Minggu, 19 April 2020

2020 #18: Kisah Perjalanan Sebilah Keris Sakti

Judul asli: Sang Keris
Penulis: Panji Sukma
ISBN: 9786020638577
Halaman:110
Cetakan: Pertama-Februari 2020
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 65.000
Rating: 3.25/5

Sensasi baru kembali kau rasakan. Sepintas kau teringat dengan sensasi itu, sebuah sensasi saat kau digunakan tuanmu untuk menusuk seorang raja yang dianggap sebagai keturunan Wisnu, darah raja itu mengalir melewati dirimu dan sejak saat itu kau tak pernah lagi menikmati merasakan sensasinya. 
~Sang Keris~

Suatu saat,  tanpa sengaja saya melihat foto tentang peluncuran buku yang merupakan Pemenang Kedua Sayembara Lomba Dewan Kesenian Jakarta 2019  di laman FB Mas Teguh Afandi.  Penasaran juga dengan judul yang cukup unik.

Sejauh ini,  saya percaya akan rekomendasi buku yang  beliau berikan. Mungkin saja, rekomendasi dilakukan terkait tugasnya sebagai editor. Namun ketika secara pribadi saya tanyakan bagaimana tanggapannya tentang kisah ini, dan mendapatkan jawaban yang makin membuat penasaran, segera buku ini menambah panjang daftar belanja.

Keteledoran saya yang membuat buku ini tertumpuk sehingga terlewat untuk segera dibaca. Tapi begitulah jodoh saya dengan buku ini, ketika mencari bacaan ringan sebelum tidur, buku ini menampakkan dirinya ^_^. 

Dengan ilustrasi wajah  yang nyaris memenuhi seluruh kover, dan dominasi warna bernuansa coklat, buku ini akan mampu  membuat penikmat buku 
setidaknya melirik tumpukan buku ini saat dipajang di toko  buku. 

Jika diperhatikan dengan seksama, ilustrasi wajah yang terpasang menjadi pertanda setting kisah dalam buku ini. Sejak zaman kerajaan  Jawa kuno hingga saat ini. Oh ya, ilustrasi keris justru tersembunyi pada bagian dalam. Begitu pembaca membuka plastik pembungkus buku, akan terasa ada bagian kover yang  sengaja ditekuk. Di sanalah ilustrasi tokoh kita tercetak dengan menawan. 

Sebagai sosok yang dibesarkan dalam budaya Jawa, saya tentunya mengenal keris. Dalam artian saya tahu  wujud keris, bagaimana cara merawat, serta makna keris dalam kehidupan. Walau tak cukup mendalam, tapi cukup untuk menghargai proses pembuatan sebuah keris dan memahamai maknanya dalam kehidupan.

Kata "Keris" pada judul jugalah yang menjadi  pemikat  utama untuk membaca buku ini.  Maafkan minimnya pengetahuan saya seputar bacaan yang pernah diterbitkan, namun saya belum pernah menemukan dan membaca  kisah yang menjadikan sebilah keris sebagai tokoh utama (jika ada yang tahu tolong kabari saya ya). Tentunya buku ini menawarkan sesuatu yang beda dari versi saya. 

Setelah membaca,  saya jadi tahu, ini bukan  kumpulan cerpen dengan benang merah keris. Tapi merupakan sebuah buku yang menjadikan keris 
Kanjeng Kyai Karonsih  sebagai tokoh utama  dengan rentang waktu peristiwa dari zaman Kerajaan Jawa Kuno, Majapahit hingga Indonesia pada abad 21. 

Dengan halaman yang hanya seratusan, banyak hal  yang menjadi serba tanggung bagi pembaca pencinta detail seperti saya. Tiap bab menyajikan kisah yang berbeda dengan kisah yang lain, sehingga tiap kisah  menurut saya bisa dikembangkan menjadi kisah yang lebih menarik lagi. 

Ketika saya membaca pertanggungjawaban juri pada blurd,  "... beberapa dapat berdiri sebagai cerita  tersendiri...." ternyata apa yang saya rasakan ketika membaca buku ini serupa dengan penilaian dewan juri. Siapa tahu, kelak  penulis mengembangkan beberapa bab menjadi kisah yang lebih  menarik lagi. Apa saja bisa terjadi bukan?

Konsekuensinya tentu akan menambah jumlah halaman yang ada pada tiap bab, secara otomatis menambah keseluruhan jumlah halaman buku. Maka harga  jual tak akan menjadi seperti yang sekarang. Karena perubahan  ketebalan buku otomatis  akan berpengaruh pada harga jual. 

Dari Buku Tosan Aji: Pesona Jejak Prestasi Budaya
oleh Prasida Wibawa
Sementara itu, penerbit juga harus memperhatikan tingkat kemampuan daya beli masyarakat, pada lagi dalam situasi seperti sekarang. Suatu hal yang mungkin akan menjadi pertimbangan penerbit jika ingin melakukan cetak ulang dengan revisi. Kembali, siapa tahu? Optimis sajalah kita ^_^.

Keris Kanjeng Kyai Karonsih diceritakan merupakan keris yang memilki kesaktian luar biasa. Kadang ia sukarela membantu sang pemilik, dilain waktu ada rasa enggan untuk melakukan sesuatu. Keberadaanya berpindah-pindah dari seorang empu, preman pasar, raja, penari, hingga terpasang di sebuah museum. Bahkan ada saatnya ia tak berwujud keris. 

Para tokoh yang lumayan banyak, mengikuti kisah yang beragam ada 15 kisah membuat para tokoh mendapat "jatah" tampil yang sangat singkat. Sepertinya saya  baru mulai akrab  beberapa tokoh, cerita sudah berganti dengan tokoh baru lagi.  

Saya coba mengingat beberapa nama tokoh, yang muncul adalah nama Lembu Peteng, Arya Matah, Ki Ageng Mangir, Ki Narto Sabdo, Suji, Raden Patah serta Perempuan Perancis. Tak banyak ternyata.

Beberapa nama mengusik ikatan saya akan cerita yang pernah saya dengar atau baca. Lembu Peteng misalnya. Kisahnya lumayan sering dibagikan dalam berbagai bentuk. Kisah romantis antara Ki Ageng Mangir dengan putri musuhnya juga kerap disampaikan secara lisan, kebenarannya memang masih harus dikaji ulang.  Atau sosok dalang legendaris Ki Narto Sabdo yang selalu sukses memukau penonton  ketika beraksi.

Jika telaah lebih lanjut, Keris Kanjeng Kyai Karonsih mewakili watak manusia dalam kehidupan. Ketika ia merasa besar kepala dan tersanjung ketika berhasil membantu seseorang menjadi raja, mirip dengan sifat seseorang yang menjadi sombong ketika meraih kedudukan tertentu.

Lain waktu, ketika ia dianggap sudah berjasa dan disimpan dalam tempat khusus di ruang senjata, bahkan sang raja sudah mulai jarang menemuinya, ada rasa tercampakkan. Sangat mirip dengan banyak orang yang mendadak merasa kehilangan wibawa ketika sudah memasuki masa purna bakti. Perlakuan orang dirasakannya berbeda ketika ia masih menjabat.

Selain mendapat hiburan dengan membaca kisah ini,  penulis memberikan banyak informasi mengenai kebudayaan  Jawa bagi pembaca. Bentuknya bisa dalam penyebutan sesuatu hal dalam sebuah kalimat lalu dijelaskan dalam catatan kaki, atau menjadikannya sebagai bagian dari setting kisah. 

Penyebutan empat unsur besi alam yang ada dalam keris pada halaman 6 misalnya, merupakan contoh pemberikan informasi budaya Jawa yang langsung 
melekat pada kisah. Demikian juga  pada halaman 38.  Ketika  Empu Jati Kusuma  sedang meminta Dewi Sasmitarasa  menjelaskan  mengenai bagian keris.

Untuk pengenalan yang diberikan sebagai catatan kaki, biasanya berupa ungkapan atau istilah yang sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, bisa dilihat pada halaman 1, yaitu berupa catatan kaki untuk kata wilah-besi sumber suara pada gamelan, serta demung-salah satu nama inatrumen gamelan. 

Bagi pembaca yang kurang memahami bahasa Jawa, catatan kaki  yang ada memang sangat membantu untuk memahami kisah. Meski beberapa kata terkait keris sebenarnya sudah menjadi kata umum yang bisa dilihat di KBBI. 

Namun dengan jumlah yang lumayan banyak, kesannya terlalu berlebihan saja. Saya melihat ada 90 catatan kaki. Luar biasa bukan! Dilain sisi, hal ini 
menciptakan suasana Jawa yang kental dalam kisah. 

Membaca buku ini membuat saya jadi teringat akan buku Sejarah Keris  dari Arief Staifuddin Huda. Disebutkan pada halaman 45, bahwa  kata keris tertua tercatat pada prasasti  Tukmas yang ditemukan di Karangtengah yang berangka tahun 650 M.  Sementara itu, masih dari buku yang sama, pada halaman 29 terdapat gambar  parung Bhairawa  Sumatra Barat, dimana pisau yang digenggam menurut  Karsten Sejr Jensen adalah  cikal bakal keris.
Dari Buku Petunjuk Praktis Merawat Keris
oleh Ki Dwidjosaputroption

Membaca nama beberapa empu, saya teringat akan semacam daftar nama empu  dan hasilnya dari buku Tosan Aji: Pesona Jejak Prestasi Budaya karangan Prasida Wibawa di halaman 58-59. Lumayan banyak juga ternyata. 

Meski keris sudah cukup dikenal dalam masyarakt, namun tak semua orang tahu mengenai bagaimana cara yang benar membuka dan menyarungkan keris. Apalagi membawanya. Membuat saya membuka buku Petunjuk Praktis Merawat Keris dari Ki Dwidjosaputra. Ternyata ada langkah tertentu yang harus dilakukan. 

Secara singkat, menurut saya ini merupakan sebuah novel yang menawarkan alur non-liner bagi pembaca yang mencari bacaan unik. Apakah Anda berani menikmati sebuah kisah yang tak biasa?

Sumber gambar:
1. Tosan Aji: Pesona Jejak Prestasi Budaya oleh Prasida Wibawa
2. Petunjuk Praktis Merawat Keris oleh Ki Dwidjosaputro





Tidak ada komentar:

Posting Komentar