Penulis:Wiji Suwarno
Editor: Meita Sandra
Editor: Meita Sandra
ISBN: 9789792548648
Halaman: 139
Cetakan: Kedua-2020
Penerbit: Ar-Ruzz Media
Cetakan: Kedua-2020
Penerbit: Ar-Ruzz Media
Harga: Rp 46.000
Rating: 3.25/5
Perpustakaan dan buku seperti halnya keping mata uang, berbeda tapi untuk menjadi bernilai keduanya harus ada.
-Perpustakaan dan Buku: Wacana Penulisan & Penerbitan hal 30-
Buku setebal 139 halaman ini berisikan penjabaran 3 dunia, yaitu dunia perpustakaan; dunia buku, termasuk hak cipta buku, bagaimana teknis menulis yang benar; serta seputar dunia penerbitan. Menarik bukan? Beberapa buku yang pernah saya baca hanya membahas tentang perpustakaan saja, teknik menulis atau hanya tentang seluk-beluk menerbitkan buku.
Terdiri 8 bagian, mulai dari Pendahuluan; Empat Pilar Perpustakaan; Buku dan Aspeknya; Terbitan Buku di Perpustakaan; Katalog, KDT dan ISBN; HAKI;Teknik Menulis Buku; dan Memacu dan Memicu Minat Baca Dari Perpustakaan. Tentunya ditambah dengan Daftar Pustaka; Indeks; serta Biografi Penulis.
Sesuai dengan judulnya, Pendahuluan; Empat Pilar Perpustakaan, serta Terbitan Buku di Perpustakaan isinya menekankan perihal perpustakaan serta buku yang ada dalam koleksi perpustakaan. Sementara Buku dan Aspeknya, serta Katalog, KDT dan ISBN menekankan informasi seputar buku. HAKI dan Teknik Menulis Buku memberikan informasi bagaimana hak cipta terkait dengan karya berupa buku, serta cara menulis sebuah buku.
Bagian Memacu dan Memicu Minat Baca Dari Perpustakaan, bisa disebut merupakan bagian yang terkait dengan ketiga komponen, perpustakaan, buku, serta penerbitan. Judul yang unik, membuat saya penasaran dengan arti memacu dan memicu, kenapa harus ditulis keduanya ya?
Kata memacu menurut KBBI adalah membuat agar berlari cepat; mencepatkan, seperti tertera di sini. Sedangkan memicu adalah menarik picu; menggerakkan sesuatu yang berakibat membahayakan. Lebih jelasnya ada di sini. Hem, jadi apakah kedua kata tersebut tepat digunakan? Silakan tentukan sendiri ^_^
Bagian yang mengulas tentang perpustakaan, membuat saya teringat pada Ibu Luki Wijayanti, Kepala Perpustakaan UI diawal saya bergabung. Saya yang tak punya ilmu tentang perpustakaan, banyak belajar dari obralan dan arahan beliau. Berbekal dengan pengetahuan dan pengalaman seputar buku, membuat saya bekerja berdasarkan ilmu praktis alias learning by doing..
Jika kita membuka buku, ada halaman yang membuat informasi terkait buku. Dari info siapa penulis, alih bahasa jika buku terjemahan, ISBN, halaman, hingga KDT. Meski sama-sama dikeluarkan oleh Perpustakaan Nasional RI, keduanya merupakan hal yang berbeda. Katalog Dalam Terbitan (KDT), memberikan deskripsi tentang buku tersebut, antara lain nama penulis; judul buku; edisi; deskripsi fisik; dan ISBN.
ISBN-International Standard Books Numbers, merupakan sederetan angka unik yang menjadi ciri sebuah buku. Bisa dikatakan, ISBN merupakan KTP-nya buku. Dengan demikian sebuah buku menjadi mudah dibedakan dibandingkan buku yang lain. Meski demikian, saya sering menemukan buku yang ketika dicek ISBN-nya ternyata juga dipakai buku lain.
Mengutip dari laman Perpustakaan nasional RI, ISBN diberikan oleh Badan Internasional ISBN yang berkedudukan di London. Di Indonesia, Perpustakaan Nasional RI merupakan Badan Nasional ISBN yang berhak memberikan ISBN kepada penerbit yang berada di wilayah Indonesia.
Selanjutnya disebutkan, Perpustakaan Nasional RI mempunyai fungsi memberikan informasi, bimbingan dan penerapan pencantuman ISBN serta KDT (Katalog Dalam Terbitan). KDT merupakan deskripsi bibliografis yang dihasilkan dari pengolahan data yang diberikan penerbit untuk dicantumkan di halaman balik judul sebagai kelengkapan penerbit.
Mengacu pada judul bagian ini, tertulis Katalog, KDT, dan ISBN, namun kenapa yang dibahas hanya KDT serta ISBN? Jika dicetak ulang lagi, bagian ini sebaiknya disesuaikan. Bisa dengan menambahkan uraian tentang apa yang dimaksud dengan Katalog, atau mengganti judul dengan KDT dan ISBN saja.
Unesco memberikan definisi buku sebagai, A book is a non-periodical printed publication of at least 49 pages, exclusive of the cover pages, published in the country and made available to the public. Seiring waktu, definisi tersebut ditambah dengan setidaknya dicetak sebanyak 50 eksemplar dan disebarkan pada khalayak umum.
Sedangkan dalam UU Sistem
Perbukuan yang disahkan pada 27 April 2017 pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 menyebutkan Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.
Selanjutnya pada Bab II: Bentuk, Jenis, dan Isi Buku, Pasal 5 menyebutkan, Buku cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, atau gabungan dari keduanya yang dipublikasikan dalam bentuk cetak.
Pantas saya tidak pernah mendapatkan buku yang kurang dari 49 halaman serta memiliki ISBN. Ternyata ada ketentuan khusus. Juga menjadi penengah keributan mana yang lebih baik antara buku cetak dan buku elektonik. Padahal semuanya tergantung pada kenyamanan membaca masing-masing orang (menurut saya).
Sekedar informasi, UU Sistem Perbukuan terdiri dari XII Bab dan 72 Pasal. Bab I berisi ketentuan umum. Bab II mengatur mengenai bentuk, jenis, dan isi buku. Bab III memuat aturan terkait hak dan kewajiban masyarakat dan pelaku perbukuan.
Sedangkan, Bab IV mengatur mengenai wewenang dan tanggung jawab pemerintah baik pusat dan daerah. Kemudian, Bab V memuat pemerolehan naskah buku. Bab VI mengatur tentang penerbitan, dan pencetakan Buku, serta pengembangan buku elektronik. Bab VII mengatur tata cara pendistribusian buku.
Bab VIII memuat aturan mengenai penggunaan buku. Bab IX memuat aturan terkait penyediaan buku. Bab X memberikan rambu-rambu terkait peran serta masyarakat. Adapun aturan mengenai pengawasan dicantumkan dalam Bab XI. Dan Bab XII memuat ketentuan penutup.
Menulis bukan saja sekedar menata huruf sehingga menjadi kalimat yang saling berhubungan.... Menulis adalah suatu keterampilan.
Setuju? Saya sangat setuju! Buku ini juga memberikan pengetahuan dasar apa yang harus dilakukan untuk menjadi seorang penulis. Bakat memang perlu, namun ada hal lain yang juga harus mendapat perhatian untuk bisa menjadi seorang penulis.
Perihal Indonesia yang disebutkan menduduki peringkat rendah terkait minat baca, sempat membuat keramaian. Hal tersebut kontras jika dibandingkan dengan animo ketika ada acara pembelian buku dengan potongan harga, serta jumlah buku yang laris manis terjual di Big Bad Wolf-BBW, terutama buku anak.
Seorang penulis muda berbakat bercerita bahwa di suatu daerah, minat baca rendah karena tidak ada buku baru yang menarik di perpustakaan setempat. Nyaris semua buku yang menjadi koleksi sudah dibaca masyarakat sekitar. Karena tak ada pengembangan koleksi, alias tidak ada buku baru, tentunya mereka malas untuk membaca.
Persoalan minat baca sebenarnya tak sesederhana itu. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Ada baiknya ketika buku ini mengalami cetak ulang, bagian Memacu dan Memicu Minat Baca Dari Perpustakaan, juga mengalami perubahan dengan menambahkan topik atau mengulas peristiwa seputar minat baca yang sedang marak terjadi.
Terkait perpustakaan, ternyata tidak semua pustakawan menyukai kegiatan membaca. Padahal, seperti yang ditulis dalam buku ini, perpustakaan dan buku adalah dua sisi mata uang, saling melengkapi. Jika seseorang memilih menjadi pustakawan, wajar seandainya ia diharapkan menyukai kegiatan membaca, sehingga bisa melakukan pengembangan koleksi dengan cara memilih bahan pustaka (baca:buku) dengan tepat.
Hal ini berlaku bagi pustakawan yang bekerja di segala jenis perpustakaan. Beberapa pustakawan yang saya kenal berdalih bahwa tugas pustakawan tak hanya terkait buku, masih banyak hal lain. Memang betul, tapi rasanya aneh buat saya jika bekerja di tempat yang terkait buku tapi tak mencintai buku.
Beda halnya dengan mereka yang bukan pustakawan namun bekerja di perpustakaan. Karena bisa saja mereka bertugas sebagai petugas kebersihan, atau bagian keuangan, yang tidak secara langsung berhubungan dengan tugas dan fungsi perpustakaan terkait buku. Aneh, tapi tidak seaneh jika pustakawan yang demikian. Ini menurut saya, jika ada yang memiliki pendapat berbeda, silakan saja ^_^.
Secara garis besar, buku ini perlu dibaca oleh para mahasiswa jurusan Ilmu Perpustakaan. Bagi para pustakawan, buku ini bisa memberikan penyegaran pengetahuan. Sedangkan bagi para penggila buku, merupakan tambahan pengetahuan.
Pada beberapa bagian, pembahasan sebaiknya ditambah sehingga bisa memberikan pengetahuan yang lebih mendalam. Perihal DDC-Dewey Decimal Classification di halaman 60, misalnya. Minimal bisa menjadi pengetahuan tentang bagaimana mengelola buku, apalagi tersedia DDC daring.
Oh ya, sekedar berbagi bagi yang belum tahu, teman-teman yang tak memiliki pengetahuan terkait ilmu perpustakaan namun ingin mengelola koleksi seperti perpustakaan, termasuk membuat koleksinya memiliki nomer di punggung buku-nomor panggil, bisa mencoba Slim's Senayan-Senayan Library Management System.
Sehabis membaca buku ini jadi ingin curhat. Banyak yang mengira saya adalah seorang pustakawan karena bekerja di perpustakaan (kala itu ^_^). Padahal tidak semua orang yang bekerja di perpustakaan adalah pustakawan.
Butuh pendidikan khusus, seperti lulus pendidikan resmi jurusan ilmu perpustakaan, atau mengikuti pendidikan seperti kursus terkait ilmu perpustakaan. Andai mereka sudah membaca buku ini, tentunya tidak akan salah.
Mau bagaimana lagi he he he. Kecintaan saya pada buku membuat saya mencintai bekerja di perpustakaan. Penggila buku mana yang menolak bekerja dikelilingi buku? Kalau pun saat ini memilih meninggakan perpustakaan, itu karena ingin mewujudkan mimpi selanjutnya, memiliki perpustakaan sendiri plus Puri Little Women.
Buku yang menarik.