Sabtu, 14 September 2019

2019 #26: 13 Coretan Pria berusia 31 Tahun



Judul asli: Rindu Lindu 
Penulis: Lalu Abdul Fatah
Desain sampul dan ilustrasi: Sakutangan
Halaman: 104
Cetakan: Pertama- Juni 2019
Rating 3.75/5

Semprul!
Serapah yang paling pas untuk menggambarkan suasana hati saya ketika tuntas membaca buku besutan suami pemilik brownies kukus brownyezz.

Bagaimana tidak, setelah berkutat dengan urusan ABK-Analisa Beban Kerja (bukan saudaranya Anak Buah Kapal lho), lalu pemberitahuan mendadak sehingga harus berurusan dengan sistem Si Harka yang sering memunculkan tulisan eror (kita pasti mau  melaporkan harta, tapi  sistemnya kemarin sungguh bikin stres), tentunya kehadiran sebuah buku disambut dengan gegap gempita. Harapannya buku tersebut bisa menghilangkan rasa penat dan menimbulkan  suasana ceria.

Ternyata, harapan tinggal harapan!
Saya memang bisa tertawa lepas ketika membuka halaman pertama. Ada dua tanda tangan terpampang di sana. Milik penulis dan sang istri. Padahal saya mengira mereka akan benar-benar mengirimkan cap jempol seperti Eyang Djokolelono di posting ini. Siapa tahu mereka berdua juga sejahil saya he he he. Tapi tanda tanga pun diterima.

Halaman selanjutnya berbeda, hiks. Mulailah parade aneka kisah disajikan. Ada kisah yang  membuat saya harus menahan rasa sedih. Lain waktu, saya merinding membayangkan adegan dan situasi yang diuraikan dengan lugas dalam sebuah kisah. 

Walau tak dipungkiri, dari judulnya saja beberapa kisah sudah mampu membuat saya tertawa. Membaca buku ini seakan mengunyah permen Nano-Nano. Beragam! Otomatis emosi pembaca juga teraduk-aduk, ampun deh!

Jika ada yang beranggapan 13 adalah aneka yang kurang baik, aneka sial, maka tidak demikian bagi seorang Lalu. Buktinya ada 13 kisah dalam buku ini. Mulai dari kisah Rindu Linda, Ares, Kelas Surga,  Patung-patung yang Bicara,  Masjid Sakau, hingga Museum Emosi.

Jangan tanya saya kenapa urutannya seperti itu, atau mana kisah yang sebaiknya dibaca terlebih dahulu jika Anda adalah penganut membaca kumcer secara acak. Saya pun penasaran, bagaimana proses pemilihan cerpen dalam buku ini, kenapa urutamnya seperti itu. Tapi, mari kita abaikan urusan receh seperti itu, konsentrasi pada kisah yang disajikan saja. Setuju? Lanjut…. ^_^

Beberapa kisah, membuat saya teringat pada kejadian yang pernah muncul di tanah air. Rindu Lindu sebagai contoh. Sejak awal saya menebak yang dimaksud dengan lindu adalah gempa. Ternyata betul, kisah yang diusung sepertinya (menurut saya) terkait dengan kisah gempa  yang terjadi beberapa waktu lalu. Mungkinkah gempa yang terjadi di Lombok? Karena  sempat terbaca tulisan Gunung Rinjani dalam kisah ini. 

Judul Go & Sen, membuat pembaca akan langsung teringat pada layanan ojek daring. Tidak? Ya minimal saya tertawa. Tapi isi kisah ini yang justru membuat saya langsung melakukan instropeksi diri. Jangan-jangan saya juga demikian, sering muncul konflik tanpa disengaja karena kondisi keduanya sedang tidak baik.

Intinya adalah bagaimana seseorang mau bersikap terbuka dan pengertian dengan pasangannya.  Menerima segala kekurangan dengan lapang dada dan menjadikannya sebagai bagian dari kelebihan dengan cara berbeda. Kadang tak ada salahnya mengucapkan kata maaf terlebih dahulu guna membuat hubungan menjadi lebih berkualitas. 

Kisah Baju Babi, lain lagi. Bercerita mengenai seorang anak yang tidak bisa mempergunakan kaos bergambar wajah babi kesukaannya lagi dikarenakan kedua orang tuanya sudah mengalami perubahan pandangan hidup. 

Banyak yang berubah, mulai dari panggilan bagi kedua orang tua, kesibukan hari Minggu, hingga kaos kesayangan anak. Bagi keduanya, babi adalah hal yang diharamkan, walau hanya tercetak di atas kaos bukan dikonsumsi. 

Mendadak saya teringat pada perdebatan beberapa sahabat ketika membaca kisah ini. Seorang sahabat mengatakan bahwa tas koleksi terbaru sahabat kami merupakan harang haram, karena salah satu bagiannya  mempergunakan kulit atau bulu babi. Sementara sahabat yang lain  beranggapan bahwa haram jika daging  babi dimakan. Terlepas dari itu, penggunaannya bisa diterima. Alih-alih merelai perdebatan keduanya, saya hanya bisa menatap keduanya dengan rasa  takjub yang luar biasa

Gila! Si A yang dulu masuk kategori begundal, Sekarang sudah hijrah, mengutip kalimat yang sering dipakai belakangan ini. Sementara si B yang dulu tak peduli pada penampilan sekarang sibuk memamerkan  tas koleksinya yang harganya bisa melebihi harga sebuah mobil! Luar biasa perubahan yang tejadi pada diri seseorang.

Ah, saya jadi terbayang wajah sedih sang anak ketika dilarang mempergunakan kaos kesayangannya.  Dia  dibuat mengikuti apa yang dianggap baik oleh orang tuanya tanpa  diberikan pendampingan. Anak hanya tahu ada yang berubah, kenapa dan bagaimana tak ada pahamlah ia. 

Jika kedua orang tuanya berpendapat bahwa kaos kesayangan sang anak yang mempergunakan gambar hewan haram sangat tidak baik, ada baiknya keduanya memberikan pengertian. Arahkan kesukaan pada binatang lain, kucing misalnya. Membuat anak  berubah tentunya tak seperti membuat diri Anda berubah.  Tekanan akan akan berdampak kurang baik. Tak menutup kemungkinan jiwanya akan sedikit mengalami ganguan. Kadarnya tergantung pada kondisi anak

Hal yang serupa  terjadi dengan tokoh utama dalam kisah Mati Kamu, Kucing! Bukti bagaimana orang tua memperlakukan anaknya akan berdampak pada perkembangan jiwanya. Sang anak yang biasa hidup dalam tekanan akan melampiaskannya pada hal lain. Ia merasa berkuasa karena bisa  menyakiti orang lain, seperti dulu ia disakiti. Menyedihkan sekali gambaran kehidupan anak-anak dalam kisah ini.

Tema kematian juga bisa ditemukan dalam buku ini, dalam kisah Natal Vanila. Kisah yang menyeramkan menurut saya. Bukan kematiannya yang menyeramkan, atau bagaimana seseorang menemui ajalnya. Namun bagaimana efek kematian tersebut bagi keluarga yang ditinggalkannya. Rasa tak ada sosok tersebut yang akan terasa berat, melebihi rasa sedih karena ditinggalkan.

Secara garis besar, walau kisah-kisah yang ada berkesan sederhana, sesungguhnya banyak pesan moral yang terpendam. Sebagai pembaca, Anda tentunya mampu memetik hikmah dari kisah yang ada. Terbuka dan jujurlah pada diri Anda sendiri, maka Anda akan menemukan beberapa hal yang sangat tersembunyi dalam sebuah sebuah kisah sederhana. 
 Oh ya, menyambung uraian di atas mengenai angka 13, kisah dalam buku ini bisa dianggap sebagai pertanda 31 tahun menjajaki kaki di bumi ini. Tepatnya  8 tahun di Lombok serta menjalani 13 tahun di Pulau Jawa sebagai perantau.  Angka 13 dan 31, dibolak-balik, diatur,  tak berbeda jauh, terdiri dari angka 1 dan 3, maka layaklah jika kisah dalam buku ini ada 13 buah.

Tulisan  Kumpulan Cerita Pendek yang ada di kover, merupakan tindakan yang cukup berani bagi saya. Suatu ketika beberapa penerbit pernah mengatakan bahwa buku seperti ini agak susah dipasaran. Entah zaman yang telah membuat selera pasar berubah, atau penulis yang sangat yakin bahwa buku yang diterbitkan secara indie ini akan laris manis bak pisang goreng.

Sebuah ide nyeleneh muncul, ketika saya tak menemukan nama penerbit dalam buku ini. Tercantum nama percetakan saja. Meski diterbitkan secara indie,  berbaik hatilah pada nyonya terkasih. Beri satu halaman untuk mengiklankan produknya. Sisipkan dalam kisah jika perlu.

Jikalau produk laris tentunya penulis juga akan ketiban rasa bahagia yang tak terkira. Istri bahagia akan membuat suami merasa bahagia, keduanya bahagia maka akan tercipta rumah tangga bahagia (mendadak bijak).

Semula sosok yang melangkah di ujung atas kover saya kira merupakan lambang penerbit. Tapi karena saya tak menemukan nama penerbit, saya asumsikan ini bagian dari desain kover. Saya menangkap bahwa sosok tersebut adalah penulis, Lalu, yang sedang menjalani kehidupan ini dalam berbagai "warna", kadang senang, dilain waktu sedih, marah hari ini, tertawa esok.  Demikian juga dengan lika-liku kehidupan yang terwakili oleh bentuk garis.  Bagi mata saya, itu adalah gambar seorang pria yang sedang berjalan  naik-turun di  lereng beberapa gunung, lereng kehidupan.

Bacaan yang cocok untuk usia remaja, minimal 15 tahun keatas. Cobalah! Hayuh bergerak sedikit, cari via internet bagaiamana cara memperoleh buku ini.  Plus tanda tangan penulis tentunya. Siapa tahu, kesan yang Anda dapat berbeda dengan yang saya peroleh. Saya berikan bocoran sedikit, surel penulis adalah fatabdul@gmail.com ^_^.

Dan..., sebaiknya saya berhenti mengoceh. 

Tak ingin membuang waktu Anda membaca komentar miring saya tentang buku tipis namun berat ini. Cari, eh beli dan bacalah saja!

Oh, ya, sampaikan salam kenal kembali kepada nyonya ya. Stikernya imuts.

Sumber gambar:
FB penulis






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar