Minggu, 14 Agustus 2022

2022 #22: Menikmati Dua Kisah Klasik

Seperti penggila buku lainnya, urusan beres-beres koleksi sepertinya tidak akan pernah selesai.  Kalau selesai juga hanya sesaat. Baru selesai membereskan sebuah lemari,  hasil sortiran buku dari lemari tadi juga perlu dirapikan. 

Apakah akan masuk ke lemari yang lain, atau akan masuk dalam kardus buku untuk hibah? Apakah perlu dibetulkan jika ada kerusakan, atau dibiarkan apa adanya saja dulu? Pekerjaan yang mudah diucapkan namun sulit dilakukan dalam waktu cepat.

Belum lagi diselingi dengan memori yang muncul terkait sebuah buku. Membuat kegiatan memilah terhenti dialihkan dengan membolak-balikkan buku tersebut. Membaca sambil lalu beberapa halaman, mempertimbangkan apakah keputusan untuk mengeluarkan dari koleksi sudah tepat, atau  sebaiknya mengencarikan tempat di rak yang lain.

Hasil beres-beres yang lampau (maksudnya sangat lampau he he he) membuat saya menemukan dua buku klasik yang nyaris terlupakan. Seingat saya, semula ingin memasukkan datanya dalam Goodreads, namun karena ada kendala data buku yang kurang lengkap sehingga belum jadi saya kerjakan. Dan seperti biasa! Buku ini tertimbun saudara-saudaranya yang datang belakangan.

Buku dengan judul Kesombongan dan Prasangka karangan Jane Austen, bisa membuat penggila buku terpana sesaat. Memang ada karangan Jane Austen dengan judul itu? Saya pun berpikir seperti itu ketika pertama kali melihatnya di lapak buku bekas.

Namun ketika membaca nama tokoh dan beberapa paragraf awal, saya langsung yakin ini merupakan terjemahan dari Pride and Prejudice.  Mungkin saat itu sedang ada kebijakan mengalihkan bahasa semua judul, dugaan saya semata. 

Dalam 80 halaman, kisah yang  diceritakan kembali oleh Antonius Adiwiyoto, diterbitkan oleh P.T  Gramedia pada tahun 1976 dengan kode GM 76.086, buku ini merupakan bagian dari Seri Elang.  Sementara Seri Elang sendiri merupakan bagian dari Bacaan Remaja. Seri ini memuat aneka cerita khayal klasik. Dan tentunya juga disediakan ilustrasi yang memikat.

Kisah yang dipublikasikan pertama kali pada tahun  28 Januari 1813 ini menceritakan tentang kisah cinta  keluarga menengah Inggris di akhir abad ke-19. Antara  Elizabeth Bennet  dengan Fitzwilliam Darcy.  
Sumber: Buku  Kesombongan dan Prasangka
Keduanya bertemu tak sengaja pada sebuah pesta dansa. Mr, Darcy yang memiliki sifat tertutup dan menampilkan kesan sombong, tak sengaja melontarkan hinaan dan didengar oleh  Elizabeth. Bibit kebencian  dan aneka prasangka mulai muncul dalam hatinya. 

Meski sudah membaca beberapa versi, namun terbitan Gramedia kali ini tetap menarik untuk dibaca. Cara Antonius Adiwiyoto mengisahkan ulang bisa dikatakan cukup sukses. Melakukan pengurangan pada beberapa bagian cerita tanpa menghilangkan esensi kisah bukan hal yang mudah.

Selanjutnya, buku yang saya temukan adalah Julius Caesar karangan Shakespeare. Versi yang saya temukan terjemahan dari Asrul Sani, merupakan usaha penterjemahan sastra dunia yang dilakukan oleh Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1976. Bekerja sama dengan PT Dunia Pustaka Jaya, buku  setebal 130 halaman ini diterbitkan tahun 1979 dengan kode Seri: PJ 428 01 79. Suatu usaha yang patut diajungi jempol dan didukung.

Bentuknya bukan sebuah kisah namun semacam skenario drama perihal  konspirasi pembunuhan atas sosok Julius Caesar, sosok yang hidup pada abad pertama sebelum masehi. 

Meski demikian, pembaca tak akan mengalami kesukaran menkmatinya. Kembangkan imajinasi Anda, bayangkan saja sedang menonton sebuah pertunjukan. Apalagi  pada halaman awal, sudah diberikan informasi tentang siapa saja pelaku serta  peranannya dalam kisah ini. 

Sekedar tambahan pengetahuan bagi para pembaca buku ini, pada halaman kover belakang diberikan informasi tentang sosok  William Shakespeare. Mulai dari biodata seperti kelahiran, pendidikan, hingga status pernikahan. Dilanjutkan dengan informasi perihal karya-karya yang sudah dihasilkan.

Kedua buku tersebut sebenarnya bisa ditemukan dalam aneka versi terjemahan di tanah air, terutama sekali karena sudah masuk kategori bisa dicetak bebas. Bahkan jika kemampuan bahasa Inggris Anda lumayan, versi digital bisa ditemukan dengan mudah di internet secara gratis. Meski demikian, keduanya tetap akan berada lama rak buku ini saya karena keunikan judul serta asal muasal terbitnya.

Seru!
Semoga masih ada buku-buku unik seperti ini dalam timbunan yang belum sempat dibongkar.



2022 #21: Membaca 12 Kisah Horor

Judul Asli: Minyak Bulan
Penulis: Amala Kh dan kawan-kawan
ISBN: 9786235393001
Halaman: 158
Cetakan: Pertama- Mei 2022
Penerbit: AT Press Jabodetabek
Harga: Rp 73.000
Rating: 3.25/5
 
Seperti  yang  sering  saya  sampaikan, biasanya  ketika membaca kumpulan  kisah, saya akan membaca Daftar Isi   kemudian  memilih  mana  kisah yang  akan dibaca terlebih dahulu. Begitu  seterusnya hingga seluruh kisah selesai dibaca.

Demikian juga dengan buku ini. Prinsipnya saja, hanya karena tak ada nama pengarang pada Daftar Isi, maka saya membaca dengan mencari karya penulis yang saya kenal terlebih dahulu. Kebetulan ada  2 orang, Falesha Libertalea Taufik alias Libby alias  Bob, dan Ruwi Meita. Kemudian dilanjutkan dengan membaca kisah lain yang judulnya terlihat menarik.

Kisah yang ditulis oleh Ruwi Meita, tak hanya sekedar kisah horor, tapi juga mengusung konten lokal tentang balian-tabib, dari pelosok Kapuas Hulu. Sang balian menciptakan Minyak Bulan melalui ritual panjang dan rumit dengan khasiat tak terbayangkan.

Mungkin hanya perasaan saya, sepertinya Ruwi tidak mengeluarkan semua kemampuannya dalam menulis cerita kali ini. Seakan ada yang ditahan. Mungkinkah untuk menghormati penulis-penulis lain yang baru mulai menulis kisah horor? Apapun itu, tentunya merupakan suatu kebanggaan bisa berada satu buku dengan penulis horor sekaliber Ruwi Meita. 

Memilih karyanya sebagai judul buku ini merupakan langkah cerdas yang layak diacungi jempol. Pertama untuk bersikap adil pada para penulis yang sedang dalam proses belajar,  tak ada karya yang diistimewakan dengan dijadikan judul. Kedua, hal ini juga berguna untuk promosi.

Bagaimana kedekatan Bob dengan Mama sudah diketahui khalayak luas.  Mereka bagai dua sahabat baik, besti-istilah zaman sekarang. Kedekatan itu terlihat dari kisah yang diangkat. Hanya saja,  aneka momen kedekatan yang sering ditampilkan dalam media sosial, berbeda jauh dalam kisah ini.

Dengan berbagai cara, Ma Bob digambarkan selalu ingin memberikan yang terbaik. Bunda Selalu Tahu yang Terbaik bagi anaknya. Hanya saja, cara yang ditempuh sungguh menakutkan! Jika ada yang mengatakan bahwa cinta seorang ibu luar biasa, maka  bacalah kisah ini. Cinta ibu yang luar bisa menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan bagi orang lain.

Tak perlu menduga-duga, ini sekedar kisah yang dibuat seorang anak dengan mengambil sosok orang tua sebagai tokoh. Kalau sampai ada yang menduga betapa "kejam dan menakutkannya" sosok Ma Bob, semata karena kesuksesan Bob menuliskan kisah.


Secara keseluruhan, buku ini memuat  12 kisah horor. Tiap kisah yang ada unik dan tak ada yang sama. Vellichor  (Revalinna Ranting) berkisah tentang kengerian  yang dirasakan seorang gadis yatim-piatu. Ia begitu takut seluruh pengetahuan yang ia peroleh dari buku-buku tua menghilang jika meminum obat yang kerap disodorkan suster.

Rencana (Tiana Yuthi) memberikan pembelajaran bagi pembaca, bahwa perbuatan baik juga harus dilakukan dengan bijak, jika tidak ingin disalahgunakan, Karena kejahatan bisa muncul dari mana saja dan dilakukan oleh siapa saja.  

Kisah Empat Puluh (Wesiati Setyaningsih)  menunjukkan bahwa cinta bisa ditunjukkan  dengan cara yang tak biasa.  Termasuk  demi menutupi keburukan orang terkasih, ia dibuat meninggal saat masih dianggap mulia oleh orang banyak. Begitulah cinta, indah tapi juga rumit.

Dimanakan pun kita berada, sepantasnya menjaga sikap, apa lagi jika berada di Ambuwaha (Amala Kh). Karya ini mengingatkan pada karya Hilman (kalau tidak salah)  yang sempat dimuat bersambung di majalah Hai. Berkisah tentang  para pendaki gunung yang dihukum karena memetik Edelweiss dengan sembarangan. 

Anak yang Bertemu Makhluk Kegelapan (Aulia Hazuki) memberikan peringatan keras agar kita jangan sembarang menyimpan, membuang, dan membaca dokumen seseorang. Karena kita tak akan pernah tahu akibat menyeramkan apa yang akan timbul. 

Ada orang yang mampu melihat suatu peristiwa dalam  benaknya, serta bisa membaca Tarot. Kartu yang Terbuka (Indy Shinta)  kadang bisa sangat menakutkan apalagi  jika yang dilihat adalah nasib buruk salah satu sahabat sendiri. 

Mungkinkah diri kalian juga diikuti oleh makhluk yang membawa Sial (Kana)? Coba ditelaah, jangan-jangan kesialan yang sering menimpa karena dampak dari perjanjian  luhur dahulu. Bukan kalian yang membuat perjanjian tapi kalian yang terkena dampaknya. Segera cari tahu agar kalian segera terbebas dari kesialan yang selalu menimpa.

Korban dari Ikatan Setan: Darah Perawan (Yozaf F. Amrullah) meninggal kehabisan darah dengan luka gigitan di pergelangan tangan kanan. Apakah muncul salah satu ilmu sesat  di Jawa Tengah? Sang pelaku bisa berada di antara kita. Waspadalah selalu!

Alih-alih merasa ketakutan, saya tertawa terbahak-bahak membaca kisah Dasar Gembul (Upiek Widowati). Jadi ingat film horor ala tanah air yang membuat penonton tertawa, bukan ketakutan mencekam. Unsur rasa takut berbaur dengan rasa geli. Unik!

Siapa yang bisa menebak kedalam duka Hati Mamak (Bayu Febri)? Sejak Bapak meninggal dibunuh perampok demi mempertahankan uang sepuluh juta yang akan dibelikan HP, kehidupan keluarga mereka tidaklah sama. Mamak seakan menerima semua hal dengan diam pasrah, tapi siapa yang bisa tahu bagaimana sesungguhnya isi hati Mamak?. Mata dibayar mata! 

Dari Kata Pengantar saya ketahui bahwa  Kelas Menulis Book Camp gelaran Himpenan (Himpunan Penulis Indonesia) melakukan pendekatan dengan metode pengalaman.  Mereka yang tergabung diajak untuk menjelajahi wilayah-wilayah penulisan baru guna memicu kreatifitas.

Menurut saya pribadi, dengan tidak mengesampingkan aneka metode pengajaran literasi lainnya, cara dengan learning by doing-dalam  Kelas Menulis Book Camp disebut metode pengalaman, memberikan keuntungan tersendiri dalam proses  belajar menulis yang dilakukan.

Umumnya, seseorang akan ingat apa yang menjadi kesalahan-dalam hal ini bisa kita sebut sebagai "hal yang kurang tepat" ketika  belajar menulis cerita. Ia akan ingat mana langkah yang harus diambil agar karyanya menjadi lebih baik, dengan mengingat "kurang tepat" yang pernah ia lakukan.

Metode ini juga bisa mengurangi waktu belajar yang diperlukan untuk menulis. Mereka langsung terjun menulis dengan bekal penulisan dasar. Tiap orang akan mengembangkan pengetahuan dengan caranya masing-masing, karena pada dasarnya tiap  orang adalah unik, demikian juga dengan cara mereka belajar dan menyerap pelajaran.

Secara keseluruhan, buku ini lumayan "mencekam" bagi mereka yang memiliki nyali kecil, sangat tidak disarankan untuk membacanya. Apalagi pada malam hari. Efek tidak bisa tidur, bahkan merasa ketakutan mendalam, bukan tanggung jawab penulis dan penerbit.

Ilustrasi yang mulai muncul pada kisah  Ambuwaha  sebenarnya agak mengganggu,  karena ilustrasinya berbentuk sama,  sementara kalimat yang diangkat berbeda. Sehingga berkesan monoton. 

Belum lagi sosok manusia jerami yang dijadikan ilustrasi lebih mengingatkan pada tokoh yang ada di kisah Penyihir dari Oz.  Dalam kisah itu, Boneka Jerami menemani perjalanan Dorothy demi memenuhi keinginannya memiliki otak. Ia digambarkan sebagai sosok yang riang. Bukannya merasa takut, melihatnya malah ingin tertawa.  Oh ya coretan perihal The Wizard of Oz  karya Frank Baum bisa menuju ke sini

Mungkin karena keterbatasan ilustrasi maka sebuah ilustrasi dipakai beberapa kali. Padahal bisa diakali dengan membuat ilustrasi berupa petikan kalimat yang dianggap paling menarik dari kisah, kemudian didesain dengan aneka bentuk huruf yang menimbulkan kesan seram. Tak ada yang akan sama.

Pada blurd terlihat penerbit memberikan "bocoran" dua kisah yang ada. Kisah yang dibuat oleh Ruwi Meita bisa djadikan ajang promosi  seperti yang disebutkan di atas, jika disebutkan juga nama penulisnya. Tapi alasan mengapa hanya mengambil 1 kisah dari  seluruh kisah yang lain, menjadi pertanyaan tersendiri. 

Akan lebih baik jika memberikan penggalan seluruh kisah yang ada. Jika tidak memungkinkan, cukup karya Ruwi Meita sebagai daya jual ditambah, atau hanya memberikan informasi perihal tujuan dan isi buku ini. Kalimat, "Kedua belas cerita dalam kumpulan cerita pendek...."

Oh ya, saya hanya menyebutkan nama satu penulis, sisanya disebutkan "dkk" karena begitulah cara penulisan informasi buku yang dibuat lebih dari 3 orang. Bukan berarti nama tersebut paling berkontribusi, namun karena nama penulis disusun berdasarkan abjad.  Umumnya ditulis 3 nama, maafken saya yang sedang malas he he he.

Sekedar mengingatkan,  horor menurut KBBI adalah sesuatu yang menimbulkan perasaan ngeri atau takut yang amat sangat. Selanjutnya disebutkan, berasa takut atau khawatir (karena melihat sesuatu yg menakutkan atau mengalami keadaan yang membahayakan). Sementara takut sendiri memiliki arti merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yg dianggap akan mendatangkan bencana; kondisi takwa; segan dan hormat; tidak berani (berbuat, menempuh, menderita, dsb).

Dalam laman geniusbeauty, disebutkan bahwa saat otak bereaksi terhadap kondisi menegangkan, ia akan menghasilkan energi tambahan yang mengaktifkan neurotransmiter (glutamat, dopamin dan serotonin). Sehingga tubuh berada dalam kondisi waspada untuk beberapa saat. 

Selain itu, sinyal ancaman yang melewati hypothalamus (bagian otak terkait sistem glandular di tubuh) akan menstimulasi kelenjar adrenal untuk memproduksi adrenalin, lalu menghasilkan opiates yang memiliki efek anestesi/ pembiusan. 

Saat reaksi phobic turun pada titik ini, akhir kisah dalam film memberikan pengalaman positif yang dapat diaplikasikan di kemudian hari. Kemudian ketika selesai proses 'horor' tersebut dan tubuh kembali lebih tenang, saaat itulah sistem imun menjadi lebih kuat untuk beberapa saat.

Sebuah buku yang layak dikoleksi.









Jumat, 05 Agustus 2022

2022 #20: Tangkapan

Penulis: Kenzaburō Ōe
Penerjemah: Titik Andarwati
Editor: Yudhi Herwibowo
ISBN: 978-623-7245-88-9
Halaman: 80
Cetakan: Pertama-2022
Penerbit: bukuKatta
Harga: Rp  44.000
Laman: http://bukukatta.blogspot.com/2022/02/tangkapan-kenzaburo-oe.html
Rating: 3.25/5

Diterjemahkan dari salah satu novela berjudul  Prize Stock yang ada di buku Teach Us to Outgrow Our Madness (1977) merupakan naskah pemenang Akutagawa Prize 1958.

Menemukan kalimat tersebut pada bagian awal buku, serta keterangan bahwa penulis merupakan peraih Nobel Kesusastraan 1994, muncul rasa penasaran. Jika ini merupakan karya peraih nobel, kenapa jarang wara-wiri di beranda perbukuan?

Apakah isinya yang dianggap terlalu berat karena ditulis oleh pemenang nobel, sehingga banyak yang enggan membaca? Atau kurangnya publikasi sehingga jarang dikenal orang? Atau pendistribusian karya ini yang sangat terbatas? Banyak hal yang bisa membuat sebuah karya bagus tidak dikenal luas.

Dalam 80 halaman, pembaca diajak mengikuti petualang sepasang kakak-adik  yang tinggal di desa yang terletak di punggung gunung. Akses menuju kota sangatlah susah, apalagi ketika tanah longsor menghancurkan jembatan gantung, jalur tercepat menuju kota.

Sebuah pesawat musuh jatuh  terbakar di perbukitan pada suatu malam, menyisakan bagian ekor saja.  Seorang tentara musuh yang ada dalam pesawat ternyata selamat, hanya mengalami luka-luka. Ia berhasil menyelamatkan diri dengan terjun mempergunakan parasut. Tentara yang ditangkap, memakai jaket warna khaki dan celana, sepatu bot. Hal utama yang paling membuat warga desa berkerumun ingin melihat adalah karena warna kulitnya.

Yups! Warna kulitnya hitam dan tubuhnya yang besar menjadi mencolok dibandingkan seluruh penduduk desa. Meski ia sudah dipasangi rantai besi perangkap babi hutan di kedua pergelangan kakinya, tetap saja menimbulkan rasa takut bagi warga desa.
 
"Kurasakan kembali keterkejutan dan ketakutanku tadi malam ketika tentara kulit hitam itu dibawa ke desa. Apa yang sedang dilakukannya di ruang bawah tanah? Tentara hitam itu meninggalkan ruang bawah tanah,  membantai orang-orang, dan anjing-anjing di desa lalu membakar rumah-rumah." Kalimat yang ada di halaman 26 seperti cukup untuk menggambarkan rasa ketakutan yang dirasakan sang kakak.

Sambil  menunggu keputusan pemerintah pusat akan nasib tentara kulit hitam, ia dikurung di ruang bawah tanah. Urusan memberi makan, ternyata menjadi masalah selanjutnya. Wanita yang bertugas memasak, menolak untuk memberikan makanan,  ia bahkan menyarankan salah satu dari kedua kakak-adik yang memberi makanan. Pilihannya jelas bukan! Jatuh pada sang kakak.

Rasa takutnya, berubah menjadi rasa congkak. Ternyata banyak anak-anak lain yang begitu ingin melihat tentara kulit hitam dari dekat. Keduanya dengan cerdik mengatur agar anak-anak itu juga bisa melihat dengan  "membantu"  membawa 'tong' tentara hitam dari ruang bawah tanah ke tumpukan kompos di luar. Yang dimaksud dengan 'tong' adalah wadah buang air si tentara.

Perlahan, keberadaannya mulai diterima warga desa. Ia mulai sering dibawa jalan-jalan di sekitar desa, menerima makanan langsung dari pemberi.  Ia bukan lagi dianggap sebagai bahaya, hanya penduduk yang berbeda.
"Sama seperti anjing-anjing pemburu, anak-anak, serta pepohonan, tentara kulit hitam itu telah menjadi bagian dari kehidupan desa"
Akhir kisah yang sesuai dengan dugaan saya, meski sempat merasa dugaan saya salah.  Ternyata, segala sesuatu yang terlihat indah tidaklah selalu indah. Tentara kulit hitam pada dasarnya bukanlah bagian dari warga desa. Ia tetap memiliki keinginan untuk bertahan hidup, keluar dari desa, bahkan mungkin kembali ke negaranya dengan selamat.

Judul kisah ini-Tangkapan, sangat sesuai dengan seluruh isi cerita. Karena mengisahkan tentang seorang tentara kulit hitam yang ditangkap dan bagaimana kondisi desa di mana ia tinggal sebagai tangkapan alias tahanan.

Pastinya jangan mengharapkan ada adegan peperangan, atau adu tembak seperti yang ada dalam kisah perang. Nyaris tak ada bagian yang mengisahkan tentang peperangan, meski kisahnya tentang seorang tentara yang ditangkap musuh

Untuk kover, saya tak ingat ada bagian yang mengisahkan bagaimana ia diikat seperti itu. Mungkin imajinasi saya yang tak bisa membayangkan adegan seperti itu. Atau saya yang kurang teliti membaca. Gambar helm yang ada di depan si tentara, dibuat seperti helm yang dipakai para tentara.  Namun untuk wajah anak-anak yang ketakutan sangat sesuai dengan deskripsi yang ada pada cerita.

Membaca terjemahan  tentara yang ditangkap menjadi tentara kulit hitam, rasanya memang lebih pas. Terutama untuk menghindari adanya kesan rasis. Tapi kenapa pada halaman 73 muncul kata "negro"? Mungkinkah terlewat diterjemahkan?
https://www.nobelprize.org/prizes/
literature/1994/oe/fact
s/

Apa yang dilakukan oleh anak-anak desa pada tentara kulit hitam dihalaman 56-57, sebaiknya tidak dibaca oleh anak-anak. Hal tersebut mungkin saja menjadi hal yang biasa pada kehidupan masyarakat di suatu tempat. Sama dengan yang sering dilakukan tokoh bernama Sumbing dalam kisah ini. Butuh bimbingan orang tua bagi remaja yang membaca buku ini.

Kembali, mungkin saya yang kurang teliti. Membaca buku ini sambil beberapa kali membaca secara sambil lalu, tidak menemukan perihal perang yang dimaksud dalam kisah. Apakah Perang Pasifik? Hanya disebutkan bahwa tentara musuh jatuh saja.

Sekedar saran, buku ini bukan jenis buku yang bisa dinikmati dengan cara kebut semalam. Para pelalap  buku cepat harus mengurangi kecepatan membacanya sehingga pesan-pesan yang disampaikan secara tersembunyi bisa lebih ditangkap maknanya.

Buku ini sangat perlu dibaca bagi para mahasiswa sastra Jepang secara khusus, serta pemikmat sastra secara umum. Karena memberikan pengetahuan perihal bagaimana karya sastra pada saat itu. Disamping itu, juga memberikan informasi perihal kehidupan masyarakat  Jepang ketika mengalami perang.  

Penerbit Katta yang sepertinya sering menerbitkan karya sastrawan Jepang, patut diacungi jempol dalam usahanya menerbitkan karya bermutu. Para penyuka kisah sastra Jepang tak perlu mengalami kesusahan lagi jika ingin mencari karya penulis Jepang.

Karya penulis kisah ini, Kenzaburō Ōe, banyak dipengaruhi oleh sastra Prancis dan Amerika.  Demikian juga dengan anak pertamanya Hikari, yang diangapnya telah mempengaruhi karier sastranya. Karyanya sarat isu-isu  politik dan  filosofis. Ia menerima nobel sastra namun menolak Ordo Kebudayaan Jepang.

Sepertinya Prize motivation  yang diambil dari laman berikut layak untuk dikutip.
“who with poetic force creates an imagined world, where life and myth condense to form a disconcerting picture of the human predicament today”