Minggu, 10 April 2011

Lomba Resensi Buku Serambi 2011: Kisah Sendu Big Breasts and Wide Hips dari Shangguan Lu

Judul                     : Big Breasts  and Wide Hips
Penulis                  : Mo Yan
Penerjemah           : Rahmani Astuti
Penyunting             : Anton Kurnia
Pemeriksa Aksara : Adi Toha
ISBN                    : 978-979-024-246-3
Halaman               : 752
Penerbit                : Serambi
Cetakan                : I, Maret 2011
Harga                   : Rp. 99.000

Apakah  faedah seorang perempuan di Cina selain melahirkan anak laki-laki guna meneruskan nama keluarga?

Mungkin pertanyaan itu terlalu ekstrim, tapi apa mau dikata, itu kesan yang saya dapat setelah membaca buku Big Breasts and Wide Hips. Bagaimana tidak,nyaris  seluruh buku ini berkisah bagaimana sosok seorang perempuan yang berjuang untuk mendapatkan seorang anak laki-laki dan mempertahankan hidup  bersama anak-cucunya.

Bagi keluarganya, anak laki-laki merupakan karunia  paling besar yang ditunggu-tunggu. Simak saja nama  tujuh anak perempuan tokoh kita:
Laidi = Adik laki-laki akan datang
Zhaodi = Adik laki-laki disambut
Lingdi = Adik laki-laki diantar
Xiangdi = Adik laki-laki diharapkan
Pandi = Adik laki-laki disiapkan
Niandi = Adik laki-laki diinginkan
Qiudi = Adik laki-laki dicari
Semuanya berakhir pada harapan hadirnya seorang ADIK LAKI-LAKI

Judul buku ini pun jika  diterjemahkan secara harafiah berarti (maaf) payudara besar dan pinggul lebar. Kondisi yang mencerminkan fisik seorang wanita yang kerap melahirkan dan menyusui.Saya jadi penasaran, bagaimana nasibnya jika ia tidak melahirkan anak laki-laki, atau bagaimana jika seorang perempuan tidak punya anak, atau bahkan tidak  menikah! Walau pada akhir cerita, breasts juga berhubungan dengan bisnis keluarga

Tokoh utama kita, Ibu, bernama Shangguan Lu, nama kecilnya Xuan’er menikah diusia muda  sekitar tujuh belas tahun dengan Shangguan Shaouxi seorang pandai besi.  Tugasnya sudah jelas! Menjadi seorang istri yang baik dan benar versi keluarga sang suami, keluarga Shangguan. Salah satunya adalah melahirkan putra bagi penerus nama keluarga.

Masalahnya setelah sekian lama menikah belum juga terlihat ada penerus  keluarga. Jangankan seorang penerus, tanda-tanda berbadan dua saja belum juga ada. Sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu, sang istri yang  dianggap penyebab utama belum juga hadirnya momongan dalam keluarga itu. Akibatnya Shangguan Lu terpaksa kembali ke rumah paman dan bibinya, dimana ia diasuh sejak kecil.

Sang bibi jelas sangat marah! Ia mengatur sebuah siasat untuk membuktikan keponakan kesayangannya tidak mandul, justru suaminya yang mandul. ”  .... beberapa perbuatan yang paling mulia diselesaikan dalam kegelapan, tidak terlihat.” nasehatnya kepada Shangguan Lu. Tak berapa lama kemudian, Shangguan Lu bangun dan menemukan sang paman tidur telanjang di sebelahnya! Musim semi berikutnya Shangguan Lu melahirkan anak perempuan pertama .

Setelah melahirkan anak pertama perempuan, ternyata anak keduanya juga perempuan. Hal ini sungguh membuat ibu mertuanya tidak senang. ”....Tanpa anak laki-laki, kedudukanmu tidak akan lebih baik daripada seorang budak seumur hidupmu. Tapi kalau kau punya anak laki-laki, kau akan menjadi nyonya besar...." kata ibu mertua Shangguan Lu.
Bagaikan orang kehilangan akal,  Shangguan Lu berupaya mendapatkan anak laki-laki. Suaminya  jelas-jelas tidak bisa memberikan keturunan, maka ia yang harus berusaha! Dimulailah kisah petualangan Shangguan Lu  guna mendapatkan anak laki-laki dengan banyak pria

Sungguh mengenaskan nasib Shangguan Lu. Ia menyerahkan tubuhnya ke pria  yang dianggapnya  mampu memberikannya seorang anak laki-laki tanpa pandang bulu siapakah pria yang menidurinya. Sudah tujuh anak perempuan yang dilahirkannya dari benih beberapa pria, namun belum juga ada anak laki-laki. Jika perbuatannya dianggap berselingkuh, tujuannya hanyalah untuk mendapatkan seorang anak laki-laki demi meneruskan  nama keluarga suaminya. Shangguan Lu melakukan sebuah perbuatan yang tercela demi tujuan mulia, menyenangkan hari mertuanya. Caranya memang salah, tapi saya tidak bisa menyalahkannya. Situasi dan kondisi saat itu sungguh berbeda dengan sekarang dimana jenis kelamin anak bisa diupayakan melalui program kehamilan. Demikian juga dengan kemandulan.

Setelah sekian lama, baru melalui benih seorang misionaris Swedia Shangguan Lu mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Jintong. Jintong memiliki seorang kakak perempuan yang lahir bersamaan. Namun kondisinya buta sejak lahir. Jintonglah yang menjadi narator kisah ini.

Waktu kelahiran narator kita,  sungguh tidak tepat! Memang tidak ada bayi yang bisa memilih kapan waktunya ia dilahirkan. Tapi sungguh sial nasibnya,  ia lahir saat Jepang sedang menyerbu! Bagaimana situasi penyerbuan saat itu digambarkan secara terinci oleh Mo Yan. Kondisi Shangguan Lu yang kepayahan saat melahirkan justru dimanfaatkan untuk aksi propaganda. Sementara seorang dokter membantu persalinan dan menghentikan perdarahan serta serangkaian prosedur penyelamatan nyawa bagi ibu dan kedua anaknya, seorang wartawan mengambil foto dari berbagai sudut. Satu  bulan kemudian foto-foto tersebut beredar di sebuah koran Jepang sebagai bukti aksi persahabatan antara China dan jepang

Belakangan, saat masa-masa sulit justru anak perempuannya yang menjadi penyelamat. Simak saja kisah pada halaman 243. ” Ibu,” kata Xiangdi, ”Aku menjual diriku...Aku mendapatkan harga yang baik, berkat penjaga penginapan ini, yang membantuku tawar-menawar...” Kelak ada beberapa anak perempuan Shangguan Lu yang mengalami nasib nyaris sama mengenaskannya.

Kisah bagaimana perjuangan Shangguan Lu tidak berhenti sampai usahanya mendapatkan seorang anak laki-laki. Ia masih harus berurusan dengan permainan nasib yang tak bisa  ditebak arahnya. Suatu saat ia menjadi orang yang paling menderita, dilain waktu ia harus mengurusi seorang bayi yang bukan anaknya sementara keadaan sedang tidak menentu, dilain kesempatan  ia hidup berlimpah dan berkecukupan. Untunglah semua kesulitannya terbayar saat hari tuanya.

Mo Yang memainkan emosi pembaca dengan apik. Ada saat dimana saya ikut kesal pada keadaan, merasakan beban berat harus mengurusi sekian banyak anak sementara situasi tidak menentu. Ingin ikut berteriak dan protes kepada nasib. Dilain waktu, saya ikut bersantai menikmati kemudahan yang diterima keluarga  Shangguan. Tak heran jika Mo Yan sangat menjagokan bukunya ini dibandingkan buku-buku lainnya. " Kalau Anda mau, Anda boleh melewatkan novel-novel saya yang lain, tetapi Anda wajib membaca Big Breasts and Wide Hips. Dalam novel ini, saya menulis tentang sejarah, perang, politik, kelaparan, agama, cinta dan seks" puji  Mo Yan bagi  bukunya yang satu ini.  

Kondisi yang dialami oleh  Shangguan Lu sebenarnya bisa kita temui di lingkungan kita. Ada seorang perempuan yang dilarang suaminya ber-KB hingga mempunyai anak laki-laki, walau ada juga yang tetap terus mempunyai anak hingga memiliki seorang anak perempuan. Bahkan ada juga yang suaminya kawin lagi dengan alasan agar bisa mempunyai seorang anak laki-laki.

Dalam kehidupan saya, tak pernah saya berhenti bersyukur mendapatkan seorang anak laki-laki. Sang Maha Pencipta begitu bermurah hati mengabulkan doa saya untuk memiliki seorang anak laki-laki. Bagaimana kelakuan dan kondisinya haruslah saya syukuri karena saya yang meminta  tanpa henti. Dan alasannya mengapa saya sangat menginginkan seorang anak laki-laki  biarlah hanya saya yang tahu...

Seluruh kisah ini dibuat berdasarkan kisah nyata yang terjadi di Cina. Banyak fakta tentang Cina yang terlewatkan oleh masyarakat umum. Misalnya saja di Cina, setiap tahunnya, diperkirakan 45 miliar pasang sumpit dipakai dan dibuang sesudahnya. Itu sama dengan 1,7 juta m3 kayu atau 500 ribu pohon setiap tahunnya. Hal ini mungkin saja benar mengingat warga Cina menggunakan sumpit sebagai alat makan, alih-alih sendok garpu. Itu sebabnya belakangan mulai ada gerakan membawa sumpit sendiri yang bisa digunakan untuk beberapa kali pemakaian, atau menggunakan sumpit dari bahan selain kayu.

Cina berkontribusi terhadap 20% jumlah penduduk dunia, namun hanya memiliki 7% dari sumber air dunia. Menurut World Bank, 90% air tanah perkotaan dan 75% sungai dan danau sudah tercemar. Ini berarti 700 juta warga Cina minum air tercemar setiap harinya. Sungguh tidak sehat!

Olimpiade Beijing 2008  yang lalu  diadakan di Beijing pada 8-24 Agusutus 2008. Khabarnya merupakan  olimpiade termegah dan terbesar dalam sejarah umat manusia. Sesuai dengan kebudayaan Cina yaitu Feng Shui, maka  acara pembukaan  diadakan pada pukul 08:08:08 (8 malam lewat 8 menit dan 8 detik ) Angka 8 diasosiasikan dengan kemakmuran dalam kebudayaan Cina.

Sekitar seperlima  penduduk dunia menggunakan salah satu bentuk bahasa Tionghoa sebagai penutur asli, maka jika dianggap satu bahasa, bahasa Tionghoa merupakan bahasa dengan jumlah penutur asli terbanyak di dunia. Bahasa Tionghoa (dituturkan dalam bentuk standarnya, Mandarin) adalah bahasa resmi Cina dan Taiwan, salah satu dari empat bahasa resmi Singapura, dan salah satu dari enam bahasa resmi PBB.

Di Cina, nama keluarga di tulis terlebih dahulu  misalnya saja dalam kisah  ini Keluarga Shangguan. Maka anggota keluarganya akan memiliki nama awal Shangguan, misalnya Shangguan Lu, Sangguan  Souxi, Shangguan Fulu.  Dalam lingkungan keluarga, nama sebenarnya justru jarang digunakan, justru yang digunakan adalah panggilan berdasarkan hubungan kekerabatan. Contohnya kakak pertama, sepupu ketiga, adik ke tujuh dan seterusnya. Sementara di sekitar kita beberapa menempatkan nama keluarga di belakang nama Indonesia mereka. Misalnya Tomy Tan, Adi Lim.

Mo Yan  lahir  pada 17 Februari 1955 di Gaomi, Shandong , Cina.  Terlahir dengan nama  Guan Moye, saat ini  ia  merupakan penulis China yang paling terkenal . Mo Yan secara harafiah berarti jangan bicara. Nama ini digunakannya untuk mengingatkan dirinya sendiri agar tidak terlalu banyak berbicara. Nama itu dipilih dan digunakan sejak novelnya yang pertama.  Karyanya  saati ini telah diterjemahkan ke dalam banyak  bahasa, termasuk Inggris, Jerman, Perancis serta  Norwegia.

Karyanya antara lain:
  • Falling Rain on a Spring Night (1981).
  • Red Sorghum  (1987)
  • The Garlic Ballads  (1995)
  • The Republic of Wine: ( 1992)
  • Shifu: You'll Do Anything for a Laugh, a collection of short stories, ( 2002 )
  • Big Breasts & Wide Hips (1996)
  • Life and Death Are Wearing Me Out
Beberapa karyanya sudah diadaptasi menjadi film, misalnya Red Sorghum pada tahun 1987.
Semoga kita bisa menikmati karya lainnya.
Dengan sederatan Petinggi Serambi yang ikut andil dalam proses penerbitan buku ini, rasanya buku ini layak dikoleksi
hayuh dibeli dan dibaca..............! Jangan pinjam terus he hehe

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Buku ini akan menjadi kenang-kenangan dari Ibu Peri Buku Tersayang
Terima kasih sudah diberikan kesempatan belajar serta berbagai kisah-kisah menawan
Tetap berharap bisa bekerja sama
*peluk-peluk sedih*
Dengan Pihak Serambi juga tentunya ^_^
Semoga selalu mendapatkan yang terbaik & semua yang diinginkan tercapai
H2C Peri baru siapa yah.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar