Selasa, 29 Maret 2011

Duet Petani Cabai dan Mantan Wartawan dalam Rindu Purnama

Diadaptasi dari skenario Film Rindu Purnama oleh Ifa
Penulis: Tasaro G.K
Interlude: A. Fuadi
Penyunting: Dhewiberta

Rindu Purnama merupakan sebuah buku yang  diadaptasi dari skenario film dengan judul yang sama Rindu Purnama. Buku ini merupakan hasil kolaborasi antara Tasaro GK dan A. Fuadi.  Entah kenapa, dibuku ini Tasaro seakan kehilangan gregetnya. Tapi ini menurut saya lho....

Kisah yang sebenarnya  sederhana , berkesan ala sinetron Indonesia, selalu ada masalah di atas masalah justru di buku ini  menjadi terlalu sangat sederhana sehingga gregetnya seakan hilang. Otomatis, Fuadi yang ketiban tugas memberikan ulasan tambahan juga mendapat pilihan topik yang terbatas untuk dikembangkan.

Jangan terkecoh dengan judul yang berkesan sederhana. Kisahnya memang sederhana namun terciptanya Rindu Purnama sungguh rumit. Banyak emosi yang terkuras di sana.  

Dalam buku disebutkan  sang tokoh awalnya bernama Rindu, saat kehilangan ingatan ia dipanggil  Purnama maka selanjutnya ia bernama Rindu Purnama, Keinginan untuk membantu keuangan keluarga membuatnya mau pergi ke kota besar. Selain itu, Rindu sangat ingin memberikan adiknya sebutir buah anggur. Tak perlu banyak-banyak, satu butir pun sudah membuat adiknya bahagia.

Saat mengamen Rindu dikejar-kejar pihak keamanan. Dalam upaya melarikan diri tanpa sengaja ia tertarik mobil Surya seorang eksekutif muda. Surya yang terbiasa dengan situasi terkendali menugaskan supirnya untuk mengurus tuntas masalah tabrakan tersebut sementara ia sendiri meneruskan perjalanan dengan taksi

Bukannya “membereskan” sang supir malah membawa anak yang ditabraknya ke rumah majikannya dimana ia juga tinggal dengan alasan tidak tega. Jelas ini membuat Surya marah.

Kisah selanjutnya bisa ditebakan, Rindu Purnama berhasil memikat hati Surya dan membuatnya mau menyelami dunia lain yang selama ini tak diketahuinya, dunia seputar rumah singgah.  Bersama Sarah yang menjadi pengasuh di rumah singgah, Surya mulai belajar mencintai anak-anak di rumah singgah.

Ceritanya memang sederhana, berputar diantara kisah cinta segitiga, lalu kejadian sosial  yang sering kita dengar ceritanya. Tapi ada juga  urusan yang lebih serius, urusan agama. Simak saja perkataan  Kardiyo, salah satu tokoh dalam kisah ini, “ Orang hidup itu penting berbuat baik, tidak mengganggu orang lain. Kalau soal agama, semua agama khan mengajarkan kebaikan. Kenapa harus diributkan?”

Walau bagaimana, saya salut pada perempuan-perempuan perkasa seperti  Sarah dan Rindu.  Sarah berjuang melawan deritanya serta kukuh mempertahankan cintanya hanya untuk seorang Gaj yang entah berada di mana. Sementara Rindu, niat tulus membelikan buah anggur untuk sang adik membuatnya mampu bertahan di kota besar.

Perlu diingat, film dan buku memiliki perbedaan. Buku Rindu Purnama diadaptasi dari film yang berjudul sama, Rindu Purnama, film keenam yang diproduksi oleh Mizan Productions.   Dalam situs resmi filmhttp://www.filmrindupurnama.com/synopsis.html disebutkan bawah Purnama kehilangan ibunya.  Sambil mengamen dia mencari-cari ibunya. 

Dalam buku, justru ibunya berada di kampung dan membanting tulang setelah ayahnya pergi tanpa pernah kembali. Purnama disebutkan juga tinggal di rumah singgah  bersama adikknya, di buku dijelaskan adik Purnama bernama Asep berada di kampung bersama ibunya.

Dengan sutradara  Mathius Muchus yang sudah sekian puluh tahun melintang di ranah film, diharapkan penonton bisa mendapat sebuah hiburan yang juga memberikan pengajaran moral. Salah satu jenis  film yang layak kita tonton jika benar-benar film-film dari negeri  Uncle Sam tidak beredar lagi di bumi tercinta.

Putut Widjanarko bertindak selaku produser dalam film ini. Tokoh Rindu Purnama dimainkan dengan apik oleh  Salma Paramitha. Tokoh Surya dimainkan oleh Tengku Firmansyah. Buat saya Tengku Firmansyah sangat tidak  cocok dengan perkiraan saya mengenai tokoh Surya, entah dimana ketidak cocokannya, namun gambaran saya mengenai tokoh Surya berdasarkan buku bukanlah sosok  Tengku Firmansyah.  

Sementara itu tokoh Sarah dimainkan oleh Ririn Ekawati, sementara gadis judes bernama Monique yang diperankan oleh Titi Sjuman juga jauh dari bayangan saya. Titi kurang judes. Tapi saya kan bukan sutradara, jadi mungkin ada hal lain yang menjadi bahan pertimbangan sutradara ketika memilih pemain.

Mari nonton film...
Mari baca bukunya


--------------------------------
Coretan Fuadi dengan judul Alim Sosial membuat saya tersenyum sendiri. Saya teringat kisah sepupu saya saat ia di Hawaii sana. Anak kembarnya  dengan entengnya menelpon 119 dengan alasan mempraktekan apa yang diajarkan guru mereka. Meskipun di sana ada orang dewasa, tetap saja keluarga mereka terkena ancaman denda jika sampai terulang.

Seputar zakat, saya jadi teringat kisah jagoan neon. Sejak kecil saya memang berusaha mengajarkan untuk berbagi. Saya juga mulai mengajarkan bagaimana susahnya  mencari uang. Saya mulai mengajarkan dengan berjualan alat tulis di sekolah. Harga beli sekian, jual sekian sisanya sekian bisa buat beli hamburger masakan kesukaanya sebagai iming-iming. Tapi sebelum beli hamburger jangan lupa sekian diberikan untuk pengemis di depan sekolah. Awalnya  ia keberatan, namun saya masih berusaha merayu dengan alasan kalau beramal nanti si pengemis bantu doa biar dagangan cepat laris dan makin banyak, untungnya makin besar  jadi bisa beli hamburger tidak hanya satu.

Awalnya semua berjalan lancar. Bahkan ia sudah mengenal istilah hutang. beberapa teman bisa mengambil dagangannya dahulu baru dibayar besok. Tanpa  disuruh ia mencatat siapa saja yng berhutang  di balik buku catatan sekolah.

Biasanya setiap saya pulang kerja ia menggelar catatan dagangannya sambil memberikan laporan kilat. Sampai suatu saat saya pulang kerja ia tidak memberikan laporan hariannya. Begitu saya tanya jawabannya membuat saya bingung antara mau kesal, terharu, tertawa juga kagum. Jawabannya sungguh luar biasa, " Tadi dagangannya laku semua, yang bayar hutang juga  lunas semua. Pas mau beli hamburger ternyata pengemisnya ada banyak  (saya ingat saat itu hari Jumat dan sekolahnya dekat dengan mesjid). Kata mami khan sebelum beli hamburger musti kasih pengemisnya dulu yah sudah aku kasih semuanya" Duh saya mulai merasa curiga nih...

"Terus khan uang untungnya udah buat pengemis semua, aku beli hamburger pake uang modal aja yang mami suruh setor tiap hari" lanjutnya tanpa merasa bersalah.

"Loh kalo uang modal buat beli hamburger nanti yang buat beli pinsil dari mana mas?" tanya saya

"Gampang.. tunggu aja, khan kata mami kalo ngasih pengemis nanti dibantuin dagangan laku rejeki lancar. Ya udah tunggu aja siapa tahu bentar lagi mami disuruh lembur, khan dapat uang bisa buat beli pinsil nanti aku jualan lagi deh" jawabnya lagi

Jujur saya tidak tahu  musti berkata apa lagi. masih penasaran juga sih, kembali saya tanya dia " Kenapa enggak dikasihnya dikit aja mas biar semua kebagian terus masih tetap ada sisa buat beli hamburger jadi uang modal enggak kepake"

"Ih mami gimana sih! kata Bu Mai (guru ngajinya) kalo ngasih amal jangan pelit biar pahalanya besar. Khan kalo ngasihnya dikit nanti doanya juga dikit. Aku kasih aja semua sama. Tadi semua bilang terima kasih sama ngasih doa biar pinter terus mudah rejeki. Asyik khan yang doain banyak"

Saya mau bilang apa kecuali nyengir dan menggaruk kepala yang tidak gatal.
Duh susah juga mengajarkan kebaikan dalam realita hidup ke anak...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar