Jumat, 08 April 2011

Man Shabara Zhafira, Temukan Misteri Angka 3


Judul : Ranah 3 Warna
Penulis : A. Fuadi
Editor : Danya Dewanti Fuadi
Mirna Yulistianti
Proof reader : Novera Kresnawati
Meilia Kusumadewi
ISBN : 978-979-22-6325-1
Halaman : 473
Terbit : Januari 2010
Gramedia Pustaka Utama

Ada beberapa buku yang memiliki perlakuan khusus dari saya. Buku itu pasti ada lebih dari satu buah. Satu dengan tanda tangan diletakkan di lemari khusus. Sisanya bebas dibiarkan beredar dikalangan terbatas. Alasan khususnya? Buku itu menawarkan sesuatu yang berbeda. Biasanya buku itu membuat saya ingin membaca ulang. Dan setiap selesai saya membaca ulang, kesan dan pesan yang disampaikan tidaklah pernah sama.

Salah satunya buku ini!
Buku ini, tepatrnya trilogi buku ini cukup fenomenal. Bukan melirik dari tingginya penjualan yang membuat sang kakak, Negeri 5 Menara mendapat ganjaran mega bestseller, tapi tema yang diusung juga tidak biasa.

Memang sudah beberapa kali tema mengenai seorang anak yang begitu bersemangat bersekolah diangkat menjadi cerita. Namun berapa yang mengangkat cerita dari Pondok Pesantren? Sebuah lembaga pendidikan yang (maaf) sering dipandang sebelah mata oleh orang banyak? Fuadi mendobrak pandangan itu. Melalui buku ini, Fuadi menunjukkan ada sebuah pilihan pendidikan yang juga menjanjikan masa depan gemilang. Walau semuanya memang tergantung pada sang anak. Tapi setidaknya, disana anak itu sudah diberi bekal yang sangat kuat untuk bertempur di medan laga kehidupan.

Jika dalam Negeri 5 Menara, kita bisa melihat bagaimana taatnya sosok Alif kepada amaknya. Seorang anak memang sepatutnya taat pada orang tua, namun taat hingga mengorbankan cita-cita menjadi insinyur tidaklah banyak. Alif memasuki KMI Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo agar bisa mewujudkan harapan sang amak, belajar agama. Setelah mematuhi perintah amak untuk sekolah agama, kini Alif bebas menuntut ilmu sesuai dengan keinginannya. Sang amak hanya berpesan agar menuntut ilmu diniatkan untuk ibadah. Jika orang tua sudah merestui, semuanya dijamin berjalan dengan lancar.

Dalam Ranah 3 Warna, kita diajak ikut berjuang meraih mimpi bersama Alif. Alif sudah lulus pondok dan sudah saatnya meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Demi meraih mimpi, Alif meminjam buku catatan dan buku cetak SMA milik teman-temannya.Dalam waktu singkat, ia harus memindahkan tiga tumpuk buku pelajaran itu ke dalam kepalanya jika ingin mendapat selembar ijasah.

Alif belajar seperti kesetanan! Melihat Denmark yang tidak dijagokan menjadi juara dunia membuat Alif bertekat memaksimalkan usaha nya agar bisa menembus UMPTN. Alif ingin membalikkan penilaian semua orang yang memandangnya sebelah mata. Tekat kuat Ali dan semangatnya membuktikan apapun keinginan kita, kalau kita berusaha pasti bisa. Sebuah penyaluran rasa dendam yang positif!

Dibandingkan dengan buku pertama, saya lebih menyukai buku ini. Sosok Alif digambarkan lebih manusia dibandingakan buku pertama. Pembaca diajak merasakan laparnya seorang anak kost dengan dana terbatas sehingga untuk sarapan pun harus memesan bubur yang diencerkan atau berebut nasi sisa kemarin. Atau ikut merasakan bagaimana takutnya Alif saat di rampok. Ikut menangis di puncak Mont Laura, merinding mengingat adegan kutu di rambut, yang diakui Alif dengan bangga! Dari susah , senang , menyedihkan, gembira hingga norak semuanya tertumpah disini.

Norak? Buat banyak orang, naik pesawat adalah hal yang biasa, namun tidak bagi Alif. Apalagi ke luar negeri. Bisa dibayangkan betapa noraknya ia saat pertama kali menaiki pesawat. Alif, tokoh kita benar-benar bersahaja. Norak, karena memilih jurusan Hubungan Internasional karena terdengar keren. Jurusan yang dianggapnya mampu melahirkan para diplomat berjas rapi dan selalu keliling dunia. Tentunya Mahasiswa jurusan itu perlu memiliki kemampuan bahasa asing, cocok dengan keahlian yang Alif miliki, Bahasa Inggris dan Arab

Atau betapa noraknya ia hingga tak tahu jika Kanada juga berada di Benua Amerika. Doanya memang terkabul, ia berhasil pergi ke Amerika. Guru-guru saya selalu mengingatkan agar jika berdoa memintalah yang terbaik dan menyebutkan secara spesifik. Supaya tidak seperti Alif yah..... Atau bagaimana noraknya Alif saat pertama kali merasakan salju turun. Sepatutnya mereka yang tidak norak bersyukur akan kelebihan yang mereka terima, terutama jika dibandingkan dengan nasib Alif-Alif lain.

Kita juga akan menemukan sosok Alif yang nyaris putus asa, marah pada keadaan dan merasa rendah diri. Alif malu jika harus ikut pergi berjalan-jalan ke mall karena ia tak cukup punya banyak uang. Alif merasa kesal akan usahanya yang seakan tidak membuahkan hasil. Alif juga manusia, ada saat ia merasa semua usahanya sia-sia. Untung ia segera ingat kalimat saktinya, " Man Shabara Zhafira, siapa yang bersabar akan beruntung"

Kalau mau jujur, ada saja bagian yang mirip dengan kehidupan kita. Buat saya adalah bagian saat Alif menerima honor yang hanya cukup untuk beli gorengan alih-alih mentraktir temannya. Serta teknik belajar dengan menempelkan materi di dinding kamar. Bagaimana dengan anda?

Menilik buku pertama, sepertinya Fuadi sang tukang cerita senang memainkan angka. Dalam Negeri Lima Menara, kita akan menemukan lima negara, lima bagunan/menara , serta lima sahabat. Sementara dalam buku kedua, lagi-lagi Fuadi memainkan nuansa angka, pilihannya jatuh pada angka tiga. Tiga sahabat baru dari tiga daerah berbeda yaitu Wira dari Malang, Agam dari Palembang serta Memet dari Sumedang. Ada 3 kota dan negara, yaitu : Amman di Yordania, Bandung di Indonesia serta Saint Raymond di Kanada. Tiga wujud kenangan, sepatu hitam yang dibawa dari Padang, padang ilalang di Bandung serta Daun Canyon Maple dari Kanada. Masih banyak kisah mengenai angka tiga yang bisa ditemui dalam buku ini Hem... selanjutnya angka 1, satu sahabat dalam menjalani hidup lalu... apa lagi yah..

Dari sisi bahasa, buku ini ditulis dengan bahasa yang lebih ceria dan membumi. Misalnya menulisan kalimat , " jauh api dari panggang." Sehingga membacanya kian menyenangkan. Jumlahtypo juga berkurang jauh. Walau saya sempat terkejut karena typo ada di halaman yang paling penting, di bagian iklan komunitas 5 menara.Hayah............, tapi biar bagaimana juga kesalahan bisa menjadi iklan yang menyenangkan jika diolah dengan baik.

Kalimat "sakti" berikut:
Man jadda wajala :Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses
Man Shabara Zhafira : siapa yang bersabar akan beruntung
Man sara ala darbi washala: siapa yang berjalan di jalannya akan sampai ke tujuan
Alif membuktikan, mengikuti petuah orang tua dan para guru akan membuat jalannya terasa mudah .

-------------------------------------------------------------
Dalam hidup ini....,
banyak guru yang selalu datang dan pergi
Tapi ilmu yang diberikan tetap melekat
Dengan tidak mengurangi rasa hormat pada guru yang lain
Buatku tanpa Bu Nani, guruku kelas 1 SD
Aku tidak akan pernah jadi apapun..................!
Untung Fb mempertemukan kami
Murid Ibu yang ngumpet saat harus belajar menggambar dan matematika
Tapi selalu bersemangat saat harus membaca dan menulis
Luv U Full Bu......................! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar