Senin, 10 Agustus 2015

2015 #68: Kudeta Pasukan Yeniceri



Penulis: Jason Goodwin
Penerjemah: Zia Anshor
Penyunting: Anton Kurnia
Pewajah isi: Aniza Pujiati
ISBN: 97860229003
Halaman: 435
Cetakan: Pertama-April 2015
Penerbit: Serambi Cerita Utama
Harga: Rp 55.000

Tidak tahu
Dan tak mengetahui ketidaktahuan
Mereka mencari

Membaca beberapa halaman awal, saya seperti deja vu. Pernah baca kapan yaaa. Maklum sekian banyak buku yang saya baca, kadang saya tidak ingat apakah buku tersebut pernah saya baca atau tidak.

Ternyata......
Aku sudah pernah membaca buku ini pada tahun 2008. Hasil pimjam dari seseorang *duh..., siapa yaaa* Tapi kenapa ditulis ini cetakan pertama, penasaran. Karena review saya di GRI waktu itu hanya sekian baris, jadi ingin baca ulang. Semoga kali ini lebih bisa menikmatinya. Terutama sejak review saya dikaitkan dengan pemboikotan sebuah film serial, malah  kadang jadi ikutan menonton. Dari sana saya jadi tahu apa itu Yeniceri.

Dalam http://www.thefreedictionary.com, Yeniceri adalah A soldier of the Ottoman Empire in an elite guard organized in the 1300s and abolished in 1826. Penulis juga memberikan tambahan informasi di halaman 12, sehingga bagi pembaca yang belum tahu bisa paham dan selanjutnya lebih menikmati kisah. 

Tokoh kita adalah Yashim, seorang kasim. Yashim mendapat gelar sang lala. Lala merupakan sebutan kehormatan, gelar yang diberikan kepada para kasim terpercaya yang mengabdi kepada keluarga-keluarga kaya dan berkuasa, mendampingi kaum perempuan mereka, menjaga anak-anak mereka, mengurus rumah tangga. Seorang lala  setara dengan campuran pelayan dan pengurus rumah tangga. pengasuh dan kepala keamanan; seorang pelindung. Dan siapa lagi yang bisa melakukan itu jika bukan seorang kasim.

Suatu  pagi empat perwira tidak hadir pada apel  pagi. Hal ini menciptakan keresahan. Tidak hanya itu saja, selir Sultan juga ditemukan dalam kondisi mati tercekik. Tenaga Yashim diharapkan bermanfaat guna memecahkan masalah tersebut. 

Persoalan menjadi bertambah ketika ibu suri kehilangan permatanya. Ia juga meminta bantuan Yashim, jika tidak maka ibu suri bersumpah tidak akan meminjami novel lagi seumur hidup. Peringatan tersebut menjadi perhatian khusus bagi Yashim. Bukan karena kemungkinan tidak bisa meminjan novel, tapi karena ia tahu kemampuan ibu suri untuk melakukan hal-hal lain selain ancamannya itu. Jika tidak, mana mungkin ibu suri mampu bertahan saat kapal yang dinaikinya bertemu dengan bajak laut ketika dia hendak pergi ke Paris untuk melanjutkan pendidikannya.

Hemmm, rupanya situasi makin membingungkan. Terutama ketika salah satu prajurit ditemukan tewas meringkuk di dalam belanga, memenuhi dasarnya; lengan-lengan, yang terikat pada pergelangan, terletak di samping kepala. Mukanya terpapas habis. Dari bawah dagu sampai di atas alis. Belangan tersebut ternyata adalah belanga curian!

Belum hilang rasa keterkejutan Yashim, ia  harus berurusan dengan Ketua Serikat Sejawat Penjual Sop yang murka karena ia yang lebih dahulu tahu mengenai belanga yang hilang. Urusan makin runyam, karena ia harus berurusan dengan anggota serikat sejawat.

Gadis yang meninggal juga ternyata hilang perhiasannya. Suasana makin tidak karuan. Buat apa perhiasan murah hilang? Bukankah di harem para gadis bisa mendapatkan perhiasan yang indah nan menawan. Yashim merasa pastilah ada yang aneh di balik kematian gadis itu.

Dengan mengambil setting waktu tahun 1836 di Istambul, kita  akan diajak menjelajah kota dari sisi yang tak terduga. Berurusan dengan lemak panas dan kotoran hewan, kebakaran, aliran pembuangan, mayat lagi, diplomatik, dan masih banyak hal lainnya. Semuanya ternyata bersumber dari rasa serakah akan kekuasaan. Apa lagi musuh utama manusia,

Gaya bahasa yang dipergunakan bukan gaya bahasa yang biasa. Butuh waktu untuk mencernanya. Pada awal kisah alur cenderung membosankan. Sepertinya penulis ingin kita mendapat gambaran mengenai situasi dan kondisi saat itu. Tapi begitu kita sudah bisa mengikuti polanya, makin ke belakang, kisah ini menjadi sesuatu yang sayang dibaca cepat. Buktinya kisah ini telah diterjemahkan dalam 31 bahasa.

Kita tidak hanya mengikuti tingkah-polah Yashim dalam memecahkan kasus, tapi juga mengenal dan mengenai bagaimana kehidupan sosial di Istambul pada saat itu. Apa yang terlihat megah dan mewah belum tentu seperti itu sebenarnya. Contohnya salah seorang diploma sahabat Yashim yang demi harga diri dan negara, rela menyemir kakinya agar sepatu yang rusak dan bolong tidak ketahuan.

Urusan arsip yang rapi dan teratur terbukti bisa membantu pemecahan sebuah masalah, mesti tidak secara langsung. Yashim mengunjungi pavilium besar di bagian antara lapis kedua dan ketiga, atau bagian dalam istana Tokapi untuk melihat catatan pemerintahan Utsmani. Sepertinya bagian arsip menyatu dengan perpustakaan jika menilik kalimat-kalimat berikut, "Dalam kegelapan, tempat itu terlihat lebih besar daripada gudang buku yang diingatnya: tumpukan-tumpukan yang memenuhi bagian tengah ruangan tidak terlihat dalam temaram." Selanjutnya tertulis, "Si Pustakawan menyusuri ruangan. Yashim sadar, rupanya langkah-langkah si pustakawanlah yang tadi menghalangi cahaya lilin. Pada halaman 213, juga tertera hal senada.

Saya agak bingung membaca kalimat di halaman 201-202. 
Seorang laki-laki gemuk yang hendak tidur merasakan tubuhnya didorong sampai jatuh dari ranjang. Ketika dia membuka mata, yang dilihatnya adalah sepasang kaki perempuan.
    "Baik-baik saja sayang? Nih, uangmu. Nah, silahkan pergi, sayang, aku sudah selesai. Sana"
Sambil terkantuk-kantuk, si gendut menggenakan jubahnya. Keluar dari sini, pikirnya. Berani taruhan, dia bakal pergi sebelum perempuan itu menyadarinya.
      Si Perempuan mengawasi si gendut bergegas keluar.
      Pekerjaannya malam ini sudah selesai. Setidaknya urusan luar sudah selesai semua. Tidak aakan ada yang datang lagi.
     Yang di lantai atas kiranya sudah tahu pelanggan terakhir sudah pergi. Satu lagi yang harus dilayani, yang paling parah diantara semuanya.

Jika membaca sampai kalimat Nih, uangmu. Saya merasa sang pria gendutnya yang sedang bekerja. Tapi membaca kalimat pelanggan terakhir sudah pergi, maka si perempuanlah yang bekerja.

Penasaran, kenapa judul  The Janissary Tree dialih bahasa menjadi Kudeta Pasukan Yeniceri? Kenapa tidak menggunakan judul aslinya seperti penerbitan yang terdahulu. Judul yang tidak umum biasanya menggoda orang untuk melirik buku. 

Untuk urusan kover, untuk edisi yang ini judul sangat sesuai dengan ilustrasi yang ada. Gambar pasukan Yeniceri dengan seragam lengkap terlihat kontras dengan kover berlatar belakang warna hitam. Ditambah tulisan merah, kuning dan putih, tak mungkin seseorang tidak melirik buku ini.

Membaca tulisan Kasus Pertama, pastinya akan ada kasus-kasus selanjutnya. Penasaran, apakah musuh Yashim kelak juga merupakan sosok yang tak terduga, apakah kembali ia nyaris celaka, atau.... Kita lihat saja nanti ^_^

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com
https://en.wikipedia.org

1 komentar: