Rabu, 09 Maret 2016

2016 #27: A Brief Cultural History of Indonesia Cinema

Editor: Drs. Sulistyo Tirtokusumo, MM
ISBN:9789791274647
Halaman: 196
Cetakan: Pertama-2012
Penerbit:The Ministry of Education and Culture Republic of Indonesia
Rating: 3/5

Siapa yang tidak pernah menonton film? Sepertinya sangat sedikit orang yang akan mengajungkan telunjuknya ^_^. Hayulah, pasti pernah kok. Layar tancap di lapangan juga memutar film, di layar kaca ada film serial, film dokumenter, bahkan ada stasiun televisi yang memutar film yang masuk kategor laris pada hari tertentu. Untuk layar lebar, pasti pernah ada yang rela mengantri lama sekedar untuk bisa menjadi terkini karena sudah menonton sebuah film yang sedang hits.

Sebuah situs menyebutkan bahwa film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie ( pelesetan  untuk frasa moving picture, 'gambar bergerak'). Film, secara kolektif, sering disebut 'sinema' Gambar-hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk  fantasi dan figur palsu) dengan  kamera dan/atau oleh animasi
 
Film juga bisa dibedakan berdasarkan beberapa genre, sebutan  untuk membedakan berbagai jenis film. Film bisa jadi bersifat fiksi (dibuat-buat) atau kisah nyata ataupun campuran keduanya. Walaupun ratusan film dibuat setiap tahunnya tapi hanya sedikit film hanya menggunakan satu genre kebanyakan menggabungkan dua genre atau lebih. Genre film misalnya  aksi yang menampilkan efek dan adegan yang mencengangkan seperti kejar-kejaran menggunakan mobil ataupun tembak-tembakan yang melibatkan stunman, film horor yang menggunakan ketakutan untuk menarik penonton dengan menambahkan efek musik dan pencahayaan, film romantisyang biasanya tentang cerita cinta 2 orang yang berasal dari dunia berbeda, yang harus melewati rintangan agar bisa bersama, serta film fantasi  yang melibatkan sihir dan hal yang mustahil yang tidak bisa dilakukan manusia sungguhan

Seperti judulnya, buku ini bisa mengisahkan tentang perkembangan film di tanah air. Pada bagian awal, tentunya akan ada semacam kata sambutan dari menteri pendidikan dan kebudayaan mengenai tujuan pembuatan dan sekilas tentang isi buku.

Selanjutnya ada esai dari Slamer Raharjo Djarot dan Riri Riza. Dua sosok yang tidak perlu diragukan lagi kontribusinya bagi dunia film di tanah air. Masing-masing, memiliki masa kejayaan dan kontribusi yan berbeda mewakili zamannya. Tapi tanpa mereka berdua, dunia film kita tak akan seperti saat ini.

Secara garis besar, dalam buku ini perkembangan film di tanah air dibagi dalam tiga bagian plus sebuah bab mengenai kiprah film Indonesia dikancah internasional. Pada bagian akhir terdapat index yang memudahkan pembaca jika ingin mencari mengenai suatu kata.
 
Bagian pertama adalah tentang perkembangan film pada tahun 1926-1945, The Early Years 1926-1945. Tidak saja mengisahkan tentang film yang populer saat itu, namun juga bagaimana pemuatan fil zaman itu, iklam film, para artis juga pastinya gedung bioskop tempat film diputar.

Wah, saya menemukan beberapa hal yang menarik. Ada semacam poster film pertama yang diproduksi di tanah air yang dibuat berdasarkan cerita rakyat, Loetoeng Kasaroeng. Ada wajah Mak Wok alias Wolly Sutinah saat muda. Bagian ini ditulis oleh Thomas Alexander Charles Barker.
The Birth of Indonesia Cinema and Its Pioneers 1950s-1960s, dibuat oleh Lisabona Z Rahman. Memuat tentang founding father of Indnesian cinema, Usmar Ismail, film perjuangan yang diproduksi, dan pastinya para pekerja film. 

Melihat wajah beberapa faktor, jadi penasaran seperti apa akting mereka. Maknyak alias Aminah Tjendrakasih tidak terlihat terlalu berbeda dengan sekarang. Wajah WS Rendra juga. 

Agak lupa saya, tapi saya ingat dahulu ada salah satu televisi swasta yang memutar film era ini. Saya sempat menonton beberapa, seperti Tiga Dara dan Jam malam. Walau beda zaman, tapi tema yang diangkat masih bisa dinikmati.
 
Corneles Alberto Joris membuat The Artistic, The Commercial and The Profile 1970s-1980s. Ini eranya  pasangan legendaris  Sophan Sophiaan dan Widyawati, Roy Marten dan Christine Hakim, serta Rano Karno dan Yessy Gusman.  

Untuk film komedi ada Benyamin dengan gaya Betawi, Didi Petet denan Kabayan dan Deddy Mizmar, Ateng-Iskak dan beberapa group lawak lainnya. Film mereka kadang masih diputar dibeberapa televisi swsta.

Dari beberapa poster film yang ada, saya sempat menonton R.A Kartini, Naga Bonar, Sunan Kalijaga, dan Ai Doel Anak Betawi, Harmonikaku, Romi dan Juli, Catatan Si Boy, Roro Mendut dan beberapa film ala Suzzanna. Beberapa nonton di layar lebar, beberapa melalui layar televisi.

The New Generation 1990s and Beyonds dari Eric Sasono pastinya mengisahkan tentang perkembngan film yang lebih terkini. Ada Kuldesak, Cinta dalam Sepotong Roti, Gie, Ramadhan dan Ramono yang merupakan duet Lydia Kandau dan Jamal Mirdad. Kisah dengan mengusung tema China seperti Ca-bau-kan juga muncul di era ini. 

Kisah AADC, Ada Apa Dengan Cinta merupakan kisah yang cukup menyedot penonton. Dalam waktu dekat ini AADC 2 akan segera tayang dengan harapan bisa menyerupai sukses film pertamanya.

Beberapa film diangkat dari novel. Ada serial Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta,  dan Negeri 5 Menara. Kesuksesan sebuah kisah tidak menjamin sebuah film bisa laris, tapi minimal mampu mengusik rasa ingin tahu.

Bagian International Appeal dengan judul Positioning Indonesia In The World Cinema dari John Matulatan, memuat film buatan anak bangsa yang sukses dalam skala nasional dan  internasional karena mengusung keunikan tersendiri. 
Film Lonely Man tahun 2012 membuat Donny Damara mendapat  The Best Actor award pada Asian FIlm Awards di Hongkong.  Film Arisan! tahun 2003 memenangkan 5 penghargaan pada Festival Film Indonesia. 
Siapa yang tak tahu tentang The Raid, yang sudah merajai tingkat nasional hingga para pelakunya mendapat peran di film internasional beberapa waktu lalu. Kesuksesan film ini memunculkan kisah dalam versi komik. Konon film keduanya juga tak kalah sukses.
Bagi mereka yang ingin mengetahui tentang perkembangan dunia film, buku ini bisa memuaskan keingintahuan tersebut. Sangat cocok dibaca juga oleh para mahasiswa yang mengambil program studi terkait dengan dunia film. 

Akan lebih baik lagi jika ada versi bahasa Indonesia juga. Atau memang ada hanya saya mendapatkan yang versi bahasa Inggris he he he. Dengan adanya versi bahasa Indonesia, kemungkinan buku ini dibaca akan lebih besar. Meski  keuntungan dengan mempergunakan bahasa asing membuat buku ini juga bisa diedarkan secara internasional.

2 komentar:

  1. Wah bukunya kereen. Kira2 kalo mau beli buku ini dimana ya?

    BalasHapus
  2. Hai, buku ini merupakan hadiah dari Perpustakaan Aldo Zirsov

    BalasHapus