Rabu, 26 Maret 2014

Review 2014 #18: Ilustrasi Grafis Cheng li

Penyusun: Hermanu
ISBN: 9791879435, 9789791879439
Halaman: 294
Penerbit: Bentara Budaya
Harga Rp 65.000

"Kurang ajar!...Aku tidak sudi beristri padamu!"

"Tidak suka sudahlah, aku pun tidak tergila-gila pada kau."


"Kau minta bangsat perempuan?!"

"Minta apa buaya lelaki?"

"Aku labrak kepalamu!"

"Cobalah?"

(Hal 208)

Gambar bisa mengungkapkan banyak hal. Kadang gambar malah lebih mudah dipahami dari pada uraian panjang lebar. Tak heran jika kita bisa menemukan sebuah buku petunjuk atau instruksi penggunaan yang dibuat ala komik guna mempermudah pemahaman pengguna produk tersebut.

Cheng Li, bisa diartikan sebagai  bagus, bukanlah buku antik. Buku setebal 294 halaman memanjakan mata dengan banyak karya grafis warga keturunan yang unik. Grafis disini adalah ilustrasi yang dimuat dalam sebuah media misalnya koran, majalah dalam wujud iklan atau komik potongan.Tak ketinggalan  aneka kisah roman atau cerita yang populer saat itu. Lengkapnya bisa disimak di  http://indonesia-tempodoeloe.blogspot.com/2011/07/buku-ilustrasi-grafis-antik-tionghoa-di.html

Komik Potongan (Comic Strip)  merupakan penggalan gambar yang di gabungkan menjadi  sebuah cerita pendek. Dalam sekali penerbitan  mungkin hanya memuat sekian bagian gambar  atau panel, sisanya dibuat bersambung. Komik Potongan bisa berupa kisah humor, silat bahkan roman.


Secara keseluruhan isi buku ini adalah:
- Rasa Perimbangan Dasar Hidup Beruntung & Bahagia
- Ko Put On
- Ilustrasi Tionghoa
- Ilustrasi Grafis
- Hikayat Lou Djeng Ti
- Rahasia Sragen
- Nyonya Tjan Hoei
- Teekenan Tionghoa
- Huruf Tionghoa
- It Kie Bwee
- Riwayatnya Si Tukang Nangis

Cheng li  bisa disebut sebagai  buku rangkuman ilustrasi grafis yang dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta 3-11 Mei 2011 yang lalu. Pameran tersebut menampilkan ilustrafi grafis dari Tionghoa dalam bermacam visual. Cover-cover kisah cerita memberikan imajinasi pada simbol kultur Tionghoa pada masa lalu, setidaknya tahun 1930-an sampai tahun 1942, atau sebelum Indonesia merdeka. Cerita yang banyak ditulis pada masa itu, setidaknya dari ilustrasi grafis yang dipamerkan ini kebanyakan adalah cerita silat dan cerita roman. Maka, ada cover yang bertuliskan ‘Tjerita Roman’ dan ‘Tjerita Silat’

 Satu iklan yang paling menarik perhatian saya adalah iklan pasta gigi. Dalam salah satu serial Tintin, ada adegan dimana Tintin dan sang kapten sahabatnya sedang berada di sebuah kapal yang penuh dengan orang Afrika yang rencananya ingin naik haji. Sayang mereka tertipu dan akan dijual menjadi budak. Berkat Tintin mereka selamat. Satu yang menarik perharian saya adalah gigi mereka yang terlihat sangat cemerlang.

Iklan yang mempergunakan sosok orang Afrika yang memamerkan gigi putih cemerlang sebenarnya merupakan sebuah bujukan. Jika ingin mempunyai gigi seperti gigi orang Afrika yang terkenal, maka pakailah pasta gigi tersebut. Sayangnya iklan tersebut sempat dianggap sebagai pelecehan. Jika menilik iklan yang ada dalam buku ini terlihat bawah iklan tersebut mempertahankan sosok seorang pria sebagai identitas.

Darkie, sekarang dikenal dengan Darlie, adalah merk pasta gigi yang dibuat oleh Hawley & Hazel, yang diakuisisi pada tahun 1985 oleh perusahaan Colgate-Palmolive. Darky, atau darkie, adalah istilah yang digunakan di Amerika Serikat dan Inggris, yang menunjukkan orang berkulit hitam. Kemasan depan pasta gigi ini dikatakan terinspirasi oleh performa Al Jolson, seorang pria kulit hitam yang menggunakan topi serta tersenyum lebar. Karena gigi kontras sekali dengan kulitnya, adalah persepsi umum bahwa gigi orang-orang keturunan Afrika sangat putih. Karena banyaknya protes, kemasan dan nama merk ini diganti pada akhir 1950-an (http://segiempat.com/aneh-unik/unik/6-produk-teraneh-buatan-manusia/)

Ternyata buku juga sudah mendapatkan perhatian. Iklan sebuah buku juga bisa ditemukan dalam buku ini. Tidak hanya iklan yang bisa kita temui namun ada juga sebuah kutipan syair iklan yang ditulis oleh Ting Sam Sian di Semarang tahun 1886 guna mempromosikan roman Cina yang dijual di tokonya. Syair tersebut dikutip dari buku Sastra Cina Peranakan Dalam Budaya Melayu.

Banjak lah tabe hormat besrenta,
Pada pembaca sekalian rata.
Dari hal segala boekoe tjerita,
Njang ada terdjoewal di toko kita

Die bawah ini saja menbrita,
Pada sekalian pembatja kita.
Dari hal segala boekoe tjerita,
Harganja djoega poen ada besrenta.
Dari hal dagangan itoe.
Harep pembatja priksa njang tentoe.
Saja terangken satoe-satie,
Boekoe Sam Kok terseboet njang kesatoe

Sam kok ini boekoe pertama,
12berikoetnya
ehh bukan seharusnya 12 berikoetnja yah?
Sudahlah kita teruskan mengutip saja.

13 boekoe How Kiaw Lie Tan.
Soedagar  Tjiong Hok Liong poenja boewatan.
Soedah tetep die djoewal contan,
Satoe roepiah dia iket rotan

-----
-----
-----

Memang saja belom bisa mengarang,
Djadi tjeritanja koerang lah terang.
Toeloeng tambahken njang mana koerang
Tida djoega hendak larang.

Ternyata menjual buku saat itu tidak bisa dibilang gampang walau saingan tidak sebanyak sekarang hingga sang pemilik toko harus membuat pantun yang menggoda hati

Membaca aneka kisah roman membuat saya membayangkan betapa kerasnya kehidupan saat itu. Bahasa yang dipergunakan memang berkesan kasar jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, tapi beberapa daerah memang mempergunakan gaya bicara yang seperti itu.

Urusan pembauran juga mendapat perhatian dan dibuat dalam buku ini. Seperti yang terkandung pada syair dengan judul Ko Put On karya Sindhunata, April 2011

Namaku Put On, Cina peranakan Betawi,
Aku Cina, tapi tiada bedanya aku dari pribumi,
Mamaku gemuk pakai kain dan baju kebaya,
rambutnya dikonde seperti orang Jawa.

Mengapa Cina mesti dibedakan dari pribumi,
padahal perut kita sama keroncongan akan nasi,
lidah kita sama mengiler melihat warteg dan kebuli,
derita  nasib pun sama-sama kita alami.

---
---
---

Di warung murah aku makan gado-gado tambah sepiring nasi,
mau bayar, uangku kurang, aku malu setengah mati.
kurangnya kubayar dengan sebungkus rokok yang tadi kubeli.
ternyata Cina juga bisa miskin seperti pribumi.
 
---
---
---

Begitulah, dalam hidup harian di tanah Jawa,
pribumi dan Cina itu sama saja, sama susah sama gembira,
apa mau dikata, kan kita sama-sama diciptakan di tanah Jawa,
hanya Tuhan yang tahu, kenapa?

Mata saya benar-benar dimanjakan oleh aneka grafis dan kisah menawan. Pada bagian foto keluarga, saya jadi teringat foto pada bude dan tante saya. Bagi saya gaya mereka terlihat lucu dan agak-agak gimana begitu. Beda generasi, selera dan mode. Tapi mungkin saja kelak, cucu saya akan tertawa lepas melihat goto-foto saya yang baginya bisa aja berkesan ndeso.

Sayang sekali buku ini dijual terbatas. Seorang dosen Program Studi Budaya Jawa yang tahu kecintaan saya pada buku berkenan menghadiahkan buku ini.Jika dijual bebas tentu banyak yang bisa menikmati dan mendapat informasi mengenai kebudayaan Cina saat itu, bahkan yang sudah membaur dengan kebudayaan setempat. Butuh waktu lama bagi saya untuk mereview karena bagi saya semua yang ada dalam buku ini sangat menarik hingga perlu dibagikan.


2 komentar:

  1. waaah buku bagus nih mbak..
    ngomong2 artinya besrenta apa yak? hehehe

    BalasHapus
  2. Toko Buku Online Terlengkap & Terpercaya GarisBuku.com

    BalasHapus