar.

Ada juga bagian yang membuat saya menjadi baper. Duh, kalau saya saja baper bagaimana dengan teman-teman yang menyukai adegan romantis. Pasti lebih baper lagi. Misalnya, ketika kedua tokoh utama dalam kisah ini berjalan-jalan sambil bergandengan tangan di sebuah tempat romantis (kalian baca saja  buku ini biar ikutan baper ^_^).

Terkait baper, urusan cinta memang menjadi bumbu dalam kisah ini. Porsinya tidak banyak alias tidak terlalu diekspos secara total karena memang bukan kisah romantis.  Tapi dengan cara yang unik, penulis membuat pembaca terbawa perasaan dan ingin keduanya menjadi sepasang kekasih.

Adegan bergandengan tangan sebagai contoh. Berapa lama keduanya bisa melakukan hal tersebut  tanpa menimbulkan rasa?Apakah  Eunyoung memang sedang mengisi baterai dalam dirinya dengan cara menarik energi dari Inpyo, atau keduanya tanpa sadar menikmati saat ketika tangan mereka saling menggenggam? Uhuk... banyak adengan yang bisa menimbulkan rasa baper tanpa sadar.

Membaca buku ini membuat tersadar, banyak hal yang terjadi di sekitar kita tanpa kita sadari. Mungkin saja suatu hal terjadi karena hal yang lain. Suatu peristiwa buruk, merupakan dampak dari peristiwa yang lain.  Maka sepatutnya kita lebih mawas diri dalam bersikap.

Sekedar pesan, saat mulai membaca, mungkin saja akan mengalami rasa tak nyaman,  seakan berrtanya pada diri sendiri, ini sebenarnya kisah tentang apa? Cara bercerita penulis yang unik, memang membutuhkan adaptasi bagi pembaca yang baru pertama kali membaca karyanya. Seperti saya he he he.

Setelah sukses melewati bagian awal, pasti bisa tertawa tanpa henti seperti saya. Perjuangan diawal terbayar dengan karya yang bagus. Oh ya, meski demikian, saya merasakan ada suatu hal kecil yang membuat buku ini kurang "mantap" untuk mendapat bintang 5. Berulang kali saya renungkan, tapi belum ketemu apakah itu.

Untuk urusan terjemahan, bagi saya kalimat yang disajikan mengalir dengan baik. Jika saya bisa tertawa, artinya saya menikmati hasil karya tukang alih bahasa. Sebuah hasil karya yang patut diacungi jempol. Tanpa hasil kerja kerasnya, tak mungkin saya dan pembaca lain bisa terpukau dengan kisah ini.

Mendadak saya jadi teringat kesan pertama ketika melihat kover buku ini. Semula saya mengira ini kisah yang terkait dengan dunia keperawatan. Suatu topik yang sangat relevan mengingat saat pandemi seperti ini tenaga kesehatan seperti perawat sangat berjasa. 

Tapi, beberapa "makhluk" yang melayang di sekitar tubuh perawat membuat saya mengira jangan-jangan ini kisah honor. Mungkin kisah tentang seorang perawat yang menghadapi aneka hal horor selama bertugas. Agar tak terlalu berkesan seram, makanya kover dibuat lebih jenaka.

https://seouljournal.com/

Semua "mungkin"ala saya ternyata salah semua ^_^. Bisa dibilang ini memang kisah terkait hal tak kasatmata alias makhluk gaib. Mungkin diharapkan menjadi kisah  fantasi honor, namun justru bagi saya menjadi kisah yang lebih menghibur. Kalau versi lokal, horor ala Suzanna.

Sesungguhnya saya ingin merekomendasikan buku ini untuk segala usia, minimal usia 15 tahun keatas. Tapi sepertinya pihak penerbit menganggap usia yang paling pas adalah 17 tahun. Mungkin beberapa adegan dianggap tidak layak untuk abg.

Sang penulis, Chung Serang (15 September 1984)  adalah penulis fiksi ilmiah dan fantasi Korea Selatan. Dia memenangkan Penghargaan Novel Changbi ke-7 pada 2013, dan Penghargaan Sastra Hankook Ilbo pada 2017. Sebelum debutnya, dia bekerja sebagai editor di Minumsa dan Munkandongne.

Beberapa sahabat menyebukan  telah menonton serial ini pada sebuah televisi berbayar. Ada yang menyebutkan menarik, ada yang menyebutkan aneh. Tergantung selera masing-masing. Tapi bagi saya, ini adalah buku yang paling pas untuk membuka tahun 2021!

Selamat Tahun Baru!!!!


Sumber gambar:
https://seouljournal.com/