Selasa, 30 Januari 2018

2018#3: Kisah Cinta Sang Sultan

Penulis: Sunardian Wirodono
Penyunting: Endah Sulwesi
Penggambar sampul: Yudi Irawan
ISBN: 9786026799333
Halaman: 216
Cetakan: Pertama-Desember 2017
Penerbit: Javanica
Harga: Rp 65.000
Rating: 3.5/4

Cinta bukanlah dua jiwa yang dipersatukan, tetapi dua jiwa yang saling menjaga dan menghargai. Betapa malangnya jika dalam cinta kita kehilangan jiwa kita, menjadi jiwa yang lain, walaupun jiwa yang lain itu sangat kita cintai. Aku tak ingin kehilangan jiwaku.
~ Cinta Terakhir Sang Sultan, hal 39~

Segala sesuatu  kadang terjadi begitu saja, seakan memang sudah selayaknya terjadi.  Seolah alam berperan. Demikian juga dengan buku ini. Semula, saya mendapat buku tipis tentang Jumenengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Peringatan 40 Tahun. Sel kelabu saya langsung mengarah pada koran Buana Minggu yang saya baca saat kecil (baik, mungkin aneh anak kecil baca koran seperti itu).

Salah satu artikel membahas tentang pernikahan  Sri Sultan Hamengku Bowono IX dengan seorang wanita yang bukan dari suku Jawa. Banyak pihak yang berkomentar miring mengenai pernikahan tersebut. Saya jelas tidak paham kenapa. Timbul rada ingin tahu yang menggelitik. Tapi saya tentu tak berani bertanya pada sesepuh. Terbayang sudah jawaban yang akan saya terima.

Dan, gayung bersambut. Sebuah buntelan  buku yang mengisahkan mengenai kisah kasih beliau berdua dari  Penerbit Javanica mendarat beberapa waktu lalu.  Meski butuh waktu lumayan lama, rasa penasaran saya terjawab sudah.

Awalnya, saya mengira ini merupakan buku yang berisikan hal-hal romantis yang terjadi antara Sri Sultan Hamengku Bowono IX  dengan istrinya, Norma Nindyokirono. Judulnya saja Cinta Terakhir Sang Sultan. Pastilah menceritakan tentang awal mereka bertemu hingga maut memisahkan, dengan bunga-bunga indah tentunya.

Tak jauh meleset perkiraan saya. Memang ada bagian romantis namun ada juga bagian yang mengisahkan mengenai bagaimana situasi dan kondisi Bung Karno, Haji Agus Salim dan beberapa tokoh nasional  ketika dibuang ke Mentok, Bangka. Dan banyak hal lainnya. Bisa dikatakan buku ini merupakan paket komplit

https://nasional.tempo.co/
Kisahnya dimulai dengan uraian mengenai kehidupan Norma remaja. Lalu bertemu Bung Karno dan ikut ke Jakarta sampai akhirnya menjadi istri Sri Sultan Hamengku Buwono IX.  Beberapa bagian dengan gamblang mengisahkan bagaimana kedua bertemu untuk pertama kali, jatuh cinta hingga menikah. Ternyata butuh wakta lama bagi seorang Norma untuk menerima pinangan  Sri Sultan HB IX. Ah! Saya baru mulai paham kenapa dulu banyak pihak yang merasa perlu urun komentar.

Menikah dengan seorang raja tentunya bukanlah hal yang mudah.  Apalagi sebagai perempuan non Jawa, tentunya   punya pandangan dan sikap yang berbeda dengan istri-istri lain yang memang berasal dari Jawa.  Seperti yang tercantum di halaman 1980199, "Tentu tidak semudah mengatakannya. Mereka tidak mungkin tidak menganggap saya sebagai raja, sebagai junjungan mereka."

Misalnya tentang sapaan yang dipergunakan  Norma untuk  Sri Sultan HB IX, Wonosan. Wonosan berasal dari kata Wono yang berarti raja dalam  bahasa Jepang dan san, kata tambahan yang sering diucapkan ketika menyebutkan nama seseorang. Tentunya tak ada yang berani melakukan hal seperti itu selain Norma. Ia juga satu-satunya istri yang menyandang nama Sri Sultan Hamengku Bowono IX di belakang namanya. Justru itu  (menurut saya) yang membuat Sri Sultan HB IX jatuh hati.

Bahkan di halaman  199  terdapat dialog yang  menunjukkan bahwa Sri Sultan HB IX mendapatkan kasih sayang istri secara utuh dari Norma. Bukan berarrti istri yang lain tidak menghormati, namun  bagaimana sudah disebutkan di atas, bagaimana juga beliau adalah raja. "Akulah istri satu-satunya...., tetapi karena hanya akulah yang menganggap Wonosan sebagai suami, bukan sebagai raja. Bisa jadi itu karena aku bukan orang Jawa." Sungguh manusiawi.

Pada suatu bagian, saya menemukan tulisan mengenai Norma yang melakukan cium pipa kanan-kiri dengan Sri Sultan HB IX padahal mereka belum menikah. Mata saya langsung melotot, makin melebar ketika ada beberapa adegan yang menjurus ke arah mesra diuraikan dalam buku ini. 

Baiklah, sekarang saya paham sekali, kenapa Sri Sultan HB IX bisa jatuh cinta kepada sosok seorang perempuan dari Bangka bernama Norma! Entah, apakah ada orang lain yang berani mengajukan syarat ketika seorang raja mengajaknya menikah.
http://www.wapresri.go.id/

Melalui buku ini, saya bisa mengetahui banyak hal dari sisi  Sri Sultan HB IX yang tak banyak dikabarkan. Dalam buku ini digambarkan sebagai sosok yang sedikit bicaram namun jika sudah bicara, maka yang terucap adalah kata-kata penuh makna. Misalnya saja kalimat yang ada di halaman 105, "Jika Norma mengetahui dan mampu bersikap ketika berada di mana, sebagai apa, dan untuk apa, itu yang akan menjadi ukuran apakah kita memenuhi panggilan tugas atau justru hanya menyodor-nyodorkan diri."

Sebagai orang yang diangkat anak dan menjadi orang selalu membantu Bung Karno, tentunya banyak hal terkait situasi dan kondisi negara ini yang ia ketahui dengan benar.  Lalu apakah uraian perihal keterlibatan CIA dalam pemberontakan PRRI/Permesta pada Maret 1957, Freeport di halaman 151 yang mampu membuat mata melotot, serta Dewi Soekarno yang dibekali setengah kilogram emas sisa pembuatan tugu Monas di halaman 98, adalah benar? Jelas saya tak bisa menjawabnya.

Beberapa kali perihal Ibu Inggit yang meminta dikembalikan ke Bandung dari pada harus memiliki madu disinggung. Terlihat sekali betapa seorang Norma sangat menghormati dan menghargai apa yang telah dilakukan oleh seorang Inggit  bagi tanah air tercinta ini. 

Buku yang menarik. Sudah  lebih seminggu saya selesai membacanya. mau membuat ulasan sekedarnya, agak ragu (ok baiklah takut). Dibesarkan dengan adat Jawa, membuat saya sungkan memberikan komentar mengenai kehidupan kerabat dalam. Apalagi ini!

Secara sukses penulis membuat saya melihat dari sisi yang berbeda. Bagaimana juga, beliau tetaplah seorang manusia, seorang pria, seorang suami. Kadang, kita melupakan unsur "manusiawi" dari sosok yang begitu kita hormati. 


Satu kalimat yang menarik dari buku Jumenengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Peringatan 40 Tahun. Pada halaman 10 tertulis, "Meskipun saya mengalami pendidikan yang tegas-tegas bercorak Barat, tapi saya in Jawa, dan bagaimanapun saya tetap Jawa." Hal ini ditunjukkan dengan kebulatan tekat beliau membantu perjuangan kemerdekaan.

Bahkan dalam buku Tahta Untuk Rakyat, terlihat bagaimana besar bantuan yang beliau berikan. Tidak hanya adalam bentuk fisik namun juga materi. Bukan hanya bagi pergerakan perjuangan, namun juga terhadap keluarga pemimpin pergerakan. Sungguh jiwa seorang raja.

Sekedar usul, jika buku ini dicetak ulang, mungkin penulis bisa menambah bagian yang menunjukkan bagaimana keindahan istana yang dibangun khusus untuk Norma di Bogor. Supaya membuat kisah ini lebih hidup lagi.

Buku yang unik.


























Selasa, 23 Januari 2018

2018#2: Membacakan Nyaring Bagi Buah Hati

Penulis: Roosie Setiawan
ISBN: 9786023852758
Halaman: 136
Cetakan: Pertama-2017
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 69.000
Rating: 3/5

“Untuk bayi-bayi yang kuat, suka menarik-narik bahkan merobek buku, inilah saat yang tepat untuk mengajarkan bayi: bagaimana harus memperlakukan buku? Biarkan bayi menyentuh, memegang, bahkan bermain dengan buku”

Membacakan Nyaring merupakan sebuah buku yang berisikan tips dan trik membangun kecakapan lisan, keterampilan menyimak dan kecakapan membaca anak usia 0-24 bulan. Selain ASI, anjuran untuk memberikan stimulasi untuk kecapakan tersebut belum digaungkan.  Diharapkan buku ini bisa menjadi buku panduan bagi keluarga muda memahami manfaat membacakan nyaring serta bagaimana menarik minat anak untuk bisa mencintai kegiatan membaca.

Dari buku ini Anda akan mendapat banyak informasi,  antara lain mengenai
1. Manfaat membacakan nyaring,
2. Tahapan membacakan nyaring,
3. Perkembangan kemampuan anak pada tiap tahap,
4. Apa yang harus dilakukan untuk mengajarkan literasi sejak dini,
5. Apa saja unsur literasi dini,
6. Bagaimana memilih bacaan yang cocok bagi anak
7. Bagaimana posisi membaca yang tepat untuk buah hati

Buku ini memberikan gambaran mengenai bagaimana perkembangan otak seorang bayi dengan cara mengamati serta melakukan kegiatan yang mampu mengasah keterampilan bayi. Misanya kegiatan mendengarkan, menyimak, berbicara yang menjadi dasar literasi dini Ini merupakan sebuah  buku yang disusun secara praktis dengan aneka ilustrasi terkait kegiatan membacakan nyaring.


Meski  melakukan kegiatan literasi bersama anak sejak dini belum terlalu dikenal masyarakat namun kegiatan tersebut juga memiliki makna yang penting bagi perkembangan seorang anak. Terutama sekali perkembangan pada bagian leher ke atas, otak.
Kemampuan literasi dini bisa diajarkan pada anak usia 0-24  bulan dengan berbagai cara yang menarik dan sederhana. Misalnya dengan cara mengajak anak bercakap-cakap, bernyanyi, bahkan dengan cara membaca bersama. Kegiatan sederhana tersebut dapat  menjadi stimulasi guna merangsang terjalinnya serabut-serabut otak

Terdapat enam unsur dalam literasi dini:
1. Meningkankan kesadaran fonemik,
2. Pengetahuan akan huruf,
3. Penambahan kosakata,
4. Kesadaran akan materi cetak,
5. Menimbulkan motivasi pada buku,
6. Peningkatan kemampuan bahasa lisan dengan kegiatan bercerita,
Kegiatan tersebut dapat dilakukan sebelum bayi lahir, bahkan bisa dimulai sejak trisemester kehamilan.

Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan guna mengajarkan literasi sejak dini adalah dengan membacakan nyaring, yaitu kegiatan membaca buku/bahan bacaan dengan bersuara.  Saat melakukan membacakan nyaring, jangan sambil mengerjakan pekerjaan lain. Bayi bisa memahami bahwa waktu Anda sepenuhnya untuknya.  Pelukan Anda sambil mendekatkan buku mampu membangun kedekatan tersendiri.

Manfaat  utama membacakan nyaring adalah membiasakan bayi mendengarkan dan menambah kosakata yang sangat berguna dalam proses  perkembangan kecakapan berbicara.  Jika dilakukan secara rutin maka anak akan mau membaca, bisa membaca dan suka membaca. Serta belajar bagaimana memperlakukan buku.

Secara garis besar, buku ini terdiri dari enam bagian plus pendahuluan. Bagian yang ada merupakan penjabaran mengenai bagaimana tahapan tumbuh kembang anak serta bagaimana pelaksanaan kegiatan membacakan nyaring diterapkan. 

Bagian pertama merupakan Tahap Mendengarkan ketika bayi berusia 0-2 bulan, lalu Tahap Mengamati ketika usia bayi 2-4 bulan. Selanjutnya pada usia 4-8 bulan merupakan Tahap Bergumam dan Tahap berceloteh pada usia 8-12 bulan. Kemudian tahap dimana bayi sudah mulai membuat kata dan mengucapkan kalimat adalah ketika berusia 12-18 bulan untuk Tahap Membuat Kata serta 18-24 bulan untuk Tahap Mengucapkan Kata. 

Guna memudahkan orang tua, terdapat juga contoh buku yang bisa dijadikan acuan dalam kegiatan membacakan nyaring. Bagian ini bisa dianggap sebagai promosi tersabar dari penerbit, karena beberapa buku yang direkomendasikan berasal dari penerbit yang sama.

Sebenarnya halaman dalam buku ini bisa lebih ringkas, karena hal-hal utama sudahdiberikan secara jelas oleh penulis. Justru aneka gambar mengenai buku yang layak dibacakan nyaring untuk anak membuat halaman menjadi bertambah. Apakah maksudnya agar mempergunakan buku ini juga sebagai salah satu buku dalam kegiatan membacakan nyaring? Atau sekedar membuat halaman menjadi lebih banyak semata?

Pada beberapa bagian terdapat pengulangan kalimat yang cukup banyak. Misalnya ketika membacakan nyaring di halaman 72, beberapa point persis sama dengan yang ada di halaman 58 dan 89. Akan lebih ringkas jika pembaca diberikan informasi untuk memperhatikan kegiatan ketika membacakan nyaring di bagian sebelumnya lalu ditambah dengan point yang tidak ada pada halaman tersebut.

Roosie Setiwan merupakan seorang aktivis Read aloud serta Founder Reading Bugs  Indonesia-yang didirikan pada tahun 2007 lalu. Ia telah menyelenggarakan berbagai workshop membacakan nyaring untuk mengenalkan manfaat membacakan nyaring serta memperkenalkan metode yang tepat untuk menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari.