Sabtu, 23 Juni 2012

Semangat Seorang IBUK

Penulis: Iwan Setyawan
Editor: Mirna Yulistianti
Halaman: 293
ISBN: 9789792285680
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 58.000


Pepatah mengatakan bahwa di belakang kesuksesan seorang pria terdapat wanita yang hebat. Sering kali anggapan mengenai  wanita yang hebat itu adalah istri, padahal maknanya bisa lebih luas. Dalam buku Ibuk ini, justru wanita yang hebat itu adalah ibu dari tokoh kita, Bayek

Ibuk hanyalah seorang wanita yang cara berpikirnya sederhanya tidak neko-neko tapi sungguh mulia. Beliau  hanya ingin agar kelima anaknya; Isa, Nani, Bayek, Rini dan Mira bisa lulus SD bahkan lulus sekolah yang jauh lebih tinggi hingga bisa berbuat banyak bagi kehidupan mereka sendiri. Tidak seperti dirinya yang SD saja tidak lulus. 

Kisah percintaan Ngatinah dengan   Abdul  “Sim”  Hasyim sangat sederhana. Perkenalan mereka dimulai dari saling melirik di depan kios yang ditunggui Tinah, panggilan untuk Ngatinah. Sim membawa dunia baru dalam kehidupan Tinah. Dari menonton film India hingga naik mobil ke Pujon.  

Nah… kamu mau gak hidup susah sama aku. Kita,  hidup berdua.” Ajakan Sim  yang diiyakan oleh Tinah telah mengubah seluruh kehidupan mereka. Saat menikah  mereka hanya berbekal keberanian untuk mejalani kehidupan bersama. Tak ada recana dimana tinggal,  bagaimana membesarkan anak, apa lagi pendidikan.  Itu juga yang membuat Ibuk  baru mengetahui tentang Keluarga Berencana setelah Mira lahir.

Ibuk yang tak mengerti urusan manajemen keuangan, hukum permintaan dan penjualan, bahkan teknik kredit mampu memenuhi kebutuhan sekolah anaknya.  Berbagai cara dilakukannya. Dari berhemat dengan cara yang sungguh fantastis hingga melakukan perbaikan  secara spekatakuler. Segala hal  jika bisa dihemat akan dilakukan Ibuk demi biaya sekolah anak-anaknya.  Seluruh buku ini mengisahkan bagaimana perjuangan Ibuk untuk memberikan pendidikan terbaik bagi  kelima anaknya. 

Perjuangan Ibuk serta bapak tentunya membuahkan hasil yang sungguh luar biasa. Kelima anak mereka seakan memahami bagaimana sulitnya kedua orang tua mencari rejeki guna  memenuhi kebutuhan  sekolah. Mereka selalu memiliki prestasi yang luar biasa. Minimal masuk 10 besar.

Bayek satu-satunya anak laki-laki tidak jadi menemani bapak menarik angkot. Ia bahkan mampu berkarya di luar negeri, tempat yang sama sekali tak pernah dibayangkannya. Hanya karena tekat kuatnya untuk keluar dari rumah sempit dan mempunya kamar sendiri serta  tekat kuat sang ibu untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya, mimpi masa kecil Bayek terwujub.

Kasih sayang Ibuk dan Bapak, kebersamaan yang dibina sejak dulu serta perasaan untuk berbagi membuat keluarga ini kuat dan mendapat banyak kemudahan kelak. Mereka saling menyayangi satu dengan lainnya. Pengalaman hidup telah membuat mereka menjadi kuat.

Buku ini akan saling melengkapi dengan buku 9 Summers 10 Autumns.  Selama ini, kita sering mendengar bagaimana seorang Iwan  Setyawan bercerita tentang sang ibu. Bagaimana luar biasanya sang ibu. Mereka boleh saja tidak punya sepatu baru, tapi bayaran sekolah selalu tepat waktu. Sang penulis, Iwan  Setyawan menceritakan pengalaman hidupnya tanpa ada rasa sungkan. Mereka harus berbagi dalam segala hal, termasuk urusan kredit untuk semua barang. Buku ini sebagai pembuktian bahwa apa yang selama ini diceritakan oleh Iwan mengenai sang Ibuk memang apa adanya, sebuah kisah nyata.

Dari isi cerita, tak butuh lama untuk menuntaskan buku ini. Gaya bercerita Iwan yang  segar membuat pembaca  bisa merasakan bagaimana semangat balas dendam Ibuk untuk menyekolahkan anak-anaknya.  Rasa sedih saat Ibuk tak bisa segera membawa pulang rapor Bayek karena kurang uang untuk membayar  kalender  merupakan cerminan betapa biaya pendidikan tidak cukup hanya uang sekolah dan buku saja.
 
Para ibu memang punya cerita tersendiri  tentang bagaimana cara membesarkan anaknya. Jika Bunda Ifet berjuang membebaskan Slank dari narkoba, Bunda Fuadi membuat anakknya mampu mendapat beasiswa di luar negeri,  maka Ibuk Tinah berjuang membawa anak-anaknya mendapat pendidikan tinggi. 

Inspiratif!

6 komentar:

  1. Setelah membacanya Air mataku pun meleleh, teringat ibuk dirumah, beliau mempunyai tekad yg sama dengan 'ibuk nah'

    BalasHapus
  2. saya belum pernah baca buku ini, tapi sering lihat buku dini di pajangan buku baru di gramedia dan di pesta buku jakarta 2012 kemarin. melihat buku ini jadi mengingatkan bukunya daoed joesoef yang berjudul 'emak'. buku belum selesai saya baca. kalah dengan prioritas membaca buku lain yang datang belakangan... :-)

    btw, jadi pengen belajar menulis resensi seperti yang ada di blog ini nih :-) salam kenal

    BalasHapus
  3. @Putree iyah terenyuh yah
    @kamal, thx hayuh sama2 belajar. Saling mengajari dan belajar ^_^

    BalasHapus
  4. betapa besar pengorbanan seorang ibu ..

    BalasHapus