Selasa, 28 Maret 2023

2023 #8: Dedes, Sang Wanita Hebat

Judul asli: Tutur Dedes: Doa dan Kutukan
Penulis: Amalia Yunus
ISBN: 9786239824914
Halaman: 358
Cetakan: Pertama-Maret 2022
Penerbit: baNANA
Harga: Rp 143.500
Rating: 3.5/5

"Hai orang yang melarikan anakku! Semoga tidak lanjut engkau mengenyam kenikmatan! Matilah engkau  dibunuh dengan keris dan istrimu diambil. matilah engkau akibat kecantikan anakku!"

-hal 64-

 

Ketika saya  Sekolah Dasar (atau SMP) dulu, kisah tentang Ken Dedes dan Ken Arok (dalam buku ini ditulis Ken Angrok) sudah disampaikan oleh guru. Siswa diberikan pengetahuan bahwa Ken Dedes istri dari  Tunggul Ametung, seorang penguasa dari Tumapel. Suatu malam ketika tidur, ia dibunuh oleh Ken Arok dengan keris buatan Mpu Gandring, Selanjutnya  Ken Arok menjadi Raja Singasari.

Ketika SMA, penjelasan siapa Ken Arok, Ken Dedes,  Mpu Gandring dan kutukannya mulai disampaikan dengan lebih rinci. Pada pelajaran saat itu, kami hanya bisa menerima tanpa bisa bertanya, alias monolog guru di depan kelas. Padahal saya   sungguh ingin bertanya alasan sesungguhnya kenapa Ken Arok membunuh? Karena saat itu hanya disebutkan Ken Arok tertarik pada Ken Dedes. Lalu, kenapa  Ken Dedes mau menikah dengan Ken Arok, padahal ia adalah pembunuh suaminya? 

Kenapa ia tidak menolak, jika perlu melakukan bela atau pati obong  seperti yang sering dilakukan oleh istri para raja zaman dahulu? Mengutip isi buku ini, bela adalah sebuah ritual pengorbanan diri dalam Hindu, yang dilakukan para istri mengikuti mati suami mereka, atau para dayang setia mengikuti junjungan mereka. 

Layaknya buku Mahakurawa (komen buku pertama di  sini, sedangkan buku kedua di sini), serta Rahwana (bisa dibaca di  sini ), buku ini seakan menjawab pertanyaan yang sekian lama saya pendam. Memang tidak semua, tapi lumayan memuaskan rasa penasaran saya, informasi yang didapat melebihi yang saya dapat ketika sekolah dulu.

Seperti yang disebutkan pada blurd, bahwa  kisah dalam buku ini bersumber dari Pararaton, pembaca akan menemukan banyak bagian yang sangat menyerupai isi Pararaton. Tentunya dengan berbagai pengembangan dari penulis. Sekedar saran bagi mereka yang sudah pernah membaca Pararaton (baik versi asli maupun terjemahan), abaikan sesaat bahwa Anda sudah pernah membacanya sehingga selama membaca tidak sibuk menyatakan kemiripan dengan Pararaton.

Dalam buku peraih juara pertama ajang Kelompok Penerbit Renjana Indonesia Mencari Naskah yang dilakukan pada 2021, pembaca akan mendapati sosok Ken Dedes yang sangat berbeda dari yang selama ini dikenal orang. Bukan hanya sebagai pasangan dari Tunggul Ametung dan Ken Arok semata, dan juga bukan hanya sebagai ibu yang melahirkan para raja. Namun lebih luas lagi.

Kisah ini dimulai dengan bagian yang menceritakan bagaimana proses kelahiran Dedes serta orang-orang yang membantu proses persalinan sang ibu. Meski tak pernah menyatakan kekecewaan karena memiliki anak perempuan, sang ayah menolaknya memberi nama. 

Ia bersikeras bahwa sang putri yang akan memilih namanya sendiri. Selanjutnya, akan dikisahkan tentang kehidupan sang putri, sejak remaja, dewasa, termasuk pernikahannya dan peranannya dalam kerajaan, hingga perjalanan menuju alam dewa.  

Apakah benar burung Prenjak yang bertengger di sebelah kiri pertanda buruk? Akan ada tamu yang membawa berita buruk atau malah berniat buruk? Penulis membangun adegan pembuka ketika Dedes diculik oleh Tunggul Ametung. Sebagai masyarakat Jawa, ketika itu segala sesuatu sering disangkutkan dengan pertanda alam. Apakah selaku pembaca Anda akan mempercayainya atau tidak, terserah pada pilihan Anda.

Walau Dedes selalu bersikap melawan selama berada di Tumapel, ia juga mempelajari banyak hal yang dianggapnya akan berguna untuk membalas sakit hati yang ia rasa kelak. Mulai dari belajar aneka kitab di perpustakaan atas kemaunnya sendiri, hingga mau belajar naik kuda atas perintah Tunggul Ametung, dengan Ken Arok sebagai pelatih

Dedes juga sudah sangat memahami bahwa informasi-disebut petunjuk dalam buku ini, adalah sesuatu yang sangat berguna. Jika tidak berguna saat ini, akan berguna kelak. Petunjuk yang sepertinya sepele, tetap dikumpulkannya.  Walau harganya tidak murah namun dibandingkan manfaatnya kelak, harga menjadi tak berarti. Seperti kondisi saat ini, siapa yang menguasai informasi maka ia menguasai dunia.

Cerita adalah kekuatan merupakan matra yang kini tidak saja kupercaya sepenuh hati, tetapi benar-benar kulaksanakan sampai sekecil-kecilnya.

-hal 175-


Meski buku ini mengisahkan tentang sosok Dedes, terdapat juga bagian yang mengisahkan tentang Perang Ganter. Kondisi perang yang mencekam tergambar dengan jelas pada bagian yang mengisahkan pertempuran antara Anjani dan Prabu Dandang Gendis di halaman 257. Atau gambaran bagaimana mayat-mayat prajurit bergelantungan  di pohon karena mati lemas akibat ulah kera raksaksa. Menyeramkan.

Setiap bab, diberi judul dengan kalimat  unik. Ada yang seolah-olah doa atau harapan. Misalnya saja ada,
Foto: Doc. Tangkapan Layar via instagram
@ainusantara
https://www.detik.com/edu/detikpedia/
d-6579416/ken-dedes-ditampilkan-dengan-
teknologi-ai-begini-rupa-cantik-dan-kisahnya
Semoga Kehidupan Pernikahan Ini Tenteram dan Tidak Pernah Putus; Semoga Mereka Tumbuh Bersama, Saling Mengenal dan Akur dengan Saudara-saudara yang Lain; serta Semoga Perjalanan Roh Tidak Terhambat. Nyaris saya terbawa suasana dengan mengamini tiap judul yang dibaca.

 

Judul yang lain, dibuat seakan sumpah serapah atau kutukan. Membaca judulnya saja, pembaca bisa merasakan kepedihan dan amarah dalam bab tersebut. Semoga Tidak Lanjut Engkau Mengenyam Kenikmatan, pada halaman 33 sebagai contoh. Ada pula Semoga Engkau Dilahirkan Kembali dalam Keadaan Buruk; Semoga Tujuh Raja Mati Ditikam Keris ini; dan Semoga Dunia Terbebas dari Benih Kaummu

Semakin unik, ketika bab terakhir juga diberi judul sama dengan bab awal, yaitu Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia. Bab awal ada di halaman 1 tentunya, sedangkan bab penutup ada di halaman 301.

Supaya pembaca bisa menikmati cerita dengan lebih optimal, maka pada bagian awal penulis memberikan Daftar Tokoh Utama, Silsilah Wangsa Rajasa, serta Limi Masa terlebih dahulu. Dengan demikian pembaca bisa tahu siapa tokoh yang sedang terlibat dalam suatu bagian, apa hubungannya dengan tokoh lain, dan apa perannya dalam cerita.

Terdapat juga  Glosarium yang sangat berguna untuk memahami beberapa istilah yang digunakan dalam kisah. Seperti  dawuh, satuan waktu pada masa Jawa kuno, 1 dawuh sama dengan 90 menit. Ganja dalam kisah ini adalah alas keris, bukan hal negatif lho.
 
Pada Catatan Penulis, saya menemukan  laman yang memuat terjemahan Pararaton dalam bahasa Indonesia, sebuah cara untuk melestarikan dan mengenalkan pada masyarakat luas. Laman  tersebut merupakan laman yang sering saya kunjungi terkait kebutuhan informasi tertentu.

Apa yang tercantum dalam buku ini bisa dikatakan berbeda dengan Pararaton, meski Pararaton disebutkan sebagai sumber informasi. Tokoh Dedes adalah peran utama, otomatis mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan yang lain. 

Menurut buku ini, Ken Dedes merupakan  tokoh  kunci yang berada dibalik kebesaran kerajaan-kerajaan di nusantara. Jadi ingin melihat tayangan dari ASISI Channel tentang Ken Dedes dan Ken Angrok di youtube,

Perihal Pararaton bisa dilihat pada tautan dari ASISI Channel berikut,


Sumber Gambar:
Foto: Doc. Tangkapan Layar via instagram @ainusantara (dalam artikel di https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6579416/ken-dedes-ditampilkan-dengan-teknologi-ai-begini-rupa-cantik-dan-kisahnya)

Sumber Video:
https://www.youtube.com/c/ASISIChannel


.








Minggu, 19 Maret 2023

2023 #7: Dekapan Tunas Ibu Yang Memberikan Kedamaian

Judul asli: Tunas Ibu
Penulis: Yudhi Herwibowo
Penyunting: Dorothea Rosa Herliany
Perancang sampul: Sabina  Kencana
ISBN: 9789797753283
Halaman:173
Cetakan: Pertama-2022
Penerbit: Indonesia Tera
Harga: Rp 76.500
Rating: 4/5

Sekian lama, tak pernah ada seseorang, pun yang memelukku seperti ini. Sungguh, pada detik-detik ini, aku berharap belitan ranting yang semakin terasa meremukkan tubuhku adalah pelukan ibu yang selalu kurindukan selama hidupku.
-Tunas Ibu, hal 72-

Tak terhitung ungkapan jangan menilai buku dari kover, saya dengar dan baca. Tak terhitung pula, saya menyatakan persetujuan pada ungkapan tersebut dengan cara membeli dan membaca buku  berdasarkan blurd atau rekomendasi sesama penggila buku, bukan dari menariknya kover. Tapi untuk buku Mas Yud yang satu ini, menjadi berbeda.

Ada kehangatan yang terpancar dari siluet sosok yang memeluk. Semula saya mengira itu adalah gambar manusia, namun ketika memperhatikan lebih teliti, bukan gambar jemari tapi ranting pohon. Melihat sosok yang lain, sepertinya seorang anak (terlihat dari bagian yang bisa diartikan sebagai sepasang daun telinga) terlihat nyaman dipeluk oleh pohon tersebut, membuat hati terasa tenang dan damai.

Hanya pelukan orang terkasih yang bisa membuat seseorang merasa nyaman. Melihat judul buku, sungguh pas perpaduan judul dengan ilustrasi kover.  Gambar tersebut menunjukkan pelukan Tunas Ibu yang begitu hangat dan nyaman pada seorang anak. Saya langsung membaca kisah tersebut.

Mengharukan. Ada sebuah kepercayaan, jika ingin membeli waktu, maka tanamlah Tunas Ibu. Meski banyak yang tak percaya, tapi ada juga yang dikhabarkan berhasil menanam Tunas Ibu. Hanya Tunas Ibu satu-satunya harapan tokoh utama kita dalam kisah untuk bisa meninggalkan kehidupan kejam yang ia jalani. 

Sebagai tukang komen buku, bacaan selanjutnya jatuh pada kisah Resensi Minggu Ini: Sebuah Buku yang Seharusnya Tak Ditulis. Dikisahkan tentang seorang penulis bernama Daradiluka. Sepuluh tahun lalu ia merilis buku dengan judul  Keheningan yang mendapat sambutan meriah.  Kini ia merilis Keabadian.

Kisah tersebut diceritakan dari sudut pandang seorang yang sering melakukan telaah buku-buku. Ketika buku Keheningan muncul, ia memberikan komentar positif dengan berharap gelombang kebaikan yang melanda seluruh negeri. Sedangkan kemunculan Keabadian, ia justru berharap buku tersebut tidak pernah terbit.

Kisah ini menunjukkan bahwa buku bisa memberikan dampak yang luar biasa bagi pembacanya. Ada yang begitu saja mengikuti isi buku tanpa memakai logika sehingga berbuat tolol seperti membiarkan dirinya dimakan buaya yang kelaparan atas dasar kasihan. Namun ada juga yang mempertimbangkan dengan matang, hanya mengambil hal yang baik saja. 

Pohon Api di Padang Brassa membuat kita waspada dan mawas diri, bahwa perbedaan seharusnya tidak memicu timbulnya permusuhan tapi membuat warna dalam kehidupan bermasyarakat.  Sungguh ngeri rasanya jika apa yang menimpa Darimudijra-tokoh dalam kisah, juga terjadi dalam kehidupan kita. 

Kebaikan yang lakukan, berbalik kembali pada dirinya. Banyak orang yang pernah ditolong membantu bahkan menjadi pengikutnya. Ada saja pihak-pihak  yang menyebarkan kebencian atas dasar perbedaan. Siapa menduga, hal tersebut justru membuatnya celaka,  Ironi lagi, dibunuh di pohon yang ia tanam sendiri.

Kisah 30 Cerita tentang Jendela di Bukit Tidur, selain unik juga memicu adrenalin pembaca untuk segera menuju ke Cerita 30. Begitu semangatnya membaca hingga bisa saja tidak menyadari ada kejanggalan, sampai penulis menyebutkannya pada akhir kisah. Hadeh, begini jika kurang teliti, atau bisa saya sebut terlalu terpesona dengan cara bercerita.

Juru Masak Air Mata sebenarnya sebuah kisah sederhana, berkat kecanggihan Mas Yud meracik kata, maka kisah ini menjadi sesuatu "yang tak biasa".  Tak sedikit yang mengatakan jika memasak dengan rasa cinta maka hasil masakannya akan luar biasa. 

Membuat masakan yang enak memerlukan keahlian sendiri, tapi  tak cukup hanya itu. Ada paduan bumbu yang membuat masakannya itu memiliki citra rasa tersendiri. Dalam kisah ini, air mata kebahagiaan dari orang yang menikmati masakan adalah kunci.

Nah...! Akhirnya ada juga penulis yang terbuka mengeritik iklan tentang metode membaca kilat. Ada jenis buku yang memang tak perlu dibaca secara keseluruhan, dari halaman awal hingga akhir. Buku referensi misalnya, tak akan dibaca seluruhnya. Si pembaca hanya akan membaca bagian  yang memuat informasi sesuai kebutuhannya. 

Tapi ada juga buku yang harus dibaca dari halaman awal hingga akhir, novel sebagai contoh. Ada juga buku yang dibaca dari awal hingga akhir namun tidak berurutan, dimulai dari yang dirasa paling menarik. Buku ini misalnya.
Atau,  iklan cara cepat membaca kilat? Iklan yang aneh. Seakan-akan membaca buku adalah  pekerjaan yang harus diselesaikan cepat-cepat. Padahal pembaca sejati paham sekali bahwa buku-buku bagus harus dibaca pelan-pelan, bahkan kalau perlu diulang-ulang. Entah orang goblok mana yang berpikir membaca buku harus cepat-cepat
-hal 116-
Dari 13 kisah, terdapat 4 kisah yang sama sekali belum pernah dipublikasikan, yaitu  Resensi Minggu Ini: Sebuah Buku yang Seharusnya Tak Ditulis; Pohon Api di Padang Brasa;  Kursus Menggunakan Gunting yang Benar;  dan Hal-hal Kecil yang Terjadi Saat Aku Memutuskan Bunuh Diri.

Tapi, bukannya tak mungkin 9 kisah lainnya juga belum Anda baca? Mempertimbangkan kisah-kisah tersebut dipublikasikan melalui berbagai media massa. Pohon Tuhan sebagai contoh, dipublikasikan tahun 2020 di Cendana News. Seribu Peri dipublikasikan melalui harian Suara Merdeka tahun 2013. Sedangkan kisah Juru Masak Air Mata, dipublikasikan tahun 2015 d harian Suara NTB

Saya tentunya membaca ulang kisah yang pernah saya baca, misalnya Dewi Duri, Si Penebar Pasir si Pemanggil Hujan. Tak ada rasa jenuh. Tiap kisah menawarkan kesan berbeda dibandingkan ketika pertama kali dibaca dahulu.

Secara keseluruhan setiap kisah yang ada mengusung keunikan sendiri khas Mas Yud. Benang merah yang bisa kita peroleh dari  seluruh kisah adalah tentang kehidupan sosial di masyarakat. Ada beberapa kisah yang sama mengusung tema tanaman. 
Sumber: FB Mas Yud

Membaca kisah dalam buku ini mampu membangkitkan imajinasi pembaca, ide-ide kreatif bisa bermunculan karenanya. Bebaskan pikiran Anda ketika membaca. Mengutip yang disampaikan Mas Yud, "Karena kadang saya merasa mereka hidup, dan kerap memberontak dengan kuat.  Maka apa yang perlu saya lakukan, tak lain, hanya mengikutinya...."  
  
Hujan, sebagai contoh, sesungguhnya hal yang biasa terjadi, tapi melalui imajinasi seorang Yudhi, hujan menjadi sesuatu yang luar biasa. Seorang anak kecil membawa awan gelap berisi hujan setiap kali ia pergi. seorang pria menebarkan pasir agar hujan turun. 

Dari sisi ukuran, ini menjadi buku yang akan saya pilih untuk menemani perjalanan. Ukurannya pas untuk dimasukkan dalam tas, ketebalan juga sesuai. Huruf yang dipilih penerbit ramah dengan mata. Hanya saja, tata letak  seperti yang ada di halaman 24 dan 25 membuat gatal untuk komen he he he.

Entah berapa purnama penantian buku ini. Akhirnya muncul juga. Penantian sekian lama terbayar dengan buku yang sesuai bahkan melewati harapan.





Senin, 13 Maret 2023

2023 #6: Kisah Re:

Penulis:Maman Suherman
Penyunting: Pax Benedanto
ISBN: 9786024815615
Halaman: 330
Cetakan: Keenam-Desember 2022
Penerbit: KPG
Rating: 4,75/5

"Saya pikir cuma pe***ur  yang punya angka. Bedanya kalau kamu angka tahun masuk kuliah, kalau saya angka-angka harga saya di mata orang-orang yang mau   ti**r dengan saya. Tiga lima nol nol nol. Tiga ratus lima puluh ribu sekali diti**ri,"lirih Re:.
- Re: dan peRempuan, halaman 260-

Urusan bisnis esek-esek sudah ada sejak zaman dahulu, demikian juga di tanah air.  Ketika Kramat Tunggak  yang merupakan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara ditutup tahun 1999, banyak pro dan kontra bermunculan.  Demikian juga dengan  kawasan Kalijodo yang sekarang difungsikan sebagai Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Tak hanya Jakarta, ada Gang Dolly di Surabaya yang juga merupakan lokalisasi urusan esek-esek. Dalam sebuah  artikel ilmiah di sini disebutkan  bahwa setiap malam sekitar 9.000 orang lebih yang merupakan pekerja seks komersial (PSK), germo, ahli pijat berada di Gang Dolly. Di tempat itu juga ada lebih dari 800 wisma, kafe dangdut, dan panti pijat plus.

Tokoh utama dalam kisah ini, Re:, merupakan salah satu Pekerja S**s Komersial yang khusus melayani pelanggan wanita alias p3l4cur l3sbi4n. Kisah ini ditulis dari sudut pandang seorang wartawan lepas sekaligus  mahasiswa jurusan kriminologi yang sedang mempersiapkan skripsi bernama Herman.

Kesulitan keuangan sering disebut sebagai sebab munculnya pelacuran, apakah Re: juga memiliki alasan yang sama? Silakan Anda putuskan sendiri setelah selesai membaca kisahnya. Ketika kebingungan karena hamil dan minggat dari rumah,  tawaran bantuan dari seorang wanita paruh baya sangat disyukuri Re:. 

Bantuan yang  ia terima ternyata adalah hutang yang harus dibayar dalam jumlah besar. Tak hanya soal tempat tinggal dan makanan, kontrol kehamilan, bahkan dari hal kecil seperti pasta gigi juga masuk daftar hutang yang harus dilunasi Re:

Tak tahu bagaimana  membayar hutang, padahal ia belum lama melahirkan, wanita paruh baya yang dipanggil "Mami" memberikan solusi, Re: harus bersedia menjadi p3l4cur l3sbi4n. Kenapa p3l4cur l3sbi4n? Karena sang "Mami" menganggap p3l4cur l3sbi4n kecil kemungkinan tertular penyakit kelamin. 

Semula buku ini merupakan dua buku dengan judul Re: serta peRempuan, belakangan keduanya dijadikan satu buku. Bagian dengan judul Re: mengisahkan kehidupan Re: serta dunia human trafficking. Sedangkan buku kedua, peRempuan menitikberatkan pada kehidupan Melur, anak Re:.

Re: dan Herman menjalin persahabatan unik. Butuh waktu lama bagi Herman untuk bisa mendapat simpati Re:. Bagi Re:, Herman tidak hanya sekedar supir semata, namun menjadi tempat bercerita. Ketika ia mendapat tips yang lumayan, tak segan memberikan sebagian pada Herman. 

Adegan yang mengisahkan Re: menyisihkan sebagian tips untuk membelikan Herman buku guna membantu menyusun skripsinya, cukup mengharukan. Seketika dalam benak saya,  muncul adegan keduanya berada di depan kasir untuk membayar buku yang dipilih Herman. Kebetulan saya tahu toko buku yang mereka maksud.  Re: sungguh sahabat yang baik, ia ingin Herman mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dengan segera lulus kuliah.

Perasaan pembaca akan diaduk-aduk saat membaca buku ini. Jika kondisi Anda sedang tidak stabil, saya menyarankan untuk tidak membaca karena bisa-bisa Anda menangis tiada henti. Sekedar saran, tapi terserah Anda ^_^.

Sebagai seorang ibu, saya menangis membaca bagian yang mengungkapkan bagaimana Re: melihat dari jauh  dengan perasaan pilu ketika anaknya masuk sekolah untuk pertama kali. Ia tak mau memeluk karena tak ingin tubuh anaknya yang polos dan suci terkena keringat seorang pelacur. Herman mewakili dengan memberikan pelukan dan salam dari Tante Re:.

Jika orang tua lain cukup mengajukan cuti atau dengan mudah meluangkan waktu untuk mengantar anak pertama kali masuk sekolah, Re:  harus menambah jumlah hutang karena hari itu ia izin  tidak bekerja. Bagi Re: jumlah hutang yang bertambah tidak berarti dibandingkan kebahagiaan melihat anaknya masuk sekolah untuk pertama kali.

Banyak orang yang berkomentar mengapa para Pekerja Seks Komersial  segera tidak beralih profesi. Ada yang memberikan saran untuk  bayar hutang dengan mengumpulkan tips yang mereka terima, jika perlu kabur dari "Mami". Tak semudah itu! Salah satu bagian buku mengisahkan bagaimana seorang teman Re: ditemukan meninggal setelah sebelumnya membayar hutang dan menyatakan akan keluar dari asuhan "Mami"
Lu tau ngak, Man. Dia pasti sengaja ditabrak! Dibunuh! Gua yakin itu
-hal 27-
Bagi "Mami" nyawa Re: dan teman-temannya tidaklah berarti. Mereka bisa saja melunasi hutang dan pamit. Tapi belum berarti mereka bisa lepas dari "Mami". Mereka adalah aset bagi "Mami", siapa yang mau kehilangan aset berharga? Jika ada yang berani meninggalkan "Mami" sama dengan mengantar nyawa. Hutang  bisa dianggap hilang alias lunas, demikian juga dengan nyawa.

Cara "Mami" menghabisi mereka sangat kejam. Seakan "Mami" memberikan contoh pada yang lain untuk tidak coba-coba meninggalkannya.  Menguburkan mereka atau membuat pihak-pihak terkait bungkam, adalah hal yang mudah bagi "Mami", tentunya tak gratis. Seperti peristiwa yang menimpa  salah satu rekan Re;. Herman menjadi paham  mempermudah urusan dan tidak ada yang gratis , adalah keahlian lain dari "Mami".

Selanjutnya, pada bagian peRempuan, penulis mengulas tentang Melur yang sudah menjadi beranjak dewasa dan kuliah di Jepang. Sosok Herman sudah membangun keluarga sendiri, dan tetap berhubungan dengan Melur. Ia dan istri menjadikan Melur bagian dari keluarga. 

Sekian waktu Herman berada dalam kebimbangan, apakah ia harus memberitahukan tentang siapa sebenarnya Tante Re:,  Apakah kesempatan ketika Melur sedang berada di Indonesia akan dijadikan kesempatan untuk bercerita. Atau Herman  menutup semua kisah tentang Re: dari Melur.  Pembaca tentu bisa menebak bagaimana akhirnya.

Beberapa orang yang saya kenal berpendapat bahwa kondisi dan kelakuan anak menurun dari orang tuanya. Seperti nenek Re: yang begitu membencinya karena ia adalah anak diluar nikah ibunya. Namun Melur merupakan bantahan nyata akan pandangan tersebut. Ia bisa dikatakan sosok yang memiliki kepribadian menarik dengan budi pekerti baik, dan tentunya masa depan yang menjanjikan.

Akhir buku ini memberikan beberapa pertanyaan bagi saya.  Seperti, apakah sebuah kebetulan semata, Melur berteman dengan anak "Mami". Apakah Melur melampiaskan dendam padanya mengingat bagaimana Re: diperlakukan.  Bagaimana Melur bisa mendapatkan informasi tentang keberadaan sahabat Re:   padahal peristiwa itu sudah sangat lama. Tapi, apa yang tak mungkin dalam kehidupan ini. 
Keadilan yang dilanggar, tidak boleh diadili melalui cara tidak adil
-hal 220-
Secara  keseluruhan, buku yang terinspirasi dari kehidupan nyata membuat mata kita terbuka bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang kurang beruntung sehingga terjebak dalam Human Trafficking di tanah air. masih banyak Re: yang membutuhkan uluran tangan.

Karena diangkat dari kisah nyata, serta merupakan penelitian dalam kurun waktu dua tahun, buku ini memberikan informasi mengenai berbagai hal mengenai dunia tempat Re:  terjebak. Termasuk berbagai istilah dan aturan  yang berlaku di sana.

Maafkan saya yang hanya menyebut "Mami" walau dalam buku disebutkan namanya. Jengah rasanya menyebut dengan Mami X. Wanita seperti itu, tidak perlu dikenal namanya mengingat apa yang ia lakukan pada Re: dan  teman-temannya. 

Apakah ia mengalami kekejaman yang sama sehingga merasa tak ada salahnya berbuat hal serupa pada Re: dan teman-temannya? Entah. Tapi selama beberapa hari setelah menamatkan buku ini, saya selalu merinding ketika melihat cutter. Terbayang rasa ngilu sayatan cutter yang dialami salah satu teman Re:. 

Mengingat isi buku yang sebaiknya dibaca oleh usia tertentu,  tulisan 18+ sangat tepat diletakkan di kover depan. Selama ini banyak penerbit yang menaruhnya di kover belakang. Diharapkan para petugas kasir di toko buku juga memperhatikan usia yang membeli buku ini.

Suatu ketika, video tentang bedah buku ini melewati beranda FB saya, iseng saya menonton. Apa yang disampaikan oleh penulis, lebih menyeramkan dibandingkan dengan apa yang ia tulis. Tentunya ada pertimbangan tertentu sehingga ia tidak menceritakan semua hal dalam buku.

Guna mengurangi rasa penasaran, saya coba mencari skripsi penulis di katalog Perpustakaan UI.  Ah! Ternyata ada versi digitalnya. Segera unduh, beruntungnya saya menjadi orang yang bisa membacanya.

Oh, ya, ada bagian yang mengisahkan bagaimana Herman berkunjung ke fakultasnya dulu untuk mencari skripsinya. Kemudian diarahkan untuk mencari di perpustakaan pusat. Sepertinya saya perlu meluruskan sedikit. Sejak melakukan integrasi seluruh perpustakaan fakultas pada tahun 2011-2012 maka tidak ada lagi namanya Perpustakaan Pusat UI, hanya ada UPT Perpustakaan UI. 

Untuk UIANA-karya civitas UI, bisa dilihat secara digital atau cetak secara langsung di lantai 3. Beberapa karya membutuhkan akses alias masuk kategori membership untuk bisa mengunduh, seperti skripsi penulis.  Tapi jika dibutuhkan bisa meminta bantuan petugas.

Sebagai penyuka warna biru, baru kali ini saya tidak menyukai buku dengan kover bernuasa biru. Gambaran suram dan kelam terpancar jelas.  Penggunaan warna merah pada "Re" di kalimat perempuan seakan menunjukkan amarah yang menggelora. Entah hanya halunisasi saya, tapi saya seolah bisa melihat ada siluet cutter si "Mami" dalam kover.

Apakah ada buku selanjutnya yang berkisah tentang Melur, selain peRempuan? Entah, mari kita tunggu. 


Kamis, 09 Maret 2023

2023 #5: Kisah Seputar Teh di Nusantara

Editor: Muhammad Hilmi Faiq
ISBN: 9786232419858
Halaman: 138
Cetakan: Pertama-2021
Penerbit:  Buku Kompas
Rating: 3,5/5

Teh sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat kita. Jika kita menikmati makanan di warteg hingga restoran, maka sering kali mendapatkan es teh tawar atau teh tawar hangat secara gratis. Beberapa youtuber asal Indonesia yang tinggal di luar negeri sering membawa teh dalam kemasan untuk oleh-oleh, karena dianggap rasanya yang khas.

Tak hanya dalam wujud minuman, teh juga sudah diproduksi dalam bentuk beragam. Masker, sabun, panganan, bahkan dalam buku ini disebutkan ada kerupuk dari teh. Hem..., penasaran seperti apa rasanya.

Buku ini merupakan versi cetak dari Jelajah Kompas, lengkapnya bisa dilihat pada laman berikut. Dalam buku ini terdapat lebih dari 25 laporan jurnalistik yang bisa dinikmati.  Mulai Bedak, Gincu, dan Pucuk-pucuk Daun Teh; Hampir Mati karena Tanpa Narasi; Pendekar Teh Pasir Canar; Gending Nyai Ken Sari; Warisan Kehidupan di Perkebunan; dan Kami Juru Bicara Teh. Yang menarik terdapat bagian Sumber Naskah yang menyajikan informasi dari mana bahan tulisan dalam buku ini, bisa dibaca jika ingin menambah wawasan tentang teh.

Pada Pengantar, saya langsung merasa was-was mengkonsumsi teh yang bukan buatan tanah air setelah membaca kalimat berikut, "Ketua Internasional Tea Smallholders (Federasi Petani Teh Internasional/CITS) Rachman Badruddin mengungkapkan teh dari Vietnam, dari Thailand, dan dari berbagai tempat masuk kemari karena memang tidak laku dijual ke Amerika dan Eropa. Tidak bisa dijual ke Amerika karena mereka tidak bersih dari pestisida."


Tak sedikit teman sesama penyuka teh yang memamerkan dengan bangga berbagai teh import dari luar negeri yang dibeli dengan harga mahal. Bukan tak mungkin beberapa dari teh tersebut seperti yang dikatakan oleh Rachmain Badruddin, tidak bebas pestisida. Membuat khawatir jika begitu. Untung saya lebih menyukai teh lokal, minimal lebih tahu bagaimana proses pengolahannya.

Dalam Hampir Mati Karena Tanpa Narasi, dijelaskan bagaimana promosi teh di luar negeri dengan mengusung budaya lokal. Gamelan Sari Oneng Parakan Salak  pada  tahun 1883 dimainkan di Amsterdam, lalu tahun 1893 di World Columbia Exposition di Chicago.  

Promosi teh dengan unik seperti ini seharusnya terus dilakukan.  Ada kisah, narasi dari teh yang diminum. Tak sekedar menjajakan teh semata. Tengok saja kedai kopi ternama, kisah dibalik segelas kopi serta pengalaman berbelanja di sana yang menjadi nilai jual utama.  

Jika saya tidak salah ingat, pernah  ada promosi teh yang dilakukan dengan membuat buku tentang upaya pemilik perusahaan dalam membangun dan mengembangkan usahanya. Teh yang dianggap minuman rakyat berkembang menjadi sebuah usaha yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. 

Pembeli teh produksi perusahaan tersebut, diajak mengalami keseruan tidak hanya menikmati teh semata, namun juga menikmati kisah yang ada dibalik proses teh yang mereka minum.  Sebuah upaya yang perlu dilakukan mengingat keberadaan teh sebagai minuman yang sering dianggap sekedar minuman pelepas dahaga semata.

Untunglah, belakangan dengan bermunculannya kelas meracik teh yang digemari kaum milineal,  keberadaan teh semakin diperhitungkan. Setidaknya, jika kondisi  permintaan akan teh untuk diolah meningkat, jumlah kebun teh yang dialih fungsi tidak semakin bertambah. Minat petani teh untuk tetap bertahan semakin kuat. Dengan demikian, laju perputaran keuangan dari sektor teh meningkat. 

Bagaimana teh hijau yang semula dibuat dalam skala rumahan, menjadi banyak penikmat, bisa ditemukan dalam Anarki Teh Kampung karya  Laksana Agung Saputra, Kristi Dwi Utami, Rini Kustiasih, Haris Firdaus. Dikisahkan juga mengenai teh kampung, yang selalu dijual dalam plastik kresek berwarna merah. Tiap teh memiliki penggemarnya sendiri.

Mereka-mereka yang selalu bersemangat dalam memperjuangakan teh sehingga bisa kembali berjaya, sangat patut diapresiasi. Tidak hanya semangat para buruh teh yang sudah sejak pagi buta sudah bersiap-siap melakukan tugas, namun juga mereka-mereka yang memberikan edukasi tentang bagaimana cara memetik dan mengelola teh dengan baik. Sehingga jumlah teh yang dihasilkan  bisa lebih bak mutunya dan bertambah harga  jual.

Buku yang menarik. Meski  tulisan yang ada umumnya disajikan secara singkat, namun sangat mewakili kondisi saat ini.  Setiap penulis memberikan keunikan tiap artikel yang disajikan. Beberapa gambar dan ilustrasi membuat buku ini semakin layak dikoleksi oleh mereka yang mengaku sebagai penikmat teh.

Selain semakin paham kenapa salah satu minuman teh dalam kemasan selalu mempromosikan bahan baku yang dipakai adalah tiga daun pertama, buku ini juga memberikan gambaran bagaimana kondisi daerah penghasil teh. Baik masyarakat serta perkembangan perekonomian di sana.

Ekspedisi Teh Nusantara sendiri adalah liputan panjang yang dilakukan oleh tim dari harian Kompas sejak akhir Juni hingga awal Agustus 2019. Informasi terkait "emas hijau" diperoleh dengan menyelusuri banyak daerah sejauh 6.384,6 kilometer (dengan berkendara darat). Mulai dari  Bandung, Garut, Cianjur, Sukabumi, Brebes, Tegal, Batang, Pekalongan, Yogyakarta, Karanganyar, Semarang, Surabaya, Malang, Blitar, Lumajang, Banyuwangi, Medan, Simalungun, Pematang Siantar, Solok, Solok Selatan, Pagar Alam, Kabawetan (Kapahiang), dan Bengkulu. 

Tak hanya memandang teh sebagai minuman semata, Tim Ekspedisi Teh Nusantara juga menggali sisi lain seperti kemanusiaan serta kearifan lokal. Tradisi Moci di Tegal, Jawa Tengah sebagai contoh.  Dianggap sebagai simbol kekerabatan di Tegal, sehingga jika ada yang bertamu akan disuguhi teh dalam teko dan gelas dari tanah liat. Teko yang dipergunakan tidak akan dicuci karena masyarakat beranggapan kerak yang ada membuat rasa teh semakin nikmat.

Hal lain yang menjadi ciri khas Moci adalah penggunaan gula batu sebagai pemanis. Belakangan, sudah banyak kedai minuman dan restoran yang menawarkan minuman ala  Moci. Ada sensasi yang ditawarkan dari penggunaan poci dan teh dari tanah liat.

Sungguh, kekayaan budaya kita memang luar biasa ^_^, jadi semakin bersemangat mencicipi dan mengoleksi dus atau bungkus kemasan teh.

Thx Aldo Zirsov Library atas hadiah ulang tahunnya ^_^.