Sabtu, 29 Maret 2014

Review 2014 #20: Kelompok 2&1, Kutukan Akik Biru


Penulis: Dwianto Setyawan
Sampul & Ilustrasi:
Halaman:152
Penerbit: PT Gramedia

Kakek Wiro mewariskan sebuah batu akik kepada Nenek Katin.
Konon menurut cerita, akik biru yang disebut aquamarine itu mengandung kutukan. Barang siapa menyimpannya -- akan diganggu arwah yang punya hubungan dengan batu akik itu!

Lalu, apakah karena itu, kemudian Nenek mendengar ratapan yang memilukan dari bawah jendela? Dan kemudian lagi -- malam-malam didatangi arwah?

Yan, Dede, dan Ira yang harus menyingkapkan tabir misterinya.
Dan tugas kali ini sungguh merupakan tugas yang berat. Sebab, perkaranya demikian rumit, pelik, serta amat membingungkan


Begitulah sinopsis buku ini. Ceritanya memang jelas untuk anak-anak atau ABG tapi penulisan dan isinya bisa dibilang juga menarik bagi orang dewasa. Bukan kerena buku ini membuat saya bernostalgia pada masa lalu tapi karena memang serial ini menawan.


Ceritanya tentang tiga orang sahabat yaitu Ira,  dan kakaknya Yan lalu seorang sahabat mereka Dede. Yan dan Ira merupakan anak seorang dosen, tak heran jika mereka berdua diharapkan menjadi anak yang pandai mengingat saat itu citra dosen sangat identik dengan kepandaian. Sang ibu digambarkan sebagai  seorang ibu rumah tangga yang cakap dan handal mengurus rumah tangga dan sangat memperhatikan perkembangan dan kebutuhan anak-anaknya. 


Mungkin ada pertanyaan bagaimana saya bisa tahu? Karena pada salah satu buku ada adegan yang menceritakan bagaimana sang ibu sedang sibuk memotong bahan baju untuk blues Ira. Memang buku ini terbit tahun 1985, tapi meski begitu pada saat itu bisa dibilang tidak banyak ibu yang meluangkan waktu untuk menjahit sendiri pakaian anaknya.


Sementara sahabat mereka, Dede merupakan anak tunggal sepasang pengusaha kaya yang sukses. Keduanya memiliki kesibukan segudang sehingga sangat sedikit waktu yang tersisi bagi anak. Keduanya memang memberikan banyak limpahan materi bagi Dede tapi sedikit waktu. Bukannya tidak menyayangi Dede tapi bagi keduanya apa yang dikerjakan sekarang merupakan bekal bagi kehidupan Dede Kelak.
  
Setelah membaca sinopsis di atas,  sepertinya pembaca sudah bisa menebak kisah dalam buku ini. Ira, Yan dan Dede diajak berlibur oleh salah seorang teman sekolah mereka yang bernama Putri Yugianto ke rumah neneknya yang ada di tepi laut. Menilik kisah yang menyebutkan Putri pindah ke Cirebon dan kemungkinan akan kembali ke Jakarta, maka mungkin saja rumah sang nenek berada di sekitar pantai di Kota Cirebon.

Sang nenek yang dipanggil Nenek Katin memiliki sebuah batu akik berwarna biru peninggalan suaminya. Batu Akik tersebut mempunyai riwayat yang kurang baik. Kakek Wiro suami Nenek Katin tidak mempercayai riwayat buruk akik biru yang dikenal dengan nama aquamarine. Ia tetap membeli dan menyimpannya hingga mewariskan pada sang istri. Selanjutnya kisah ini bergulir seputar benar atau tidaknya ada kutukan yang melekat pada batu tersebut. Kutukan yang membuat Nenek Katin sering diganggu suara-suara aneh. Anehnya hanya sang nenek yang mendengar, para penghuni rumah yang lain tidak ada yang mendengar.


Sebagai kisah anak-anak, minimal ABG, buku ini menawarkan kisah misteri yang tidak sederhana seperti yang terlihat. Kisahnya memang jelas seputar teror yang dialami oleh Nenek Katin. Tapi bagaimana pemecahan misterinya yang tidak biasa. Penulis sengaja membuat pembaca merasa penasaran akan kasus tersebut. Penulis tidak dengan gampang membawa pembaca ke akhir cerita. Pembaca juga diajak berpikir saat ketiga anak tersebut berusaha memecahkan msiteri yang terjadi.

  
Seperti juga buku anak pada umumnya, pasti ada pesan moral yang disampaikan. Dalam buku ini, pesan moral yang ada disampaikan dengan cara yang unik hingga tidak berkesan menggurui. Misalnya saat Putri yang tidak mempercayai cerita neneknya tentang gangguan yang dialami pada halaman 78. Penulis memberikan pesan moral bahwa bagaimana pun seorang anak harus menghormati sosok yang lebih tua dengan bersikap sopan. Jika ada perbedaan pendapat maka harus disampaikan dengan hormat bukan dengan cara seperti yang Putri lakukan hingga membuat Nenek Katin marah dan sakit hati.

Walau begitu ada beberapa hal yang mengusik saya untuk memberikan komentar. Misalnya tentang sebutan Nenek Katin. Dengan nama asli R.A Sukatin maka bisa dikatakan bahwa beliau merupakan sosok perempuan Jawa keturunan bangsawan hingga memiliki gelar Raden Ajeng yang saat menikah berubah menjadi Raden Ayu atau R. Ay. Maka sangat jarang ada yang memanggil perempuan dengan kondisi demikian dengan sebutan nenek, umumnya memanggil dengan Eyang Putri. Apalagi di halaman belakang ia menyebut suaminya dengan sapaan Eyang. Hal tesebut juga kontras dengan sinopsis di belakang buku yang menyebutkan Kakek Wiro, bukan Eyang Wiro. Seharusnya penulis konsisten. 


Juga tentang kebiasaan sang nenek yang masih berdandan rapi. Memangnya kalau nenek-nenek harus berkesan kumuh begitu? Eyang putri saya sejak beliau muda hingga wafat selalu menjaga penampilannya. Wajahnya selalu dipolosi make up lengkap dan tak ketinggalan minyak wangi. Meski menggunakan baju rumahan, kecuali pergi menggunakan kain kebaya lengkap dengan sanggul, tapi baju rumahan yang dipergunakan juga bukan daster lusuh. Bahkan kain batik tulis beliau beberapa diubah menjadi baju rumahan. Belakangan sepupu saya dengan percaya diri menggunakan baju rumahan eyang untuk ke kantor dipadu dengan legging atau rok pendek. Menawan.

Ilustrasi yang ada dahalam buku ini juga menghibur. Detail menjadi hal yang mengagumkam untuk dilihat. Ilustrator juga tidak pelit membagikan Karyanya. Pembaca dimanjakan dengan ilustrasi sebesar satu halaman penuh.


Sayang sekali belakangan jarang ada buku remaja yang seperti ini. Memberikan muatan hiburan namun juga ada moral tanpa berkesan menggurui hingga pesan moral yang ingin disampaikan tercapai. Belakangan yang ada lebih banyak buku tentang percintaan yang kurang mendidik. Bukannya tidak boleh, mengajarkan urusan cinta memang perlu tapi bukan berrti membuat kisah yang picisan dan tidak mendidik dengan mengajarkan hidup konsumtif dan merasa rendah diri karena cinta oleh 

 
Di tanah air, batu Aquamarine lebih dikenal dengan nama batu biru laut. Aquamarine memiliki ciri khas berwarna biru muda langit atau biru kehijauan. Batu ini dianggap mampu membuat pemiliknya memancarkan aura positif bagi kesehatan, percintaan serta memberi kebahagiaan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan laut. . 

Aquamarine dan zamrut  sering disebut bersaudara karena warnanya. Aquamarine yang artinya “air laut” adalah sejenis batu yang tergolong dalam mineral beryl (beryl dalam bahasa Yunani yang artinya biru kehijau-hijauan) sama seperti Zamrut. Keduanya sama-sama mempunyai nilai keras 7.5-8 berdasarkan daftar keras Mohs. Keduanya menempati urutan kelima setelah batu intan, corundum, chrysoberyl dan topaz.

Konon batu ini memancarkan spektrum cahaya yang penuh dan berkilau dibandingkan dengan batu mulia lainnya. Mitos kuno menyebutkan batu ini merupakan kesukaan para putri duyung. Juga diyakini sebagai batu mulia pelindung bagi kebanyakan pelaut Aquamarine dengan kualitas tinggi berasal dari Russia dan Brazil

Biasanya batu ini dijadikan perhiasan seperti cincin, liontin, kalung, ataupun anting-anting. Untuk perawatan ternyata cukup mudah, bersihkan Batu Aquamarine ini dengan air sabun dan usap perlahan dengan kain halus.  

 

Sumber Gambar:
http://elevenmillion.blogspot.com/2009/05/batu-aquamarine-atau-batu-biru-laut.html

2 komentar: