Pengarang : Edi Dimyati
Disain & ttata Letak : Darma AShmadi
ISBN : 978-979-22-6301-5
Halaman : 280
Terbit : Nopember 2010
PT Gramedia Pustaka Utama
Seperti juga kakak-nya, buku ini dlahirkan karena rasa penasaran Edi. Saat berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta, ia menerima sebuat leaflet yang berisi peta Kawasan Kota Tua berikut titik-titik wisata sejarahnya. Dasar gemblung, tak butuh waktu lama untuk memulai hari-hari panjang sekedar memenuhi rasa penasarannya
Secara garis besar, Jakarta (masih) memiliki empat kawasan lingkungan cagar budaya; Situ Babakan, Menteng, Kebayoran Baru serta Kota Tua Jakarta. Masalahnya berapa orang yang pernah mendatangainya? Atau bahkan pernah menyambangi, minimal melewati namun tidak tahu tempat apa itu. Mungkin dengan adanya buku ini orang mulai memperhatikan sekeliling dan belajar mencintai kota tempat tinggalnya.
Buku ini memuat 31 titik yang layak di kunjungi di Kota Tua Jakarta. Beberapa dalam wujud bangunan yang bisa dikunjungi seperti museum, perkampungan dan gedung tua. Beberapa lagi merupakan sarana umum seperti tempat ibadah, rumah abu dan jembatan. Kondisinya juga beragam. Ada yang terawat rapi, ada yang masih dipergunakan, namun ada juga yang hanya selayaknya monumen sejarah belaka.
Gedung Candra Naya yang beralamat di Jalan Gajah Mada no. 188 misalnya. Sekarang bagunan itu tinggal berjumlah dua bangun dan dikerangkeng. Tak banyak yang tahu dalam bangunan ini dulu para pelaku bulutangkis kita seperti Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville berlatih di sana.
Penggemar wisata kuliner juga bisa menikmati Kota Tua Jakarta. Di beberapa bagian kota menyajikan aneka masakan khas yang bisa dinikmati disertai bumbu pemandangan dan suasana nyaman. Kota Tua Jakarta menjanjikan banyak sensasi petualangan, tinggal bagaimana kita menyiasatinya menjadi menarik dan menantang!
Akhirnya jalan-jalan dengan menyambangi toko cindera mata di souvenir Shop Museum Bank Mandiri serta Museum Sejarah Jakarta. Silahkan pilih mana yang anda suka. Jangan lupa membawakan sepotongan kenangan dari pertualangan anda dalam wujud oleh-oleh untuk kerabat rumah.
Entah disengaja atau hal lain, saya sempat menyayangkan tidak adanya informasi standart di beberapa bagian. Misalnya no telpon Stasiun Jakarta Kota, walau alamatnya tertera disana. Lalu Museum Wayang yang memuat informasi mengenai jam buka dan harga tiket justru tidak mencantumkan no telpon dan semacamnya. Memang bisa saja dicari melalui penerangan, tapi belum tentu nomor yang disana adalah yang terbaru. Tentunya hal kecil ini bisa menjadi sebuah kendalal jika ada pengunjung yang akan datang secara rombongan dan perlu melakukan beberaap persiapan terlebih dahulu.
Secara keseluruhan buku ini membuka mata saya akan sisi lain Jakarta yang belum sempat saya sambangi. Membacanya buku ini tidak butuh lama sejak mendarat di rumah saya, namun saya tidak mau buru-buru menuntaskannya. Karena saya tidak mau segera kehabisan sensasi menyusuri sisi lain Jakarta.
habis ini Edi bikin ulah apa lagi yah........?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar