Judul
asli: Teach like Finland
Penulis:
Timothy D. Walker
Alih
bahasa: Fransiskus Wicaksono
Editor:
Adinto F Susanto
ISBN:
978-602-452-0441
Halaman:
270
Cetakan:
Pertama-Juli 2017
Penerbit:
Grasindo
Harga:
Rp 70.000
Rating:
4/5
Meningkatnya
kesejahteraan, meningkatkan pencapaian akademik
Ketika
pertama kali melihat buku ini, yang ada di benak saya adalah betapa buku ini
mampu membuat perubahan akan proses belajar di tanah air. Minimal mampu penggugah keinginan untuk
melakukan perubahan pada sistem pendidikan kita.
Di
Finlandia, jam sekolah lebih singkat.
Banyak jeda istirahat diantara pelajaran. Urusan pekerjaan rumah juga tak kalah
membuat iri, sangat jarang. Namun siswa Finlandia mampu menduduki peringkat
atas Programme for International Student Assessment-PISA. Mengalahkan rekan
dari negara lain.
Teach
Like Finland, 33 Strategi Sederhana Untuk Kelas yang Menyenangkan (2017),
merupakan sebuah buku yang berisikan mengenai pengalaman penulis selama menjadi
guru di Finlandia. Ia mencatat berbagai trik dan tips serta penerapannya dalam
kelas.
Secara
garis besar, 33 strategi tersebut dibagi menjadi lima bagian. Tiap bagian memiliki beberapa
strategi yang jumlahnya tidak sama, tergantung terkait strategi tersebut. Pada bagian Rasa Memiliki,
terdapat enam macam strategi yang intinya mengajak untuk saling berbagi,
menghormati dan mencintai seluruh isi kelas. Baik dari guru hingga murid.
Salah
satu contoh, di sana, murid bisa belajar di mana saja bahkan dengan cara yang
tak biasa tapi membuat mereka nyaman. Mereka bisa belajar di taman, mengerjakan
soal sambil mendengarkan lagu melalui handset, bahkan meninjau langsung ke
obyek yang sedang dibahas.
Walau
sekolah di sana tak memberikan pekerjaan rumah seperti sekolah-sekolah lainnya
di dunia, namun ternyata siswa mereka sangat berprestasi. Banyak pihak yang
bertanya-tanya mengenai hal tersebut. Menurut pihak Finlandia, ada lima unsur
yang membuat siswa mereka lebih baik dibandingkan dengan siswa sebaya dari
seluruh dunia.
Empat
unsur merupakan hal yang terkait dengan kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Sementara satu point terkait mengenai
apa yang dilakukan oleh anak ketika tidak berada di sekolah.
Pertama,
sekolah secara komprehensif merupakan tempat anak-anak mulai belajar sejak usia
7 tahun yang menyediakan pendididkan dan perkembangan secara seimbang,
menyeluruh dan berorientasi pada anak. Juga meletakkan fondasi pembelajaran
yang baik dan pantas
Kedua,
mereka sangat memperhatikan mutu pendidikan para pengajar. Untuk meraih keberhasilan mengajar di kelas
heterogen, maka dibutuhkan guru-guru yang terlatih dengan baik. Untuk itu,
pendidikan guru beralih dari perguruan tinggi ke universitas berbasis penelitian.
Ketiga,
telah dikembangkan sebuah mekanisme permanen demi keamanan dan meningkatkan
kesejahteraan serta kesehatan siswa di semua sekolah. Tujuan utama agar
kekurangan kesehatan dan kesejahteraan menasar yang dialami siswa tak
membuatnya terhalang untuk menjadi sukses.
Selanjutnya, kepemimpinan pendidikan di level tengah harus
berada ditangan seorang pendidik yang memiliki pengalaman serta berkualitas.
Para kepala sekolah di sana, selain melakukan tugas kepemimpinan juga mengajar. Hal ini dimaksudkan agar
mereka tetap memiliki pengalaman
langsung di kelas.
Terakhir,
telah diambil kebijakan tertentu yang dirancang bagi kaum muda dan anak dengan
jaringan yang kuat sehingga memberikan
dampak besar terhadap kesejahteraan, kesehatan serta modal sosial, yang
semuanya berkontribusi bagi pembelajaran mereka di sekolah. Setiap anak menjadi
ikut aktif dalam berbagai kegiatan di luar sekolah.
Sebuah
penelitian menegaskan bahwa alam dapat membantu proses belajar seorang anak;
membangun rasa kepercayaan diri; mengurangi gejala gangguan hiperatif karena
kekurangan perhatian; menenangkan anak serta membantu mereka fokus. Tentunya
hal ini akan berguna bagi seorang anak agar dapat fokus dalam pelajarannya.
Ah,
saya jadi ingat. Suatu ketika saya dikomplain karena mengajak para mahasiswa
belajar di taman melingkar depan kantor. Bukan cara belajar yang baik, mereka
malah sibuk lihat kanan-kiri bukannya mendengarkan dosen. Begitu alasan rekan
yang lain. Semoga buku ini membuka pikiran mereka.
Buku
ini sangat perlu dibaca oleh mereka yang sangat peduli pada sistem pendidikan
di tanah air. Dengan demikian bisa
mempertimbangkan bagaimana sebaiknya pola pendidikan yang tepat untuk
diterapkan di sini.
Juga
bagi para mahasiswa calon pengajar, sehingga mereka bisa melakukan inovasi
dalam proses belajar di kelas. Tentunya bagi para orang tua (dan calon orang
tua) agar bisa memahami, memaksa anak belajar tiada henti bukanlah tindakan
yang bijak. Bahkan bermain pun juga belajar dengan cara yang berbeda.
Perlu
diingat, contoh kasus yang ada diterapkan di Finlandia, dimana terdapat perbedaan
budaya sehingga apa yang diuraikan dalam buku ini belum tentu bisa diterapkan
di sini. Minimal, menjadi acuan.
Kekurangan
buku ini adalah dari bahasa yang kurang mengalir lancar. Entah karena
penulisnya atau alih bahasanya. Beberapa hal langsung memberikan contoh, tanpa
ada uraian terlebih dahulu, sehingga pembaca perlu ekstra menelaah mengenai apa
yang diuraikan.
Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan yang ada, semoga setelah beredarnya buku ini, banyak perubahan yang terjadi pada sistem pendidikan kita. Minimal tak
ada siswa sekolah yang harus mempergunakan tas sekolah ala koper untuk membawa
buku pelajaran.