Rabu, 06 Februari 2013

Miracle Journey: Kisah Perjalanan Penuh Keajaiban Kitta Kafadaru


Penulis: Yudhi Herwibowo
ISBN: 978-602-02-0379-9
Halaman: 174
Penerbit: Elex Media Komputindo
Harga: Rp 32.800

Tiga
Hanya tiga kebaikan
Tidak lebih
Lalu  aku akan melanjutkan hidupku sebagai manusia biasa

Sering kali kita merasakan sesuatu yang tidak kita inginkan justru menurut orang adalah anugrah. Tapi sejauh apapun kita mengingkari,  pada akhirnya kita harus berkompromi dengan "Anugrah" yang kita peroleh. Begitu juga dengan sosok  Kitta Kafadaru yang memiliki kemampuan menyembuhkan.

Kitta Kafadaru lahir dengan kondisi fisik yang kurang sempurna. Ada semacam punuk di bahunya, mirip tokoh  sejenis dalam kisah Si Cantik dari Notre Dame. Beberapa bagian kisah dalam buku ini akan menyeret kita pada kenangan akan para tokoh fantasi saat kecil dahulu.

Kisahnya dimulai dengan cerita seputar kelahiran tokoh utama kita, Kitta Kafadaru.  Dimulai dengan saat kelahiran Kitta Kafadaru berbarengan dengan awal hujan debu. Banyak kejadian aneh lainnya, tapi yang paling menakjubkan adalah adanya empat danau yang tedapat di empat penjuru desa. Ia merupakan anak pertama yang sangat didambakan oleh pasangan Todatius & Tipaina Kafadaru. 

Semula tidak ada yang memperhatikan mengenai kondisi tubuhnya yang berbeda. Walau bagaimana kondisi tubuhnya, kehadirannya merupakan anugrah bagi keluarga yang sudah sekian lama mendambakan suara tangis bayi.

Sebaga pemuda, Kitta Kafadaru juga mengalami jatuh cita. Saat menyembuhkan seorang gadis yang wajahnya mengalami luka bakar, ia mulai merasakan jatuh cinta. Pernyataan  cintanya mengalami penolakan. Saya sempat berempati dengan situasi ini, namun dengan cerdiknya Mas Yudhi membuat penolakan itu justru menjadi menarik dan manusia.

Pertemuan dengan Seorang Ame Tua membuat arti baru dalam kehidupan Kitta Kafadaru. Ia memutuskan untuk hanya melakukan tiga kebaikan lalu kembali menjalani kehidupan layaknya manusia normal. Hanya tidak tidak lebih.

Tiga kebaikan tersebut diuraikan dengan manis dan penuh makna kehidupan dalam buku ini.
Untuk mengetahui peristiwa apa saya yang terkait dengan tiga kebaikan tersebut silahkan disimak kisahnya  dalam buku ini. Dibeli dan dibaca yahhhhhh^_^

Secara garis besar. buku ini menarik. Untaian kalimat sastra perpadu dengan plot ala fantasi sunggguh memukai.  Latar belakang daerah NTT membuat buku ini mengusung sesuatu yang unik. Belum lagi beberapa ungkapan misteri menjadi bumbu penyedap, misalnya mengnai sosok Amer Tua yang tidak memiliki bayangan.


Pembaca jangan tersinggung jika ada beberapa kisah yang menyentil kehidupan kita sehari-hari. Sentilan untuk Ordo Buntelan ada di halaman 102.  
Bila engkau sudah selesai membacanya, tinggalkan saja buku itu di tempat terakhir kau menyelesaikannya
Berapa banyak kita mau membagi buku yang tidak kita baca?
Berapa banyak koleksi timbunan kita?
Sementara di sekitar masih banyak yang haus akan bacaan.
Kondisi itu juga yang membuat BBI melakukan kegiatan BBI Berbagi. *tetap promosi*

Saya dan beberapa sahabat sepertinya sependapat mengenai kalimat yang sangat bermakna dalam buku ini, kalimat di halaman 41, "Semua yang diciptakan tentu selalu ada tujuannya....." Segala sesuatu penciptaan atau peristiwa pasti memiliki sisi baik di baliknya. Misteri kehidupan yang harus dijalani dengan legowo.

Kisah dalam buku ini bisa dikatakan sebagai suatu penulisan ulang dari enam kisah yang pernah ditulis Mas Yudhi, yaitu; Kofa; Lelaki dengan Elang yang Melayang di Atas kepalanya; Perempuan yang Bersenandung Aneh di Hutan Mati; Anak Iblis; Perempuan yang Merindukan Air Bah; serta Sang Penabur Pasir, Sang Pemanggil Hujan.

Tergelitik dengan kalimat di halaman 53. "Sambil bicara begitu, Pak Ma menyalakan lampu mintak yang masih diletakan di tempat yang sama sejak dulu...." Hemm walau itu rumah saudaranya tapi bagaimana Pak Ma bisa yakin bahwa dari dahulu bahkan sebelum sang pemilik meninggal, lampu minytak itu sudah diletakan di sana? *Pertanyaan ngak penting nih*

Selain pemilihan huruf yang cukup membuat mata  saya meringis, akan lebih menyenangkan jika Mas Yudhi juga memberikan semacam catatan kaki atau glosarium mengenai beberapa istilah yang dipergunakan dalam buku ini. Memang sudah ada seperti misalnya mengenai  jagung titi di halaman 5. Tapi sapaan seperti  Papae, Mamae dan Ama juga harus disebutkan, mengingat pembaca mungkin saja ada yang tidak memahami artinya walau bisa dipahami dengan mengira-ngira.

Pada awal kisah disebutkan bagaimana sang ayah Kitta Kafadaru membawa istri yang sedang hamil dengan menggunakan mobil pinjaman. Sepanjang kisah, Mas Yudhi membawa kita ke alam liar dimana kendaraan merupakan hal yang langka. Meski ada juga kisah mengenai kapal laut. Sepertinya penulis ingin mengisahkan keindahan alam NTT yang masih alami. 

Konon sudah ada 28 buku fiksi yang ditulis Mas Yudhi, tapi yang disebutkan hanya 21. Hemmm selain ini, apa yang  6 lagi yah, penasaran.

Dari dua buku yang akan segera terbit, Sakura Telawang dan Enigma, saya sangat penasaran dengan Sakura Telawang. Setelah mendapat kehormatan mengintip draf awal kisah, tentunya setelah mengalami revisi kisahnya kian menawan. Minimal mengurangi kata "Pada" di awal kalimat ^_^

Buku yang merupakan hadiah bagi kelahiran keponakan tercinta sungguh layak masuk dalam koleksi pribadi penyayang buku.  Sungguh  beruntung sang ponakan yang mendapatkan hadiah karya sang maestro. Jadi ngiri hikssss.



5 komentar:

  1. Iya, itu jagung titi jagung apaan ya?
    Btw, utk latar waktu aku masih penasaran bgt, berasa di masa lalu dg keindahan alam, kaya akan mitos dan legenda, tapi di sisi lain sudah ada mobil, kapal, dsb.. tapi jarang ada tlp dan masih pake surat. Sungguh misteri buatku.

    BalasHapus
  2. mbak truly dan oky, aku sendiri sebenernya masih terbayang2 saat tinggal di NTT. kami datang naik pesawat tahun 1990an. kota kupang cukup ramai dan cukup modern. tapi sedikit ke pelosok saja, suasananya berubah. masih banyak ditemui rumah2 tradisional loh, dan mereka gak pake semua teknologi. itu yang melatari novel itu. sebenarnya kalau mau ditilik dari kritik untuk kota, nusa tenggara adalah daerah yang penyebaran kemajuan kotanya gak merata. maka itulah di novel miracle journey itu, suasana modern berpadu dengan suasana tradisional yang kental. sebenarnya aku sendiri merasa belum terlalu berhasil loh menggali suasana itu, hehe... moga2 di novel2 berikutnya...

    oya sejak 2 tahunan terakhir aku memang mencoba nulis tanpa catatan kaki. aku merasanya kata2 yang gak biasa sudah kujelaskan langsung. jagung titi mungkin yang kelewatan ya... :D tapi sebenernya mudah saja kog: titi kan sama dengan memukul2 ya, kalo gak salah? jadi jagung titi itu jagung yang dipukul2 dengan batu. jadi bentuknya gepeng kayak emping. di nusa tenggara makanan ini mudah sekali ditemui. seperti halnya ubi di jawa. karena makan jagung titi ini mengenyangkan juga loh... :D

    BalasHapus
  3. @Mas Yudhi
    Mungkin istilah panggilan seperti Ama tua yang perlu dijelaskan, takut salah kira ^_^
    Jadi kapan bisa baca kisah yg sudah digali sedalam mungkin suasananya he hehe

    BalasHapus
  4. haha... belon tau kapan mbak. ini garap yang lain dulu. semoga april selesai...

    BalasHapus
  5. Oh begitu arti jagung titi.. aku pikir titi itu jenis jagungnya =))

    Btw, soal latar waktu~ rupanya begitu ya. Tapi aku sendiri bacanya mixed feeling gitu. Aku pikir cerita dlm buku ini sekedar fantasy biarpun ada aspal tapi rumah masih dari (Err.. ada deskripsi semacam ijuk gitu apa yaa :P). Jadi serasa baca kota imajinasi gitu, yg cuma ada dlm ciptaan bukunya mas yudhi

    Kayak kota kecil di buku unaffair mas yudhi juga. Sampai skg aku masih kebayang2 kota kecil dg pedestrian yg nyaman, suasanya sendu karena sering hujan~ kalo beneran ada aku juga pengen tgl di kota itu :D

    BalasHapus