Rabu, 10 September 2025

2025 #17: Kisah Kasih Dari Dapur Wilda

Judul asli: Kisah Kasih Dari Dapur
Penulis: Wilda Yanti Salam
ISBN10:6230992884
ISBN13:9786230992889  
Cetakan: Pertama-April 2024
Halaman: 108
Penerbit: Partikular
Harga: Rp 50.000
Rating:3.5/5

Onde-onde labbu topa,
Pejja-pejja labbu topa,
Lana-lana labbu topa,
Putu pesse labbu topa
Putu cangkuli labbu topa
Suwelleng labbu topa
Balaboddi labbu topa,
Toli-toli labbu topa,
Sanggara labbu topa,
doku-doku labbu topa,
eee... labbu maneng pa najaji....*
-hal 53-

Pertama kali melihat buku ini pada acara Hut Marjin Kiri, langsung merasa bahagia karena menemukan sebuah buku tipis yang bisa menemani perjalanan, alias dibaca saat pulang nanti.  Ternyata saya salah! Halamannya memang "tipis" tapi isinya "tebal". Berisi aneka "kisah" tentang kuliner dari sudut pandang penulis-Wilda Yanti Salam yang berasal dari Sulawesi Selatan.

Nyaris lupa membaca jika tidak seseorang yang bertanya,  apakah saya punya buku tentang kuliner? Bongkar-bongkar timbunan mencari buku ini. Sayangnya, hujan deras beberapa waktu tidak memungkinkan saya membaca buku ini dalam perjalanan. Yang ada malah sibuk cari kresek buat melapisi supaya tidak kena hujan.

Sesungguhnya, saya hanya seorang yang suka menguyah. Jangan tanya resep masakan, pasti saya hanya menggelengkan kepala. Membaca buku ini membuat saya merasa semakin tidak tahu apa-apa tentang segala hal yang masuk dalam perut saya, hik.

Sebagai penyuka teh, saya mulai paham bahwa rasa teh yang ada di kota X akan memiliki perbedaan rasa dengan yang berasal dari kota z, walau masih dalam 1 provinsi. Keseruan saya mencicipi aneka rasa teh secara amatir, menjadi sebuah kenangan personal yang tak terlupakan.

Demikian juga aneka makanan bagi penulis ini. Kisah bagaimana ia begitu menikmati makanan berkuah dengan cita rasa ringan dalam Orde Bakso. Gara-gara kuah kuning kecoklatan beraroma ayam dam bawang, ia langsung menjadi fans Mas Nurdin-nama penjual bakso di kompleks.

Bagian yang mengisahkan hanya mencampurkan jeruk nipis, seakan mempertegas perdebatan ringan yang sering terjadi di kios bakso. Dengan kecap atau tanpa kecap, tambah kecap, saos dan cuka atau tidak diberi apa-apa lagi. Hal sepele namun makin membuat suasana makan bersama menjadi lebih seru.

Terdapat 10  kisah kasih (saya lebih suka menyebutnya demikian dibandingkan kumpulan esai), ditambah semacam pengantar dan Kepustakaan. Mulai dari KapurungBallo, hingga  Meramu Rasa Merantau. Hem..., entah kenapa tidak dicantumkan nama editor buku ini oleh penerbit.


Meramu Rasa Merantau, membuat saya ingin mencoba menjajaki kota-kota yang ada di tanah air tanpa merasa menjadi turis yang "diajak" untuk mencoba segala makanan atau mengunjungi tempat pariwisata yang dianggap baik penurut mereka namun belum tentu sesuai dengan diri saya. Niatnya memang baik, namun terkadang  saya tidak menemukan petualangan yang saya cari.

Bagian tentang kulkas alias lemari es, membuat saya tertawa tak henti. Duh, kulkas yang saya pakai di lantai 2 adalah kulkas yang serupa dengan yang ada di kamar  hotel. Terbayangkan betapa repotnya saya harus mengurus bunga es tiap minggu. Mau ganti 2 pintu kok ya mikir dulu urusan listrik dan apakah sebegitu perlunya untuk ganti kulkas.

Meski terdpat unsur kata "dari dapur", jangan berharap menemukan ada resep masakan dalam buku ini. Semuanya tentang curhatan penuis tentang  kenangan indah yang diperoleh dari makanan. Kalau pun bukan makanan namun masih memiliki hubungan dengan makanan.

Sebenarnya saya masih  berharap menemukan ada ilustrasi terutama terkait makanan yang disebutkan dalam buku ini. Narasi yang disampaikan memang membuat perut saya berontak minta diisi padahal wujudnya saja saya tak tahu. Untung ada si mbah G. Duh makin kepingin mencoba.

Membaca apa yang tertera di halaman 67, membuat saya tersenyum. Begitu pula saya diajarkan. Ada yang menyantap "bagian kasar" dan akan ada yang menyantap "bagian halus" dalam suatu kesempatan. Itu sebabnya anak kecil yang tak sengaja memberikan komentar tentang rasa makanan "bagian kasar" yang tidak selezat biasanya akan mendapat teguran halus.

Sebagian besar penduduk di tanah air mengkonsumsi nasi. Nasi yang terhidang merupakan hasil kerja keras para petani menanam padi. Peluh bercucuran merupakan hal yang biasa mereka rasakan ketika bekerja di sawah. Berita menghilangnya beras dari pasaran yang saya dengar beberapa hari ini, membuat saya tanpa sadar ikut merasa was-was, karena salah satu kebutuhan primer katanya menjadi langka.

Dewi Sri akan marah jika nasi tidak dihabiskan, demikian yang sering disampikan pada orang tua ketika melihat anaknya tidak menghabiskan makanan. Dan biasanya si anak akan segera menuntaskan nasi yang ada di piring. Begitulah muatan lokal kita. 

Dalam buku ini, penulis seakan mengingatkan bahwa yang berharga tidak selalu materi. 
Jadi di sini kita hari ini, tidak punya mobil tapi di meja makan ada ikan kering dan ikan laut. Barangkali bagi banyak orang di kampung saya, makan ikan sudah sama berharganya sama punya mobil. Ya, berharga tidak selalu materi, bisa jadi wujudnya adalah sesuatu yang membuat kita bisa menghargai hidup sehari-hari.
-hal 18-
Saya teringat, dahulu setiap Lebaran, hidangan seperti rendang akan hadir di meja makan setelah sholat. Biasanya sudah disiapkan beberapa hari sebelum Lebaran. Kadang-kadang, setelah berbuka puasa,  saya "mencuri" beberapa kentang berukuran kecil (baby potato) yang menjadi pelengkap rendang, bukan rendangnya. Kebahagian saya justru menikmati kentang bukan daging rendangnya.

Belakangan, saya baru tahu bahwa kentang-kentang tersebut memang sengaja dicampurkan dengan rendang karena alasan ekonomi. Dengan mencampur kentang, maka bisa saja seseorang menyendok sepotong daging dan 2 butir kentang. Walau sedikit, semua bisa merasakan rendang. Dan ternyata aksi mencuri saya sebenarnya sudah diketahui banyak orang, hanya karena yang diambil adalah kentang, amanlah saya dari omelan. 

Pada beberapa bagian, terasa seakan disampaikan tidak tuntas alias sekedar saja. Saya masih berpositif ria menduga penulis bingung mau menyampaikan apa karena terlalu banyak kenangan atau hal yang ingin disampaikan. 

Secara keseluruhan, walau isi buku ini bersifat sangat personal, penulis secara tak langsung mengenalkan aneka kuliner yang ada di Sulawesi Selatan. Suatu informasi baru bagi saya yang tinggal jauh dari sana. Menumbuhkan rasa cinta akan budaya tanah air yang beragam.

Para penikmat  dan pemerhati kuliner, sosiologi, serta masyarakat umum direkomendasikan untuk membaca buku ini. Bahkan para mahasiswa parawisata dan pekerja dunia pariwisata di Sulawesi Selatan juga sebaiknya juga membaca buku ini, sehingga bisa memberikan informasi lebih terutama terkait makanan ketika sedang menemani turis.

Andai buku cetak ulang, izinkan saya memberikan 2 usulan. Pertama, berilah ilustrasi tentang makanan atau hal  yang sedang dibahas. Siapa tahu malah bisa mendapat sponsor produsen kulkas dengan barter menyebutkan merek produk pada kisah wkwkwk, sehingga buku ini bisa dicetak secara gratis dan disebarkan secara luas, minimal di Sulawesi Selatan. 

Kedua, mungkin agak personal, bisakah ukuran hurufnya diperbesar? Masih bisa terbaca oleh mata minus-plus saya, namun butuh waktu sehingga sedikit mengurangi greget membaca. Namanya usul lho, diserahkan pada penulis eh penerbit ^_^.

Unik.

*Terjemahan syair:
Onde-onde juga dari tepung beras
Pejja-pejja juga dari tepung beras
Lana-lana juga dari tepung beras
Putu pesse juga dari tepung beras
Putu cangkuli juga dari tepung beras
Suwelleng/suwella juga dari tepung beras
Balaboddi juga dari tepung beras
Toli-toli juga dari tepung beras
Pisang goreng juga dari tepung beras
Doko-doku juga dari tepung beras
Eeeee. semua hanya bisa terjadi
Jika ada ... tepung beras...



Sabtu, 30 Agustus 2025

2025#16: Kisah Karya Rudyard Kipling

Judul asli: Just So Stories
Penulis: Rudyard Kipling
Penerjemah: Titi Andarwati
Editor: Setyaningsih
ISBN: 9786238023257
Halaman: 180
Cetakan: Pertama-2025
Penerbit:bukuKatta
Harga: Rp 70.000
Rating: 3.75/5

Ini memang temuan luar biasa, dan suatu hari manusia akan menyebutnya sebagai tulisan 
-hal 87-

Bisa dikatakan, sebagian besar anak-anak di seluruh dunia mengenal sosok Mowgli, Baloo,  Bagheera dan  nama-nama lain melalui adaptasi buku The Jungle Book ke layar lebar oleh Disney. Tak hanya The Jungle Book, kali ini sang penulis-Rudyard Kipling, juga memukau pembaca buku di tanah air melalui buku  Just So Stories terbitan bukuKatta. Tak sengaja menemukan informasi buku ini di laman penerbit.

Terdapat 12 kisah dalam buku ini, dan sebagian besar judul dimulai dengan kata  Bagaimana. Sebenarnya hal tersebut sesuai dengan benang merah seluruh kisah yang ada dalam buku, bagaimana berbagai hewan dan benda muncul dalam wujud saat ini. Apa yang menyebabkan perubahan? Kenapa bisa berubah? Jawabannya bisa ditemukan dalam buku ini.

Beberapa judul buku yang ada dalam buku ini antara lain adalah  Bagaimana Paus Mendapatkan Tenggorokannya, Bagaimana Unta Mendapatkan Punuknya, Bagaimana Macan Tutul Mendapatkan Bintiknya,  Bagaimana Surat Pertama Ditulis, serta Kupu-Kupu yang Mengentakan Kakinya.  
https://www.goodreads.com/book
/show/561463.Just_So_Stories

Baru membaca judul kisah saja sudah mengundang rasa penasaran. Dalam kisah Anak Gajah di halaman 43, diceritakan bagaimana hidung alias belalai gajah bisa menjadi panjang seperti sekarang. Ternyata dahulu  gajah hanya memiliki hidung sebesar sepatu bot berwarna hitam yang bisa digerakan ke kanan dan kiri.

Karena sifat penasarannya, si anak gajah berpetualang mencari jawaban atas pertanyaan yang tak dijawab oleh binatang lainnya. Tak terduga, terjadi sebuah perkelahian dalam upaya menyelamatkan diri ketika akan menjadi santapan binatang lain. Peristiwa itu  membuat hidungnya memanjang menjadi belalai seperti sekarang. 

Sebagai penggila buku, tentunya saya bersemangat membaca kisah  Bagaimana Surat Pertama Kali Ditulis yang ada di halaman 81. Sungguh seru! Bagian yang mengisahkan kesalahpahaman akibat surat yang berusaha ditulis oleh seorang anak bernama Taffy. Semua ia meminta bantuan seseorang yang tak paham bahasa sukunya untuk mengantarkan surat tersebut pada ibunya di desa tempat ia tinggal.

Sebenarnya, ia menggambar pesan yang bermakna agar sang ibu  mengutus orang mengantarkan tombok ayahnya, karena tombak yang dibawa rusak. Sementara ia sendiri tak mungkin pulang untuk mengambil tombak tersebut. Guna memudahkan menuju lokasi yang jauh dari rumah, ia juga mencoba menggambarkan semacam peta menuju lokasi.
https://www.goodreads.com/
book/show/1548237.Precisamente_as
_

Alih-alih tombok ayahnya dikirimkan, si pembawa surat malah dianggap telah melakukan kejahatan sehingga penduduk mengisi kepalanya dengan lumpur. Rupanya mereka salah mengartikan gambar yang dibuat oleh Taffy. Mereka mengira ayahnya terkena tombak sehingga cedera😀, dan si pembawa pesan yang harus bertanggung jawab.

Keributan yang terjadi, masih berlanjut dalam kisah  Bagaimana Alfabet Dibuat. Tentunya alfabet yang dimaksud berbeda dengan yang kita kenal saat ini. Memang saat mulai dibuat belum sempurna, minimal Taffy dan ayahnya berupaya agar semua orang bisa memiliki pemahaman yang sama tentang suatu gambar, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi lagi.

Memang dalam  kisah tersebut tidak secara langsung melibatkan hewan, namun  tanpa hewan,  upaya  Taffy dan ayahnya menciptakan sebuah  simbol untuk dipahami bersama tidak akan bisa berhasil. Jika demikian, tidak akan ada alfabet. Mereka mempergunakan hewan sebagai pengganti alfabet.

Sebagai contoh, untuk huruf  B adalah gambar Berang-berang Suci dari Tegumai dengan sedikit kejayaan masa lalu. Untuk huruf J  mempergunakan gambar kail ikan yang terbuat dari  mutiara. Sedangkan untuk huruf Y mempergunakan ekor ikan mas yang terbuat dari gading. Membaca diskusi Taffy dan ayahnya sungguh kocak! 

https://www.goodreads.com/book/
show/55775889-los-cuentos-como-son
Sebagai orang dewasa, entah beberapa kali saya menganggukan kepala seakan setuju terhadap  peristiwa yang menyebabkan seekor hewan mengalami perubahan. 

Memang belum tentu benar menurut Teori Evolusi Darwin, tapi membaca kisah yang ada, rasanya bisa saja hal tersebut benar adanya he he he. Benar-benar menghibur. 

Konon Kipling membuat kisah dalam buku ini sebagai dongeng pengantar tidur untuk putrinya. Maka tak heran ketika membaca kalimat pertama seakan membuat kita sedang mendengarkan dongeng, misalnya kalimat "Pada zaman dahulu kala, wahai Kesayanganku...." 

Pada laman https://www.kiplingsociety.co.uk disebutkan bahwa  cerita-cerita itu disebut "Just So" karena ia menceritakannya berulang-ulang, dan anak-anak selalu ingin cerita-cerita itu diceritakan kembali. Ia sendiri yang menggambar ilustrasi hitam putihnya. Terbayang kalau dibuat dalam versi warna, pasti keren banget!

Ilustrasi yang dibuat tidak hanya sekedar ilustrasi namun juga diberikan narasi sehingga membuat kisah semakin menarik. Misalnya ilustrasi yang ada di halaman 40 dari kisah   Bagaimana Macan Tutul Mendapatkan Bintiknya, disampingnya terdapat kalimat yang berbunyi, "Ini adalah gambar Macan Tutul dan orang Etiopia.... Macan Tutul telah mendapatkan titik-titik lain pada tubuhnya, dan orang Etopia telah mengubah warna kulitnya...."
https://www.goodreads.com/book/
show/28156634-just-so-stories

Oh ya, terdapat juga beberapa istilah yang mungkin terasa asing dalam buku ini, seperti Batu Puding dan Man-Friday. Tak perlu risau, terdapat catatan kaki untuk memberikan penjelasan lebih jauh tentang maksud kata tersebut.

Tiap kisah mengandung pesan moral yang berbeda-beda. Mempertimbangkan usia sasaran pembaca atau mendengarkan dongeng dari buku ini, diharapkan mereka bisa menerima dengan mudah pesan yang disembunyikan dengan apik dalam tiap kisah.

Kisah Bagaimana Badak Mendapatkan Kulitnya, memberikan pesan agar dalam kehidupan harus berlaku sopan, jangan memakan yang bukan miliknya. Akibat ia memakan kue milik orang Parsi tanpa izin, seluruh tubuhnya merasa gatal karena rempah-rempah yang ditaburkan oleh orang Parsi pada kulitnya.

Walau buku ini sering disebut buku anak-anak karena mengusung tema fabel, namun kisahnya bisa dibaca oleh segala usia.  Fabel merupakan  salah satu jenis dongeng dengan mengusung binatang sebagai tokoh.  Binatang yang menjadi tokoh  diceritakan mempunyai akal, tingkah laku, dan dapat berbicara seperti manusia. 

Saya menikmati buku ini dengan membaca acak. Sudah tahu dong kisah mana yang saya baca pertama dan selanjutnya he he he. Secara umum, kecuali dua kisah tersebut memang tiap kisah berdiri sendiri sehingga tak ada aturan khusus untuk menikmati buku ini. Bisa dibaca dari lembar pertama hingga terakhir. Atau membaca kisah yang dirasa menarik terlebih dahulu. Bebas saja.

Pada bagian akhir, penerbitkan pemberikan informasi terkait sosok Rudyard Kipling. Tidak hanya sebagai penulis kisah pendek, Joseph Rudyard Kipling juga adalah  seorang novelis  dan penyair.  Dia lahir di Bombay, India pada  30 Desember tahun 1865 dan meninggal saat 18 Januari 1936 di London, Inggris.  Pada tahun 1907, Kipling  meraih penghargaan Nobel Prize in Literature. 

Selain The Jungle Book dan Just So Stories, buku berjudul Gunga Din juga disebut sebagai karya Kipling yang terkenal. Sepertinya belum pernah diterbitkan di Indonesia.  Dalam situs Goodreads, tercatat ada lebih dari 4700-an versi  The Jungle Book. Sedangkan Just So Stories ada 2500-an.  Layak masuk koleksi.

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com


          

Sabtu, 23 Agustus 2025

2025#15: Kisah Nyai Gowok













Penulis: Budi Sardjono
ISBN: 9786022557210
Halaman: 132
Cetakan: Pertama-Mei 2014
Penerbit: Diva Press
Rating: 3/5

"Keperkasaan seorang lelaki pertama-tama bukan dilihat dari tubuhnya yang gagah perkasa, Mas. Itu hanya wujud luarnya. Namun yang penting, ia bisa membuat istrinya merasa senang dan puas. Kalau dia bisa merasa senang dan puas,  maka itu tinggal selangkah lagi baginya untuk merasa bahagia."
-hal 162-
 
Semula,  hanya disebut dalam sebuah percakapan di WA bahkan akan ada kiriman buku terkait budaya jawa. Tidak disebutkan judulnya, membuat penasaran. Tapi, sebagai penggila buku, tentu saya senang mendapatkan hadiah buku.

Begitu buku tiba, saya merasa heran, entah apa yang membuatnya memberi hadiah buku ini.  Mungkin karena buku ini sempat menjadi bahan diskusi beberapa waktu lalu. Mungkin juga karena beliau tahu jika saya mengoleksi buku tentang budaya jawa. Atau, bisa juga karena belum lama ini  beredar film dengan judul serupa.

Tulisan di kover, "novel karmasutra dari jawa," sepertinya yang menjadi alasan buku ini dipilih. Sebagai "guyon" pengingat betapa saya pontang-panting mencari buku Serat Centini untuk menambah koleksi kantor. Sayangnya, banyak yang mentertawakan, tahulah sebabnya kenapa.

Bagus Sasongko merupakan anak  wedana di Randu Pitu. Ia baru saja menyelesaikan prosesi sunatan sebagai tanda menuju kedewasaan.  Pesta meriah diadakan untuknya. Selanjutnya ia akan mendapatkan bimbingan khusus untuk lebih mengenal seluk-beluk tubuh seorang wanita. Dalam beberapa waktu Bagus Sasongko akan "nyantri" pada seorang gowok-Nyai Lindri yang tinggal di desa Gowongan.

Nyai Lindri memberikan pelajaran dengan cara yang tak akan dilupakan oleh para muridnya. Ti
dak saja diberikan petuah bagaimana seorang pria harus menghadapi, bersikap, dan melayani wanita, namun juga memberikan bimbingan praktik untuk membuktikan ajarannya. Semua diajarkan dari ujung jari kaki sampai ujung rambut.

Meski demikian, semua dilakukan secara  bertahap, tidak grusak-grusuk.  Bahkan tak jarang Bagus Sasongko tidak sadar bahwa ia sedang diajar untuk tahu tentang suatu hal terkait tubuh wanita. Tidak hanya dari Nyai Lindri, Bagus Sasongko juga mendapat pelajaran dari "asisten" Nyai Lindri.  Perbedaan cara kedunya memberikan pelajaran, menjadi tambahan ilmu bagi Bagus Sasongko.

Meski bertugas mendidik  Bagus Sasongko, Nyai Lindri selalu mengingatkan bahwa apa yang ia ajarkan hanya boleh dilakukan pada istrinya kelak. Juga jangan sampai diberitahukan pada orang lain atau menjadi bahan obrolan dengan teman-temannya. Ilmu itu, hanya untuk dirinya dan istrinya kelak.

Kembali, menilik klaim sebagai buku kamasutra jawa yang tercetak pada kover, tentunya dalam buku ini banyak ditermukan aneka kisah serta pembelajaran terkait urusan ranjang. Penulis cukup piawai untuk menggambarkan adegan 21+ yang terjadi dengan bahasa yang sangat santun. Bercita tentang 2 orang yang sedang berc1nt4 tanpa menyebutkan adanya adegan s3x. 


Menikmati buku ini, perlu pemikiran yang out of the box. Saya tidak menyinggung soal kepercayaan, namun memberikan pendidikan tentang hubungan suami istri namun tidak boleh melibatkan perasaan, terbukti bukan hal yang mudah.

Konon, gowok bermula dari  rombongan  Laksmana Cheng Hoo yang sengaja membawa seorang wanita bernama Goo Wook Niang untuk mendidik anak-anak lelaki yang mulai beranjak dewasa seperti tradisi yang ada di kalangan istana di Tiongkok. Kesulitan penduduk lokal menyebutkan namanya, membuat ia dikenal sebagai Nyai Gowok.

Menarik membaca kalimat yang tertera di halaman 299.
"Tiga hal yang bisa dilakukan oleh lelaki untuk membahagiakan pasangan hidupnya, yakni anggruliprawesa, jihwaprawesa, serta purusaprawesa.  Pergunakan jari, lidah, baru alat k3l4min."

Berkat Nyai LIndri, Bagus Sasangko menjadi pahan bahwa urusan s3x tidak hanya kepuasan suami semata namun juga menjadi hak istri. Jika dilakukan dengan tepat dapat menambah keharmonisan rumah tangga. Suatu hal yang jarang mendapat perhatian. 

Tak ketinggalan,  sebagai bumbu tentunya diselipkan kisah tentang ajian jarang goyang yang dianggap  mampu meluluhkan wanita. Dalam kisah, disebutkan ada yang begitu terpesona pada Nyai Lindri hingga menempuh segala cara untuk bisa memilikinya. Untungnya, Nyai Lindri mengetahui ajian untuk menolak ajian tersebut.

Oh ya, ajian tersebut sekarang bisa ditemukan media daring dengan mudah. Namun bukan berarti setiap orang bisa mengamalkannya. Jika mengetahui, anggap saja sebagai pengetahuan. Karena untuk mengamalkan butuh persyaratan yang tak mudah.

Selain itu, tidak hanya urusan ranjang, terdapat juga informasi menarik lainnya terkait kereta api sekitar tahun 1955 di Jawa Tengah. Menarik! Saya seakan ikut menikmati acara piknik yang dilakukan oleh para tokoh dalam kisah ini. Juga tentang perjuangan Pangeran Diponegoro.

Mendadak, saya jadi teringat pada salah satu tokoh wayang, Arjuna.  Selalu digambarkan sebagai sosok yang memiliki wajah rupawan, bertutur kata halus, banyak digemari wanita dan  memiliki istri banyak, dijuluki "lelanangin jagad". Bukan tak mungkin  karena  dia bisa mengendalikan diri diri  ketika bersama istrinya.

Sungguh, saya bingung harus menuliskan apa tentang buku ini. Mempertimbangkan isi, buku ini layak dibaca oleh mereka yang sudah memiliki pasangan hidup secara sah menurut agama dan hukum negara. 

Begitulah.

sumber gambar: 
1. https://www.goodreads.com

Minggu, 03 Agustus 2025

2025 #14: Rokat Tase' dan Kisah-Kisah Lainnya

Penulis:Musra Masyari
ISBN 10: 6232412079
ISBN 13: 9786232412071  
Cetakan: Pertama-Februari 2-2-
Halaman:184
Penerbit: Buku Kompas
Rating:3.5/5

Seharusnya Anda tahu, seseorang yang meyakini mitos kadang sama yakinnya akan keberadaan Tuhan!
-halaman 126-

Buku ini saya temukan secara tidak sengaja. Tepatnya, saya melihat foto buku ini pada wag jastip acara diskon penerbit Kompas. Hal pertama yang membuat menarik adalah panduan warna merah-putih pada kover dan gambar orang menari. Warna-warna tersebut mengingatkan pada pakaian  khas daerah Madura. Kemudian secara samar, saya teringat pada topeng yang dipakai penari, mirip dengan yang  dipakai seorang penari yang sedang membawakan tarian topeng dari Madura. 

Makin bertambah tertarik ketika salah satu teman di wag tersebut menyebutkan bahwa buku ini berisi kumpulan cerpen yang mengangkat budaya Madura. Wah! Jika saya tak salah, jarang ada buku seperti ini. Plus, harganya yang teramat sangat ramah dengan kantong, membuat terlalu sayang untuk dilewati he he he.

Dalam buku ini, terdapat 20 cerita, ditambah dengan Catatan Publikasi, dan Tentang Penulis yang sesuai judulnya berisi informasi singkat terkait diri penulis, Muna Masyari. 
Beberapa kisah diantaranya berjudul Gentong Tua; Nyeor Pote: Kasur Tanah; Perempuan Pengusung Keranda; Talak Tiga; Gesekan Biola; Pemesanan Batik; Warisan Leluhur dan Lubang.

Dalam kisah Gentong Tua dan Pemesan Batik, mengusung  tentang kehidupan seorang pembatik  di Madura. Gentong Tua, berkisah tentang Sum, seorang anak pembatik yang merantau dari Tanjungbumi agar mendapat kehidupan yang lebih baik. 

Sayangnya, sang ibu justru harus menanggung kesepian hidup sendiri di rumah setelah ia menolak ajakan suaminya untuk membuka usaha di luar negeri. Sampai si ibu berpulang, ia tak sempat mengantarkan ke peristirahatan yang terakhir.

Pemesan Batik, berkisah tentang seorang pembatik yang menerima pesanan khusus dari seorang pria, Pesanan itu, membuatnya membuka sebuah kamar yang selama 5 tahun tak pernah dimasukinya, simbolis rasa amarah yang membara. Ia ingin mencurahkan rasa amarah yang dulu pernah ia rasakan dalam batik karyanya. 

Sedangkan kisah Rokat Taseyang dipilih sebagai judul buku, berkisah tentang ayah mertua yang tidak sepaham dengan menantunya dan berujung pada kematian.  Sang ayah setiap tahun bertugas menyembelih sapi di rumah kepala desa untuk persiapan rokat. Kepala sapi akan dibawa pulang oleh nelayan yang memiliki anak laki-laki untuk diarak ke tempat syukuran.

Kali ini, ia membawa kepala sapi pulang dengan harapan menantu barunya mau menjadi bagian syukuran  sebagai pembawa kepala sapi. Sayangnya, menantu dengan kesantriannya menolak tugas yang diberikan. 

Selama ini, si mertua bisa menerima kegiatan yang dilakukan si menantu.  Tak  dipermasalahkannya kegiatan membantu mengajar di madrasah nyaris tiap sore.  Karena ia paham bahwa  menantunya bukan sosok yang akrab dengan melaut, hanya sesekali diminta membantu memilah ikan hasil tangkapan  mertua. 

Tapi, ketika menantu menolak tugas yang diberikan mertua, ditambah dengan beribu kata yang seolah menggurui, mertua menjadi marah. Sebagai hukuman, diutusnya menantu untuk ikut berlayar menggantikan dirinya Supaya paham bagaimana suka-duka menjadi pelaut.

Sayangnya, kapal yang berisi menantu bersama 5 nelayan tak pernah kembali. Mereka hilang ketika melaut. Penyesalan si mertua tak pernah berakhir, padahal ia hanya ingin membuat menantunya  kompak dengan nelayan lain, paham beratnya menjadi pelaut hingga mengerti mengapa masyarakat mengadakan Rokat Tase'. Begitulah, sesal akan selalu muncul belakangan.

Ada apa antara penulis dengan kematian? Kecuali Nyeor Pote, Pemesan Batik, Matra Kotheka, serta Penggembala, kisah-kisah lainya mengusung unsur kematian. Atau sebenarnya keempat kisah itu juga mengusung tema kematian namun saya yang kurang peka menyadarinya? 

Saya agak bingung membaca apa yang tertera di halaman 38-39 dalam kisah Kasur Tanah. Tentang maksud kata menikahimu dengan menikahkan. Yang saya tahu, menikahimu berarti menikah denganmu. Sementara menikahkan berarti  mengadakan proses  akad nikah.

Maka kalimat "...titipkan padaku: menikahkanmu di dekat kerandanya" berarti terjadi proses akad nikah di dekat keranda. Sedangkan  "lelaki yang baru saja menikahimu...." berarti laki-laki tersebut baru saja menikah dengan "mu". Hem..., apakah mungkin?

Secara keseluruhan, buku ini menarik untuk dibaca. Tidak saja karena memberikan informasi tentang budaya masyarakat Madura, namun bagaimana perjuangan perempuan Madura dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Beberapa tokoh digambarkan seakan diam dan pasrah saja,  ada juga tokoh yang berjuang untuk mendapatkan apa yang dianggap sebagai haknya.

Pembaca juga mendapat tambahan informasi tentang bahasa Madura melalui catatan kaki. Penulis menyelipkan beberapa kata dalam sebuah cerita guna mendapatkan nuansa yang pas. Agar tidak membingungkan pembaca yang tak paham bahasa Madura maka diberikan catatan kaki. 

Gaya bercerita yang unik juga menjadi nilai tambah dalam buku ini. Ketika membaca sebuah cerita, saya seakan-akan sedang melakukan "FGD" tentang kehidupan sosial bermasyarat dengan salah satu teman. Hanya saja, penulis perlu berhati-hati agar tidak membuat pembaca bingung ketika membaca narasi pergantian  sudut pandang tokoh.

Karena ini berupa kumpulan cerpen, cocok dibaca oleh mereka yang butuh bacaan namun tidak punya waktu lama untuk menuntaskan sebuah buku. Saya sendiri tak butuh waktu lama untuk bisa menamatkan sebuah cerita. Kisah juga tak harus dibaca berurutan, bisa dipilih mana dulu yang disukai. 

Kita belajar banyak dari buku ini, bahwa kehidupan tidak selalu sesuai dengan apa yang kita mau, tapi tetap harus kita jalani. Seperti kematian yang  menjadi bumbu utama penulis, setiap kita pada waktunya juga akan bersua dengan kematian. Hanya tak ada yang tahu kapan dan bagaimana. Maka persiapkan bekal sebanyak mungkin untuk perjalanan panjang itu.





Minggu, 20 Juli 2025

2025 #13: Kisah Beruk yang Menyantap Segalanya

Judul: Santap
Penulis: Haditha M
QRCBN: 6261662851420
ASIN: B0DT741L73
Penyunting: H.M. Machzyumi
Halaman:105
Cetakan: Pertama-2025
Penerbit: Watukayu
Harga: Rp 55.000
Rating: 3.75/5

Ia berhenti di bawah jembatan untuk ngemil kodok-kodok. Lompatannya makin jauh seiring makin banyak ia melalap kodok.
-hal 39-

Pernah dengar orang berkata,"You are what you  eat? " biasanya kalimat tersebut digunakan untuk  menjelaskan bahwa makanan yang dikonsumsi memiliki dampak langsung pada diri.  Pepatah ini diperkirakan muncul pertama kali pada tahun 1826 oleh  Anthelme Brillat-Savarin, yang menulis, "Katakan padaku apa yang kau makan, dan aku akan memberitahumu siapa dirimu." 

Orang yang hanya mau makan daging, giginya akan berbentuk menyerupai taring. Sementara yang rajin mengkonsumsi makanan sehat, tubuhnya lebih bugar dibandingkan yang lebih menyukai makanan cepat saji. Demikian juga dengan tokoh utama dalam buku ini, Beruk.

Beruk merupakan anak yang ditemukan oleh seorang pemulung yang juga memiliki profesi sebagai dukun. Negosiasi tingkat tingginya dengan malaikat maut membuat Beruk tetap diberi izin untuk menghirup udara bebas. Sayangnya, indra pengecap Beruk seakan tidak berfungsi. Ia tak tahu mana rasa enak, mana panas. Semuanya bisa ia makan tanpa masalah.

Ketika Beruk terpaksa dititipkan ke sebuah panti, disanalah sebuah keajaiban mulai terjadi. Otaknya mulai berfungsi setelah ia makan jangkrik. Iyes! Jangkrik yang sering dipelihara orang, yang bunyinya krik krik itu. Ia bisa bercakap-cakap dengan normal. Otaknya tidak korslet lagi, nalarnya jalan. 

Kejutan! Beruk bisa meloncat tinggi dan jauh menyerupai jangkrik. Semakin banyak ia makan jangkrik, semakin tinggi dan jauh ia melompat. Jangan-jangan ia bisa melompat menyerupai Superman sehingga seakan terbang.  Jika bunglon berubah warna mengikuti tempat ia berada, maka Beruk akan berubah mengikuti apa yang ia makan

Suatu saat, Beruk yang sudah mulai paham bahasa Inggris, melihat poster bertuliskan kalimat  "You are what you  eat, " kau adalah apa yang kau makan. Menurut Beruk, karena ia makan jangkrik, maka ia adalah jangkrik. Jadi kalau ia mulai makan sesuatu, maka ia akan berubah menjadi sesuatu itu. 

Sejak itu, beraneka macam "makanan" sudah dicicipi Beruk, selain jangkrik tentunya, Sebut saja tokek, kucing, bahkan tembok rumah sudah pernah dirasakan Beruk. Hanya burung yang tak bisa ia makan, karena susah menangkap burung yang terbang, dan sepertinya tak ada yang memelihara burung di sekitaran panti untuk Beruk curi. Entah bagaimana pencernaannya, yang jelas Beruk baik-baik saja.

Beruk hanyalah satu tokoh dari banyak tokoh yang merajut kisah  dalam buku ini. Anak-anak panti misalnya. mereka mengalami siksaan fisik dan mental dari orang yang seharusnya menjaga dan melindungi. Rasa senasib yang membuat mereka memiliki  persatuan yang kuat.

Walau terkesan masa bodoh, sesungguhnya
Beruk sangat menyayangi mereka. Ia tak rela jika mereka disakiti. Beruk bertindak, membalaskan dendam anak-anak panti. 
"Akan tiba waktunya, sebuah pembalasan." Beruk meyakini itu. Tentang bagaimana caranya ia tidak menjelaskan kepada Ainun. Ini sudah jadi agendanya. Beruk yang akan membalaskannya.
-hal 57-
Walau saya tidak setuju dengan segala hal yang terkait balas dendam, namun penulis dengan apik meracik kata sehingga saya merasa apa yang dilakukan Beruk masih tergolong baik hati untuk ukuran balas dendam. 

Kelakuan para pengelola panti memang tidak bisa diampuni lagi.  Membaca bagaimana mereka menyiksa anak-anak panti, bikin emosi jiwa. Tidak saja hukuman seperti cubitan, mereka juga melakukan perbuatan asusila pada anak-anak yang harusnya mereka lindungi. Anak-anak panti yang lemah, hanya bisa berdoa agak siksaan segera selesai. Bukannya doa orang terzolimi selalu dikabulkan?

Ketika panti bubar karena suatu hal, setiap anak memilih jalannya masing-masing. Tak ada yang ingin tinggal di panti lagi, takut siksaan serupa akan muncul. Demikian juga Beruk. Semula orang-orang menyepelekannya, hingga Beruk menunjukan kekuatan diri. 

Pada akhirnya, Beruk berusaha untuk menjadi yang utama pada rantai makanan. Hingga berujung pada upaya untuk kembali menjadi manusia seutuhnya. Bukan hal mudah mengingat segala macam "makanan" yang ia santap. 

Dan bagaimana nasib Beruk? Bagaimana pula nasib anak-anak panti? Silakan baca sendiri he he he. Tak seru jika semua saya bocorkan di sini.

Beberapa adegan yang cukup membuat merinding seperti yang ada di halaman 80-81, tak layak dibaca oleh pembaca usia dibawah 21 tahun. Sebaiknya jika buku ini cetak ulang, entah kenapa saya yakin akan dicetak ulang lagi,   dicantumkan  informasi untuk usia pembaca di halaman belakang,

Oh ya, jika Anda termasuk pembaca yang gampang merasa jijik, sangat disarankan untuk tidak membaca buku ini sambil makan atau setelah makan. Beberapa kelakuan Beruk bisa mengocok perut, dan membuat keluar apa yang baru atau sedang masuk ke dalam perut.

Saya membaca buku ini dalam perjalanan tugas ke Pontianak. Gocangan pesawat tidak membuat mual, tapi beberapa narasi di bagian belakang kisah yang membuat saya ingin mencari kantong untuk menampung muntah akibat mabok udara yang biasanya tersedia. 

Dalam pesawat, sempat terpikir, kenapa Beruk tidak makan pesawat saja supaya bisa terbang jika susah mencari burung ^_^. Kemudian saya sadar, Beruk bisa berubah menjadi sesuatu yang ia makan, hanya jika yang ia makan adalah makhluk hidup. Duh kenapa saya jadi berhayal yang aneh-aneh. 

Bahkan ketika panitia menyuguhkan kue berwarna merah muda, saya jadi berhayal (lagi), bagaimana jika Beruk yang memakan kue tersebut. Apakah ia akan memiliki warna kulit mengarah merah mudah, dan bentuk rambutnya menyerupai parutan kelapa yang ada dalam kue? Atau hanya sekedar numpang lewat saja. 

Secara keseluruhan, kisah dalam buku ini lacak dibaca untuk mengingatkan diri bahwa dalam kehidupan ini segala sesuatu akan berbalik pada diri kita. Tak ada yang mustahil jika kita yakin bisa melakukan sesuatu.

Bersatu akan membuat segala masalah  menjadi lebih mudah untuk dihadapi. Butuh keberanian untuk melawan kekejaman tapi lebih butuh keberanian lagi untuk membela teman yang mengalami kekejaman.

Pemilihan judul mencerminkan isi kisah tentang segala hal yang disantap oleh Beruk. Demikian juga dengan ilustrasi hewan yang ada, menggambarkan perubahan sesuai dengan apa dimakan Beruk. Warna hijau yang ceria mengundang mata untuk melirik.

Beruntungnya saya mendapatkan hadiah kecil dari penulis yang dituliskan pada halaman persembahan.

Menarik!
Tak sabar menunggu karya selanjutnya.








Senin, 30 Juni 2025

2025 #12: Si Bengal Pai dan Kisah Lainnya

Judul asli: Cerita Si Pai Bengal dan Cerita-Cerita Lain
Penulis: Nasjah
ISBN: 9796907968
EAN: 9789796907960
Halaman: 100
Cetakan: Ketujuh-2014
Penerbit: PT Balai Pustaka
Rating: 3/5

Entah berapa ratus bahkan jutaan kali kalimat, " Jangan menilai buku dari kovernya," disampaikan,  tapi tetap saja, kadang kover menjadi alasan untuk membeli sebuah buku. Saya misalnya. Gara-gara tertarik melihat kover Little Women versi lain, keterusan membeli hingga berjumlah 300-an. Demikian juga dengan buku ini.

Melihat buku ini pada acara di Balai Pustaka beberapa waktu lalu. Warna kuning yang dijadikan sebagai latar kover  langsung menarik perhatian. Ditambah dengan sosok anak kecil yang mempergunakan seragam Sekolah Dasar. Dari mimik wajah serta cara berpakaian, bisa diambil kesimpulan, tanpa bermaksud menyamakan semua anak, ia adalah anak yang  "berbeda". Mengikuti kata yang dipilih penulis, bengal. Tapi selalu ada hal yang unik dari dalam diri anak, mungkin saja orang disekitarnya belum menemukan apa kelebihannya.

Tokoh utama dalam kisah Si Pai Bengal, adalah seorang anak laki-laki bernama Rivai. Nama yang bagus, tapi orang-orang di sekitarnya lebih suka memanggilnya dengan sebutan Si Bengal. Tentunya hal ini bukan tanpa alasan.

Kelakuannya memang luas biasa bengal. Tak terhitung berapa banyak musuh yang ia punya. Apalagi untuk urusan berkelahi, dia jagonya.  Meski begitu, jumlah temannya lebih banyak lagi. 

Suatu ketika, terjadi peristiwa kehilangan uang di kelas. Pai menjadi tertuduh karena ia sempat masuk ke ruangan kelas untuk beristirahat. Guru yang kehilangan memberikan kesempatan untuk mengaku, tapi karena berkeras tidak mencuri Pai menolak. Dia bisa saja bengal tapi pantang baginya mencuri. Lalu siapa sebenarnya yang mencuri uang di kelas?

Kisah berakhir dengan temukannya pencuri yang sesungguhnya. Akhirnya memang ditutup dengan manis, hanya saja "alur kisah" jauh dari manis.  Semakin membaca bagaimana kondisi Pai yang dituduh mencuri dan sikap guru kepala (kepala sekolah mungkin maksudnya),  saya merasa buku ini tidak cocok dengan anak-anak saat ini.

Bisa saja ketika  awal buku ini terbit pada tahun 1952, guru bisa menghukum murid secara fisik. Misalnya dengan menempeleng atau menjewer murid. Zaman sekarang, melakukan kekerasan fisik pada murid sudah dilarang.

Bukan membela pihak mana pun. Dalam buku ini dijelaskan bagaimana kondisi Pai  yang mengalami trauma akibat dituduh mencuri dan mengalami kekerasan. Kondisinya bisa dibilang membuat kuatir. Tapi bukan Pai namanya jika ia mendadak menjadi anak yang manis he he he.

Pada pojok atas terdapat tulisan Album Prosa. Ternyata ini merupakan kumpulan cerita. Cerita yang lain selain Si Pai Bengal adalah  Dua Orang Profesor; Si Rahim Pandu; Kalong yang Dihukum Gantung; Sebuah Boneka; Remah; serta Kasih dan Sayang.

Secara keseluruhan, membaca buku ini membuat kita mendapat gambaran bagaimana kehidupan masyarakat pada sekitar tahun 50-an. Memang disebutkan bahwa buku ini ditujukan bagi anak-anak usia 9-12 tahun, tapi setelah membaca keseluruhan kisah yang ada, sepertinya saya tak akan memberikan buku ini untuk anak dibawah usia 17 tahun. 
https://nusantaranews.co/
biografi-nasjah-djamin-sang-maestro-seni-rupa-indonesia
/

Hal ini dikarenakan ternyata banyak juga hal-hal yang sebaiknya tidak dibaca oleh anak usia 9-12 tahun. Untuk remaja usia 17 tahun, tentunya sudah bisa lebih memilah mana yang perlu diikuti dan mana yang harus dijauhi.

Noeralamsyah "Nasjah" Djamin.  24 September 1924 – 4 September 1997 merupakan seorang pengarang, pelukis, penulis naskah drama, dan ilustrator buku Indonesia. Selain untuk berbagai buku fiksinya, Nasjah juga dikenal untuk berbagai lukisannya, yang dikoleksi pula oleh Presiden Soekarno. Ia juga merupakan salah satu pemrakarsa kelompok lukis Angkatan Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Medan dan Gabungan Pelukis Indonesia di Jakarta (https://id.wikipedia.org).

Terlepas dari semua hal, buku ini layak disimpan sebagai bagian koleksi dari karya penulis senior tanah air.  

Sumber gambar:
https://nusantaranews.co

Jumat, 27 Juni 2025

2025#11: Pengantin Perampok dan Kisah-Kisah Menyeramkan Lainnya

Penulis:  Grimm Bersaudara
Penerjemah: Titik Andàrwati
Editor: Setyaningsih
Ilustrasi: Walter Crane
Cover: Ghoffar Ismail
ISBN: 9786238023219
Cetakan: Pertama-Januari 2025
Halaman: 112
Penerbit: bukuKatta
Harga: Rp 60.000
Rating: 4/5

    "Ibuku membunuh anak laki-lakinya yang masih kecil;
      Ayahku bersedih ketika aku pergi;
     Adik perempuan sangat menyayangiku;
     Dia meletakkan saputangannya di atasku,
    dan mengambil tulang-tulangku agar mereka bisa berbaring
    di bawah pohon arar.
    Cuitt, cuitt, betapa cantiknya aku!"

-Pengantin Perampok, halaman 25-

Sesuai dengan judulnya, buku ini berisikan 10 dongeng yang dianggap paling mengerikan dari seluruh kisah Grimm Bersaudara yang tersohor. Kesepuluh kisah  selain Pengantin Perampok yang dijadikan judul buku, antara lain Uang Receh yang Dicuri; Anjing dan Burung Pipit; Anak Maria; Dua Belas Bersaudara; serta Pemuda yang Pergi untuk Mempelajari Apa Itu Ketakutan.

Setiap kisah memiliki kisah yang berbeda. Dari setting kisah hingga jumlah halaman. Kisah  Anak yang Keras Kepala hanya terdiri dari 1 halaman saja,  sementara  Uang Receh yang Dicuri panjangnya 2 halaman.  Sedangkan kisah Pohon Arar panjangnya lebih dari 15 halaman. Adapun kisah yang paling panjang adalah Pemuda yang Pergi Untuk Mempelajari Apa Itu Ketakutan, lebih dari 20 halaman.

Demikian juga dengan kadar kengerian yang ditimbulkan ketika membaca kisah-kisah yang ada. Jika diurutkan, 3 besar kengerian dalam buku ini, versi saya ada pada kisah Pohon Arar,  Burung Fitcher, dan Pengantin Perampok.

Untuk 2 kisah yang kadar kengeriannya paling rendah adalah Anak yang Keras Kepala,  dan Uang Receh yang Dicuri. Namun ini versi saya, mungkin saja berbeda dengan versi pembaca lainnya.

Membaca kisah Dua Belas Bersaudara, saya seakan kembali pada masa kecil. Saat itu, selain mendapat banyak buku bacaan, saya juga  mengisi waktu dengan mendengarkan kaset seri Sanggar Cerita, semacam dongeng melalui media kaset. 

Versi yang saya dengar agak berbeda dengan yang ada dalam buku. Tokoh saudara perempuan yang membuat saudaranya menjadi burung gagak, saat dalam kayu pembakaran melemparkan semacam baju yang ia buat sendiri pada burung gagak yang terbang mendekat. 

Sayangnya salah satu baju belum selesai sempurna, bagian tangannya baru jadi sebelah. Sehingga  saudara yang memakai baju tersebut salah satu tangannya masih berupa sayap burung gagak. Sementara saudara-saudara yang lain berubah menjadi manusia dengan kondisi tubuh yang sempurna.

Dulu, ketika mendengarkan kisah ini, saya agak bingung sebenarnya. Bagaimana ia bisa melemparkan baju sementara ia diikat di tiang? Tak mungkin tangannya tidak diikat, karena jika tidak diikat ia bisa melepaskan tali yang mengikat badan dan kaki untuk kabur. 

Ketika saya bertanya pada orang yang lebih tua, hanya mendapat jawaban berupa senyuman. Hem... mungkin mereka baru menyadari ada yang kurang pas pada kisah tersebut ketika saya bertanya. Dan mereka tersenyum karena tidak tahu harus memberikan jawaban apa.

Secara keseluruhan, buku ini tidak disarankan untuk dibaca untuk usia dibawah 17 tahun, mengingat kengerian kisah yang ada. Sayangnya penerbit tidak mencantumkan batas usia pembaca pada halaman belakang.

Jika dicermati, ada pesan moral yang terkandung dalam tiap kisah. Anak yang Keras Kepala memberikan peringatan agar  selalu mendengarkan perkaraan ibunya. Uang Receh yang Dicuri memberikan peringatan agar dalam kehidupan tidak mencuri, jika dilakukan tidak akan mendapatkan ketenangan saat meninggal nanti.

Gadis Tanpa Lengan mengisahkan bagaimana seorang anak dalam menjalani kehidupan 100% percaya pada perlindungan Tuhan serta keputusan ayahnya.  Ia dengan iklas menerima segala cobaan yang datang. Sementara kisah Pemuda yang Pergi untuk Mempelajari Apa Itu Ketakutan, mengingatkan untuk selalu menjadi orang yang berani menghadapi segala hal. Ketenangan dan kecerdikannya menjadi faktor utama ia tak pernah takut apapun.

Pada bagian dalam, terdapat ilustrasi cantik buah karya Walter Crane, seorang seniman dan ilustrator buku asal Inggris. Jika diperhatikan dengan lebih seksama, detail yang disajikan benar-benar indah. 

Untuk kover juga tidak kalah menarik. Ilustrasi yang ada sudah menawarkan kengerian plus mengundang rasa penasaran. Paduan warna yang dipilih juga membuat buku ini menggoda mata untuk melirik. Akan bagus jika dipajang di rak buku.

Pembaca akan mendapatkan informasi  terkait Grimm Bersaudara yang dikumpulkan penerbit dari berbagai sumber pada bagian akhir buku.  Buku ini pertama kali diterbitkan dari edisi Bahasa Inggris dengan judul Household Stories, Maxmillan and Company pada tahun 1886. 

Penasaran juga kenapa penerbit tidak memberikan informasi terkait nama penerjemah yang segaja dituliskan pada kover belakang buku ini. Umumnya, jika ada nama penerjemah, editor, atau pemberi semacam Kata Pengantar-siapa saja asal bukan penulis, dicantumkan secara khusus, maka bisa dikatakan ia memiliki nilai lebih.

Dengan memberikan informasi lebih lanjut, pembaca bisa memahami siapakah sosok penerjemah yang namanya sampai dicantumkan khusus pada kover belakang buku. Pembaca tentunya akan ikut merasa bangga jika tahu buku yang dibaca merupakan salah satu karya penerjemah yang cukup dikenal dalam dunia literasi.

Menarik!

Sumber gambar:
Buku Pengantin Perampok