Kamis, 11 September 2014

Review 2014# 51: Project X; The New Beginning of Net Detektif Indonesia

Penulis: Tim Penulis NDI
Penyunting: Zulfa Simatur & Fitria Pratiwi
Pendesain sampul: Nuruli
Penata letak: EM Giri
Ilustrasi sampul & isi: Sahua d & mhatzapa
ISBN: 979-065-210-0
Halaman: 350
Penerbit: VisiMedia Pustaka
Harga: Rp  59.000.00

Mari berkenalan dengan 5 anggota baru Net Detective Indonesia (NDI), sebuah organisasi detektif swasta, memiliki misi mengungkap kasus-kasus misterius yang terjadi di Indonesia. Mereka adalah Badai yang selalu melihat suatu hal dari banyak sisa dan memiliki kemampuan analisa yang tinggi, Loka sang kutu buku yang menolak kuliah tapi memiliki kemampuan berpikir yang tinggi, Gilang sang pemarah tapi baik hati, Ai  si manis pandai penyuka es krim dan teka-teki,Val si remaja ABG namun kritis pada banyak hal.

Tidak seperti  perkumpulan atau organisasi yang lain, kelima anggota baru tersebut direkrut dengan cara yang unik, mereka dibuat sedemikian rupa sehingga tanpa sadar telah berada ditengah sebuah misteri yang menantang kemampuan mereka untuk memecahkannya.

Buku misteri jelas sudah banyak. Tapi buku ini menawarkan sesuatu yang berbeda. Kekuatan utama alasan buku ini layak dibaca dan dikoleksi adalah dari cara berceritanya. Buku ini mengisahkan 5 orang terpilih yang harus memecahkan misteri. Belakangan setiap misteri ternyata memiliki keterkaitan satu dengan lainnya sehingga menjadi sebuah misteri besar. 

Hal biasa? Memang. Justru bukan itu kelebihan buku ini. Kelebihannya adalah seluruh tokoh dibangun  oleh orang yang berbeda, artinya ada 5 orang penulis. Seluruh penulis awalnya membuat sebuah kisah sendiri-sendiri berdasarkan tokoh ciptaannya. Belakangan ada bagian yang mengharuskan beberapa tokoh saling bahu-membahu memecahkan masalah. Disinilah letak kekuatan buku ini. 

Jika pada penulisan sepak terjang setiap tokoh, pada 5 kisah awal, terlihat bagaimana ego seorang penulis.  Dimana gaya berkisah, pemilihan kata terlihat berbeda. Kisah-kisah tersebut dibuat dengan menggunakan sang tokoh sebagai narator. Justru pada 5 kisah selanjutnya, bagian mereka harus bekerja sama tidak terlihat kisah tersebut dikisahkan oleh orang yang beda. Seakan lima kisah yang pertama ditulis oleh 5 orang yang berbeda, pada 5 kisah selanjutnya juga ditulis oleh 5 penulis yang membuat kisah 5 diawal tadi. Pada 5 kisah yang mengandung unsur dimana mereka harus bekerja sama peran para tokoh terlihat seimbang. Hal ini menandakan siapa pun yang membuatnya sudah mampu menekan ego untuk tidak menonjolkan tokoh ciptaannya. 

Sebagai contoh, jika saya menciptakan tokoh C, sementara teman-teman saya menciptakan tokoh D, R dan K maka saat saya harus membuat sebuah kisah yang melibatkan  D, R dan K kemungkinan besar saya akan membuat kisah dimana C adalah pahlawan utama, tokoh utama sementara D, R dan K adalah tim penggembira. Dalam buku ini, penulis yang menciptakan tokoh C memberikan porsi yang sama dengan D, R dan K saat membuat sebuah kisah yang melibatkan mereka. 

Ada 2 kemungkinan, penulis yang sudah mampu menekan ego atas nama sebuah karya, buku ini bukti betapa baiknya kerja sama diantara para penulis. Atau editor yang sangat mampu membuat sebuah kisah tetap berada pada jalurnya. Semoga keduanya.

Kisah yang ada dalam buku ini beragam. Ada yang begitu membaca langsung membuat kita teringat pada kisah yang ada di tanah air. Beberapa kisah mengambil lokasi peristiwa di tanah air, tapi ada juga yang di luar negeri. Sosok yang menjadi korban juga beragam, ada dewasa, anak-anak, pria atau wanita.  Ada kisah yang bisa dimengerti dengan mudah, namun ada juga yang membutuhkan telaah lebih. Banyak hal bisa kita temui dalam buku ini.

Pembaca tidak hanya menikmati buku ini namun juga ditantang untuk memecahkan kasus. Pada bagian Solve The Riddle, sesuai dengan judulnya ada 8 soal yang harus dipecahkan. Bagi yang tidak sanggup memecahkan tak perlu meredam rasa penasaran, pemecahannya ada di bagian akhir buku ini. Tapi bukankah letak kesenangan membaca buku misteri adalah ketika mengetahui pemecahan misteri yang kita simpulkan sama dengan yang dirancang oleh penulis? Coba dulu memecahkan 8 kasus sederhana itu, jika sudah menyerah baru dibaca pemecahannya. 

Seperti layaknya kisah misteri, kadang hal-hal kecil menjadi sebuah petunjuk guna menemukan jawaban. Atau bisa menjadi sebuah bumerang bagi sang pelaku kejahatan, karena hal sepele kejahatan yang disusun rapi terbongkar. Begitu juga dengan buku ini. Beberapa hal kecil terasa janggal. 

Sebagai contoh, kasus Pelakunya Parakang. Disebutkan bahwa korban merencanakan pergi ke bank bersama teman lamanya untuk mengambil dana. Si teman lama membutuhkan pinjaman dana segar. Agak aneh saja buat saya, di zaman yang canggih ini masih dibutuhkan pergi ke bank untuk mengambil uang dan diserahkan pada orang lain yang kemungkinan akan menyimpan uang yang diterima ke bank. Bukankah lebih mudah dengan trasnfer, atau paling tidak memberikan  cheque tanpa perlu si korban ikut ke bank.
 
Pada halaman 80 dituliskan,"Jika kita perhatikan angka yang merah saja..." Padahal buku ini dicetak dengan menggunakan tinta hitam. Lalu bagian mana yang merah? Mungkin saat penyusun kisah ini sang penulis menempatkan kisah pada situasi dimana ada penulisan dengan menggunakan tinta merah, sayangnya ketika dicetak kondisi itu sudah tidak berlaku lagi. Mungkin lain kali bisa disiasati misalnya dengan dicetak lebih tebal, lebih besar atau bahkan mungkin saja benar-benar menggunakan tinta merah, meski artinya akan ada kenaikan biaya produksi.  

Lain lagi pada kisah Tragedi Pembakaran Panti. Tokoh dalam kisah ini Val dan Ai mendapatkan daftar orang yang memiliki izin khusus guna  masuk ke daerah sekitar alun-alun. Sebagai sepasang peserta yang jelas bukan petugas dari Kepolisian bagaimana bisa mereka mendapatkan daftar tersebut? Seharusnya hal tersebut menjadi suatu hal yang tidak bisa dibagikan begitu saja layaknya Siaran Pers Kegiatan. Lalu bagaimana cara mereka bisa "meminta" dengan begitu mudahnya. Atau bagaimana mereka dengan mudahnya menanyai para panitia terkait peristiwa yang terjadi di panti? tentunya para panitia menjadi waspada dan tidak gampang mengumbar kisah pada seorang anak ABG dan mahasiswa, harus ada trik khusus yang sebaiknya dikisahkan.

Kelima tokoh dalam buku ini dituliskan sebagai Badai, Loka, Gilang, Dias serta Val. Namun banyak bagian dalam buku ini yang memanggil Aimee Dias Wany dengan Ai. Akan lebih manis jika pada sinopsis yang berada di bagian belakang buku mencantumkan Ai. Sekalian menyebutkan apa kelebihannya selain manis. Manis dalam hal ini bisa bermakna enak dilihat, elok, menyenangkan. Jika demikian itu bukan kelebihan yang bisa ditonjolkan karena sifatnya relatif. Tergantung individu yang memandang. Demikian juga dengan kata "mudah marah" Akan menjadi makin menarik jika yang ditonjolkan adalah kemampuan yang terkait dengan keahlian sebagai detektif, seperti jago mengamati, memiliki daya ingat tinggi, mampu melakukan pekerjaan fisik dan sebagainya.

Persahabatan antara   AKP Sudirman dengan Badai   mengingatkan  pada persahabatan Kapten Kosasih dengan   dan Gozali,  keduanya  bahu-membahu melacak kejahatan khususnya di SurabayaAtau persahabatan  Dr. John H. Watson dan  Sherlock Holmes, serta Hercule Poirot dan  Kapten Arthur Hastings. Kenapa harus dibuat mirip, seorang detektif atau polisi membutuhkan bantuan dari orang lain walau kadang hal sepele.  Oh ya jika pembaca jeli, beberapa kalimat yang dicetak miring bisa menjadi petunjuk lho.

Sekedar saran, untuk buku selanjutnya sebaiknya pada penulis mulai mengurangi menunjukan unsur kekaguman pada para detektif yang sudah melegenda. Selain mengutip ucapan dan mengungkapkan kekaguman dalam kisah, ada juga yang menggunakan istilah guna menerngkan suatu keadaan atau teknik pembunuh seperti yang sering dipakai oleh para detektif tersebut.  

Memang bagi penyuka kisah detektif sosok Sherlock Holmes, Hercule Poirot dan Conan sudah menjadi semacam panutan tapi sepertinya tidak perlu menuliskan kata yang seakan-akan cara para detektif muda tersebut harus mengekor mereka dalam memecahkan kasus. Jika memang harus ada semacam  panutakenapa tidak mengacu pada tokoh detektif di tanah air?

Untuk kover, wananya jelas menggoda mata untuk melirik. Gambar gedung dan mobil mungkin mengacu pada beberapa kasus yang melibatkan gedung. Sementara gambar sosok orang dengan warna putih serta latar hitam akan membuat kita teringat akan penandaan TKP. Sayangnya kalimat yang ditulis di atas judul membuat yang membaca langsung mengingat salah satu tokoh detektif. Hal ini tentunya tidak bagus dari sisi pemasaran. Harusnya NDI yang diingat bukan tokoh yang lain.

Jika ada waktu luang, mampirlah ke http://www.netdetectiveindonesia.org agar bisa mengenal NDI dengan lebih dekat.
  
Menarik 
Jadi terpikir buat bikin proyek bareng. Saat Secret Santa tanggal 25 Desember nanti tentunya akan lebih seru jika ada bantuan dari NDI untuk membuat aneka soal yang harus dipecahkan
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar