Jumat, 25 November 2022

2022 #33: Kisah Kehidupan Sonja

Judul asli: Kelab Dalam Swalayan
Penulis:Abi Ardianda
ISBN: 9786026486585
Halaman: 283
Cetakan: Pertama-Juni 2021
Penerbit: BACA
Harga: Rp 97.500
Rating: 5/5

"Dasar naif. Di dunia ini, orang baik itu mitos. Yang ada hanyalah orang-orang jahat yang melakukan kejahatan dengan baik."
-Kelab Dalam Swalayan, hal 251-

Bagaimana perasaanmu ketika seorang asing yang baru kau temui ternyata mengetahui rahasia paling kelam yang selama ini kau kubur rapat-rapat? Begitulah yang dirasakan Sonja, seorang wanita muda berbakat dalam bidang disain yang sedang mempersiapkan pernikahan dengan sang kekasih. Selama ini keduanya dianggap pasangan ideal, hingga banyak yang menantikan kapan hubungan mereka diresmikan.

Sonja merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, semuanya perempuan. Kakak pertamanya adalah dokter, sementara kakak keduanya  mengumpulkan pundi-pundi melalui aneka usaha seperti mempromosikan sebuah produk di Instagramnya.

Sepanjang hidupnya, Sonja sangat mematuhi semua perkataan Ibu.  Sang ibu adalah seorang orang tua tunggal yang sukses mengelola sebuah kedai teh. Kesuksesannya makin dikagumi orang karena dianggap mampu mendidik ketiga anak perempuan menjadi sosok wanita dan menantu idaman. Semuanya terlihat sempurna. 

Segalanya berubah sejak Sonja pulang dari pesta lajang yang diadakan oleh para sahabat untuknya. Tak sengaja, ia menemukan ada sebuah kelab yang hanya bisa dimasuki  orang tertentu di dalam swalayan. Rasa penasaran mengusik Sonja. Ia bahkan rela memberikan sejumlah uang pada pegawai yang ada untuk bisa menyusup masuk. Di sana, ia bertemu dengan seorang penari t3l4nj4ng bernama Mega.

Sonja dan Mega menjalin hubungan pertemanan yang unik. Mega mengetahui semua rahasia Sonja yang tak diketahui orang lain. Mega juga menjadi tempat Sonja meminta saran dan bantuan untuk masalah yang tak biasa. Pengaruh Mega luar biasa. Sonja yang semula adalah "anak manis" mendadak berubah menjadi seorang peminum. Ia bahkan berani membantah Nohan, setelah sekian lama bertingkah seakan menyetujui semua perkataan dan pikirannya  

Tak hanya  itu, Sonja bahkan bersedia menjadi pasangan menari t3l4nj4ng Mega. Bahkan mendapat pelajaran sebelum mulai beraksi. Seperti yang tertera di halaman 170 (baca di  sini lengkapnya, nanti saya di semprit lagi he he he.

Selanjutnya pembaca disuguhi aneka peristiwa misterius yang menimpa Sonja. Mayat pembantu rumah tangga yang sudah seperti ibu tergeletak di dalam kamarnya, usaha pem3rkos44n yang dilakukan keluarga dekat, hingga kematian saudara kandung. Semuanya terjadi dengan begitu cepat memicu adrenalin pembaca. 

Siapakah yang melakukan berbagai kejahatan tersebut? Apakah Sonja? Lalu apa hubungannya dengan Mega? Bagaimana nasib kelanjutan hubungan Sonja dengan Nohan? Siapakah yang menderita  Dissociative Identity Disorder dalam buku ini? Silakan baca sendiri buku ini  untuk menemukan jawabannya he he he.

Sebuah buku yang sangat menarik! Para penggila buku sangat disarankan untuk memiliki membaca dan memiliki buku ini. Apalagi mereka yang sedang memdalami ilmu psikologi. Kisah yang penuh kejutan ini diracik dengan mempergunakan kata-kata yang mampu membuat pembaca seolah-olah ikut dalam peristiwa. 

Apalagi  nyaris seluruh pemeran utama dalam kisah ini adalah wanita. Salah satu tokoh pria,  Nohan bisa dianggap mewakili sosok calon suami idaman para wanita, tak ada mertua yang menolak jika anaknya dilamar oleh Nohan. Meski memiliki kepribadian yang baik, namun hubungan keduanya digambarkan tidak sehat, padahal sudah menghitung hari pernikahan.
Jatuh cinta itu rasanya harus seperti pulang. Rumah yang kamu tuju harus terasa seperti perhentian terakhir dalam perjuanganmu memercayai seseorang. Ketika kamu enggak yakin bisa memercayainya, jangan jadikan dia rumah.  Enggak seorang pun mau selamanya terbelenggu dalam keraguan.
Menilik kover yang didominasi warna gelap, seakan menunjukkan ada sebuah misteri yang tersembunyi di balik pintu. Apakah hendak masuk untuk mengetahui apa yang ada di balik pintu, atau tidak masuk, sepertinya sesuai dengan ungkapan oleh sang ibu di halaman 28, " Pintu adalah penentu nasib, tergantung kapan dan pintu mana yang kita lintasi. Cerdaslah memilih pintumu, Sonja." 

Perihal sosok seorang ibu dalam kisah ini, meski pada beberapa bagian seakan ditampilkan sambil lalu, peranannya dalam kehidupan ketiga anak wanita tidak bisa disepelekan begitu saja. Apa jadinya mereka jika tak ada sosok sang ibu yang rela melakukan apa saja untuk anaknya.

Ibarat lagu,
Kasih ibu
Kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia

Sekedar saran, nikmati buku ini dikala senggang.  Cari posisi membaca yang paling nyaman, siapkan cemilan dan minuman jika perlu.  Upayakan untuk membaca tanpa jeda dengan kegiatan yang kurang penting lainnya, sehingga bisa merasakan sensasi ketegangan yang ditawarkan buku ini. 

Waspadalah!
keseruan mendebarkan menantimu yang berani membaca kisah ini
  




Senin, 21 November 2022

2022 #32: Permandian Musikal Pukul 18.00

Penulis: Juza Unno
Penerjemah: Diyan Yulianto 
ISBN: 9786237245995
Halaman: 80 
Cetakan : Pertama-2022
Penerbit: bukuKatta
Harga: Rp 45.000
Rating: 3.25/5

Gas beracun berwarna kelabu mulai menyebar dengan mengeluarkan desis lirih, merayap menutupi lantai, bergulung-gulung seperti kabut dan perlahan mulai naik. Seketika, kulit di sekeliling saluran pernafasan wanita itu berubah menjadi merah gelap. Kelima jemari jentiknya pun memerah. Bercak-bercak merah bahkan mengotori gaun putih susu di bagian dadanya. Wajahnya memucat, napasnya terasa sangat berat, dan seluruh tubuhnya megap-megap seperti sebuah puputan
-Permandian Musikal Pukul 18.00, hal 30-

Pernah mendengar ada musik yang dipergunakan untuk melakukan cuci otak? Misalnya untuk menyiksa tahanan? Caranya sang tahanan setiap hari dipaksa untuk mendengarkan lagu tertentu.  Tahanan yang dipaksa mendengarkan akan mengalami berbagai gangguan, mulai dari disorientasi hingga kehilangan kemampuan berpikir.

Pada sebuah laman, disebutkan ada 8 lagu yang sering dipakai CIA untuk menyiksa tahanan. Ada lagu The Real Slim Shandy dari Eminem,  Dirrty dari Christina Aguilera, bahkan  I Love You dari Barney Theme! Kalau yang dipasang lagu Gloomy Sunday, sepertinya lebih masuk akal dibandingkan lagu dari program anak-anak. Tapi begitulah adanya.

Sementara itu, di Bangsal Arishia, menurut buku ini, setiap pukul 18.00 akan diputar lagu lagu tertentu. Cara kerja Permandian Musikal adalah sebagai berikut, setiap jam 18.00 setiap orang harus berkumpul di tempat yang sudah ditentukan, lalu duduk pada kursinya masing-masing, yang terlambat akan dicari hingga ketemu.

Kedua tangan lalu diangkat ke atas. Kemudian guyuran air kekuningan akan menyiram  kepala mereka. Selanjutnya selama 30 menit akan didengarkan Musik Kebangsaan No. 39. Lalu diakhiri dengan api penyucian berwarna ungu. 

Permandian Musikal Pukul 18.00 ini tidak hanya dilakukan di Bangsal  Arishia, namun di seluruh penjuru negeri. Hasil penelitian Dr Kohaku membuktikan bahwa selama 1 jam setelah mengikuti Permandian Musikal, seseorang akan menjadi manusia super jenius. Sisanya selama 23 jam adalah untuk mengosongkan musik tersebut dari kepala seluruh warga.

Selama 1 jam, setiap warga akan mengeluarkan seluruh kemampuannya secara maksimal, sehingga segala tugas akan selesai dengan optimal. Ide-ide baru yang menarik akan bermunculan dengan cepat. 

Presiden Miruka selaku penguasa ingin menyiarkan permandian   musikal 24 jam melalui radio.   Namun hal tersebut ditentang oleh Dr Kohaka  dengan pertimbangan kemampuan otak manusia yang tak akan kuat menahan stimulus seperti itu. 

Ternyata Presiden Miruka dan  Nyonya Menteri Asari nekat  melaksakan ide tersebut. Kerusuhan terjadi. Apa yang diharapkan ternyata tidak bisa diraih.  Belum selesai satu masalah, muncul lagi masalah baru! Ada pesawat ruang angkasa yang diduga akan menyerang Bumi.

Sebuah rahasia terungkap!  Selain Permandian Musikal, ternyata Dr. Kohaka juga sedang mengembangkan proyek manusia buatan!  Temuan Dr Kohaka amatlah penting bagi upaya mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat. Tak hanya Dr Kohaka pembaca juga akan menemukan adanya penemu lain yang tak kalah menarik

Saat pertama membaca judul kisah, semula saya mengira yang dimaksud adalan pemandian yang banyak terdapat di Jepang. Dimana seseorang akan masuk ke dalam semacam kolam lalu merendam dan membersihkan diri. Sementara waktu, 18.00 berupakan saat pemandian tersebut dibuka. Ternyata bukan itu yang dimaksud.

Bagaimana penulis membangun sosok Dr Kohaka sebagai orang yang mampu memberikan penjelasan secara teknis perihal Permandian Musikal dalam buku ini, benar-benar membuat penulis layak disebut sebagai Bapak Fiksi Ilmiah Jepang. Apalagi mengingat kisah ini ditulis tahun 1937.

Sosok Presiden Miruka dan Mentri Asari meningatkan pada sepasang kekasih pada film Robocop. Sang penguasa memberi izin   wanita cantik yang juga pakar dalam hal robot untuk meneruskan temuannya. Ternyata hal tersebut  malah  berujung membuat kacau kota dengan ciptaan yang jauh dari sempurna.

Begitulah, di berbagai kisah yang mengandung unsur kekuasaan, ada saja sosok pejabat yang tak amanah. Dalam kisah, bukan saja pejabat yang berselingkuh namun juga pejabat yang tak peduli pada rakyat demi memuaskan ego semata. Oh ya, ada bumbu roman dalam kisah ini.

Manusia buatan dalam kisah ini,  membuat saya ingat pada sebuat film tentang robot yang diberi tugas untuk melayani manusia.  Ketika masa tugasnya selesai, maka robot tersebut akan dibuang begitu saja. Salah satu robot kemudian mengumpulkan robot-robot lain untuk memulai kehidupan baru.

Dalam buku ini, setting kisah adalah Bumi setelah mengalami berbagai peperangan.  Bakteri dan gas beracun membuat semua makhluk hidup tak bisa hidup di permukaan Bumi. Maka, manusia yang selamat membangun dunia di bawah tanah, dengan beberapa jenis hewan ternak dan parasit yang bisa selamat.
 
Pada kover, sepertinya sudah diberikan sedikit bocoran perihal manusia buatan Dr Kohaka.  Siluet menyerupai manusia dan aneka kabel yang menempel membuat saya teringat pada film tentang Alien, dimana mereka sedang meneliti manusia dengan  meletakkan dalam semacam tabung dengan aneka penopang hidup. Warna kelabu, membuat kesan misterius makin terasa.
 
http://tanukilibros.com/blog/
2019/07/27/hablemos-de-
escritores-juza-unno/
Pada bagian akhir buku, pembaca akan menemukan informasi perihal sosok penulis. Sang penulis kisah ini, terlahir dengan nama Sano Shōichi (26 Desember 1897-17 Mei 1949), sementara  Juza Unno adalah nama pena. 

Disebutkan juga bahw
a Jūhachi-ji no Ongaku-yoku (十八時の音楽浴) atau Permandian Musikal Pukul 18.00, disebutkan menggambarkan utopia masa depan, warga harus menerima siaran sonik 30 menit setiap hari, untuk membuat mereka bekerja lebih keras.

Dari unsur terjemahan, saya tak berkomentar banyak. Jam terbang seorang Diyan Julianto sudah lumayan tinggi, tak perlu lagi diragukan.  Untuk memudahkan pembaca memahami kisah, bahkan ada catatan kaki yang memberikan penjelasan tambahan.

Para mahasiswa Sastra Jepang, tentunya sangat disarankan untuk membaca buku ini. Sementara para penikmat bacaan sastra dianjurkan untuk membaca serta mengoleksi buku ini. 

Namun demikian, tidak dianjurkan untuk dibaca oleh pembaca dibawah usia 17 tahun, mengingat ada beberapa bagian kisah yang kurang sesuai bagi remaja belia. Sayangnya penerbit tidak mencantumkan itu pada kover bagian belakang.



Sabtu, 19 November 2022

2022 #31: Membaca Empedu Tanah

Penulis: Inggit Putria Marga
ISBN: 9786020648057
Halaman: 62
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp 80.000
Rating: 3.25/5

Sebuah buku, acap kali berjodoh dengan pembacanya dengan cara yang unik, dan saya sangat menyakini hal tersebut. Tak terhitung berapa buku yang "berjodoh" dengan saya dengan cara yang unik. Salah satunya buku ini.

Sampul karya Bebe Wahyu ini benar-benar mengusik rasa penasaran saya, selain judul buku tentunya. Semula saya kurang memperhatikan tulisan buku puisi yang diletakkan agak ke bawah. Kalimat yang menyebutkan bahwa ini adalah karya  yang memenangkan  Kusala Sastra Khatulistiwa ke-20  Kategori Puisi,  baru membuat saya sadar ini adalah buku puisi.

Lucu juga jika dikaji. Tulisan buku puisi lebih besar dibandingkan dengan  tulisan Pemenang Kategori Puisi, namun karena informasi perihal peraih Kusala Sastra Khatulistiwa ke-20 lebih ditonjolkan, maka itu yang terlihat. Sebuah trik marketing tepat ^_^. 

Ragu untuk membeli, karena sering saya sebutkan, saat ini saya masih dalam proses belajar menikmati puisi. Pemahaman untuk bisa menikmati masih jauh dari para sahabat. Ada keraguan, apakah saya bisa menikmati sebuah karya yang meraih penghargaan sekaliber Kusala Sastra Khatulistiwa.

https://www.goodreads.com/
book/show/59583687-
empedu-tanah
Ingin mencoba melihat seperti apa isinya, agak sulit. Toko buku favorit saya yang menyediakan buku sampel untuk dilihat isinya sudah tutup. Mau membuka plastik di toko buku lain tak berani, takut terkena kewajiban harus membeli. Tinggalah rasa penasaran menjadi angan-angan.

Sepertinya semesta mendukung saya untuk memiliki dan belajar menikmati puisi dari buku ini melalui tangan editor favorit saya, Mas T. Buku ini berada dalam dus berisi buku hibah yang ia titipkan pada saya untuk diberikan pada TBM atau sahabat literasi. Setelah dua tahun sejak buku ini terbit, akhirnya saya bisa mengintip isinya dengan leluasa.

Eh, ternyata tidak ada puisi dengan judul Empedu Tanah. Umumnya, judul sebuah puisi atau cerpen  unggulan dijadikan judul buku. Tapi tidak dalam buku ini. Puisi yang ada juga hanya ada 1 yang membuat kata empedu, tepatnya kantong empedu pada puisi berjudul Buronan.

Berikut penggalan puisi Buronan,
kantong empedu dalam tubuhnya seolah pecah
saat ia ingat warna air yang membulir
dari mata coklat itu, mata perempuan
yang didera perkosa, sebelum dicekik
dan binasa sia-sia
Lalu kenapa buku ini diberikan judul Empedu Tanah? Saya mencoba mencari apa  makna dari kata Empedu Tanah. Selain buku ini,  pencarian mengarahkan saya pada tanaman yang sering dijadikan obat tradisional antara lain untuk radang tenggorokan,  maag, amandel serta deman berdarah,yaitu sambiloto.

Apakah karena sambiloto terasa pahit, maka buku ini diberi judul demikian? Membaca puisi yang ada, terasa sekali ada rasa sedih, terluka, sakit hati, amarah, segala hal yang tidak menyenangkan, membuat getir kehidupan.

Meski demikian, meski terasa pahit, sambiloto sangat bermanfaat. Mungkinkah segala rasa yang kurang menyenangkan, juga memiliki manfaat bagi diri kita? Hanya kita saja yang kurang memahami makna yang terkandung dari rasa tersebut.

Menarik juga, mengambil nama sebuah tanaman untuk menjadi judul sebuah buku puisi. Secara tak langsung, mereka yang paham bahwa empedu tanah adalah sambiloto, bisa menebak puisi macam apa yang ada dalam buku ini. Sementara bagi yang tidak tahu, merupakan sebuah daya tarik tersendiri.
https://sliyeg.indramayukab.go.id

Sebagai orang yang sedang belajar menikmati puisi, menikmati buku ini ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan. Penulis seakan berada di sebelah saya dan menceritakan apa yang ia rasakan. Menilik informasi perihal penulis di halaman akhir, pantaslah jika memenangkan penghargaan. Waktu telah mengasah kepiawaian seorang Inggit Putria Marga.

Terdapat lebih dari 20 puisi dalam buku ini. Mulai dari Rencana Sang Pelacur; Pohon; Hantu; Gadis Kecil Terbingkai Jendela; Festival Purnama; Kado Istimewa; Minggu Berdinding Ungu; Dalam Balik Jahit; Tabir Mata; hingga Di Sekitar Patung Kura-kura. Favorit saya adalah Minggu Berdinding Ungu serta Gagal Panen. 

Seperti biasa, salah satu manfaat membaca puisi bagi saya adalah menemukan aneka kata baru yang menarik. Mungkin bagi pembaca lain, kata tersebut sudah tidak asing, namun tidak bagi saya. Perbendaharaan kata semakin bertambah dengan membaca buku ini.

Pada laman berikut disebutkan bahwa Puisi adalah karya sastra yang bisa melegakan perasaan penyairnya. Dibanding menulis buku harian, puisi lebih singkat dan indah dibacakan. Tak membosankan karena puisi adalah pelipur lara bagi yang sedang gundah gulana. 

Hem..., jika menulis bisa disebutkan sebagai salah satu cara menyembuhkan diri, maka menulis puisi bisa dijadikan pilihan. Apa yang ingin disampakan, bisa dituangkan secara langsung atau samar. Seperti pengertian puisi menurut Putu Arya Tirtawirya,  suatu ungkapan secara implisit dan samar, maknanya yang tersirat, dimana kata-katanya condong pada makna konotatif.

Para penimat puisi, mereka yang juga sedang belajar menikmati puisi seperti saya, atau bahkan yang sedang tertarik untuk mencoba menulis puisi, disarankan untuk membaca buku ini. 

Sumber gambar:
https://www.goodreads.com
https://sliyeg.indramayukab.go.id





Senin, 14 November 2022

2022 #30: Kisah Midori dari Yoshiwara

Judul asli: Tumbuh Dewasa
Penulis: Ichiyo Higuchi
Penerjemah:Titik Andarwati
ISBN: 9786237245940
halaman:80
Cetakan: Pertama-Mei 2022
Penerbit: bukuKatta
Harga: Rp 44.000
Rating: 3.25/5

Ah, seandainya saja ia bisa selamanya bermain dengan boneka-boneka dan gambar-gambar potongannya, andai saja ia terus bisa bermain rumah-rumahan, betapa menyenangkannya semua itu. Ia membencinya, ia sangat membencinya. Ia benci harus tumbuh dewasa. Kenapa harus tumbuh dewasa? Seandainya saja ia bisa kembali ke tujuh bulan, sepuluh bulan, setahun lalu-rasanya seolah-olah ia sudah menjadi perempuan tua sekarang.
-Tumbuh Dewasa, hal 70-

Masa peralihan dari anak-anak menjadi remaja, lalu dewasa tidaklah mudah. Apalagi jika memasuki saat mulai menyukai lawan jenis. Segala sesuatu rasanya serta tak tepat, serba salah. Hati dan pikiran  kacau,  disebabkan seseorang. Runyam rasanya. Kurang lebih begitulah yang dirasakan oleh Midori

Midori merupakan seorang gadis remaja berusia 14 tahun  yang tinggal di sebuah kawasan Berizin bernama Yoshiwara. Dibandingkan dengan anak-anak seusianya, ia lebih beruntung karena memiliki uang jajan yang berlebih. Semuanya berkat sang kakak yang menjadi primadona di Daikokuya, sebuah rumah bordil. Namun demikian, ia dikenal bermurah hati pada teman-temannya.

Di daerah tempat tinggal itu, anak-anak akan diarahkan untuk mengambil alih posisi orang tuanya. Ada yang menjadi kepala pemadam kebakaran, pendeta, dan lainnya. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa Midori suatu saat akan menggantikan kakaknya, menilik kecantikan Midori yang mulai terlihat.

Setiap bulan Agustus, di sana diadakan sebuah festival. Setiap orang merasa bersemangat untuk mengikutinya. Ada dua kelompok anak yang saling beradu untuk membuat acara festival meriah. Geng jalan anak-anak belakang, dipimpin oleh Chokichi serta geng jalan utama yang dipimpin oleh Shota. Tebak Midori termasuk geng mana?

Bagaimana keduanya bersaing benar-benar mencerminkan semangat meramaikan festival. Mereka mengeluarkan segala kemampuan untuk menjadi pemenang dengan menarik sebanyak mungkin penonton. Sempat terjadi perselisihan, namun semuanya bisa diselesaikan dengan baik. Begitulah dunia anak-anak, sederhana tanpa ribet.

Selain membahas soal festival, kisah bagaimana Midori ternyata jatuh cinta pada seseorang  menjadi bagian yang menarik untuk dibaca. Proses jatuh cinta dan patah hati sudah menjadi bagian kehidupan kita, sekarang giliran Midori.

Sayangnya, ia jatuh cinta pada seorang remaja berusia sekitar 15 tahun bernama  Nobu, berasal dari Kuil Ryugeji. Yups! Midori jatuh hati pada seorang anak yang sebentar lagi akan memakai jubah hitam, proses untuk menjadi pendeta. 

Semula keduanya berteman biasa, namun ejekan anak lain yang menyebutkan tentang uniknya pertemanan mereka, satu dari kuil sementara yang lain dari rumah bordil, membuat keduanya menjauh. Sikap Nobu langsung berubah, sehingga membuat Midori merasa kesal. Bahkan dalam beberapa kesempatan, keduanya tak saling menyapa ketika berpapasan.

Patah hati memang tak enak, Midori belum tahu itu. Ia hanya tahu, tak enak rasanya ketika jatuh cinta, namun tak diketahui oleh orang yang ia sukai. Sikapnya berubah, keluarga dan sahabat mengira ia sedang dalam suasana hati yang tak nyaman saja.

Membaca buku ini membuat pembaca mendapat gambaran bagaimana kehidupan bermasyarakat pada zaman Meiji, minimal dari setting kisah ini. Catatan kaki dari penerjemah menambah pengetahuan pembaca mengenai kebudayaan Jepang saat itu.

Misalnya ketika membahas tentang Festival yang diadakan pada tanggal 20 Agustus, disebutkan tentang mikoshi-tandu keagamaan, boneka-boneka daruma-boneka atau mainan Jepang berbentuk hampir bulat tanpa kaki dan tangan.

Juga tentang strata sosial yang berlangsung di sana. Mengetahui bagaimana sikap penduduk pada Midori, saya jadi membayangkan kondisi Midori jika berada di sini. Di sana, Midori tetap dianggap sebagai anak-anak biasa, bisa bergaul dengan siapa saja, tanpa memandang rendah dirinya karena profesi sang kakak.

Di sini, tak terhitung banyaknya orang tua yang akan melarang anak-anaknya dekat dengan Midori. Jangankan bersahabat, berbicara dengannya saja sudah dilarang. Tak akan ada yang diperbolehkan menerima mainan yang dibelikan Midori apapun alasannya. Midori dianggap sama dengan kakaknya, bahkan sebelum ia memutuskan mengikuti jejak sang kakak.

Meski kisah ini sudah ditulis sekian lama, namun tetap bisa dinikmati. Terutama tentang bagaimana psikologi seorang anak ketika mulai beranjak dewasa. Bagaimana Midori bersikap dan menjalani hari-hari, menarik untuk dibaca.

Dari kover,  pembaca sudah bisa mendapat bocoran tentang tokoh yang ada dalam kisah ini. Dua anak laki-laki, dimana salah satunya digambarkan mencukur rambut habis seakan mempersiapkan diri untuk menjadi pendeta. Lalu ada tiga  gadis remaja, dimana penampilan salah satunya  lebih mencolok  dibandingkan yang lain. 

Disebutkan pada situs penerbit, bahwa ini merupakan novela. Secara singkat, novela adalah sebuah karya yang lebih singkat dari novel, namun lebih panjang dari cerita pendek. Novel  dimulai dengan akar persoalan yang dialamai oleh tokoh serta  diakhiri dengan penyelesaiannya masalahnya. Sementara  cerpen umumnya langsung pada apa yang akan dikisahkan.

Secara keseluruhan, buku ini layak dibaca oleh mereka yang menyukai sastra Jepang.  Para mahasiswa jurusan Sastra Jepang sangat disarankan untuk membaca kisah ini. Para remaja bisa membaca namun tetap dengan mendapatkan bimbingan orang tua.

https://www.goodreads.com/
photo/author/933674.Ichiy_Higuch
i
Sang penulis kisah, Ichiyō Higuchi, terlahir dengan nama Natsuko (2 Mei 1872–23 November 1896) merupakan novelis Jepang dari zaman Meiji. Sejak kecil,  kemampuannya terkait sastra sudah terlihat. Ia bahkan mampu memahami syair-syair yang dibacakan oleh ayahnya serta  tampil membacakan sajak di depan tamu ayahnya yang berkecimpung di dunia sastra.

Kematian kakak laki-laki dan ayahnya membuat kehidupan keluarga tersebut menjadi berantakan. Namun Ibu dan saudara perempuannya tetap mendorong Ichiyo untuk terus bersemangat menulis, mereka yakin suatu saat ia akan menjadi penulis terkenal.

Meski berhasil menerbitkan buku dan menghasilkan karya-karya, Ichiyo saat itu tidak mendapat tempat di dunia sastra karena saat itu adanya pandangan tugas seorang perempuan hanyalah sebagai istri dan ibu yang baik, tidak lebih.

Sebagai penghormatan atas prestasinya, pada November 2004, lukisan potret Ichiyo menghiasi uang kertas Jepang pecahan 5.000 yen. Memang pengakuan atas eksistensi dirinya baru diberikan sekian lama, namun lebih baik terlambat daripada tidak.

Beberapa karyanya antara lain;Yamizakura (Musashino, Maret1892);Tama Keyaki (Musashino, Maret 1892); Akatsuki Zukuyo (Miyako no Hana, Februari 1893); Yuki no Hi (Bungakukai, Maret 1893);Koto no Ne (Bungakukai, Desember 1893); Yamiya (Bungakukai, Juli 1894); Nokimoru Tsuki (Mainichi Shimbun, April 1895);  Wakaremichi (Kokumin no Tomo, 1896); Warekara (Bungei Kurabu, Mei 1896)

Oh ya, sehabis membaca, tak ada salahnya juga menikmati versi animasi. Tak kalah menariknya lho. 

Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com

Sumber film animasi:
https://www.youtube.com












Kamis, 03 November 2022

2022 # 29: Kisah Umbira dan Keajaiban-keajaiban di Kotak Ajaibnya

Sudut bumi, 202x

Cintaku,
Belahan jiwaku,
Tak terasa, sekian purnama kita lalui tanpa saling bertatap muka. Kondisi yang membuat kita harus berjauhan, bisa diatasi dengan mudah dengan aneka aplikasi. Rasanya, kita hanya sedang lembur di kantor masing-masing, bukan berada di tempat yang sangat berjauhan.

Malam ini, rintik hujan memanjakan telingaku. Walau jendela sedikit terbuka, petrikor yang menyelinap masuk membuatku semakin ingin meringkuk  di tempat tidur, berbalut selimut hangat. Tentunya ditemani sebuah buku dan secangkir teh hangat.

Sebuah buku  dengan kover bernuansa merah-hitam seakan memanggil untuk kubaca. Ah! Ternyata sebuah kumpulan cerpen karya Mas Yudhi Herwibowo, dengan editor Aditta. Buku dengan ISBN 9786238023004 ini terdiri dari 162 halaman, diterbitkan oleh bukuKatta pada Juli 2022. Ku lampirkan kover yang diambil dari situs resmi penerbit.

Sepertinya Mas Yud begitu terburu-buru mengirimkan buku ini, karena tidak ada tanda tangan di halaman awal. Hal yang biasa dilakukannya ketika memberikan hadiah karyanya. Bagiku, sebuah buku yang ada tanda tangan pengarangnya memiliki nilai khusus. Baiklah, jika ada kesempatan ke Solo, akan kuminta Mas Yud untuk menandatangani buku ini.

Karena ini adalah kumpulan cerpen, maka kuputuskan untuk membaca secara acak. Dimulai dari judul yang paling menarik bagiku, Buku-buku Peninggalan Papa. Sudah bisa ditebak bukan? Sebagai penggila buku, tentunya kisah dengan tema buku yang akan menarik perhatian terlebih dahulu.

Dalam buku ini, ada dua kisah yang mengusung kata "buku", tapi paduan kata "buku" dan "ayah" lebih menarik perhatianku dibandingkan kisah yang lain. Hem..., sepertinya kisah itu akan kubaca setelah kisah Buku-buku Peninggalan Papa.

Tahukah belahan jiwaku?
Membaca kisah tersebut membuatku teringat pada awal berkenalan dengan huruf, melalui cergam Tintin hadiah dari almarhum Papa. Tertarik ingin mengetahui apa yang tertulis, membuatku semakin semangat belajar membaca.

Namun kisah dalam buku ini, sangat jauh dengan kenanganku yang muncul. Ini tentang bagaimana seorang penulis membutuhkan  suatu hal sebagai pemicu  ide kreatifnya. Tanpa itu, ia tak mungkin bisa menghasilkan karya-karya menawan.

Aku misalnya, mengandalkan segelas teh manis hangat, mungkin ada juga yang membutuhkan hal lain seperti penulis dalam cerita. Sayangnya  pemicu itu menyebabkan istrinya terluka sehingga ia harus berpisah dengan istri dan anak semata wayangnya. Sekuat tenaga ia berusaha, sungguh. Namun ia tak kuasa, ia terikat dengan pemicu ide kreatifnya. 

Sang gadis yang sekarang sudah beranjak dewasa, kembali mengunjungi rumah sang penulis, dan mendapati sebuah buku tentang kisah abadi dengan tulisan di bagian depan,  "Kepada Isabel, maafkan aku, andai aku bukan seorang pengecut, sudah kukebiri diriku untuk kembali menggapaimu...." Ironi sekali.

Belahan jiwaku,
Air mataku menitik deras membaca kisah  Kelambu yang ada d halaman 78. Kejam! Sungguh sepasang orang tua yang sangat  kejam! Mereka begitu tega menyakiti putri mungilnya sendiri. Yang satu berbuat jahat dengan melakukan hal-hal tidak baik, sementara yang lain, berbuat jahat dengan hanya diam saja melihat kejahatan berlangsung!  Walau salah, sangat bisa kupahami kebencian sang putri pada kedua orang tuanya. 

Belum usai tangisku, kisah Seorang Anak yang Menangis dan Kami yang Terbaring di Sini, kembali menguras air mataku. Gila! Apakah atas nama ilmu pengetahuan, seseorang  bisa berbuat seenaknya pada manusia lain?  Ilmu pengetahuan harusnya bermanfaat untuk membantu manusia, bukan untuk mencelakainya. Sungguh dokter laknat!

Puncaknya, persediaan air mataku terkuras untuk Umbira dan Keajaiban-keajaiban di Kotak Ajaibnya. Ingin rasanya kupeluk tubuh mungilmu, Umbira, lalu kita masuk ke dalam kotak ajaib bersama dan bermain dengan gembira. Tak ada rasa sedih dan sakit, semuanya terasa indah dan menyenangkan.

Tahukah Umbira, jika bisa, ingin kucacah keempat belas ABG laknat itu, hingga mereka juga mengeluarkan cairan merah sepertimu, di tempat yang serupa! Hingga tak ada lagi Umbira-umbira lain yang terluka.

Dari 15 kisah yang ada dalam buku ini, hanya  kisah  di halaman lima  yang membuatku merasakan takut. Tepatnya karena untuk diriku,  kisah tersebut bernuansa semi horor. Kau tentu sangat tahu bagaimana diriku. Setelah membaca kisah tersebut, segera kupasang televisi sekedar agar ada suara mengurangi rasa takut, masa bodoh dengan acaranya.

Sisanya cintaku, sebagian besar kisah dalam buku ini menyulut emosiku. Menangis, marah, dan mengutuk tokoh jahat berulang kali kulakukan. Mungkin karena aku begitu terbawa emosi akibat kisah yang dirangkai seakan-akan menarikku  dalam kisah.

Andai bisa, ingin kutanyakan pada Mas Yud selaku penulis, kenapa ia begitu tega membuat anak-anak perempuan menjadi tokoh yang menderita? Tak sekedar umpatan, bahkan perlakuan tidak senonoh juga mereka terima. Apa karena mereka hanya seorang anak perempuan kecil yang sering dianggap tak mampu membela diri?

Dan kenapa setiap wanita, eh beberapa dalam kisah ini, digambarkan hanya bisa diam dan menangis melihat berbagai hal buruk terjadi di depan matanya. Tak adakah rasa sayang untuk anak perempuannya? Hah! Jangan bilang tak ada ibu yang tak sayang anak. Kalau sayang, alih-alih membela anaknya, kenapa mereka tidak berbuat sesuatu.

Kau tentu akan tertawa dan menyarankan agar jangan membaca kisah-kisah dalam buku itu jika berujung rasa sedih. Ah, seperti tak tahu Mas Yud saja. Kisah karyanya sering kali dibuat seakan-akan kisah biasa. Baru pada akhir kisah pembaca bisa mengetahui apakah ia akan tertawa, atau menangis.

Dasar diriku!
Kadang mengabaikan kover dan blurd. Ternyata dalam kover sudah dicantumkan kalimat "dan kisah-kisah luka lainnya". Maka pantasnya jika isi buku ini menorehkan luka dan air mata  bagi tokoh,  dan ternyata juga bagi pembaca seperti diriku.

Tahukah cintaku?
Kelima belas kisah yang ada dalam buku ini merupakan karya Mas Yud yang pernah muncul di media antara tahun 2011  hingga tahun 2020. Contohnya kisah Cermin Retak di Koran Sindo tahun 2013. Lalu ada Toko Buku Tua, Buku Raksasa, dan Sebuah Pencarian Panjang, di Majalah Majas edisi #4 Agustus 2019. Dan tentunya Umbira dan Keajaiban-keajaiban di Kotak Ajaibnya di Tribun Jabar 15 Oktober 2017. 

Sebagai penikmat karyanya, semua kisah yang ada sudah pernah kubaca. Walau tak mengurangi kenikmatan membaca ulang, rasanya wajar jika ku berharap ada kisah baru sebagai bonus dalam buku ini. Harapanku tak terkabul rupanya. Kadang, kita memang tak bisa mendapatkan semua keinginan kita bukan?

Secara keseluruhan, kisah-kisah dalam buku ini memilki kelasnya sendiri. Dengan keunikan ide dan cara bercerita yang unik. Menurutku, kisah yang bagus adalah kisah yang mampu mengaduk-aduk emosi pembacanya. Demikianlah seluruh kisah dalam buku ini.  Bagi para penikmat cerpen, rasanya buku ini sangat layak untuk dibeli dan dibaca. 

Baru kusadari cintaku,
Buku yang kupegang tak mencantumkan batasan usia untuk membaca. Ingin rasanya mengusulkan usia 17+ untuk membaca buku ini. Agar mereka yang membacanya bisa mengambil hikmah dari kisah yang ada, bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan akan membawa dampak bagi diri sendiri dan orang lain. Pembaca bisa lebih mawas diri, bukan malah mendapatkan ide untuk berbuat hal-hal tidak baik.

Kuberikan sebuah pengakuan,
Ternyata mengeluarkan air mata karena membaca kisah dalam buku ini membuat perasaanku lebih lega. Mungkin tanpa sadar, beban pekerjaan membuatku menjadi tertekan. Menangis menjadi salah cara melepaskan diri dari tekanan.

Mungkin kau juga bisa merekomendasikan buku ini pada rekan sekantormu yang terlihat tertekan? Siapa tahu, menangis juga bisa membuat mereka merasa lega dan bersemangat bekerja lagi.

Ha ha ha!
Bisa kubayangkan kedua alismu yang bertemu membaca usulku. Hayolah, aku hanya bercanda. Bukannya bercanda  juga mampu mengurangi ketegangan dan rasa stres. Lama tak bertemu juga bisa membuat kita stres lho ^_^. 

Tapi aku memang ingin merekomendasikan buku ini pada siapa saja yang gemar mengisi waktu luang dengan membaca. Kuberi bintang 4.5 untuk isinya yang mampu meluluhlantakkan hati ini. Info lengkap terkait buku, siapa tahu mau merekomendasikan ^_^ bisa dilihat di situs resmi penerbit, http://www.bukukatta.com. 

Oh ya, informasi dari Mas Yud langsung, buku ini mendapat Penghargaan Kebahasaan dan Kesastraan Prasidatama dalam kategori Antologi Cerpen Terbaik, yang diserahkan pada  22 November 2022 di UIN Purwokerto, Jateng. Kusertakan beberapa foto yang diambil dari IG Mas Yud. Ternyata aku tak salah memilih buku bacaan malam ini.

Cintaku,
Belahan jiwaku,
Kusudahi dahulu coretan kali ini. Sebentar lagi fajar, rasanya  tubuh ini menuntut mendapatkan hak untuk beristirahat.

You will be in my heart, always

Bayanganmu
TR