Jumat, 25 Juli 2014

Review 2014# 38: Rahasia di Balik Lukisan

Judul: Weird and Wicked Series 2: Rahasia Lukisan
Penyusun : Djokolelono
Penyunting; Pradikha Bestari
Perancang Sampul & Ilustrasi: Amna Oriana
Penataletak Isi: Teguh Tri Erdyan
ISBN : 978-979-91-0736-7
Halaman: 127
Penerbit: Kiddo
Harga : Rp28.000,-

Lukisan Pengisap Anak!
Andai saya adalah seorang anak yang hendak membeli buku, lalu menemukan sebuah buku dengan judul diatas, ada dua reaksi saya. Pertama saya sangat tertarik, pasti ada sesuatu hal yang misterius sehingga seorang anak bisa terisap dalam sebuah lukisan. Kedua, ada perasaan sedikit was-was, takut ada hal yang menyeramkan dibalik peristiwa tersebut. Penasaran bercampur dengan sedikit rasa takut.

Pada kover depan, memang tertulis judul Rahasia Lukisan, namun pada kover belakang tertulis Lukisan Pengisap Anak. Jika judul itu yang dipilih, bisa saja anak-anak malah takut membaca (kecuali mereka yang dablek seperti saya malah penasaran) atau justru para orang tua yang melarang anaknya membeli buku ini karena takut isinya menyeramkan dan tidak mendidik.

Kisahnya tentang seorang anak laki-laki bernama Ryan. Ryan merupakan anak tunggal dari pelukis kenamaan, Himawan yang karyanya sudah mendunia. Suatu pagi, sang Bunda entah kenapa berangkat tanpa mengantarkan Ryan ke sekolah terlebih dahulu. Singkat kata, penulis mengarahkan pembaca untuk menerima sebuah fakta bahwa sang Bunda meninggal. Asumsi meninggal karena kecelakaan bisa diperoleh dari uraian yang menyebutkan biasanya sang Bunda mengendarai mobilnya sendiri.

Tidak hanya Ryan yang terpukul, sang ayah juga. Kesedihan yang sangat mendalam membuatnya memutuskan berhenti melukis. Padahal  lukisan karyanya sudah mencapai angka jual yang cukup fantastis. Himawan merasa tak mampu lagi membuat lukisan-lukisan yang hidup seperti sebelumnya. Semuanya bisa ia lakukan karena sang istri. Sejak musibah datang ia hanya ingin menghabiskan hari  bersama Ryan.

Keputusan  tersebut ternyata berdampak buruk baginya. Maling membobol galeri lukis dan memukulnya hingga pingsan dengan kepala berdarah. Sebuah lukisan, Senja Biru di Lokasari raib. Ryan merasa wajib menenuhi harapan sang ayah untuk menemukan lukisan itu kembali. Sang ayah yang tidak sadar mengigau  memintanya untuk mencari lukisan itu. Ryan bertekat mewujudkan harapan sang ayah.

Dalam upaya menenuhi harapan sang ayah, Ryan justru menemukan hal baru, dunia baru yang selama ini tidak diketahuinya.
Ryan seakan tertarik dalam sebuah lukisan dan menemukan ada dunia lain, Dunia Lukisan. Karena seluruh  lukisan yang ada di galeri ayahnya  merupakan karya sang ayah, maka seluruh isi dalam Dunia Lukisan tersedia sesuai dengan hasil goresan kuas sang ayah.

Pencarian lukisan yang hilang ternyata tidak semudah yang dikira Ryan. Ia tidak saja harus berurusan dengan pencuri misterius, namun juga harus berusaha menyelamatkan diri dari kejaran para penjahat yang ingin membuatnya celaka. Misi yang berbahaya!

Kisah dalam buku ini tidak saja memberikan pesan moral pada pembacanya agar tidak bertindak egois mengikuti kata hati, yang mungkin saja tidak saja merugikan diri sendiri namun juga orang lain dan negara. Bayangkan jika
Himawan tidak melukis lagi dan menutup galerinya. Tidak saja karya-karya yang tidak bisa dinikmati, namun negara kita juga tidak mendapat tempat di dunia seni lukis lagi.

Kadang, niat baik belum tentu bisa dijalankan dengan cara yang baik juga. Seperti yang dilakukan oleh pencuri lukisan. Niatnya agar lukisan karya Himawan masih bisa dinikmati oleh masyarakat umum dilakukan dengan cara yang salah, bahkan nyaris menyebabkan Himawan nyaris kehilangan nyawa dan itu artinya ia  membuat Ryan menjadi anak yatim-piatu.

Walau buku ini ditujukan untuk anak-anak, namun saya yang jelas-jelas jauh dari usia anak-anak (nyadar-ngaku) masih bisa menikmatinya. Beberapa hal sudah bisa tertebak (ini pasti karena dulu sering membaca buku Sapta Siaga dan Lima Sekawan) tapi masih banyak hal menarik yang bisa kita temukan dalam kisah ini. Gaya bercerita yang tidak berkesan menggurui dan membuat anak-anak menjadi tetap anak-anak dengan cara berpikir ala anak-anak menjadi kunci utama. Meski harus saya akui beberapa tindakan yang dilakukan oleh Ryan sepertinya bukan tindakan yang bisa dilakukan atau terpikir oleh anak-anak.

Hal tersebut mungkin sama dengan yang diungkapkan oleh leila S. Chudori, "Anak-anak dalam cerita Djokolelono selalu digambarkan sebagai pahlawan, atau sebagai sosok yang lebih superior ketimbang orang dewasa. Dalam Astrid Dibajak, yang dimuat sebagai cerita bersambung di harian Kompas, pahlawannya adalah si kecil Astrid."

Lebih lanjut beliau juga mengatakan, "Babak demi babak ditulis dengan bahasa yang sederhana dan kalimat yang ringkas. Djokolelono sadar betul pembacanya adalah anak-anak. Jika ada orang dewasa yang ikut tertarik membacanya, itu menjadi sebuah bonus. Daya tarik Djokolelono di masanya adalah karena dia satu-satunya penulis yang berhasil membuat buku sebagai sesuatu yang menghibur, menarik, penuh petualangan sekaligus pendidikan. Djokolelono tak pernah pedantik dan mengajar-ngajari pembaca. Tokohnya dengan sendirinya menjadi patokan moral yang pasti menjadi teladan anak-anak yang membacanya."  (http://www.tempo.co/read/news/2012/02/13/109383622/Buku-Fiksi-Ilmiah-Djokolelono-Dahului-Star-Wars)

Selain mengajak pembaca mengikuti sepak terjang Ryan, penulis juga memberikan tambahan pengetahuan yang dikemas secara menawan. Dalam buku ini, karena tema yang diambil tentang lukisan maka pengetahuan tambahan yang bisa ditemui pada lembar-lembar belakang adalah seputar lukisan.

Sebuah hal penting mengenai melukis adalah berbeda  antara melukis dengan menggambar. Perbedaannya ada pada media warna yang digunakan.  Melukis menggunakan media cair atau pasta misalnya cat lukis atau tinta. Sedangkan menggambar menggunkan media yang kering seperti pensil warna, spidol, pastel dan krayon.

Lukisa termahal di dunia dalam  http://www.merdeka.com/gaya/10-lukisan-termahal-di-dunia/the-card-players.html adalah  The Card Players karya Paul Cezanne, diperkirakan antara 250-300 juta dolar.  The Card Players  terdiri dari serangkaian lukisan bertema sama yang dibuat oleh Cezanne dengan gaya post-impresionis. Terdapat lima lukisan yang dibuat olehnya dengan ukuran dan gambar berbeda. Semuanya menunjukkan beberapa pria yang sedang bermain kartu. Cezanne mendapatkan inspirasinya dari lukisan-lukisan Prancis dan Jerman abad 17 yang seringkali menggambarkan permainan kartu antara beberapa pria yang sedang mabuk.
 
Kisah yang ternyata dibuat pada tahun 1971 dengan kerjasama tim yang menawan mampu menembus batas waktu hingga bisa saat ini. Beberapa hal sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sebuah kalimat pada halaman 60 membuat saya penasaran, " Ah, ya... aku juga harus pergi ke Mizan," Om Bambang melihat arlojinya. Jadi Mizan itu sebenarnya apa? Sebuah lokasi di Bandung atau nama penerbit tetangga.

Kover buku ini sekilas dengan buku pertama, Tanaman Monster.  Sepertinya wajah anak, huruf yang dipilih untuk menuliskan judul serta cara penulisan Weird and Wicked Series  menjadi semacam brand bagi seri ini. Hanya bedanya pada buku pertama sosok anak lelaki yang menjadi tokoh utama menggunakan kacamata, sementara pada seri ini tidak menggunakan kacamata namun menggunakan topi.

Saat melihat wajah sang maestro di halaman belakang, mendadak saya sedikit ragu. Apakah benar itu wajah  Djoko "Bocah Tua Nakal" Lelono? Jangan-jangan salah pasang, sepertinya itu lebih mirip wajah aktor senior India yang lahir pada 11 Oktober 1942, Amitabh Bachchan dari pada wajah beliau yang saya ingat *apa ingatan saya yang agak terganggu yahhh*

Selamat kembali berkarya. Sudah saatnya anak-anak mendapat bacaan yang bermutu.
Truly senenggggggggg!!!!^_^
*itu sidik cari jempol, jari manis apa telunjuk yah-beda ukuran dengan jari sendiri*




2 komentar:

  1. Kyknya aku blm pernah baca buku Djokolelono deh.. mau cari ah. Nice review.

    BalasHapus
  2. Kak buat review tentang komik Suster dan Wiske tapi yang gelendong waktu ya kak plissss

    BalasHapus