Kamis, 25 September 2014

Review 2014# 52: Aku Malala, Aku Berhak Sekolah!

  

Judul Asli: I Am Malala
Pengarang: Malala Yousafzai dan Christina Lamb
Penerjemah: Ingrid Dwijani Nimpoeno

Penyunting: Esti A. Budihabsari

Halaman: 383 
Penerbit: Mizan 
Harga: Rp 70.000,-



"Terkadang kupikir lebih mudah untuk menjadi vampir Twilight daripada menjadi seorang anak perempuan di Swat"
Seorang remaja putri, memang bisa kita temui dimana saja, kapan saja. Tapi Malala spesial.  Bukan karena ia seorang anak gadis yang menyampaikan pidato  pada Forum Majelis Kaum Muda PBB dengan menggunakan kerudung milik mendiang Benazir Buttho, atau  sebagai calon penerima nobel perdamaian termuda, juga bukan karena ia tertembak. Malala berbeda karena ia berjuang untuk bisa sekolah, karena ia ingin mendapatkan pendidikan. Tidak hanya bagi dirinya tapi juga bagi anak perempuan yang lain di desanya.
Buku setebal 383 halaman ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis bernama Malala Yousafzai, gadis yang berjuang untuk pendidikan. " Aku tak ingin dianggap sebagai anak perempuan yang ditembak oleh Taliban, tapi anak perempuan yang berjuang untuk pendidikan," ungkapnya.  Bagaimana Malala berjuang untuk bisa sekolah dan mendapatkan pendidikan. Juga tentang bagaimana kehidupan masyarakat di Swat. Seluruh kisah Malala terbagi dalam lima bagian.

Bagian pertama, Sebelum Tahiban mengisahkan tentang kehidupan keluarga Malala di desa sebelum masuknya Taliban. Bagaimana kedua orang tuanya bertemu, jatuh cinta lalu menikah.  Kemiskinan yang mereka derita tidak membuat niat sang ayah untuk mendirikan sekolah dan memajukan dunia pendidikan. Tidak perduli untuk anak laki-laki atau perempuan.

Ayah Malala bisa menerima jika hidup dalam kondisi kekurangan. Ia tak malu menjalani kehidupan kekurangan, tapi ia malu karena harus meminta jatah diskon  untuk pembayaran kegiatan olah raga dan pramuka yang merupakan hak sebagai anak guru. Jika tak ingin menjadi buta huruf ia harus menahan malu mendatangi murid terbaik ayahnya untuk meminta buku yang sudah tidak dipakai lagi.  "Bukannya melangsurkan buku itu praktik yang buruk, aku hanya sangat menginginkan buku baru, yang tidak ditandai oleh murid lain dan dibeli dengan uang ayahku sendiri."  Susahnya mendapat pendidikan pada masa kecil membuat ayah Malala bertekat untuk memberikan pendidikan terbaik pada anak-anaknya, serta anak yang berada di Swat. 
Bagian kedua, Lembah Kematian mengisahkan tentang kehidupan Malala dan keluarganya. Saat Taliban memasuki desa banyak hal yang berubah dengan cepat. Situasi Swat tidak lagi senyaman dahulu. Malala merasakan kesulitan untuk mendapat pendidikan.  Taliban menentang pendidikan karena menurut mereka seorang anak yang membaca buku, belajar bahasa Inggris atau sains akan menjadi ke-Barat-Baratan.  

Sementara bagi Malala dan juga ayahnya, pendidikan bukanlah Timur atau Barat, tapi manusiawi. "Berani sekali Taliban merampas hak dasarku untuk mendapatkan pendidikan," kalimat tersebut merupakan kalimat pertama yang diucapkan Malala di depan umum terkait urusan pendidikan.  
Suatu ketika BBC Urdu berkeinginan untuk mencari seorang murid atau guru perempuan untuk membuat semacam buku harian yang mengisahkan tentang kehidupan yang dijalani ketika berada di bawah Taliban. Malala mengajukan diri, namun ia harus menggunakan nama samaran atas dasar keselamatan.

Melalui kegiatan menulis Malala bisa menyampaikan apa yang selama ini terpendam dalam hatinya. Ia bercerita secara mendetail tentang betapa mengerikannya hidup di bawah pemerintahan Taliban serta upaya mereka untuk menguasai lembah. Malala juga menuliskan pandangannya tentang pendidikan untuk anak perempuan.  

Buku harian tersebut banyak mendapat perhatian,  beberapa koran mencetaknya, BBC membuat rekaman dengan menggunakan suara anak lain. Malala mulai menyadari bahwa kata-kata bisa jauh lebih kuat daripada senapan mesin dan tank. "Ketika seseorang merampas penamu, kau akan menyadari betapa pentingnya pendidikan itu." 

Insiden penembakan ada pada bagian ketiga, Tiga Anak Perempuan, Tiga Peluru.  Pada tanggal 9 Oktober 2012, saat kembali pulang di bus sekolah, seorang pria mengangkat pistol colt.45 dan menembak dengan tangan gemetar tiga kali beruntun ke Malala, ia ditembak di kepala an leher. Peluru pertama menembus rongga mata kiri dan keluar dari bawah bahu kiri. Dua peluru lainnya mengenai anak yang lain. Malala terkulai ke depan menjatuhi salah satu anak. Darah keluar dari telinga kirinya.  

Begitu si supir bus, Usman Bhai Jan menyadari apa yang terjadi ia segera melarikan bus tersebut ke rumah sakit dengan kecepatan tinggi. Seorang polisi yang tidak mengetahui apa yang terjadi menghentikan bus yang mengebut dan mengajukan banyak pertanyaan hingga seorang gadis dengan berani berteriak padanya dan memberitahu kondisi Malala.

Peristiwa penembakan Malala sempat menggegerkan dunia. Di Pakistan sendiri ada sebuah kelompok yang terdiri dri 50 orang ulama yang mengeluarkan fatma menentang penembakan tersebut. Pemimpin Taliban, Adnan Rasheed mengungkapkan penyesalannya atas penembakan tersebut. Malala ditembak karena sikapnya terhadap Taliban, bukan karena ia memperjuangkan pendidikan bagi anak perempuan.  Meski menyesal, ia tidak menyampaikan permintaan maaf, bahkan menyarankan agar Malala kembali ke Pakistan dan meneruskan pendidikan di Madrasah yang diperuntukan bagi perempuan. 

Perjuangan Malala untuk hidup berada pada bagian keempat, Antara Hidup dan Mati. Dahulu Malala belajar berjuang. Berjuang untuk mendapatkan pendidikan tidak hanya bagi dirinya tapi bagi anak perempuan yang lain. Tenggat waktu yang diberikan Taliban semakin dekat, Anak perempuan harus berhenti sekolah, walau entah bagaimana mereka bisa menghentikan 50 ribu anak perempuan bersekolah. Malala dan keluarganya bertekat bahwa sekolah Kushal menjadi yang terakhir berhenti berdering. Bahkan Madam Maryam salah satu guru segera menikah agar bisa tinggal dan mengajar di Swat. Seluruh keluarganya telah pindah, sebagai perempuan ia tak bisa tinggal sendiri.
Maka selanjutnya Malal harus berjuang untuk hidup. Tidak hanya Malala yang harus berjuang tapi keluarganya juga harus berjuang berada dalam situasi seperti itu. Awalnya Malala dirawat di rumah sakit yang ada di Pakistan. Namun mengingat kondisinya, ia segera diterbangkan ke Birmingham, Inggris. Kondisi Malala memang mengkhawatirkan, namun semangatnya untuk hidup serta dukungan orang-orang yang terus berdatangan membuat kondisinya perlahan membaik. 

Selanjutnya bagaimana kehidupan Malala setelah penembakan berada pada bagian  kelima, Kehidupan Kedua. Malala terbangun  dengan mengucap syukur ia masih hidup. Meski tak lama ia menangis memikirkan bagaimana keluarganya bisa melunasi biaya rumah sakitnya. Untunglah salah seorang dokter yang merawat Malala menenangkannya.


Malala menjadi terkenal karena peristiwa itu. Banyak karangan bunga dan hadiah mengalir ke rumah sakit tempat ia dirawat. Banyak yang mengirimkan hadiah dengan menyebutkan nama. Tapi ada juga yang hanya menuliskan, "Untuk Anak Perempuan yang ditembak Kepalanya, Birmingham" Dengan menulis begitu pun hadiah tersebut juga sampai kepadanya.

Meskin mendapat hadiah berlimpah, Malala merindukan buku-bukunya yang tersimpan dalam lemari di rumahnya. Hadiah yang paling ia sukai adalah kiriman dari anak-anak mendiang Benazir Buttho, dua buah syal. Belakangan Malala menemukan sehelai rambut hitam panjang pada salah satu syal.

Malala sangat terinspirasi dengan perkatan pendiri Pakistan Jinnah. "Ada dua kekuatan di dunia ini; yang satu pedang, dan  satu lagi pena. Ada kekuatan ketiga yang lebih kuat daripada keduanya, yaitu kekuatan kaum perempuan." Karena ia juga seorang perempuan, maka Malala yakin dirinya juga memiliki kekuatan untuk menggapai apa yang selama ini diidam-idamkannya, mendapat pendidikan yang layak.

 
Malala, kedua adik dan orang tuanya hidup dengan susana saling mengasihi sesama di Swat, bahkan kepada kedua ekor ayam yang merupakan peliharaan keluarga. Seusai selamat dari penembakan mereka hidup di Inggris. Butuh banyak penyesuaian bagi keluarga tersebut.

Buku ini sangat menarik karena kita bisa belajar bagaimana gigihnya seorang anak berjuang untuk mendapatkan pendidikan. Berjuang untuk dapat  melakukan hal yang paling membahagiakannya yaitu pergi sekolah. Kita yang bisa mendapatkan pendidikan dengan seluasnya wajib bersyukur dan menjadikan peristiwa yang menimpa Malala sebagai dorongan untuk terus memperkaya diri dengan ilmu dan pengetahuan. Dari Malala kita bisa belajar mahalnya harga sebuah keinginan guna mendapat pendidikan. Belajar jika kita menginginkan sesuatu hal demi kebaikan dan kemajuan kita, maka kita harus berjuang dengan sepenuh hati.
Mulanya saya sedikit mengalami kesulitan memahami mengapa harus ada kisah panjang lebar tentang latar belakang kehidupan keluarga Malala. Untuk apa mengetahui ayahnya adalah anak kepala sekolah yang dengan malu harus meminta potongan biaya atau ibunya yang menjual semua buku. Belakangan baru terasa hubungannya. Hal tersebut dipergunakan sebagai landasan guna memahami sikap ayah Malala dan bagaimana mereka menjalani kehidupan. Sikap keras sang ayah akan pendidikan dan semangatnya membangun sekolah merupakan tempaan kehidupan masa muda.

Pada tiap pergantian bagian, akan ditemui penggalan kalimat cantik. Maknanya kalimat tersebut cukup dalam. Jika kita telaah lebih lanjut, hal tersebut merupakan ungkapan mengenai sari dari kisah yang ada dalam bagian tersebut. Meski dengan menggunakan huruf Arab, namun di bawahnya akan kita temui terjemahan dalam bahasa Indonesia. Beberapa kalimat berkesan sedih, namun ada juga mengungkapkan emosi yang meledak-ledak.

Waktu yang saya habiskan untuk membaca buku ini lebih tidak selama membuat reviewnya. Hal tersebut dikarena banyak hal yang harus diperhatikan dan dipilah agar tidak berkesan mendukung atau membenci suatu kelompok atau gerakan tertentu,  tidak mengusung nuansa politik serta SARA.
Bagi saya buku ini mengisahkan tentang perjuangan seorang anak gadis untuk  bisa pergi ke sekolah. Jika ada yang menangkap pesan lain tersirat dalam kisah ini, maka hal tersebut tergantung pada bagaimana  individu tersebut memaknai kisah yang ada. 
Malala mengingatkan saya  pada sahabat keluarga yang berasal dari Pakistan. Mereka menikah atas dasar perjodohan ala moderen. Pihak orang tua memberikan foto calon pasangan pada anak mereka. Diikuti dengan beberapa kali pertemuan. Jika cocok maka mereka menikah, jika tidak mereka tetap menjaga hubungan pertemanan.

Uniknya, keluarga tersebut selalu memilih menantu perempuan dengan mempertimbangkan latar belakang pendidikan. Menantu pertama bersekolah di Inggris hingga setara DIII, menantu yang lain walau bersekolah di Pakistan memiliki gelar sarjana. Bagi keluarga itu pendidikan adalah hal yang penting. Dari ibu yang memiliki akhlak baik serta didukung dengan pendidikan yang baik, maka anak keturunannya lebih mudah diarahkan menjadi baik. Meski demikian, bagi saya ada juga ibu yang mau membekali diri dengan pengetahuan yang cukup tinggi meski latar belakang pendidikannya biasa saja.

Kisah Malala dilirik penerbit untuk dijadikan sebuah buku. Dalam http://www.beritasatu.com/ disebutkan Penerbit Weidenfeld and Nicolson mengatakan memoar juga akan berkisah tentang hari gadis itu ditembak "dan kisah yang menginspirasi orang atas tekadnya tidak mau diintimidasi kaum ekstremis "menandatangani kontrak penulisan buku senilai US$3 juta (Rp 29 miliar).
Lebih lanjut dikatakan Malala, 15, yang sekarang berkampanye bagi pendidikan anak-anak, mengatakan memoar yang akan dibuat buku adalah cerita tentang dirinya sendiri dan jutaan anak lainnya yang tak mendapat kesempatan untuk bersekolah.
Perihal syal yang diterima Malala, banyak orang yang menyangka bahwa syal, scraft serta stola merupakan barang yang sama namun memiliki banyak nama. Padahal mereka berbeda.

Pada http://pashminee.blogspot.com/2012/07/perbedaan-scarf-syal-pasmina-dan-stole.html disebutkan mengenai perbedaan diantaranya. "Pengertian kain scarf, stole dan syal adalah sehelai kain yang dipakai dileher, kepala atau pundak, dengan tujuan untuk memberi rasa hangat, fashion, atau alasan religius. Yang membedakannya terletak pada ukurannya
  • Scarf, ukurannya 30×150 cm.
  • Stole, ukurannya 70×200 cm
  • Syal, ukurannya 90×200 cm
Lalu bagaimana dengan Pasmina? Istilah ini merujuk pada tipe kain wol cashmere dan semua kain yang terbuat dari bahan tersebut. Pasmina berasal dari kata pashm (Persia) yang berarti wol."
Malala Yousafzai  lahir  pada 12 Juli 1997. Namanya diambil dari nama seorang pejuang wanita suku Pusthun. Ayahnya sangat mengiginkan pendidikan, sementara sang ibu memegang peranan sebagai ibu rumah tangga yang hebat.  Keberaniannya dalam menulis berkat bimbingan ayahnya yang juga penyair, pemilik sekolah, sekaligus aktivis pendidikan. Ayahnya menjalankan beberapa sekolah yang dinamai Khushal Public School.  Meski Malala memiliki dua adik laki-laki, kedua orang tuanya tidak pernah membedakan kasih sayang yang mereka berikan. Kedekatan Malala dan sang ayah membuatnya ia seperti saat ini. Saat ini Ayahnya ditunjuk sebagai penasihat pendidikan PBB.

Pada tanggal 12 Juli 2013, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke 16, Malala berpidato di depan Forum Majelis Kaum Muda di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat. Ada tiga hal penting yang terkandung dalam pidato tersebut, yaitu hak perempuan, perlawanan terhadap teroris serta kebodohan. PBB juga mendeklarasikan hari tersebut sebagai hari Malala

Pidato Malala secara lengkap bisa dilihat pada http://www.tempo.co/read
Berikut bagian yang saya sukai, 
...
Saudara saudariku,
Kita menyadari pentingnya cahaya ketika melihat kegelapan. Kita sadar pentingnya bersuara ketika kita dibungkam. Begitu juga, di Swat, di utara Pakistan, kami sadar pentingnya pulpen dan buku, ketika kami melihat senjata api.

Satu murid, satu guru, satu buku, satu pena, bisa mengubah dunia.
Pendidikan adalah satu-satunya solusi. Pendidikan harus diutamakan. Terimakasih

Sumber gambar:
1. http://kyosotoy.blogspot.com/2012/10/mensyukuri-pendidikan-belajarlah-dari.html
2. Buku  I Am Malala terbitan Mizan

----------

Review ini khusus untuk Mbak Esti yang sudah bersedia diganggu sekedar untuk mendiskusikan buku ini via telepon. Juga buat sang pemberi buku, Peter. Selalu senang mendapat buntelan dari mereka. Inspiratif, mengibur dan mendapat tambahan ilmu.

Dan untuk Malala-malala lain yang sedang memperjuangkan pendidikan di seluruh penjuru dunia. SEMANGAT!!!!





1 komentar: