Kamis, 29 Mei 2025

2025 #7: Mimpi Si Pemimpi Selama Sepuluh Malam

Judul buku: Mimpi Sepuluh Malam
Penulis: Natsume Sōseki
Penerjemah: Titik Andarwati
Editor: Setyaningsih
ISBN: 9786238023233
Halaman: 72
Cetakan: Pertama-2025
Penerbit: bukuKatta
Harga: Rp 40.000
Rating: 4.25/5

"Ketika  aku  mati, tolong kuburkan aku. Dengan cangkang tiram mutiara  yang besar galilah sebuah kuburan. Dan dengan pecahan bintang yang jatuh, pasanglah tiang nisan. Dan kemudian tolong tunggu di samping kuburanku. Aku akan datang lagi kepadamu."

-Mimpi Sepuluh Malam, halaman 9-


Jangan terkecoh dengan judul buku ini. Walau judul buku ini adalah Mimpi Sepuluh Malam, namun pembaca akan menemukan dua bagian kisah dalam buku ini, Pertama, sesuai judul, Mimpi Sepuluh Malam. Bagian ini menghabiskan nyaris seluruh halaman yang tersedia dalam buku. Selanjutnya kisah berjudul Kuburan Kucing Kami. Terakhir sebagai bonus, penerbit memberikan informasi terkait penulis.
https://www.goodreads.com/book/
show/59016370-on-gece-d-le
ri

Nama penulis ini mungkin kurang akrab didengar. Tapi salah satu karyanya, Botchan,  menurut yang tertera pada laman Goodreads, telah tersedia sebanyak 379 edisi. Dari bahasa Jepang, Inggris, Turki, Persia, Vietnam, Indonesia, dan masih banyak lagi. Dari softcover, hingga hardcover.

Pernahkah menceritakan mimpi pada orang lain? Entah sekedar berbagi kisah, atau meminta tafsir atas mimpi tersebut? Tokoh dalam buku ini-sebut saja Si Pemimpi, membagikan mimpinya selama 10 malam kepada pembaca. 

Pada Malam Pertama, Malam Kedua, Malam Ketiga dan Malam Kelima, narasi dimulai dengan kalimat, "Seperti inilah mimpiku:" Mimpinya beragam, baik tokoh, waktu kejadian, hingga lokasi. Tidak ada mimpi yang sama.

Kalau mau disebut kesamaan, adalah munculnya tokoh di Mimpi Kedelapan dan Mimpi Kesepuluh. Tokoh bernama Shōtarō yang menggenakan  topi panama, disebutkan  sekilas sedang berjalan berjalan bersama seorang wanita pada Mimpi Kedelapan. Pada Mimpi Kesepuluh, porsinya dalam kisah lebih banyak lagi, bisa dikatakan ia menjadi tokoh.
https://www.goodreads.com/
book/show/60485784--

Kisah tentang seorang wanita yang mendoakan suaminya agar pulang selamat dari peperangan pada Malam Kesembilan, sungguh mengharukan. Kisah ini diperoleh Si Pemimpi dari ibunya dalam mimpi. 

Tiap malam, wanita tersebut pergi ke kuil Hachiman-Dewa Busur dan Panah, untuk berdoa.  Setelah selesai memanjatkan doa, ia akan menuruni tangga dan memulai ritual O-hyakudo (ritual berjalan 100 kali di sepanjang jalan setapak di kuil atau candi) sepanjang jalan berbendera batu sejauh 40 yard. 

Bukan hal yang mudah mengingat ada anak yang dibawanya. Tangisan sang anak bisa membuatnya tidak konsentrasi menjalankan ritual. Semuanya ia lakukan dengan sungguh-sungguh, tanpa tahu bahwa suaminya sudah meninggal dalam perang. Yang ia tahu, ia harus memohon demi keselamatan suami. 

https://www.goodreads.com/book/
show/218523420-on-gece-d-leri
Penulis dengan apik membuat perasaan saya tercabik-cabik. Mungkin saja saya yang sedang melankolis saat membaca, namun rasanya kisah dalam Mimpi Sepuluh Malam membuat saya merasa suasana hati menjadi agak muram.

Tepatnya terbawa suasana sedih, terutama yang muncul dari  perpisahan sepasang kekasih di Mimpi Malam Pertama dan Mimpi Malam Kelima, anak buta yang pasrah dibuang pada Mimpi Malam Ketiga, dan rasa ketakutan yang mencekam pada Malam Ketujuh

Rasanya kehidupan  yang saya jalani ini lebih baik dibandingkan kehidupan para tokoh dalam kisah yang disajikan. Pengambaran tokoh dengan sosok yang bisa dijumpai dengan mudah di sekitar kita, membuat kisah dalam buku ini menjadi lebih hidup.
https://www.goodreads.com/
book/show/62778.Ten_Nights_Dreams

Penerbut juga tak lupa menyisipkan informasi terkait isi kisah. Bisa arti bahasa Jepang yang disebutkan, atau penjabaran mengenai suatu hal. Dengan demikian pembaca bisa makin mengerti alur kisah dalam menikmatinya. 

Kisah Kuburan Kucing Kami berkisah tentang seekor kucing milik keluarga yang mati dan dikubur. Dari semula tidak dianggap, menjadi perlu dibuatkan acara mengenang  setiap tahun. 

Duh, paham sekali  bagian ini,  malah membuat saya teringat pada salah satu kucing di rumah yang mati karena usia 2 tahun lalu. Saya yang bukan penyuka kucing, memberikan pengecualian untuk Lena-panggilannya. 

Dia satu-satunya yang berani menyusup ke dalam selimut saya, mengeong minta minum atau makan sampai saya berdiri memberikan apa yang ia minta, bahkan kami bisa makan kudapan keripik dengan micin bersama.

Setelah terjadi kekacauan akan jenis kelaminnya, satu dokter hewan menyebutkan jantan, sedang yang satunya mengatakan betina, saya makin dekat dengannya, tentunya juga merasa kasihan. Mungkin di dunia perkucingan dia menjadi olok-olok karena hal tesebut.

Saat terakhir, ia yang selalu buang air di kamar mandi, acap mengeong, seakan kesakitan. Jika saya mendekat, ia akan menempelkan badannya ke kaki saya, seakan mengadu. 

Pagi hari saat terakhir hidupnya, ia mengeong pelan ketika saya hampiri. Satu tarikan napas lembut, lalu ia tidak ada. Pagi itu, saya pergi ke kantor dengan perasaan tak karuan. 

Si4l4n!
Jadi mewek!
Jika Anda sedang butuh sesuatu untuk menguras emosi, atau untuk merasakan bahwa hidup ini lebih baik dari yang lain, baca buku ini.

Sumber gambar:
https://goodreads.com









Kamis, 15 Mei 2025

2025#6: Emak Yati, Ipah, dan Tutug Oncom

Penulis: Kris Agtrian
ISBN10: 9797753301
ISBN13: 9789797753306
Halaman: 335
Cetakan: Pertama-2022
Penerbit: Indonesia Tera
Harga: Rp 126.000
Rating: 3.25/5

"Enggak ada surga di warung Emak! Ipah ngak sudi!"
hal 86


Saat kecil, Ipah merasakan betapa Emak Yati, nenek dari pihak ibu, sangat mencintai dirinya.  Limpahan mainan yang bisa membuat anak tetangga menangis  tiada henti karena  minta dibelikan orang tua, hanya bukti kecil bagaimana Ipah begitu dicintai Emak Yati.

Namun belakangan, ketika ia dewasa, sikap Emak Yati berubah. Terutama sejak orang tua Ipah berpisah. Ipah bisa tetap tinggal bersama  Emak Yati dengan syarat harus melanjutkan usaha kuliner nasi tutug oncom yang melegenda di Kawung Asih, Tasikmalaya.

Alih-alih menyetujui, Ipah  berontak dengan memilih bekerja sebagai pegawai di toko busana muslim milik Bu Surti-biasa dipanggil Umi. Ia merasa Emak Yati terlalu ikut campur dalam hidupnya. 

Gaji yang ia terima sebenarnya jauh dari mencukupi, namun Ipah seakan ingin menunjukkan bahwa ia bisa hidup tanpa bantuan Emak Yati. Untuk tinggal,  memang ia masih tinggal di rumah Emak Yati, tapi minimal ia sudah mampu membeli makan dan mengurus kebutuhannya sendiri.

Wajar jika Emak Yati yang dikenal memiliki usaha nasi tutug oncom berharap sebagai cucu semata wayang Ipah kelak mau menjadi penerusnya. Penolakan Ipah  memicu pertikaian. Puncaknya ia bahkan menjalin kasih dengan seorang anak pemilik rumah makan supaya Emak Yati merasa kalah.

Hubungan Ipah-Emak Yati menjadi hal yang mendominasi kisah dalam buku ini. Keduanya seakan-akan saling membenci. Namun dengan cara masing-masing menunjukkan kecintaan pada sesama. Ipah yang terlalu gensi untuk mengakui ia membutuhkan Emak Yati, sementara Emak Yati  malu mengakui ia menaruh harapan besar pada Ipah.

Pada akhirnya, Ipah mengetahui alasan kenapa seakan-akan Emak Yati membencinya, tidak mencintai Ipah. Apa yang dilakukan dan dikatakan Ipah selalu salah bagi Emak Yati. Baca ya ^_^, mengandung bawang bagian ini.

Juga terbongkar rahasia kelam yang disembunyikan Emak Yati terkait keluarga calon suaminya. Semua yang dilakukan Emak Yati adalah karena ia begitu mencintai Ipah, walau kadang caranya justru membuat Ipah merasa kesal padanya.

Saat kecil, saya sering mendengar orang berkata pada Eyang Putri saya, bahwa cinta kasih pada cucu bisa melebihi cinta kasih pada anak, Baru ketika saya memiliki anak, saya paham maknanya. Maka, saya mengerti kenapa Emak Yati bersikap begitu pada Ipah. Cinta memang unik.

Sebagai bumbu, penulis juga memberikan beberapa tokoh sebagai pemanis kisah. Ada Nenden dan Honey sahabat Ipah. Honey setiap hari membawakan bekal untuk sang pacar, membuat Ipah ingin ikut mencicipi masakannya. 

Pada akhirnya, Ipah kalah! Untung mereka sempat berdamai sebelum Emak Yati pergi. Jika tidak, tak terbayangkan penyesalan yang Ipah. Bagaimana juga Emak Yati yang mengurus Ipah sejak kecil.

Secara garis besar, buku ini bisa dibaca untuk segala umur, minimal usia remaja mengingat ada bagian Ipah memiliki kekasih hati dan ingin minggat dari rumah.  
Juga terdapat beberapa bagian yang mengisahkan bagaimana Ipah berbicara dengan nada tinggi pada Emak Yati,  hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh mereka yang berusia lebih muda sebagai wujud penghormatan pada yang lebih tua. 

Walau tidak ada adegan syur, namun sebaiknya dibaca oleh mereka yang berusia diatas 17 tahun. Atau dengan didampingi orang tua untuk usia dibawahnya. Setidaknya untuk memberikan pemahaman, bahwa seharusnya Ipah memang tidak berkata tinggi pada Emak Yati meski sedang emosi.

Penulis membuka mata pembaca bahwa tidak ada yang menyayangi diri kita selain keluarga. Mungkin, cara yang dilakukan memang tidak seperti yang diharapkan, tapi pasti ada alasan untuk itu semua. 

Buku ini juga mengajarkan bahwa keluarga tidak selalu harus terikat darah. Bagaimana kedua sahabat Ipah selalu membantu, merupakan bukti.  Demikian juga kekasih Ipah yang mengikuti kemauan orang tua angkatnya, menjadi bukti bakti dan ucapan terima kasih, meski ia tahu bahwa itu salah. 

Hanya dengan melakukan apa yang diminta, ia merasa sudah berbuat sesuatu sebagai ucapan terima kasih atas apa yang selama ini ia terima. Rumit juga kisah percintaan Ipah.

Ide menulis untuk menjadikan makanan, tutug oncom sebagai perajut cerita, merupakan ide yang perlu diacungi jempol, karena secara tak langsung mempromosikan makanan lokal. Pengusaha makanan lokal tentunya akan terbantu secara tidak langsung, karena pembaca buku yang baru mengetahui makanan ini tentunya memiliki keinginan untuk mencicipi.
sumber: https://manisdansedap.com/
menu-sedap/ws.hdks/Nasi-Tutug-Oncom-31480

Dalam https://indonesiakaya.com, disebutkan nasi tutug oncom yang merupakan kuliner khas Tasikmalaya ini terdiri dari nasi dan olahan oncom dengan bumbu kencur yang menjadi ciri khasnya. Kata “tutug” sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berarti “tumbuk.” Hal itu juga merepresentasikan bagaimana proses pengolahannya. Dalam pembuatannya, oncom ditumbuk hingga menjadi butiran kasar lalu dijemur di bawah sinar matahari +/- sehari.

Selanjutnya disebutkan bahwa Oncom yang telah kering lalu ditaburi bumbu-bumbu seperti bawang merah, sedikit gula dan garam, bawang putih dan kencur, kemudian dimasak atau dibakar hingga matang. Oncom yang telah dibumbui kemudian disangrai atau dibakar, ditumbuk hingga halus, lalu ditaburkan di atas nasi dan wajib disajikan dalam kondisi hangat.

Pada situs https://manisdansedap.com tertera harga seporsi Nasi Tutug Oncom yang sangatr terjangkau. Sayangnya jangkauan pengiriman hanya seputar Bandung he he he. Kalau tidak, bisa ikutan mencoba saya. 

Kisah yang sederhana namun penuh cinta kasih pada orang terdekat. Menawan.


Sumber Gambar:
https://manisdansedap.com

Senin, 12 Mei 2025

2025 #5: Seri LIFE Natural Library

Begitulah jika saya kehabisan buku untuk dibaca saat semangat sedang tinggi. Buku yang tak lazim menjadi sasaran.  Bagaimana lagi, mau tak mau, faktor U berperan dalam kecepatan saya membaca dan membuat catatan.

Waktu luang yang ada, dimanfaatkan untuk bobok cantik atau melakukan aktivitas fisik guna meningkatkan kebugaran tubuh. Biasanya saya membereskan tanaman atau rak buku. Sudah tak mampu lagi membaca dalam angkot.

Sebenarnya, seri buku ini bisa dikatakan  sering bersliweran di lapak buku daring, atau ditawarkan di lapak yang ada di pasar buku. Hanya saja, jarang yang merasa perlu membaca dari halaman pertama hingga akhir, kemudian membuatkan semacam catatan tentang apa yang dibaca. 

Buku pertama yang saya baca dan memberikan catatan sekedarnya di Goodreads adalah The Land and Wildlife of Tropical Asia. Butuh sekitar 10 hari, atau lebih, saya sudah tak ingat, untuk bisa menuntaskannya. Maklum, ukuran huruf kecil dan kemampuan bahasa saya yang sangat standar.

Penulis: S. Dillon Ripley and the Editors of Time-Life Books
Cetakan: Pertama-1970

Terdapat 8 bagian dalam buku ini. Mulai dari The South-Eastern Realm, In The Great Forest, An Insect Treasure Trove, sampai The Human Invasion. Kovernya langsung membuat saya terpesona, badak bercula  satu.

Bisa dikatakan masa kecil saya dihabiskan dengan memandang rak buku papa yang penuh dengan seri ini. Saya masih ingat, sekali dalam jangka waktu tertentu, ada om yang datang ke rumah dan membawa 1 buku baru dari seri ini (belakangan baru saya tahu kalau lamanya sebulan).

Kedatangannya selalu dinantikan oleh papa. Pernah suatu hari, buku yang dibawa adalah buku yang sudah dimiliki, terbayang betapa kecewanya papa. Si om yang merasa bersalah memberikan buku tersebut sebagai hadiah.

Kedua pria tersebut saling merasa tidak enak hati. Yang satu merasa tidak enak sudah mengecewakan pelanggan yang mengharapkan buku baru, yang lain merasa tidak enak karena harus menerima buku gratis yang harganya lumayan.

Saya? Senang! Karena akhirnya buku tersebut dihadiahkan untuk saya. Wah rasanya bangga sekali punya satu buku yang serupa dengan yang ada di rak buku papa. Saya memperoleh judul South America dengan gambar burung dominasi warna hijau. 

Sayangnya, buku yang ada di antar si om berbahasa Inggris, sementara saya yang masih SD belum paham bahasa tersebut (kala itu belum banyak SD yg memasukan Bahasa Inggris dalam kurikulum). Sekarang sebenarnya juga masih belum canggih hi hi hi.

Namun, senang saja melihat gambar-gambar yang ada. Jika ada sesuatu yang sepertinya menarik, saya akan bertanya tentang informasi terkait gambar tersebut. Kadang saya kurang paham dengan yang dijelaskan, hanya menganggukan kepala saja, malu rasanya mengaku tidak mengerti, padahal tadi ribut bertanya.

Untuk bisa meminjam, butuh ritual ketat. Salah satunya harus mencuci tangan sampai bersih dan dilap kering baru memegang buku ini. Mungkin karena saat itu buku-buku seperti ini merupakan barang yang dianggap eksekutif. Perlu dijaga dengan sangat baik. Untunglah saya berkesempatan membaca eh melihat, tidak sekedar menjadi pajangan di rumah saja.

Kemudian, tak sengaja menemukan versi bahasa Indonesia dalam judul yang tidak ada dalam koleksi papa. Coba membeli 1 dari lapak yang menawarkan harga paling murah, eh ternyata malah mendapat kejutan.
Penulis: James M. Tanner, Gordon Rattray Taylor, Para Editor Pusraka Time-Life
Cetakan: Pertama-1981
Halaman: 199
Penerbit: Tira Pustaka

Buku ini berisikan aneka informasi tentang proses pertumbuhan manusia yang bukan merupakan hal sederhana, penuh liku dan rumit. Jika dicermati dari  berbagai disiplin ilmu, berbagai eksperimen, dan  sejarah keberadaan manusia, merupakan hal yang menarik.

Perhatikan saja, dalam sebuah keluarga, tidak semua perawakan sama. Memang ada yang serupa, namun ada juga yang sama sekali tidak menyerupai. Belum tingkah polahnya, ada yang menyerupai

Ada 8 bagian dalam buku ini. Mulai dari  Tantangan Abad ke-20, Beberapa Ukuran Pertumbuhan, Tahun-tahun yang Penuh Gejolak,  hingga Mengganggu Alam. Sepertinya  tiap buku memang hanya terdiri dari 8 bagian.

Menariknya, pada tiap bagian terdapat esai bergambar terkait dengan isi bagian. Misalnya, pada bagian Dua Bulan Pertama, terdapat  esai bergambar dengan judul Menciptakan Organisme dengan Sel. Dalam Beberapa Ukuran Pertumbuhan,
esai bergambar berjudul Mencari-cari Rahasia Perkembangan.

Pada bagian belakang, saya menemukan stempel. Ternyata buku yang dibeli bisa dikatakan merupakan koleksi atau arsip dari penerbit. Malah jadi mencari informasi tentang keberadaan penerbit ini. Luar biasa juga mampu menerbitkan terjemahan seri ini pada tahun 80-an.

Isi buku ini bisa dikatakan 80% masih baik, cetakannya masih terlihat sangat jelas. Hanya saja memang mulai ada noda kuning di beberapa bagian. Meski demikian, saya harus membuka perlahan karena halaman mulai lepas karena lem sudah tidak berfungsi.  Mengingat usia buku, rasanya wajar. 

Hem..., rasanya perlu juga mencari judul-judul lain guna melengkapi yang sudah ada.