Rabu, 23 September 2015

2015 #74: Gerbang Dialog Danur



Pengarang : Risa Saraswati
Penyunting :  Irsyad Zulfahmi
Sampul : Fariza Dzatalin 

Ilustrasi isi: Diantra Irawan & Qori Hafiz
ISBN: 6022201500/9786022201502
Halaman; 223
Cetakan : Pertama, Maret-2015
Penerbit : Bukune 
Harga: Rp 50.000

Namaku Risa. Aku bisa melihat 'mereka'.
Namaku Truly. Aku bisa (tapi sangat tidak ingin) melihat 'mereka"

Salah satu buku yang berjodoh dengan cara yang unik. Sejak pertama kali terbit, sudah tergoda untuk membeli. Entah kenapa sampai di depan kasir mundur teratur. Di lain waktu, hanya melirik tanpa melakukan aksi apapun. Hingga Minggu, 20 September 2015 lalu.  Kenapa? Mungkin saat itu saya masih merasa malu untuk mengakui bahwa ceritanya mirip sekali dengan kisah hidup saya he he he. Ketika membaca ulang sinopsis yang ada di bagian belakang buku,  mendadak  timbul ilham untuk kata pembuka di review. Maka mantaplah buku ini berada dalam keranjang belanjaan saya.

Kisahnya tentang seorang gadis yang mampu melihat 'mereka'. Bagi beberapa orang hal itu dianggap sebagai suatu kelebihan, tapi tidak bagi Risa. Butuh waktu lama untuk berkompromi dengan dirinya sendiri untuk menerima kondisi tersebut. Ia bahkan sempat ingin bertemu dengan salah seorang yang dianggap mampu menghilangkan kemampuannya. Bagian ini persis sekali dengan saya.

Saya bisa memahami bagaimana tidak nyamannya Risa. Bayangkan, saat terjaga mendadak ada sosok yang tak dikenal berada di ujung tempat tidurmu, merintih mohon dibantu. Jika yang muncul mempergunakan wujud ramah, tentunya keterkejutan kita tidak akan terlalu parah. Tapi sering kali mereka muncul dengan kondisi yang sama seperti saat meninggal, kondisi yang mengenaskan bahkan menakutkan.

Risa memiliki lima orang sahabat yang tak pernah bisa menangis dan tua. Betul! Risa bersahabat dengan 'mereka'. Ada lima orang sahabatnya;  Peter, Hans, Hendrick, William serta Janshen. Kelimanya merupakan orang Belanda yang meninggal saat Jepang datang. Mereka dibunuh dengan keji, ditebas kepalanya. Bersama seorang ayah angkat dan beberapa orang eh hantu wanita Belanda lainnya mereka tinggal 'bersama' di rumah keluarga Risa.

Bagian yang mengisahkan bagaimana Risa akhirnya bisa tahu bahwa sahabatnya bukan manusia agak membingungkan bagi saya. Hal tersebut terdapat di halaman 9.

"Tapi semenjak hari itu, hari ketika kulihat mereka meraung-raung seperti tengah kesakitan dengan bercak darah di baju mereka yang lusuh. Hari ketika mereka berteriak."Risa tutup matamu!" Jangan pandangi kami!" Hari ketika mataku terjaga, dan mendapati suara itu muncul dari penggalan kepala mereka yang jatuh terpisah dari baju lusuh yang mereka kenakan. Hari itu aku sadar, tidak mungkin manusia biasa bisa melakukan hal-hal ajaib seperti yang mereka lakukan."

Yang menjadi pertanyaan saya, apa yang memicu mereka mengalami kondisi seperti itu? Kembali di saat kepala mereka menggelinding. Misalnya, setiap tanggal peristiwa naas itu, Peter seakan mengalami pengulangan peristiwa.

Semula persahabat mereka baik-baik saja. Terlepas dari pandangan heran orang lain saat melihar Risa tertawa sendiri di teras depan, berlarian dengan gembira di halaman, atau bahkan saat semua orang mengira ia sedang bicara sendiri. Namun pada tepat pukul dua belas malam di hari ulang tahun Risa yang ke-13,  mereka bertengkar dan sejak itu ia tak bisa melihat mereka lagi.

Ternyata Risa tidak bisa memenuhi janjinya untuk mengikuti jejak Peter dan kawan-kawan. Apalagi sejak dua kali  usaha bunuh dirinya  gagal.Risa mencoba bunuh diri agar bisa selalu bersama dengan mereka. Ia merasa mungkin ia sudah ditakdirkan untuk tidak meninggal terlebih dahulu. Agak menakutkan juga mengetahui anak usia beliau sudah dua kali melakukan upaya bunuh diri.

Selain kelima anak itu, dalam buku ini juga dikisahkan mengenai 'mereka-mereka' yang berupaya melakukan kontak dengan Risa. Ada hantu perempuan yang bunuh diri dengan menggantungkan diri dengan tali. Bunuh diri ternyata tidak menuntaskan masalah. Tambang yang digunakan untuk melilit lehernya masih terlilit kuat dan berat hingga membuatnya sulit bernapas, meski agak aneh juga buat apa ia bernapas toh ia sudah meninggal. 

Asih, nama perempuan itu datang setelah sekian lama tersiksa. Ia memberanikan diri untuk minta bantuan Risa, melepaskan tambang yang ada di lehernya. Ternyata tidak bisa. Asih harus menanggung kesakitan selamanya hingga akhir zaman.

Kisah tentang hantu yang menaruh hati pada manusia membuat saya meringis, antara tertawa mengetahui kekonyolan yang ada serta tak nyaman membayangkan ada 'sesuatu' yang menaruh hati pada kita.

Kelakuan mereka yang jatuh cinta pada manusia bisa dikatakan mirip dengan manusia yang jatuh cinta. Ingin selalu berada di dekat pujaan hati, sibuk membenahi diri sehingga tampil menarik, mencari perhatian hingga memandangi foto idaman hati. Meski begitu, cinta dua dunia tak akan berhasil.

Disamping aneka kisah tentang asal mula'mereka' menjadi hantu, yang dikisahkan langsung oleh 'mereka', terdapat pula semacam catatan harian yang dibuat Risa pada tiap kisah  mereka'. Risa memberikan sedikit ulasan mengenai 'mereka' tanpa bersikap menghamiki apakah yang mereka perbuat benar atau salah. Ia sekedar mengungkapkan fakta yang ada.

Pesan-pesan moral sudah pasti ada dalam buku ini. Yang utama adalah bagaimana kita harus bisa menghargai hidup ini.  Bagaimana kita mengisi kehidupan yang singkat ini degan segala hal yang bermakna dan tidak cepat bertindak bodoh. "Baru sekarang aku tahu kenapa mereka selalu membuat suara-suara tawa mengerikan. Mereka sedang menangisi diri mereka sendiri, dan segala penyesalan atas apa yang pernah merela lakukan. Mereka juga sedang menertawakan diri mereka yang begitu bodoh membuat sebuah keputusan"

Saya penasaran dengan apa itu Danur, seperti yang tercetak sebagai bagian dari judul di kover. Jawabannya ada di halaman 195, saat Risa memberikan ulasan mengenai sosok wanita yang minta dipertemukan dengan kekasihnya. Mereka meninggal saat terjadi kebakaran di gedung bioskop yang baru mereka masuki. Meski meninggal di tempat yang sama, belum tentu mereka bisa bersama.  “..., bau Danur yang begitu menyengat! Kau tahu kan apa itu Danur? Itu adalah air berbau busuk yang keluar dari mayat yang mulai membusuk. Aku benci itu!...."

Secara keseluruhan buku ini layak dibaca sebagai salah satu asupan bagi jiwa.  Tukang pembuat cerita, dianggap memiliki kemampuan untuk bisa berkomunikasi dengan 'mereka', jadi buat saya bukan tidak mungkin kisah yang ada dalam buku ini merupakan kisah nyata yang dikisahkan oleh 'mereka'. Maka, sangatlah perlu kita menjadi lebih mawas diri dan menikmati setiap detik waktu yang kita jalani dalam kehidupan ini. 

Bahasa yang dipergunakan dalam merangkai kata juga mudah dipahami namun mempergunakan kosakata yang mumpuni. Judul yang dipilih membuat pembaca tergoda untuk membaca. Saya tak meletakkan buku ini sebelum selesai membaca. Tak percuma akhirnya buku ini ada dalam koleksi saya. Tentang penulis bisa dilihat di http://www.risasaraswati.com.

Konon khabarnya, 'mereka' bisa dilihat dan berkomunikasi dengan Risa atau orang-orang seperti Risa dikarenakan mereka 'klik'. Ada yang berpendapat kedua pihak memiliki gelombang frekuensi dan aura yang sama jadi bisa saling mengetahui keberadaan satu sama lain. Ada yang mengikuti pelatihan khusus untuk bisa berkomunikasi dengan 'mereka' ada juga yang langsung menutup diri dan berupaya menekan bahkan menghilangkan kemampuan itu. Semuanya tergantung individu masing-masing.

Sudah......
Sana pergi, saya tahu ada kamu tapi saya tidak mau berurusan denganmu
*menatap lurus ke layar monitor*


3 komentar:

  1. merinding baca reviewnya dehhh.... itu risa dalam novel apakah sama dengan risa si penulis? makanya kisahnya berasa kayak beneran kali ya... hiii...

    BalasHapus
  2. Mungkin sis.
    Sepertinya dia tahu banget tentang 'mereka'

    BalasHapus
  3. Novel ini bukan fiksi....ini semacam kisah nyatanya Teh Risa :))

    BalasHapus