Minggu, 27 September 2020

020 #39: Sebuah Kisah Pandemi



Penulis:  Jesse F. Bone
Penerjemah: Muthia Esfand
Penyunting: Chandra Kamila
ISBN: 9786239324476
Halaman: 90
Cetakan: Pertama- September 2020
Penerbit: Sunset Road
Harga: Rp 35.000
Rating:4/5

"Kurasa mereka butuh bantuan juga. Penyakit Thurston telah mengacaukan profesi medis. Tapi,  jangan lupa bahwa tempat ini bisa menjadi perangkap maut. Satu kesalahan saja dan kau terjangkit. Biasanya kami mengambil setiap tindakan pencegahan, tetapi dengan virus ini, tidak ada perlindungan yang sepenuhnya berhasil. Jika kau ceroboh dan membuat kesalahan dalam prosedur, cepat atau lambat salah satu molekul protein  
  submikroskopis  itu akan masuk ke sistem tubuhmu.'
~ Pandemi, halaman 7~


Kadang suatu hal terjadi dengan kebetulan yang begitu unik.
Tak ada rekayasa, hanya kebetulan semata,   yang sungguh luar biasa. Tapi faktnya banyak hal yang terjadi seperti itu di sekitar kita. Kisah ini misalnya. Penulis tak pernah mengira bahwa kisah yang ia buat  bisa begitu mirip dengan situasi saat ini.

Novela ini dibuka dengan percakapan, tepatnya wawancara pekerjaan antara dr. Walter Kramer dengan seorang wanita  berambut pirang bernama Mary.  Ia mengajukan diri untuk menjadi asisten sang dokter. Empat tahun lalu ia pernah bekerja sebagai seorang perawat, mungkin itu yang membuat sang dokter mempertimbangkan lamarannya. Atau, karena sudah tak ada  lagi yang mau melamar pekerjaan dengan risiko yang begitu tinggi.

Sebagai ilustrasi kisah, pembaca diberikan info  bahwa saat itu sedang terjadi pademi. 
Terkait hal tersebut, sebagian besar kisah menguraikan bagaimana sang dokter dan asisten berusaha keras mencari cara guna menghambat perkembangan, bahkan menghancurkan virus tersebut. Berbagai upaya untuk menemukan penangkalnya terus dilakukan, berpacu dengan jumlah korban yang meninggal.

Virus yang melanda dikenal dengan nama Virus Thurston.  Penjelasan mengenai apa dan bagaimana penyakit  akibat virus Thurston juga 
dijelaskan dalam buku ini. Semula saya  mengira akan menemukan aneka istilah medis yang bisa bikin diri ini rasanya sakit he he he. 

Untunglah dugaan saya salah. Pastinya ada berbagai istilah medis, temanya saja tentang kesehatan, namun pembaca bisa dengan mudah memahami makna dari istilah tersebut. Jika ada kata yang dianggap bersifat terlalu teknis, biasanya akan ada catatan kaki dari penerjemah. 

Sebagai contoh, pada halaman 25, penerjemah memberikan  penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan "eksudat", yaitu campuran serum, sel, atau sel yang rusak yang keluar dari pembuluh darah ke jaringan, biasanya akibat radang. Suatu hal yang layak dicontoh, memberikan hiburan juga membagikan pengetahuan pada pembaca. Dan penjelasan tersebut tidak ada pada cerita aslinya.

Oh ya, salah satu keunikan buku ini adalah pembaca bisa menikmati dalam dua versi. Bagi mereka yang lebih menyukai versi terjemahan, bisa dibaca mulai halaman 1-47. Sedangkan bagi mereka yang lebih menyukai membaca dalam veri bahasa Inggris, bisa membaca halaman 50-89. Sementara informasi seputar penulis hanya tersedia di halaman 48-49 dalam versi bahasa Indonesia.

Itu sebabnya saya bisa menyebutkan bahwa dalam versi aslinya, pembaca tidak akan menemukan penjelasan terkait istilah medis seperti yang ada dalam versi terjemahan. Cara ini tentunya juga berguna untuk membuat novela ini jadi agak lebih tebal ketika dicetak menjadi sebuah buku.

Meski muncul pertama kali pada tahun 1962, seperti yang disebutkan di atas,  beberapa bagian dalam kisah ini bisa dikatakan begitu mirip dengan situasi pandemi saat ini. Dikatakan  bahwa penyakit ini menyerang semua orang dari segala ras dan usia. Ciri penyakit ini antara lain bantuk-batuk, serta suhu yang agak naik.  Virus menyerang saluran udara, kemudian masuk ke jaringan yang lebih dalam di paru-paru.

Seperti juga dengan situasi saat ini, muncul berbagai khabar perihal penemuan serum anti virus Covid-19, dalam kisah ini juga disebutkan bahwa  percobaan sang dokter menunjukkan titik terang. Meski demikian, bagian yang menyebutkan bahwa perkembangan penyakit tersebut bisa ditunda dengan tembakau, sehingga mereka yang merokok lebih kuat terpapar virus dari pada mereka yang tak merokok, sepertinya bisa  menimbulkan aneka persepsi.

Apa lagi uji coba yang akan dilakukan sang dokter bisa dikatakan ekstrim, meski tujuannya guna keselamatan umat. Meski secara kronologis, hal ini sesuai dengan uraian sebelumnya yang menyatakan bahwa paru-paru pasien yang meninggal karena penyakit ini, menjadi bengkak bernanah. Sementara seorang yang mengisap tembakau (baca:merokok)  walau sudah menunjukkan gejala terkena Thurston mampu bertahan hidup lebih lama.

Padahal, jika dikaji lebih lanjut, asal mula munculnya rokok kretek konon kisahnya adalah untuk mengurangi sesak napas sang penemu, Haji Djamari dari Kudus. Dengan mencampur cengkeh dan tembakau kemudian dilinting dengan bungkus klobot atau daun kering, lalu dibakar untuk diisip. Suara "keretek" yang timbul akibat pembakaran tersebut, membuat rokok tersebut dikenal dengan istilah Rokok Kretek.

Sekedar info, bagi yang tertarik untuk membaca perihal kretek bisa berkunjung ke cerita dibalik sepuntung kretek, atau yang lebih tertarik pada kisah berbau sedikit romantis bisa meluncur ke kretek dalam kisah cinta. Sementara perihal kejayaan pabrik kretek ada dalam  kisah sang raja ketek dari kudus.

Bagi para pembaca kisah fiksi ilmiah, tentunya buku ini perlu dibaca karena menawarkan banyak hal unik. Sementara dengan adanya dua versi bahasa dalam sebuah buku  akan sangat berguna bagi mereka yang sedang belajar bagaimana cara alih bahasa sebuah novel.  Dan, jangan khawatir! Bagi penggemar kisah romantis, ada bumbu percintaan yang membuat buku ini menjadi unik.

Penerbit Sunset Road sungguh memilih waktu yang tepat untuk meluncurkan buku ini. Disaat sedang terjadi pandemi akibat Covid-19, buku ini memberikan secercah harapan  akan ditemukannya cara guna mencegah meluasnya penyebaran serta menangkal virus tersebut. Pembaca bisa menjadi lebih optimis dalam menghadapi situasi saat ini.Tak ada yang tak mungkin. Informasi lebih lanjut terkait buku ini bisa dilihat di IG @penerbit_sunsetroad

Judul kisah ini, Pandemi,  bisa bermakna pada  suatu kondisi dimana terjadi wabah penyakit  secara luas di seluruh dunia. Dengan kata lain, penyakit ini sudah menjadi masalah bersama bagi seluruh warga dunia. Informasi perihal perbedaan antara pandemi, endemi dan lainnya bisa dilihat di sini

Bahkan kovernya pun dibuat  dengan desain yang cukup menggambarkan isi buku. Sudah sangat sesuai dengan kisah. Hanya saja menurut saya, warna putih kurang menarik perhatian jika diletakkan di antara buku-buku lain di toko buku. Walau saya juga tak bisa membayangkan jika warna kover,  katakanlah dibuat menjadi merah muda! Malah jadi aneh.

Tukang alih bahasa, Muthia Esfand, merupakan sosok yang sudah memiliki jam terbang tinggi dalam dunia buku. Berbagai posisi sudah dijajakinya. Bisa dikatakan bagi saya pribadi, jika ada sebuah buku yang mengandung unsur campur tangannya dalam proses penerbitan, maka bisa menjadi jaminan akan ada sesuatu yang unik. Layak dibaca dan dikoleksi tentunya.

Pada bagian kover buku sudah tertulis keterangan bahwa kisah atau buku ini termasuk Novela atau novelet. Yaitu bentuk karya sastra yang lebih kecil dari novel pada umumnya. Kisah dalam novela lebih panjang dari cerita pendek, namun belum sepanjang novel.  

Para penulis fiksi fantasi dari Amerika memandang panjang-pendeknya novela dari banyaknya kata, yaitu antara 17.500-40.000.  Kata novela sendiri berasal dari bahasa Italia, Novella yang berarti dongeng atau berita. Jadi jangan mengharapkan buku ini muncul dalam bentuk yang umumnya kita lihat, berukuran besar dan tebal.

Bacaan akhir pekan yang inspiratif.

Sumber gambar
www.barnesandnoble.com



2 komentar:

  1. Buku tipis yang punya cerita menarik sebab relevan dengan keadaan sekarang. Benar juga, cerita mengenai penemuan vaksin atau serum, jika dibaca sekarang bisa membuat yang baca jadi optimis, di tengah banyak kesulitan akibat pandemi.

    Saya juga rada mengernyitkan dahi pas lihat kovernya. Serasa itu buku non fiksi yang membahas pandemi, dibandingkan tampilan sebuah novela, yang punya cerita fiksi. Menurut saya memang perlu dirubah kovernya kalau memang ingin buku ini dilirik banyak pembaca.

    BalasHapus
  2. Thx masukannya. Diteruskan pada penerbit

    BalasHapus