Jumat, 08 April 2011

The Forest of Hand and Teeth


Penulis : Carrie Ryan
Penerjemah : T. Dewi Wulandari
Halaman : 393
Penerbit : Kubika
www.penerbitkubika.com


Laut, Mary, laut
Indah sekali, laut itu


Laut, Laut dan selalu tentang laut…..
Sejak kecil, Mary sering medengarkan ibunya bercerita mengenai lautan. Ada suatu tempat di dunia ini yang sejauh mata memandang penuh dengan air laut. Cerita yang tertanam dengan kuat, membuatnya tergoda untuk meninggalkan desa yang menakutkan itu. Meninggalkan desa berarti meninggalkan satu-satunya kehidupan yang ia kenal.

Coba pejamkan mata sejenak. Bayangkan, sebuah desa yang mungil dengan pemadangan yang indah. Suara gemerecik air di sungai yang memanjakan telinga, sejuknya embusan angin serta hangatnya sinar matahari yang menerpa wajah. Setiap masyarakat hidup berdasarkan komitmen. Kehidupan di sana bukanlah tentang cinta melainkan tentang komitmen. Pernikahan dilakukan berdasarkan komitmen, bukan cinta kasih. Pernikahan dilakukan guna menjaga kelangsungan keberadaan mereka serta memastikan agar tak terjadi perkawinan dalam keluarga.

Namun mendadak suara sirene menggema di angkasa luas. Semua penduduk sudah mengerti artinya, Kaum Ternoda berhasil menerobos masuk! Semua harus bergegas menuju ke panggung perlindungan yang jumlahnya tak seberapa.

Ternoda? Ternoda adalah sebutan bagi mereka yang tertular melalui gigitan. Misalnya saja ibu Mary. Ternoda tidak mati, tidak musnah kecuali dipenggal atau dibakar. Mereka juga tidak membusuk, melainkan secara perlahan menghancurkan diri mereka sendiri. Proses penyerahan manusia ke Belantara Tangan dan Gigi tidaklah mudah. Bertahun-tahun lalu para pengawas menyadari bahwa perpindahan tersebut tak dapat dilakukan terlalu cepat. Manusia yang diserahkan ke belantara hanya akan menjadi santapan bagi Ternoda.

Bayangkan, kehidupan seperti apa yang dijalankan oleh Mary. Selalu berada dalam ketakutan. Sementara di lain sisi, dorongan kuat untuk mencari kehidupan lain di luar sana, mencari laut yang sering diceritakan ibunya, kian mendesak. Ia selalu yakin ada dunia lain di luar sana. Di luar pagar-ada bagian dunia yang lain. Sejak ibunya menjadi kaum ternoda, Mary tak pernah berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Ia semakin terobsesi untuk mencari laut, seperti yang selalu diceritakan ibunya.

Memandang keluar desa, kita bisa melihat orang-orang yang semula kita kenal menjadi Ternoda. Tidak mengenali kita, dan berniat menggigit kita pastinya. Siapa yang tega membunuh seseorang yang tadinya adalah seseorang yang kita kenal. Bagaimana bisa seseorang menjadi pengawas, selalu bekerja dekat dengan bahaya, dekat dengan ternoda demi menjaga keamanan seluruh desa.

Sebuah serangan Ternoda meluluhlantakkan seluruh desa dan penduduknya. Hanya Mary, Jed, Beth istri Jed, kakak beradik Harry dan Travis, Cash serta Yakob yang berhasil lolos dari pembantaian itu. Mereka harus berjuang untuk bertahan hidup di alam bebas serta berhadapan dengan Ternoda dalam jarak sangat dekat!

Perjalanan mereka mencari desa lain tentunya tidak mudah. Ternoda ada dimana-mana. Ada Gabriel si tercepat yang selalu membayang-bayangi mereka. Mary juga harus berhadapan dengan kakaknya, Jeb yang kebetulan adalah pengawas. Saat istri Jeb tergigit, mereka berada dalam situasi yang membingungkan. Disatu sisi Beth adalah istri Jed, namun di sisi lain, tidak ”memusnakan Beth,” akan berbahaya bagi yang lainnya.

Sebagai pengawas Jeb sangat tahu ia harus melakukan apa! Wajar jika Jeb bimbang! Sebuah perdebatan sengit terjadi diantara mereka berdua, ”Kau mengira yang kau butuhkan adalah cinta. Kau mengira hanya cinta yang dapat memenuhi keinginanmu dan membuatmu merasa utuh. Kau salah. Cinta juga bisa kejam dan mengerikan. Cinta bisa berubah menjadi kegelapan dan menimbulkan kesedihan yang tak terkira. Lihatlah apa yang terjadi pada orang tuamu. Para Biarawati selama ini salah. Ini bukan soal bertahan hidup. Ini seharunya soal cinta. Ketika kau mengenal cinta... itulah yang membuat hidup ini menjadi berarti. Yaitu ketika kau hidup dengannya setiap hari. Bangun dengan cinta, juga berpegang pada cinta di masa –masa sulit. Ketika cinta menjadi temopat perlindungan dari kematian yang mengelilingi kita dan ketika cinta meliputimu begitu kuatnya sampai-sampai kau tak mampu mengungkapkannya.

Membaca buku ini membuatku merinding! Bayangkan bagaimana kuatnya saraf para penduduk desa itu. Setiap saat medengar bunyi sirene. Bisa saja bertanda latihan atau benar-benar tanda ternoda berhasil menerobos masuk. Bagaimana jika tempat berlindung sudah penuh? Kemana kaki ini harus berlari?”

Saya memang tidak suka cerita romance, namun mau tidak mau saya akan terhanyut membaca bagaimana perasaan Mary terhadap lelaki pujaannya. Saat melarikan diri, secara naluriah Mary akan mencari perlindungan dari lelaki yang dipujanya! Saat sang kekasih dalam bahaya, ia berani nekat melawan segerombolan Ternoda, ”Ke bawah, leherku menggantung di antara kedua lenganku. Di sebelah kiri adalah Belantara Tangan dan Gigi, dimana Ternoda mulai berkumpul. Di sebelah kananku ada jalan setapak menuju kegelapan. Tepat di bawahku ada ......”

Sang kekasih hati juga sangat memuja Mary. Ia rela mengorbankan dirinya demi keselamatan Mary. Saat dalam bahaya, hanya suara Mary yang bisa menguatkan tekatnya untuk berjuang, ”Lupakan semua kecuali suaraku. Pejamkan mata lalu dengarkan suaraku.” teriak Mary memberikan semangat.

Sebenarnya ada beberapa hal yang membuat saya penasaran sepanjang membaca buku ini. Kenapa diberi nama Belantara Tangan dan Gigi ? Jika mengacu pada cerita, tentunya jawaban setiap orang akan berbeda-beda, mengacu pada persepsi setiap individu. Lalu dari mana asalnya Ternoda? Jawabannya baru bisa saya saat membaca nyaris tiga perempat buku. Benar-benar di luar dugaan! Lalu apakah Mary bisa menemukan laut? Apa hubungan dengan Mudo? Baca sajalah.............!

Kalimat favorit saya adalah, ”Aku tidak mempercayai takdir. Aku tak percaya kalau jalan kami telah ditentukan dan hidup kami tidak mempunyai kehendak. Kalau pilihan itu tidak ada.” Setuju! Hidup memang adalah pilihan....!


Lahir dan dibesarkan di Greenville, South Carolina, Carrie Ryan adalah sarjana lulusan Williams College dan Duke University School of Law. Dia tinggal bersama dua ekor kucing serta seekor anak anjing di Charlotte, North Carolina. Untuk mengetahui lebih banyak, silakan kunjungi Carrie di www.carrieryan.com

Ini bukan cerita tentang zombie dan sejenisnya.
Ini bukan cerita tentang kasih tak sampai
Ini bukan tentang mencintai atau dicintai
Ini cerita tentang bagaimana bertahan hidup dan meraih mimpi

Buat yang pemberani :
http://www.youtube.com/watch?v=mUi3Ap2ga...(less)

2 komentar:

  1. asli judul ini bikin aku merinding. Inget pernah ketiduran di sofa di rumah budhe, pas tengah malam kebangun, dan di kaca pintu ganda balkon, terlihat banyak tangan berdesakan, menempel dan menekan kaca. Hiiiii.... buru-buru kabur ke kamar.
    Jadinya penasaran pengen baca buku ini deh hehehe

    BalasHapus
  2. Serius sis?????
    Serem ah
    Tp yang ini lumayan kok. Siap2 menunggu sambungannya

    BalasHapus