Penerjemah: Ingrid Nimpoeno
Penyunting: Yuli Pritania
ISBN: 9786023859634
Hal: 400
Cetakan: Pertama-September 2019
Penerbit: Noura Books
Harga: Rp 89.000
Rating: 4/5
Mengetahui batas pikiran manusia sama dengan mengetahui kekuatan penuh makhluk-makhluk ini. Kalau menyangkut pemahaman, maka akibat dari perjumpaan apa pun dengan makhluk-makhluk ini pasti sangat berbeda di antara dua orang. Batas pikiranku berbeda dengan batas pikiranmu
-Bird Box, hal 280-
Sangat paham bahwa buku dan film memiliki perbedaan dalam banyak aspek. Maka, sebuah buku yang diangkat menjadi film, atau sebuah film yang dijadikan buku, pasti memiliki perbedaan. Kenapa saya tetap ingin menikmati keduanya? Karena dengan menikmati kedua versi, saya bisa menikmati kisah dari dua sisi, sisi cetak dan sisi audiovisual.
Saya juga jadi bisa mengetahui bagaimana persepsi sesorang ketika mengubah sederetan kalimat panjang menjadi adegan dalam film. Atau, bagaimana mendeskripsikan suatu adegan menjadi sebuah kalimat efektif dan mudah dipahami
Buku ini, eh saya ralat, saya coba menggabungkan vesi cetak dan film. Dikisahkan mengenai seorang wanita yang membawa sepasang anak kecil mengarungi sungai selama sekian hari guna menuju sebuah tempat yang aman.
Telah terjadi kekacauan sekitar 4-5 tahun lalu, dimana mendadak banyak orang melakukan bunuh diri setelah melihat "sesuatu". Bahkan ada yang juga membunuh orang yang berada di dekatnya. Hingga akhir kisah, tak ada informasi lebih lanjut mengenai apa dan dari mana "sesuatu" itu berasal.
Dalam buku, hanya disebutkan burung-burung akan bertingkah aneh jika ada "sesuatu" berada di sekitar mereka. Sementara dalam film, ditambahkan infromasi "sesuatu' yang tak terlihat keberadaannya diikuti oleh angin. Dan tentunya juga burung-burung yang ramai menciap.
|
https://www.goodreads.com/ book/show/60421455 |
Rumah hanyalah tempat yang aman. Mereka yang berlindung dalam rumah menutup semua jendela atau apa saja yang membuat seseorang bisa memandang ke luar. Untuk bertahan hidup, mereka harus memakai penutup mata ketika berada di luar rumah, bahkan ketika sedang mencari persediaan makanan.
Meski berada dalam rumah, bukan berarti mereka 100% aman dari bahaya. Bisa saja "sesuatu" berada di depan pintu rumah dan siap menyusup masuk ketika ada yang baru kembali dari mencari bahan makanan.
Mereka yang selamat belakangan tidak hanya berurusan dengan "sesuatu" tapi dengan orang-orang yang sudah dipengaruhi oleh "sesuatu" namun bersikap layaknya orang umum. "sesuatu" mempengaruhi mereka untuk membuat semakin banyak orang membuka tutup mata, atau memandang ke luar rumah, kemudian akhirnya bunuh diri
Demi keamanan, beberapa orang yang selamat mempergunakan burung-burung sebagai alarm keberadaan "sesuatu". Jika saya tak salah ingat, dalam film burung-burung yang dipelihara oleh Malorie-tokoh utama, diperoleh dari swalayan yang mereka jarah. Siapa yang mengira mereka membutuhkan bantuan burung-hewan berukuran kecil untuk bertahan hidup.
Meski agak aneh awalnya melihat tak ada yang protes ketika ia memilih membawa sangkar burung yang lumayan besar dibandingkan sekantong makanan misalnya. Kenapa tidak dibawa tanpa sangkar? Atau diganti sangkar yang lebih kecil. Pastinya bisa ditemukan di sekitar area swalayan.
Sementara dalam buku ini, pada halaman 173-174 dan 205, disebutkan bahwa burung-burung tersebut ditemukan dalam kotak di garasi seorang pemburu. Mereka tak tahu jenis apa dan bagaimana burung-burung itu bisa bertahan hidup. Mungkin saja pemiliknya memberikan makan banyak.
Ketika mengarungi sungai, dalam versi film baru burung-burung dimasukkan dalam kotak supaya lebih mudah dibawa. Bagian ini membuat saya mengira jika judul kisah diambil dari bagian yang mengisahkan tentang keberadaan burung-burung dalam kotak.
|
https://www.goodreads.com /book/show/42110777-bird-box |
Akhir kisah buku dan film sama-sama membahagiakan (sudah bisa diduga). Baik Malorie, dan kedua anak kecil tersebut bisa mencapai tempat yang aman. Di sana mereka menemukan kenyataan yang mengejutkan! Tidak saja karena jumlah yang berada di sana terbilang banyak, namun juga bagaimana kondisi fisik mereka yang berhasil selamat!
Oh ya, adegan orang yang mendadak bunuh diri dalam film, sempat membuat saya mengira ini menyerupai adegan dalam film atau buku The Cell karya Stephen King. Serupa tapi tak sama ternyata. Ada sesuatu, yang tak kasat mata yang mempengaruhi seseorang melalui pandangan. Sementara dalam Cell, pengaruh melalui jaringan telepon.
Namanya juga saya he he he. Bagaimana ketiga orang tersebut bertahan di sungai menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah mereka sama sekali tak pernah berhenti? Bagaimana urusan untuk buang hajat? Apakah tubuh mereka benar-benar mampu bertahan tanpa makan selama di sungai?
Dalam buku saya temukan jawaban dari rasa penasaran saya. Misalnya pada halaman 239 ditulis,"Kakinya dibasahi kencing, air, darah, dan muntahan." Begitulah, salah satu manfaat menikmari versi film dan buku, saling melengkapi.
Kedua anak yang begitu patuh sedikit meragukan bagi saya, karena umumnya anak-anak seusia itu pasti jarang bisa mengikuti perintah dengan baik dan benar dalam waktu yang lama. Andai dalam film dibuat keduanya sedikit melawan peraturan, tidak hanya dengan menyusul dan meninggalkan perahu. tapi sesuatu yang khas anak-anak. Seperti memaksa untuk makan sesuatu, atau minta sesuatu tentunya akan membuat kisah menjadi semakin seru ^_^.
|
https://www.goodreads.com/ book/show/44305641-bird-box |
Tapi bisa saja pengalaman sekian tahun bersembunyi membuat keduanya menjadi sangat taat perintah. Apapun itu, bisa dikatakan keduanya menjadi kekuatan bagi si tokoh wanita untuk mampu bertahan menghadapi segala hal. Tentunya dengan bantuan burung-burung yang mereka pelihara.
Kembali, jadi teringat sebuah kisah. Adegan bertahan hidup membuat saya teringat pada kisah The Revenant karangan Michael Punke masih dari penerbit yang sama. Bagaimana tokoh dalam kisah itu, Hugh Glass berupa bertahan hidup perlu diacungi jempol.
Baik Hugh Glass maupun Malorie, keduanya sama-sama berjuang keras untuk bertahan hidup, meski sumber kekuatan keduanya berbeda. Yang satu karena dendam, sementara yang lain untuk memberikan kehidupan lebih baik, terlepas dari marabahaya bagi kedua anak yang masih kecil.
Bagian paling menyentuh bagi saya adalah ketika wanita hamil yang selama ini tinggal bersama Malorie berhasil dibujuk untuk melihat keluar, ke jalanan, kemudian mulai terpengaruh untuk meloncat keluar dari lantai 2. Malorie dengan segala bujuk rayu berhasil membuat wanita itu menyerahkan bayinya sebelum melompat keluar. Memilukan!
Sebuah kisah yang menarik! Namun, jika diperhatikan dengan seksama, sebenarnya ide kisah yang diolah penulis adalah hal yang biasa, seputar bagaimana seseorang bertahan hidup. Kelebihan kisah ini adalah kemampuan penulis membangkitkan ketegangan pembaca sejak lembar pertama secara konsisten.
Apalagi kisahnya diceritakan dengan alur maju mundur. Film dibuka dengan adegan Malorie yang memberikan arahan keras pada sepasang anak kecil sebelum keluar rumah. Kemudian menuju pada adegan ketika Malorie sedang bercakap-cakap dengan adik perempuannya lalu pergi ke dokter bersama.
|
https://www.goodreads.com/ book/show/58987764-bird-box |
Kekurangannya adalah detail kecil yang terlewat oleh penulis maupun pada film (pada film entah urusan sutradara atau penulis skenario?). Sebagai contoh, mobil yang dipakai untuk menjarah swalayan bisa dikatakan memiliki garasi yang tidak terlalu besar, kemana begitu banyak barang yang sudah mereka siapkan untuk dibawa?
Kemudian, kenapa saat para tokoh turun dan mobil tidak terlihat mereka mengoptimalkan ruangan yang ada untuk membawa bahan makanan? Mereka melenggang turun seakan baru kembali dari belanja bulanan, bukan mencari persediaan makanan. Untuk yang tertarik menonton film, silakan simak dulu ulasannya di laman
berikut.
Bagaimana para tokoh bertahan hidup menujukkan bahwa kepandaian dan kebijaksanaan harus seiring dan sejalan. Waspada perlu, namun bukan berarti menjadi paranoid. Percaya sesama harus, tapi bukan berarti percaya membabi buta. Kerjasama menjadi perekat diantara mereka untuk bisa menghadapi segala rintangan.
Dalam situasi mendesak, manusia cenderung akan mengeluarkan segala potensi secara optimal. Sesuatu yang selama ini tidak pernah mereka duga mampu dilakukan. Malorie, ternyata mampu mendayung selama sekian hari, ia mampu menjalani hari-hari dengan mempergunakan penutup mata yang menyebabkan penglihatannya menjad sangat terbatas.
Terlepas dari kekurangan yang ada (menurut versi saya lho), saya akan merekomendasikan kisah ini bagi mereka yang sedang butuh bacaan atau tontonan untuk memicu motivasi diri. Ayolah, Malorie dengan tutup mata saja bisa bertahan hidup, masak kita kalah! Tak ada yang tak mungkin selama kita yakin bisa dan mau berusaha.
Rasanya tak ingin meletakkan buku sebelum kisah berakhir. Novel Bird Box mendapat Bram Stoker Award Nominee for Best First Novel (2014), Shirley Jackson Award Nominee for Novel (2014), Goodreads Choice Award Nominee for Horror (2014), James Herbert Award Nominee (2015), This is Horror Award for Novel (2014). Lumayan bukan?
Informasi pada laman mizanstore.com disebutkan bahwa penulis kisah ini adalah seorang anggota band The High yang beraliran
rock. Dalam Goodreads (di
sini), disebutkan ada buku kedua dari kisah ini. Mari menunggu, apakah diterjemahkan juga oleh penerbit, atau kita terpaksa membaca versi bahasa Inggris, bagi yang mampu ^_^.
Sumber gambar:
https://www.goodreads.com/
Saya belum sempat membaca bukunya tapi sudah pernah nonton filmnya. Menurut saya tipe cerita yang mengandung usaha bertahan hidup lebih seru dibandingkan dengan cerita hantu-hantuan. Ini selera sih, tapi yang membuat saya suka karena pembaca gampang banget hanyut ke dalam cerita, seakan-akan ikut jadi bagian si tokohnya. Film serupa yang sama serunya itu adalah A Quiet Place.
BalasHapusMenurut saya tipe cerita yang mengandung usaha bertahan hidup lebih seru dibandingkan dengan cerita hantu-hantuan--> setuju!
BalasHapus