Senin, 29 Oktober 2018

2016#24: Kisah Tentang Menjadi Ibu


Judul asli: Hush Little Baby
Penulis: Anggun Prameswari
Penyunting: Jia Effendi
Penyelaras aksara: Nunung Wiyati
ISBN: 9786023853816
Halaman: 340
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 79.000
Rating: 4/5


Kukira semua perempuan ingin menjadi ibu
Aku tidak mau jadi ibu
Kenapa aku harus menjadi ibu?
Bagaimana aku tahu caranya jadi ibu, tanpa ada Ibu di sini
Aku butuh Ibu untuk mengalami bagaimana caranya menjadi ibu

Pertama kali melihat buku ini, langsung  jatuh hati. Padahal saya bukan penggemar  berat kisah urban thriller, bagaimana buku ini dikategorikan. Pastinya juga bukan penggemar warna merah, dominasi warna pada kover.

Ada dua hal yang membuat saya tertarik pada buku ini, eh tiga sebenarnya. Pertama kata “ibu” yang tercetak pada kover.  Segala sesuatu terkait ibu pastilah hal yang luar biasa. Kedua, nama  “Anggun Prameswari” entah bagaimana rasanya saya  akrab dengan nama itu. Semula saya mengira itu adalah salah satu sahabat buku saya di Blogger Buku Indonesia-BBI, ternyata salah. Hanya sama-sama berawalan Anggun saja. Ketiga, buku ini penerbit kesayangan saya, membaca nama yang ikut membidani buku ini, minimal sudah bintang tiga. Berarti masuk kategori buku yang terjamin mutunya.

Tokoh  dalam kisah ini jelas perempuan,hal ini terihat dari kalimat yang ada di kover. “…, bagaimana aku bisa menjadi seorang ibu?” Ada beberapa tokoh wanita dalam buku, tiga yang utama adalah Ruby, anaknya bernama  Gendhis,  dan Bibi Ka. Selain mereka masih ada ibu mertua Ruby, Bunda Alana, Rajata suami Ruby (yang ini jelas laki-laki ^_^), serta beberapa tokoh lain yang meskipun kurang mendapat peranan dalam kisah namun justru keberadaannya menjadi penghubung para tokoh.

Menjadi ibu ternyata tidaklah mudah, setidaknya begitu menurut Ruby. Trauma masa lalu membuatnya tidak ingin menjadi ibu. Ketika ia akan menikah dengan Rajasa,  ia sudah mengatakan bahwa ia tidak ingin memiliki anak, ia tak mau menjadi ibu. Suatu hal yang sangat aneh menurut Rajasa. Setiap perempuan pasti ingin menjadi ibu, begitu perkiraan Rajasa.

Meski sudah berusaha untuk tidak menjadi hamil dengan minum pil kontrasepsi, ternyata Ruby tetap hamil. Mungkin ada saatnya ia lupa atau mungkin pilihan untuk mengendalikan kehamilannya kurang tepat. Faktanya ia hamil dan akan segera menjadi ibu.

Masa  hamil, hingga melahirkan,  lalu membawa bayi perempuan yang diberi nama Gandhis, dilewati Ruby dengan berat. Karena berulang kali ia merasa tak layak menjadi ibu. Alam bawah sadarnya merasa takut jika ia tak cukup pantas menjadi ibu. Butuh  waktu dan proses yang melelahkan untuk akhirnya ia mulai bisa menerima sang anak perempuan.

Ternyata urusan tak selesai begitu saja. Tidak cukup dengan Ruby menerima kenyataan ia telah menjadi ibu. Beberapa peristiwa membuatnya dianggap membahayakan bagi sang bayi. Hingga dengan alasan demi keamanan sang bayi, Ruby diharapkan menjauh. Ia bahkan diminta tidur di kamar terpisah dengan sang suami dengan alasan guna menenangkan diri.

Mencermati bagaimana sikap Ruby setelah  melahirkan, bukan tidak mungkin ia mengalami apa yang disebut dengan Baby blues. Pada  https://www.cussonsbaby.co.id disebutkan bahwa  Baby blues  juga dikenal sebagai postpartum blues atau postpartum distress syndrome, ini adalah perasaan emosional yang dirasakan Bunda setelah melahirkan. Jika Bunda baru saja melahirkan dan merasa mudah menangis, mudah tersinggung, dan sedikit tertekan, kemungkinan Bunda mengalami sindrom “baby blues”

Selanjutnya juga disebutkan bahwa perbedaannya ialah, jika postpartum depression akan berlangsung lebih lama, lebih kuat, dan lebih keras gejalanya. Bunda akan merasakan rasa sedih yang berlebih, cemas yang sangat dalam dari biasanya.  Mungkin ada ibu yang mengalaminya, namun ada juga yang tidak.  Ruby bisa dikategorikan berada dalam kondisi mengalaminya. 

Lalu bagaimana Ruby mengatasinya?
Makanya beli dan baca sendiri kisah ini he he he.

Sedikit  bocoran, saya kira ini kisah tentang Riby semata, ternyata bukan! Harusnya Saya mulai curiga ketika membaca uraian di halaman 300-an.Bodoh! Petunjuk sejelas itu bisa terlewatkan.

Jika Anda menyebut Ruby merupakan sosok  yang jahat karena tidak ingin memiliki anak, maka tunggu hingga Anda membaca tuntas kisah ini.  Ada yang lebih jahat! Meski pada kahirnya tetap kebaikanlah yang meneng (begitulah salah satu pesan moral dari kisah ini, kebaikan bagaimana juga akan selalu menang).

Umumnya kisah terkait ibu adalah bagaimana seorang ibu berjuang demi anaknya. Buku ini kurang lebih sama, hanya perbedaannya adalah kondisi traumatik Ruby yang membuatnya menolak menjadi ibu pada mulanya. Namun kasih sayang dan naluri keibuannya jugalah yang membuatnya mampu bangkit dari bayang masa lalu dan berusaha menjadi ibu terbaik. Ini kisah tentang anak perempuan yang berusaha menjadi ibu terbaik bagi anak perempuannya.

Cara penulis bercerita cukup unik. Tiap awal bab baru, pasti akan dimulai dengan kalimat”-Aku, xx tahun.” Polanya maju-mundur. Dimulai ketika tokoh utama berusia 30 tahun lalu mundur pada usia 12, 15, terus bergantian. Hingga penghujung kisah memunculkan kisah ketika tokoh berusia 16 tahun.

Saat tegang membaca kisah, mendadak muncul kalimat yang membuat saya tertawa. Batal deh tegangnya. Kalimat  pada halaman 241 bertuliskan, ".... Yang kamu lakukan kepadaku, benar-benar jahat." Paham dong maksud saya.

Sementara uraian di halaman 74, lumayan membuat kembali ingatan pada kondisi ketika saya hamil. Bagian ini perlu dibaca oleh para calon ibu dan bapak agar mereka bisa mengetahui kondisi seperti apa yang akan dihadapi kelak.

Satu yang masih membuat saya menasaran, kenapa penulis mengambil judul Hush Little Baby untuk buku ini.  Judul tersebut mirip dengan salah satu satu lagi pengantar tidur tradisional dari Inggris. Juga sama dengan judul film yang diputar pada tahun 2007.

Secara garis besar, buku ini layak dibaca oleh semua golongan. Anak muda diharapkan makin mencintai dan menghormati ibunya selesai membaca buku ini. Mereka yang  merupakan warga senior dan masih memiliki ibu, akan makin menghormati dan mencintainya. 

Ada baiknya penulis juga menyelipkan pesan agar kaum muda tidak bersikap sembarangan dan bersikap ekstra hati-hati pada alat reproduksi mereka. Kisah ini bisa dijadikan contoh.

Sekedar pesan, jangan bersikap sok tahu pada akhir kisah. Karena penulis dengan cerdik membuat seakan-akan kita hanya terpaku pada sebuah kisah saja. Padahal ada beberapa kisah yang muncul dalam buku ini. Saya harus mengulang membaca beberapa bagian akhir karena  terlalu tegang hingga melewatkan beberapa hal. Seru! 

Selesai membaca kisah ini, saya jadi ingat pada buku bertema Harry Potter yang belum lama saya baca.  Disebutkan bahwa salah satu ketakutan Herry adalah ia tak bisa menjadi ayah yang baik, karena ia tak  tahu bagaimana melakukannya. Ia tak memiliki semacam role model untuk ditiru.  Demikian juga yang dialami oleh tokoh kita Ruby, ia hanya merasakan betapa sang ibu sangat membencinya.

Jika ingin mengenai lebih lengkap mengenai buku ini, serta tertarik memiliki namun mager keluar rumah saat musim hujan begini,  silakan berkunjung ke situs resmi penerbit di sini.   Ayo kita menyanyi lagu bertema ibu. 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar