Jumat, 08 April 2011

Magus: Thriller di Mesjid Menara Kudus

Pengarang: Mahardhika Zifana
Editor: Susanto
Halaman: 378
Penerbit : Litera Pustaka

Saksikanlah! Saksikanlah! bahwa pada malam ini!
Sang Magus telah kembali ke tengah-tengah putra-putri Raja Emas
Abadilah sang Magus! Abadilah sang Magus!

Fakta pertama :
Empat orang mahasiswa ITB meninggal dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Penyebab kematiannya menurut Polisi disebabkan oleh hal-hal yang wajar, seperi minum obat kedalwuarsa, korban tabrak lari, serta bunuh diri. Hal ini menimbulkan rasa keingintahuan Rian, seorang reporter muda.

Fakta kedua:
Syekh Jafar Shadiq atau dikenal dengan nama Sunan Kudus, merupakan sunan yang dalam menyebarkan ajarannya memiliki tolerasni yang tinggi. Contohnya, beliau melarang menyembelih sapi pada saat Idul Adha guna menghormati pemeluk Agama Hindu. Dalam kehidupan sehari-hari pun, Soto Kudus yang terkenal itu menggunakan daging kerbau, bukan daging sapi seperti soto daging pada umumnya.

Sunan Kudus. membangun sebuah masjid yang diberi nama Mesjid Al Quds. Ciri utama masjid ini berupa menara besar berbentuk candi bercorak Hindu-Majapahit.  Namun karena pelafalan orang Jawa, nama masid itu berubah menjadi Masjid Kudus. Sebagai batu pertama, dipilih batu yang dibawa langsung dari Palestina. Apa istimewanya batu itu sehingga harus dibawa jauh-jauh dari negeri asalnya?

Rafka, Rian, serta  Erik merupakan alumnus dari Universitas Pendidikan Indonesia. Reuni yang mereka harapkan akan berlangsung dengan keceriaan justru berujung kematian. Akibat  kehabisan ide untuk membuat cerita, Rian meminta informasi dari Ali, sepupunya yang kebetulan seorang Polisi. Rafka  berada dalam waktu dan tempat yang salah, bahkan tanpa sengaja ia menyebabkan salah seorang temannya juga tewas! Sementara Erik, alih-alih menjalankan tugas dari Unesco, ia malah ikut berada dalam petualangan yang membahayakan.

Mereka bertiga ditambah beberapa orang lagi harus  berurusan dengan konspirasi jejaring internasional! Konspirasi memang ada dimana-mana, bahkan di sekitar kita dalam wujud tak kasat mata!
Petualangan ketiga sahabat itu tidak hanya terbatas pada Kota Bandung saja, namun juga Kudus, Jakarta, Semarang, bahkan Singapura! Banyak hal-hal misterius dan menengangkan yang bisa ditemui di sana. Jangan kuatir, semuanya tersusun dengan halus, bahasanya juga menarik. Dijamin setiap yang membaca di angkutan umum akan mengalani nasib seperti saya, terbawa hingga jauh!

Sejujurnya, saya bukan orang yang gampang ingat nama orang, bahkan nama seorang penulis. Saat seorang teman dari script manajemen mengirimkan naskah, saya menerimanya dengan atusias yang sama dengan naskah-naskah yang lain.Namun, baru membaca sekitar 15 lembar saya langsung teringat  pernah membaca gaya tulisan seperti ini. Bukunya saya masih ingat, nama penulisnya yang lupa. Kebiasaan jelek! Salah satu bukunya saya beri bintang 5 di Goodreads Indonesia, yang satu bintang empat. Bukan karena isi, namun sosok di sampul depan yang membuat saya menurunkan rating.

Saat membaca biodata di halaman belakang, langsung saya bersorak! Yes..................! Ini draf paling asyik dalam bulan ini. Tidak butuh waktu lama untuk membaca draf ini. Tak butuh banyak masukan juga untuk draf ini. Saat draf kedua dan ketiga datang, saya sempat merasa down!  Cerita tetap ok, namun saya kehilangan unsur Dhika-nya. Seakan bukan ditulis oleh orang yang sama. Akhirnya saya hanya memberikan pesan singkat saja, ”Kirimin aku bukunya saja, jangan drafnya.” Ternyata, di buku ini, unsur Dhika sudah kembali menggigit.

Walau sangat menyukai buku ini, ada beberapa hal yang  mengusik rasa penasaran saya. Bagaimana Ismet dan Rian tahu bahwa Rafka ada di kamar 335? Mungkin penulis menganggap pembaca bisa mengetahui kronologisnya tanpa diberitahu. Misalnya  keduanya bertanya  di bagian informasi, atau menanyakan via sms atau  telepon dimana Rafka berada. Atau saya yang terlalu tegang membaca sehingga melewatkan point ini yah?

Lalu penulisan judul dengan kalimat, ” Ruang 335, Kelas I, Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin, Bandung....” Aduh  walau berbeda waktu kenapa yah harus dipilih menjadi judul? Kok buat saya ini malah membuat saya ingin bertanya lagi, terutama sekali pada kata ”Kelas I”-nya. Mengingat  kondisi Rafka yang selalu diceritakan hidup sederhana, kemana-mana saja naik motor, bagaimana mungkin ia punya uang untuk membiayai perawatan di kelas 1? ada bantuan dari asuransikah?  atas permintaan Polisi ? atau bagaimana? Kok tidak dibahas yah?

Untuk tokoh Trisna sang pelayan hotel, saya jadi penasaran bagaimana ia bisa ingat wajah Pak Pujo Sasongko, padahal menurut cerita beliau jarang mengingap di hotel. Jadi bisa  dikatakan ia bukan pelanggan setia yang wajahnya sudah dikenal dengan baik. Belum lagi kemampuannya mengingat wajah Rahmat yang menjemput Pujo. Padahal itu sudah berlalu selama 6 bulan. Hebat sekali daya ingatnya!

Dan kesalahan penulisan pada halaman 206,  ”Rian?” Erik menoleh, bisanya kaupandai membagi tugas.” Bukan biasanya. Walau banyak kejadian yang nenegangkan, ada juga yang membuat saya tertawa, Misalnya  pada halaman 97,  ada kalimat yang berbunyi, ”Sekar  masih mengingat, orang yang menghubunginya mengaku bernama Bayu.”  Lah yang menghubungi Sekar adalah  Erik kenapa ditulis Bayu? Itu bukan yang di draf pertama? Tadinya saya pikir itu merupakan ulah si Erik mengaku Bayu. Namun di halaman  227 ternyata juga ada kesalahan yang sama.

Kemudian pada halaman 141, Ismet menyibak-nyibak tanah dengan tangan kanannya...Bayangkan berapa lama dan berapa jauh ia harus menyibak-nyibakkan tangannya sampai menemukan sebuah selongsong peluru. Kuat sekali yah Ismet itu.... pasti membutuhkan tenaga dan tangan yang kuat he he he.

Saya lebih menyukai ide awalnya, menggerakkan kaki untuk menyisir permukaan tanah. Lebih tidak capai daripada harus menggunakan tangan, walau tidak diceritakan saya beranggapan dilakukan dengan jongkok atau membungkuk. Encokkkkkkkkkk! 

Salut juga akan keuletan sang tukang cerita dalam melakukan riset. Terlihat ia melakukan riset  sangat mendalam yang tentunya berguna dalam menulis buku ini. Saya jadi lebih paham banyak hal. Misalnya saja  seluruh pemeluk Agama Islam di Pulau Jawa pasti mengenal Walisongo. Namun mungkin hanya sedikit yang tahu bahwa gambar wali yang  ada  saat ini merupakan walisongo generasi kesekian. Definisi Walisongo adalah sembilan wali, baru muncul pada abad ke-19 oleh Ronggowasito, yang menuliskan Serat Walisongo.  Sementara Sunan Giri II menuliskan Serat Walisana.  Kemungkinan kedunya berasal dari kata Wali Tsana, artinya wali yang mulia. Sekali lagi pelafalan orang Jawa berperan mengubahnya menjadi Walisongo.

Lalu tokoh punakawan yang selalu ada guna memeriahkan suasana, ternyata nama-nama tersebut mengandung makna yang dalam. Misalnya Gareng berasal dari kata Nalla Qaarin yang berarti banyak teman, lalu Bagong dari kata Baghaa berarti berontak dan melawan, setiap kaum muslimin yang melihat kemungkaran harus berani melawan.


Selain cerita yang menegangkan, ada pesan moral yang perlu diingat. Akibat keisengan anak-anak ITB  memberikan laporan palsu kepada Polisi,  saat ada kejadian yang benar-benar menakutkan dan membahayakan, pihak Polisi menganggapn kejadian itu hanya keisengan mereka juga. Untuk itu, mereka harus membayar kejahilan yang mereka perbuat dengan nyawa. Tragis.........!

Sempat punya ide iseng saat membaca nama produk di cerita ini, Starbucks dan Honda. Hem... bisa dimintakan bantuan buat promosi tuh. Lumayan khan mereka numpang iklan di buku ini.

Terakhir, di bagian ucapan terima kasih ada kalimat menyentuh dan membuat iri, ” Adik-adik yang baru saya temukan setelah dewasa.” Kira-kira ada lowongan buat kakak enggak yah he he he

Nembang dulu ah…..,
Keblat papat limo pancar
Gapuro rusak ewahing jagad

Dedalane guno lawan sekti
Kudu andhap asor
Wani ngalah luhur wekasane
Tumungkulo yen dipun dukani
Bapang den simpangi
Ono catur mungkur

2 komentar:

  1. aku pengen beli bukunya... dimana aku bisa mendapatkannya?

    BalasHapus
  2. Coba hubungi penulisnya langsung, mungkin masih ada stok.
    Bisa via FB penulisnya

    BalasHapus