Selasa, 03 Desember 2019

2019 #36: Mengenal Wastra Nusantara


















Judul asli: Pesona Padu Padan Wastra Indonesia
Penyusun: Perkumpulan Wastra Indonesia
ISBN: 9786020635873
Halaman:160
Cetakan: Pertama-2019
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 150.000
Rating: 4/5

Malu!
Perasaan itu yang saya rasakan ketika menghadiri peluncuran buku ini. Betapa tidak, dibandingkan beliau-beliau, warisan batik tulis dan  kain yang saya terima tak adalah artinya. Apalagi untuk urusan ilmu, seperti  jarak antara bintang dan bumi, jauh sekali.

Tak hanya itu, setiap individu yang hadir sepertinya sangat paham dengan kain yang mereka pakai. Misalnya memakai kain dari daerah Z, pemakai akan tahu makna simbol dari motif kain yang dipakai, apa filosofi yang terkandung. Lalu pewarnaan apa yang digunakan,  siapa saja yang bisa mempergunakannya, dan banyak hal lainnya. 

Walau berkesan sepela, kita perlu tahu kain apa yang kita kenakan. Minimal tahu apakah peruntukannya tepat. Kain tersebut untuk laki-laki atau perempuan misalnya. Jangan sampai  salah kostum, kain untuk acara kematian malah dipakai pesta!

Saya? Saya hanya tahu memakai,  serta paham seujung kuku cara merawat, tak lebih. Namun kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk belajar sambil bersenang-senang. Bagaimana tidak, pengetahuan dibagikan dengan cara yang menyenangkan. Para pembicara juga tak pelit ilmu. Setiap perta

Buku ini membuka mata saya lebih lebar  mengenai filosofi kain-disebut juga wastra,  yang ada di tanah air.  Masih banyak wastra   indah selain kain batik.

Secara garis besar, buku ini mengupas tuntas mengenai wastra tanah air. Mulai dari perihal mengenal aneka kain nusantara seperti kain Gerising, Tapis Lampung, dan Tenun Ikat Iban. Lalu ada cara merawat kain, hingga gaya menggunakan kain.

Kain Tapis Lampung sebagai contoh, selama ini saya hanya sering  melihat satu jenis  saja. Ternyata masih banyak jenis lainnya yang saya tidak tahu. Ada Tapis Jung Sarat yang dipergunakan wanita pada saat menghadiri upacara adat serta untuk mempelai wanita. Bentuknya berupa tapis yang diberi hiasan emas penuh dengan motif tajuk bersarung, iluk keris, dan sasab mata kibau.

Sementara Tapis Inuh merupakan tapis yang dibuat oleh masyarakat Lampung pesisir dengan ciri khas hiasa sulaman benang sutra putih. Masih ada lagi Tapis LimarSekebar, Tapis Balak, serta Tapis Raja Medal. 

Pembaca juga akan tahu bagaimana cara merawat kain yang benar melalui buku ini . Tiap kain memiliki keunikannya masing-masing, sehingga cara merawatnya tidak bisa sama persis.

Selama ini saya selalu  menyimpan songket  dengan cara menggulung, kemudian saya masukkan dalam kantong kain disertai semacam serap lembab (itu yang biasa ditemukan saat beli sepatu), baru diletakkan dalam lemari dengan posisi tidur. 

Ternyata cara itu belum 100 % benar. Saya harus meletakkan bagian yang bagus ke dalam saat digulung. Panjang pipa paralon/ karton untuk gulungan, harus lebih panjang dibandingkan dengan kain.  Lalu juga ada  kertas bebas asam untuk melapisi. 

Mungkin sekilas  perawatan  berkesan rumit, tapi coba bayangkan proses pembuatannya, lebih rumit lagi. Dari benang hingga menjadi
selembar kain tentunya butuh keahlian dan proses yang tak singkat. Waktu yang dihabiskan tergantung kerumitan motif dan warna. 

Padahal. jika merawat dengan benar, kain bisa awet hingga lama. Selain kita telah berpartisipasi menjaga warisan budaya secara langsung, kain tersebut juga bisa menjadi investasi. Tengok harga kain antik, menakjubkan bukan?

Ketika membaca bagian perihal wiron, secara pribadi, saya jadi ingat kenangan saat kecil. Saya sering melihat almarhumah eyang putri dan bude saya membuat wiron di kain yang baru dicuc. Saya agak bingung saat itu, kenapa ada kain yang dibuatkan wiru (kami biasa menyebutnya begitu, maaf jika salah) sisi dalam dan sisi luar.

Pernah saya bertanya, jawabannya beliau hanya senyum dan berkata, "Nanti kalau gede juga tahu kenapa." Sekian lama menjadi "gede" belum juga tahu maknanya. Baru saat peluncuran  buku ini saya paham kenapa demikian.

Termasuk juga menjawab rasa heran saya kenapa ada  saudara yang mempergunakan kain dengan menampakkan bagian pikiran yang berwarna putih-disebut sered, sementara yang lain menyembunyikannya.  Ternyata ini dikarenakan perbedaan asal si pemakai kain.

Meski sama-sama berada di Jawa Tengah, cara menggunakan kain dengan menunjukkan sered merupakan ciri dari Yogyakarta. Sementara Surakarta atau Solo justru menyembunyikannya. Duh, untung ada buku ini jadi saya bisa mendapat jawabannya.


Dimanjakan dengan banyak gambar kain, saya sempat agak bingung ketika ada beberapa gambar yang tak ada informasinya. Misalnya gambar kain di halaman 9, 25, 66, serta 152. Hanya dipasang  gambar kain saja.  Semula saya mengira bakalan ada semacam daftar foto, ternyata tidak ada. Tinggal saya yang menebak-nembak dari mana asal motif tersebut.

Selain pengetahuan tentang kain.  Bagian yang menguraikan tentang bagaimana padu padan menggunakan kain, bisa menjadi inspirasi bagi  penggunaan kain nusantara. Tidak hanya dipakai dengan cara konfesional, ternyata banyak cara yang bisa dipakai namun tetap menonjolkan keindahan kain.

Para remaja tentunya akan menyukai penggunaan kain dengan cara yang lebih beragam sesuai dengan kepribadian mereka.   Tak ada alasan lagi untuk tidak mempergunakan kain. Hal ini akan membuat keberadaan kain nusantara semakin eksis. 

Pada bagian akhir buku, terdapat informasi mengenai Perkumpulan wastra Indonesia. Sayangnya informasi yang ada masih sangat sedikit, padahal untuk sumbangsih pengetahuan dan pelestaraian budaya sebesar ini, layak kiranya diberikan informasi lebih banyak mengenai perkumpulan tersebut. Misalnya tentang bagaimana bergabung menjadi anggota.

Ah, saya menemukan ada semacam, iklan dalam buku ini. walau dikemas dengan menyebutkan sebagai  kontributor serta informasi seputar produk batik di halaman belakang. Tak ada yang melarang, hanya menurut pandangan saya, akan lebih cantik jika bagian ini diletakkan di belakang, setelah informasi mengenai perkumpulan. Posisi  halaman yang memuat tentang mereka ditukar. 

Plus, ada baiknya dibuat semacam indeks agar makin memudahkan pemanfaatan buku ini. Atau sekalian dibuatkan semacam Daftar Istilah sehingga mereka yang awam tentang kain bisa lebih memahami lagi.

Secara keseluruhan buku ini sangat perlu dimiliki oleh mereka yang ingin mengetahui tentang budaya bangsa. Perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, dan umum sebaiknya juga memasukkan buku ini dalam koleksi mengingat manfaat besar yang tersimpan di dalamnya.

Karena mempergunakan dua bahasa, maka buku ini sangat layak jika diberikan sebagai souvenir. Mereka yang menerima jadi bisa mengetahui tentang keindahan kain nusantara. Beruntungnya saya mendapat  beberapa buku ini dari Mbak Nana, editor sekaligus anggota Perkumpulan Wastra Indonesia. Akan saya simpan untuk dijadikan souvenir bagi penulis asing yang saya temui.

Eh, baru sadar. Kebaya yang dipakai model pada halaman 57   motif dan bahan (sepertinya)   sangat mirip dengan kebaya eyang. Sayangnya karena faktor ukuran, kebaya-kebaya cantik itu tak bisa saya simpan. Tapi saya tahu, banyak sahabat pencinta kain dan kebaya yang bakalan bersedia menampung ^-^.

Sumber gambar:
1. Pesona Padu Padan Wastra Indonesia
2. Koleksi pribadi

3 komentar:

  1. Saya hanya tahu memakai, serta paham seujung kuku cara merawat, tak lebih. Namun kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk belajar sambil bersenang-senang. Bagaimana tidak, pengetahuan dibagikan dengan cara yang menyenangkan. Para pembicara juga tak pelit ilmu.
    LukQQ
    Situs Ceme Online
    Agen DominoQQ Terbaik
    Bandar Poker Indonesia

    BalasHapus
  2. manapokerbet.com merupakan Judi Poker Online Indonesia dan Website Bandar Ceme Terpercaya di Indonesia yang menyedia beberapa jenis permainan terpopuler seperi Texas Poker Online , Dominoqq, Capsa Susun, Omaha, Super10, Aduq.- http://manapokerbet.com/

    BalasHapus
  3. Salam kunjungan dan salam kenal dari Malaysia :)

    BalasHapus