Jumat, 01 April 2011

Iluminasi: Jika Hitam dan Putih bukan "Hitam" & "Putih"

Pengarang : Lisa Febriyanti
Editor : Syarifuddin Azhar
Halaman : 436
Penerbit : Kakilangit Kencana

Jika kau mendengarkan suara alam, kau akan tahu tentang kehidupanmu.
Kau akan menyadari jati dirimu

Perempuan itu sudah tidak lagi ordinary!


Hidup memang penuh dengan pilihan. Kemana kita akan melangkah tergantung pada pilihan kita di awal perjalanan.Ardhanareswari , biasa dipanggil Ar, memang tidak bisa memilih dari mana ia berasal. Ia tidak bisa memilih untuk menerima atau menolak kelebihan yang dimilikinya. Ia tidak bisa menolak atau meminta untuk menjadi istimewa, menjadi tidak ordinary.

Ordinary adalah manusia yang tertidur di tengah realitas dan rutinitas yang mereka jalani. Setiap ordinary membutuhkan sebuah pematik untuk mengetahui jati dirinya. Untuk Ar, pendulum warisan Oma Amara adalah pematiknya.

Pendulum warisan Oma Amara dianggap merupakan kunci guna membuka portal bagi evolusi manusia istimewa di masa depan. Sementara Ar belum sepenuhnya memahami keistimewaan dirinya, ada dua kelompok manusia istimewa yang memperebutkan perhatiannya.

Kelebihannya melekat menjadi DNA dalam kehidupannya. Ia hanya bisa memilih untuk menjadi bagian dari White Light atau Pure Black. Memilih untuk membantu mempercepat evolusi manusia super atau membiarkannya terjadi dengan sendirinya.Tidak ada yang tahu kapan waktu yang tepat. Sensornya adalah Ar, peraba di masa depan. Instuisi Ar akan bekerja menjawab keputusan apa yang akan dilakukannya dengan keisitmewaannya.

Selain bingung menghadapi sikap White Light yang menekannya serta sikap Pure Black yang merendah memohon, Ar juga dihadapkan akan kebimbangan hatinya. Haruskah ia memilih Shaman, yang memiliki sepasang bola mata hitam berkilat sekaligus kelam. Berwajah kaku dan beku dengan kulit putih bersih.Tinggi 170 dan berpostur ceking. Mengendarai Scuderia Spider Ferari . Atau Zero yang justru bertolak belakang dengan Shaman. Zero merupakan sosok konvensional dengan pembawaan yang membumi. Matanya yang teduh menawarkan sebuah kedamaian

Buku ini juga mengetengahkan aneka manusia istimewa seperti Black Bird manusia yang memiliki sayap dan Jack yang mampu terbang. Abistha yang mampu menghasilkan angin, Astro si tangan seribu dan Speedy yang mampu menggerakan seluruh tubuhnya dengan cepat. Ada Cora yang memiliki kemampuan absorsi hanya dengan menyentuhkan tangannya. Dewandaru yang bisa berubah menjadi apapun juga. Masih banyak tokoh unik lainnya. Manusia super ini mengingatkan saya pada Film X-Man, film tentang para mutan yang tergabung dalam dua kelompok.

Lisa Febriyanti meramu dengan apik pertempuran antara kedua kubu. Sesuai dengan perkembangan jaman, genjatan senjata dilakukan dengan cara yang moderen. Pertempuran dilakukan secara terbuka dengan adu kekuatan diantara kedua kelompok. Masing-masing kelompok mengirim anggotanya untuk adu kekuatan satu lawan satu. Andai buku ini dijadikan film,pasti spesial efeknya sungguh menakjudkan!

Selain disuguhi kisah sepak terjang aneka manusia istimewa, saya juga mendapatkan pengetahuan mengenai makanan. Apa yang kita makan mempengaruhi galiat jiwa kita. Saat makan berarti kita mengambil enegi dari bahan makanan itu. Tumbuhan membawa serta energi yang berisi nutrisi, pertumbuhan dan reporduksi. Sementara hewan menyimpan energi hasrat, perspektif dan sense. Juga aneka macam teh serta manfaatnya.

Membaca buku ini, membuat saya merasa kian "kaya" dengan aneka kata baru.Kalimat-kalimat yang ditulis sering menggunakan kata-kata yang kurang akrab di telinga saya yang bukan penggiat sastra. Misalnya kata "Merepih" dan "Ripuh" Namun jika dibaca sebagai sebuah rangkaian kalimat serasa indah, walau sejujurnya saya masih beraba-raba apa artinya yang pas.

Keunikan lain dari buku yang terdiri dari 14 bab ini adalah gambar ilustrasi yang ada di awal bab serta kalimat yang ada dibawahnya.Kalimat-kalimat tersebut seakan saripati dari isi bab tersebut. Misalnya pada bab Khatimah, yang tertulis dibawah ilustrasi adalah kalimat, " Tidak akan pernah ada akhir. Karena setiap akhir adalah awal" Cocok untuk menandakan ini adalah bab terakhir dan mungkin akan ada buku selanjutnya, siapa yang tahu.

Sedangkan bicara mengenai kekurangan, saya hanya menemukan kekurangan yang sama seperti buku kakilangit yang terdahulu,pemenggalan kalimat yang tidak pada tempatnya. Serta penulisan sinopsis di halaman belakang yang kurang begitu terbaca karena tertumpuk dengan cover.

Tapi secara keseluruhan, saya menyukai buku ini, yang menurut pengarangnya hanya dibuat dalam waktu yang sangat singkat.

Terima kasih untuk Ibu Peri Buku
Seimbang dengan derita kehujanan , naik ojek & becek ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar