Jumat, 07 Agustus 2015

2015 #67: Melancong dengan Cinta


Judul asli: The Traveler's Wife
Penulis: Tias Tatanka
Penyunting: Diyah Rahma
Pemeriksa aksara: Aminah Mustari
Penata letak: Yunita Hye Zala
Pewajah sampul: Heavenly Duralisz
ISBN: 9786021695210
Halaman: 242
Cetakan: Pertama-April 2015
Penerbit: SALSABILA
Harga: Rp 75.000,00

 'Jika ingin mengenali pasanganmu, ajak ia melakukan perjalanan'

Kalimat bijak yang disampaikan dalam endors buku ini oleh  Lalu Abdul Fatah, mengingatkan saya pada kenangan saat masih pecicilan dulu. Beberapa sahabat saya melakukan gerakan bubar jalan setelah pulang dari kamping. Segala macam curhatan membuat saya terpesona, dari  hal kecil seperti kebiasaan makan hingga hal yang agak mengada-ngada seperti warna kesukaan. Memang selama ini belum cukup mengenal pasangan ya, kok sudah berani membuat komitmen. Jika hal itu saya tanyakan, pasti jawabannya nyaris sama, dulu tidak tahu tapi selama pergi kemping jadi tahu. Lhoooo piye tho.

Bagi say,a bukan perjalanan yang membuat kita mengenali pasangan, tapi waktu yang dihabiskan selama perjalanan yang membuat kita lebih mengenal seseorang. Nyaris 24 jam kita bersamanya, maka banyak hal yang selama ini luput dari perhatian akan terlihat. Nahhh, kamu ketahuan, ternyata ...... *lebai-dikit-ah*

Buku Honeymoon with My Brother contohnya, membuat dua kakak-beradik jadi lebih mengenal satu dengan lainnya. Meski bersaudara bukan berarti mereka cukup saling memahami sesama. Dengan menghabiskan waktu bersama selama bepergian, timbul saling pengertian dan pemahaman akan sifat dan tabiat yang lain.


Begitu juga dengan saya.
Saya memang tidak melakukan perjalanan dengan sosok penulis-Tias Tatanka, tapi melalui buku ini, saya seakan menjadi anggota ketiga yang tidak kelihatan dalam tim mereka. 

Sepanjang 242 halaman, kita akan diajak mengikuti petualangan penulis bersama suami menjelajahi tujuh negara selama 48 hari, Road to Asia. Menikmati suasana diSingapura, Malaysia, Thailand, India, sisanya tebak sendiri yaa. Oh ya mereka juga sempat pergi ke Uni Emirat Arab.

Tias Tatanka menuliskan segala hal yang ia rasakan, ia alami, tindakannya,  dalam sebuah jurnal. Jurnal yang merupakan cikal bakal buku ini. Itu mengapa saya bisa merasa ikut melancong bersama mereka. Hal itu juga yang menjadi perbedaan utama dari buku ini dibandingkan buku sejenis,  yaitu sisi pandang penulisan kisah. Sepasang suami istri melakukan perjalanan memang bukan hal luar biasa.  Gol A Gong memang mendampingi bahkan pencetus ide perjalanan kali ini. Namun sepanjang perjalanan ia lebih bersikap membiarkan istrinya melakukan banyak hal selama itu tidak membahayakan jiwa. Ia cukup mengawasi saja. 

Pemilihan kata yang dipergunakan singkat namun berbobot. Saat menceritakan kekhawatiran akan kondisi suami yang medadak sakit di perjalanan, ia mengungkapkan rasa khawatir sebagai seorang istri dengan bahasa yang sederhana namun  bermakna dalam. Saya seperti ikut panik bersamanya. 

Saat mengetahui terjadi salah pemesanan tiket, kekhawatiran dan kepanikannya juga ikut menyerang perasaan saya. Aneka pertanyaan bagaimana jika berkecamuk dalam benak saya. Namun sepertinya Sang Maha Pencipta memberikan kemudahan bagi keduanya.

Mau tidak mau saya harus memberikan acungan jempol kepada kedua pasangan ini. Saat yang satu sedang drop,  maka yang lain harus kuat untuk bisa menjadi sadaran. Segala kesulitan  mereka terima dengan iklas, dan menyikapinya sebagai bumbu perjalanan. Love both of u ^_^

Membaca buku ini, membuat kita mendapat pengetahuan mengenai beberapa negara.  Misalnya tempat wisata yang ada di India. Tidak hanya Taj Mahal yang menarik, namun masih ada tempat lain yang layak dikujungi. Di tanah air, Mall memang bukan tempat hiburan yang luar biasa, tapi di Uni Emirat Arab banyak hal menarik yang bisa kita jumpai di Mall. Sepertinya Uni Emirat Arab terobsesi menyandang predit "Ter" jika melihat perkembangan pembangunan negara itu. Bahkan catatan kaki yang ada dalam buku ini mengusung tambahan pengetahuan yang layak disimak.

Tips untuk membuat perjalanan menjadi menyenangkan serta ramah di kantong juga bisa kita peroleh dalam buku ini. Cara penulis menguraikan bagaimana mereka berburu hotel, tiket hingga mengurus transport lokal diuraikan dari sisi pandang seorang pelancong, apa adanya. Akan beda jika diuraikan oleh seorang yang bekerja di biro perjalanan. 

Akan lebih membantu bagi mereka yang ingin mengikuti jejak penulis, jika dibuatkan semacam pentunjuk dalam bentuk rangkuman, bagan atau tabel yang berisi instruksi singkat untuk pergi ke suatu tujuan wisata. Misalnya, untuk ke Malaysia, pemesanan tiket sebaiknya xxx hari sebelum keberangkatan agar lebih murah. Kisaran harga tiket sebesar Rp xxx. Sampai Malayasi ke XX menggunakan XX dengan biaya XX. Menginap di XX. Bukannya tidak mungkin, setelah membaca buku ini ada pembaca yang terinspirasi mengikuti petualangan mereka.

Kover yang mengusung tema dua pasang sepatu, membuat saya langsung curhat ke penulis. Kover jenis ini memang membuat pembaca langsung bisa mendapat informasi bahwa ini buku tentang perjalanan atau traveling. Hanya saja apakah tidak ada ikon lain yang bisa digunakan selain gambar sepatu? Sudah ada beberapa buku sejenis yang mempergunakan ikon sepatu,  sebaiknya buku ini beda dengan yang lain.  Jika tetap merasa gambar sepatu sudah paling cocok, kenapa tidak mempergunakan sepatu yang dipakai selama perjalanan? Sepatu bot yang khusus dibeli penulis untuk keperluan perjalanan ini. Tentunya  sepasang sepatu berdebu akan lebih memberi kesan dramatis dari pada sekedar dua pasang sepatu yang menurut saya justru lebih mengarah kepada sepatu sekolah he he he. kalau tidak salah itu sepatu Converse ya.

Saya agak kurang paham dengan kalimat di halaman 62, "Dulu, suamiku sudah kenyang sarapan itu," senyumnya mengenang. "Rasanya masih terasa di lidah." Terkait dengan percakapan sebelumnya, penulis menawari makan suami. Bukankah lebih tepat jika ditulis, "Dulu, suamimu sudah kenyang sarapan itu, "senyumnya mengenang. Atau  menyambung kalimat sebelumnya. ".., ia menggeleng lemah. Ah lupa aku, dulu suamiku sudah kenyang sarapan itu." 

Buku traveler tdaiklah lengkap tanpa aneka foto. Demikian juga dengan buku ini,banyak foto-foto yang disajikan dalam buku ini. Nyaris tiap tempat yang disambangi bisa ditemui fotonya dalam buku ini. Tapi saya agak kecewa perihal urusan foto. 

Bukan.....! Bukan karena mutunya kurang maksimal. Wajar mengingat foto yang ada dicetak di atas kertas koran, tentunya akan berbeda dengan yang dicetak di atas kertas foto. Justru, saya mengharapkan akan menemukan foto dari jurnal yang legendaris itu! Jurnal yang memuat tulisan tangan penulis, yang berisi tempelan aneka tiket dan pengeluaran lainnya. Saya teramat yakin, justru jurnal itu bisa memberikan banyak informasi dan menyampaikan banyak kisah terkait petualangan sang penulis.

Seorang sahabat saya pernah menyatakan kerinduannya akan petualangan menyusuri kota atau negara baru. Lalu kenapa tidak berangkat? Buat saya sederhana saja, jika ia ingin pergi tentunya ia bisa menyusun rencana perjalanan, tidak mengubur rasa itu. Apalagi setahu saya ia sering melakukan perjalanan sendiri. Alasannya membuat saya tertegun, anak. Sejak memiliki dua anak ia memang tidak pernah pergi ke mana-mana. Mungkin buku ini bisa menginspirasi dirinya bahwa punya anak tidak membuat seseorang tidak bisa melakukan apa yang ia sukainya, semuanya hanya perlu manajemen yang baik dan benar saja. jadi ingat, kalau tidak salah ada malah ada komunitas yang beranggotakan ibu-ibu yang gemar traveling.

Semoga, kapan-kapan kita bisa berjodoh melancong bersama.

-------------->
Cintaku
Belahan jiwaku
Kita memang belum sempat melakukan perjalanan bersama dalam waktu lama, tapi waktu yang kita luangkan bersama saat mengurusi koleksi buku sudah menjadi awal kita untuk saling memahami satu sama lain.

Bagaimana bisa seperti mereka, menghabiskan waktu selama 48 hari bersama. Kadang pertemuan kita dilakukan di restoran yang terdapat di Bandara. Aku baru akan pergi ke suatu tempat, sementara kau baru pulang dari suatu tempat. Sungguh pertemuan yang ajaib, menurut sahabat kita.

Minimal, buku ini menjadikan kita memiliki niat untuk kelak, entah kapan menghabiskan waktu bersama mengunjungi salah satu negara yang memiliki toko buku bekas ternama. Semoga.

1 komentar: