Kamis, 15 Mei 2025

2025#6: Emak Yati, Ipah, dan Tutug Oncom

Penulis: Kris Agtrian
ISBN10: 9797753301
ISBN13: 9789797753306
Halaman: 335
Cetakan: Pertama-2022
Penerbit: Indonesia Tera
Harga: Rp 126.000
Rating: 3.25/5

"Enggak ada surga di warung Emak! Ipah ngak sudi!"
hal 86


Saat kecil, Ipah merasakan betapa Emak Yati, nenek dari pihak ibu, sangat mencintai dirinya.  Limpahan mainan yang bisa membuat anak tetangga menangis  tiada henti karena  minta dibelikan orang tua, hanya bukti kecil bagaimana Ipah begitu dicintai Emak Yati.

Namun belakangan, ketika ia dewasa, sikap Emak Yati berubah. Terutama sejak orang tua Ipah berpisah. Ipah bisa tetap tinggal bersama  Emak Yati dengan syarat harus melanjutkan usaha kuliner nasi tutug oncom yang melegenda di Kawung Asih, Tasikmalaya.

Alih-alih menyetujui, Ipah  berontak dengan memilih bekerja sebagai pegawai di toko busana muslim milik Bu Surti-biasa dipanggil Umi. Ia merasa Emak Yati terlalu ikut campur dalam hidupnya. 

Gaji yang ia terima sebenarnya jauh dari mencukupi, namun Ipah seakan ingin menunjukkan bahwa ia bisa hidup tanpa bantuan Emak Yati. Untuk tinggal,  memang ia masih tinggal di rumah Emak Yati, tapi minimal ia sudah mampu membeli makan dan mengurus kebutuhannya sendiri.

Wajar jika Emak Yati yang dikenal memiliki usaha nasi tutug oncom berharap sebagai cucu semata wayang Ipah kelak mau menjadi penerusnya. Penolakan Ipah  memicu pertikaian. Puncaknya ia bahkan menjalin kasih dengan seorang anak pemilik rumah makan supaya Emak Yati merasa kalah.

Hubungan Ipah-Emak Yati menjadi hal yang mendominasi kisah dalam buku ini. Keduanya seakan-akan saling membenci. Namun dengan cara masing-masing menunjukkan kecintaan pada sesama. Ipah yang terlalu gensi untuk mengakui ia membutuhkan Emak Yati, sementara Emak Yati  malu mengakui ia menaruh harapan besar pada Ipah.

Pada akhirnya, Ipah mengetahui alasan kenapa seakan-akan Emak Yati membencinya, tidak mencintai Ipah. Apa yang dilakukan dan dikatakan Ipah selalu salah bagi Emak Yati. Baca ya ^_^, mengandung bawang bagian ini.

Juga terbongkar rahasia kelam yang disembunyikan Emak Yati terkait keluarga calon suaminya. Semua yang dilakukan Emak Yati adalah karena ia begitu mencintai Ipah, walau kadang caranya justru membuat Ipah merasa kesal padanya.

Saat kecil, saya sering mendengar orang berkata pada Eyang Putri saya, bahwa cinta kasih pada cucu bisa melebihi cinta kasih pada anak, Baru ketika saya memiliki anak, saya paham maknanya. Maka, saya mengerti kenapa Emak Yati bersikap begitu pada Ipah. Cinta memang unik.

Sebagai bumbu, penulis juga memberikan beberapa tokoh sebagai pemanis kisah. Ada Nenden dan Honey sahabat Ipah. Honey setiap hari membawakan bekal untuk sang pacar, membuat Ipah ingin ikut mencicipi masakannya. 

Pada akhirnya, Ipah kalah! Untung mereka sempat berdamai sebelum Emak Yati pergi. Jika tidak, tak terbayangkan penyesalan yang Ipah. Bagaimana juga Emak Yati yang mengurus Ipah sejak kecil.

Secara garis besar, buku ini bisa dibaca untuk segala umur, minimal usia remaja mengingat ada bagian Ipah memiliki kekasih hati dan ingin minggat dari rumah.  
Juga terdapat beberapa bagian yang mengisahkan bagaimana Ipah berbicara dengan nada tinggi pada Emak Yati,  hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh mereka yang berusia lebih muda sebagai wujud penghormatan pada yang lebih tua. 

Walau tidak ada adegan syur, namun sebaiknya dibaca oleh mereka yang berusia diatas 17 tahun. Atau dengan didampingi orang tua untuk usia dibawahnya. Setidaknya untuk memberikan pemahaman, bahwa seharusnya Ipah memang tidak berkata tinggi pada Emak Yati meski sedang emosi.

Penulis membuka mata pembaca bahwa tidak ada yang menyayangi diri kita selain keluarga. Mungkin, cara yang dilakukan memang tidak seperti yang diharapkan, tapi pasti ada alasan untuk itu semua. 

Buku ini juga mengajarkan bahwa keluarga tidak selalu harus terikat darah. Bagaimana kedua sahabat Ipah selalu membantu, merupakan bukti.  Demikian juga kekasih Ipah yang mengikuti kemauan orang tua angkatnya, menjadi bukti bakti dan ucapan terima kasih, meski ia tahu bahwa itu salah. 

Hanya dengan melakukan apa yang diminta, ia merasa sudah berbuat sesuatu sebagai ucapan terima kasih atas apa yang selama ini ia terima. Rumit juga kisah percintaan Ipah.

Ide menulis untuk menjadikan makanan, tutug oncom sebagai perajut cerita, merupakan ide yang perlu diacungi jempol, karena secara tak langsung mempromosikan makanan lokal. Pengusaha makanan lokal tentunya akan terbantu secara tidak langsung, karena pembaca buku yang baru mengetahui makanan ini tentunya memiliki keinginan untuk mencicipi.
sumber: https://manisdansedap.com/
menu-sedap/ws.hdks/Nasi-Tutug-Oncom-31480

Dalam https://indonesiakaya.com, disebutkan nasi tutug oncom yang merupakan kuliner khas Tasikmalaya ini terdiri dari nasi dan olahan oncom dengan bumbu kencur yang menjadi ciri khasnya. Kata “tutug” sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berarti “tumbuk.” Hal itu juga merepresentasikan bagaimana proses pengolahannya. Dalam pembuatannya, oncom ditumbuk hingga menjadi butiran kasar lalu dijemur di bawah sinar matahari +/- sehari.

Selanjutnya disebutkan bahwa Oncom yang telah kering lalu ditaburi bumbu-bumbu seperti bawang merah, sedikit gula dan garam, bawang putih dan kencur, kemudian dimasak atau dibakar hingga matang. Oncom yang telah dibumbui kemudian disangrai atau dibakar, ditumbuk hingga halus, lalu ditaburkan di atas nasi dan wajib disajikan dalam kondisi hangat.

Pada situs https://manisdansedap.com tertera harga seporsi Nasi Tutug Oncom yang sangatr terjangkau. Sayangnya jangkauan pengiriman hanya seputar Bandung he he he. Kalau tidak, bisa ikutan mencoba saya. 

Kisah yang sederhana namun penuh cinta kasih pada orang terdekat. Menawan.


Sumber Gambar:
https://manisdansedap.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar